Kota Surakarta

kota di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia

7°33′24″S 110°49′17″E / 7.5567545°S 110.8213985°E / -7.5567545; 110.8213985

Kota Surakarta
  • Sala
  • Solo
Transkripsi bahasa daerah
 • Hanacarakaꦯꦸꦫꦏꦂꦡ
 • Pegonسوراكارتا
 • Alfabet Jawasurɔˈkart̪ɔ
Dari atas ke bawah; kiri ke kanan: Panorama Surakarta, Keraton Surakarta Hadiningrat, Tugu Pamandengan, dan Monumen Serangan Umum Surakarta.
Lambang resmi Kota Surakarta
Julukan: 
Motto: 
Rinaras dadi trus manunggal
꧋ꦫꦶꦤꦫꦱ꧀ꦢꦢꦶꦠꦿꦸꦱ꧀ꦩꦤꦸꦔ꧀ꦒꦭ꧀꧉
(Jawa) (1946 Masehi)[a]
Mulat sarira angrasa wani
ꦩꦸꦭꦠ꧀ꦱꦫꦶꦫꦲꦁꦫꦱꦮꦤꦶ[7]
Peta
Peta
Kota Surakarta di Jawa
Kota Surakarta
Kota Surakarta
Peta
Kota Surakarta di Indonesia
Kota Surakarta
Kota Surakarta
Kota Surakarta (Indonesia)
Koordinat: 7°34′0″S 110°49′0″E / 7.56667°S 110.81667°E / -7.56667; 110.81667
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
Tanggal berdiri16 Juni 1946
Dasar hukumUU No. 16/SD tahun 1946
Hari jadi17 Februari 1745 (umur 279)
PendiriPakubuwana II
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 5
  • Kelurahan: 54
Pemerintahan
 • Wali KotaTeguh Prakosa
 • Wakil Wali Kotalowong
 • Sekretaris DaerahBudi Murtono[8]
 • Ketua DPRDBudi Prasetyo
Luas
 • Total44,04 km2 (17,00 sq mi)
Peringkat86
Ketinggian tertinggi
98 m (322 ft)
Ketinggian terendah
93 m (305 ft)
Populasi
 (31 Desember 2023)[9]
 • Total587.646
 • Peringkat27
 • Kepadatan13,000/km2 (35,000/sq mi)
 • Peringkat kepadatan8
Demonimwong Solo, tiyang Solo
Demografi
 • Agama
  • 79,43% Islam
  • 0,20% Buddha
  • 0,06% Hindu
  • 0,03% Lainnya[9]
 • BahasaIndonesia, Jawa
 • IPMKenaikan 82,62 (2022)
sangat tinggi[10]
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode pos
Kode BPS
3372 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon(+62) 271
Pelat kendaraanAD xxxx
Kode Kemendagri33.72 Edit nilai pada Wikidata
Kode SNI 7657:2023SKT
DAURp 880.832.566.000,- (2020)
Semboyan daerahBerseri
"Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah"
Flora resmiSirih
Fauna resmiPunai penganten
Situs webwww.surakarta.go.id


Kota Surakarta (bahasa Jawa: Hanacaraka: ꦯꦹꦫꦏꦂꦡ, Pegon: سوراكارتا, pengucapan bahasa Jawa: [surɔˈkart̪ɔ]) atau Solo (bahasa Jawa: ꦯꦴꦭ, translit. Sala, pengucapan bahasa Jawa: [sɔlɔ]) adalah salah satu kota di provinsi Jawa Tengah, Indonesia, dengan luas 44,04 km2. Pada 2020, penduduk Surakarta sebanyak 522.364 jiwa, dengan kepadatan sebanyak 11.861 jiwa/km2,[11] dan pada akhir tahun 2023, jumlah penduduk Surakarta sebanyak 587.646 jiwa.[9]

Kota ini merupakan kota terbesar ketiga di pulau Jawa bagian selatan setelah Kota Malang, Jawa Timur dan Kota Bandung, Jawa Barat menurut jumlah penduduk. Sisi Timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, Bengawan Solo. Kota ini termasuk dalam kawasan Solo Raya, sebagai kota utama.

Bersama dengan Yogyakarta, Surakarta merupakan pewaris Kerajaan Mataram Islam yang dipecah melalui Perjanjian Giyanti, pada tahun 1755, sehingga Surakarta menjadi kediaman Susuhunan Pakubuwana dan Adipati Mangkunegara.

Etimologi

sunting

"Sala" adalah satu dari tiga dusun yang dipilih oleh Sri Susuhunan Paku Buwana II atas saran dari Tumenggung Hanggawangsa, Tumenggung Mangkuyudha, serta komandan pasukan Belanda, J.A.B. van Hohendorff, ketika akan mendirikan istana baru, setelah perang suksesi Mataram Islam terjadi di Kartasura.[12] Seiring waktu, karena penyebutan "Sala" dianggap sulit oleh orang Belanda, nama ini berubah menjadi "Solo".[13] Nama "Surakarta" diberikan sebagai nama "wisuda" bagi Keraton Surakarta, pusat pemerintahan baru Kasultanan Mataram Islam di Desa Sala.[12]

Pada masa sekarang, nama Surakarta digunakan dalam situasi formal-pemerintahan, sedangkan nama Sala/Solo lebih merujuk kepada penyebutan umum yang dilatarbelakangi oleh aspek kultural. Kata Sura dalam Bahasa Jawa berarti "keberanian" dan karta berarti "makmur"; dengan harapan bahwa Surakarta menjadi tempat dimana penghuninya adalah orang-orang yang selalu berani berjuang untuk kebaikan serta kemakmuran negara dan bangsa.[14] Dapat pula dikatakan bahwa nama Surakarta merupakan permainan kata dari Kartasura. Kata sala, nama yang dipakai untuk desa tempat istana baru dibangun, adalah nama pohon suci asal India, yaitu pohon sala (Shorea robusta).[butuh rujukan]

Ketika Indonesia masih menganut Ejaan van Ophuysen, nama kota ini dieja Soerakarta. Dalam aksara Jawa modern, ditulis ꦱꦸꦫꦏꦂꦠ atau ꦯꦸꦫꦑꦂꦡ.

Sejarah

sunting

Masa Pra-Kemerdekaan

sunting

Eksistensi kota ini dimulai saat Sinuhun Paku Buwana II, raja Kasultanan Mataram Islam, memindahkan kedudukan raja dari Kartasura ke Desa Sala, sebuah desa yang tidak jauh dari tepi Bengawan Solo, karena istana Kartasura hancur akibat serbuan pemberontak. Sunan Pakubuwana II membeli tanah dari lurah Desa Sala, yaitu Kyai Sala, sebesar 10.000 ringgit (gulden Belanda) untuk membangun istana Mataram yang baru. Secara resmi, istana Mataram Islam yang baru dinamakan Karaton Surakarta Hadiningrat dan mulai ditempati tanggal 20 Februari 1745.[14] Perjanjian Giyanti yang ditanda-tangani oleh Sinuhun Paku Buwana III, Belanda, dan Pangeran Mangkubumi pada 13 Februari 1755 membagi wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.[15] Selanjutnya wilayah Kasunanan Surakarta semakin berkurang, karena Perjanjian Salatiga yang diadakan pada 17 Maret 1757 menyebabkan Raden Mas Said diakui sebagai seorang pangeran merdeka dengan wilayah kekuasaan berstatus kadipaten, yang disebut dengan nama Kadipaten Mangkunegaran Surakarta (Pura Mangkunegaran Surakarta). Sebagai penguasa Mangkunegaran, Raden Mas Said bergelar Adipati Mangkunegara I.

Daerah Istimewa Surakarta

sunting

Setelah berdirinya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, pada 1 September 1945 Sinuhun Paku Buwana XII mengeluarkan maklumat bahwa Nagari Surakarta Hadiningrat mendukung dan berada di belakang pemerintah Republik Indonesia.[16] Selama 10 bulan, Surakarta berstatus sebagai daerah istimewa setingkat provinsi, yang dikenal sebagai Daerah Istimewa Surakarta. Status Daerah Istimewa Surakarta secara yuridis diatur dalam Penetapan Pemerintah No. 16/SD Tahun 1946 dan Surat Wakil Presiden tanggal 12 September 1949.[17]

Karesidenan Surakarta

sunting

Selanjutnya, karena berkembang gerakan antimonarki di Surakarta serta kerusuhan, penculikan, dan pembunuhan pejabat-pejabat Daerah Istimewa Surakarta, pada tanggal 16 Juni 1946 pemerintah membekukan status Daerah Istimewa yang dimiliki Daerah Istimewa Surakarta dan menghilangkan kekuasaan politik Raja Nagari Surakarta dan Adipati Nagari Surakarta yang berkedudukan di Karaton Surakarta Hadiningrat dan Kadipaten Mangkunegaran Surakarta (Pura Mangkunegaran Surakarta).[17] Status Raja Nagari Surakarta (SDISKS Paku Buwana) dan Adipati Nagari Surakarta, Mangkunegaran (KGPAA. SIJ. Mangkunegara) menjadi simbol budaya di tengah masyarakat serta kedudukan keraton dan pura diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa. Kemudian Surakarta ditetapkan menjadi tempat kedudukan dari residen, yang memimpin Karesidenan Surakarta dengan wilayah seluas 5.677 km². Karesidenan Surakarta terdiri dari daerah-daerah Kota Praja Surakarta, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali.[18] Tanggal 16 Juni 1946 diperingati sebagai hari jadi Pemerintah Kota Surakarta modern.[19]

Kota Surakarta

sunting

Setelah Karesidenan Surakarta dihapuskan pada tanggal 4 Juli 1950, Surakarta menjadi kota di bawah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Semenjak berlakunya UU Pemerintahan Daerah yang memberikan banyak hak otonomi bagi pemerintahan daerah, Surakarta menjadi daerah berstatus kota otonom.[20]

Geografi

sunting

Hidrogeologi

sunting
 
Aliran sungai Bengawan Solo.

Surakarta terletak di dataran rendah di ketinggian 105 m dpl dan di pusat kota 95 m dpl, dengan luas 44,1 km2 (0,14 % luas Jawa Tengah). Surakarta berada sekitar 65 km timur laut Yogyakarta, 100 km tenggara Semarang dan 260 km barat daya Surabaya serta dikelilingi oleh Gunung Merbabu (tinggi 3145 m) dan Merapi (tinggi 2930 m) di bagian barat, dan Gunung Lawu (tinggi 3265 m) di bagian timur. Agak jauh di selatan terbentang Pegunungan Sewu. Tanah di sekitar kota ini subur karena dikelilingi oleh Bengawan Solo, sungai terpanjang di Jawa, serta dilewati oleh Kali Anyar, Kali Pepe, dan Kali Jenes.[21] Mata air bersumber dari lereng gunung Merapi, yang keseluruhannya berjumlah 19 lokasi, dengan kapasitas 3.404 l/detik. Ketinggian rata-rata mata air adalah 800-1.200 m dpl. Pada tahun 1890 – 1827 hanya ada 12 sumur di Surakarta. Saat ini pengambilan air bawah tanah berkisar sekitar 45 l/detik yang berlokasi di 23 titik. Pengambilan air tanah dilakukan oleh industri dan masyarakat, umumnya ilegal dan tidak terkontrol.[22]

Sampai dengan Maret 2006, PDAM Surakarta memiliki kapasitas produksi sebesar 865,02 liter/detik. Air baku berasal dari sumber mata air Cokrotulung, Klaten (387 liter/detik) yang terletak 27 km dari kota Solo dengan elevasi 210,5 di atas permukaan laut dan yang berasal dari 26 buah sumur dalam, antara lain di Banjarsari, dengan total kapasitas 478,02 liter/detik. Selain itu total kapasitas resevoir adalah sebesar 9.140 m3.Dengan kapasitas yang ada, PDAM Surakarta mampu melayani 55,22% masyarakat Surakarta termasuk kawasan hinterland dengan pemakaian rata-rata 22,42 m3/bulan.[23]

Tanah di Solo bersifat pasiran dengan komposisi mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik Merapi dan Lawu. Komposisi ini, ditambah dengan ketersediaan air yang cukup melimpah, menyebabkan dataran rendah ini sangat baik untuk budi daya tanaman pangan, sayuran, dan industri, seperti tembakau dan tebu. Namun, sejak 20 tahun terakhir industri manufaktur dan pariwisata berkembang pesat sehingga banyak terjadi perubahan peruntukan lahan untuk kegiatan industri dan perumahan penduduk.

Iklim dan Topografi

sunting
Data iklim Surakarta, Jawa tengah, Indonesia
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rata-rata tertinggi °C (°F) 30.1
(86.2)
30.2
(86.4)
30.5
(86.9)
31.4
(88.5)
31.1
(88)
31.1
(88)
30.9
(87.6)
31.6
(88.9)
32.4
(90.3)
32.9
(91.2)
31.7
(89.1)
30.9
(87.6)
31.23
(88.23)
Rata-rata harian °C (°F) 26.2
(79.2)
26.3
(79.3)
26.4
(79.5)
26.9
(80.4)
26.5
(79.7)
25.9
(78.6)
25.4
(77.7)
25.7
(78.3)
26.6
(79.9)
27.4
(81.3)
26.9
(80.4)
26.6
(79.9)
26.4
(79.52)
Rata-rata terendah °C (°F) 22.3
(72.1)
22.4
(72.3)
22.3
(72.1)
22.4
(72.3)
21.9
(71.4)
20.8
(69.4)
20
(68)
19.9
(67.8)
20.9
(69.6)
21.9
(71.4)
22.2
(72)
22.3
(72.1)
21.61
(70.87)
Presipitasi mm (inci) 360
(14.17)
364
(14.33)
323
(12.72)
234
(9.21)
108
(4.25)
64
(2.52)
37
(1.46)
22
(0.87)
32
(1.26)
112
(4.41)
252
(9.92)
294
(11.57)
2.202
(86,69)
Rata-rata hari hujan 16 16 14 10 5 3 2 1 2 6 12 14 101
% kelembapan 82 82 81 78 77 74 74 71 69 73 77 82 76.7
Rata-rata sinar matahari bulanan 158 172 179 195 219 230 241 287 285 239 221 180 2.606
Sumber #1: BMKG[24] & Climate-Data.org[25]
Sumber #2: WeatherAtlas[26] & Weatherbase[27][28]

Menurut klasifikasi iklim Koppen, Surakarta memiliki iklim muson tropis. Sama seperti kota-kota lain di Indonesia, musim hujan di Solo dimulai bulan Oktober hingga Maret, dan musim kemarau bulan April hingga September. Rata-rata curah hujan di Solo adalah 1700–2200 mm, dan bulan paling tinggi curah hujannya adalah Desember, Januari, dan Februari. Suhu udara relatif konsisten sepanjang tahun, dengan suhu rata-rata 30 derajat Celsius. Suhu udara tertinggi adalah 32,5 derajat Celsius, sedangkan terendah adalah 21,0 derajat Celsius. Rata-rata tekanan udara adalah 1010,9 MBS dengan kelembaban udara 75%. Kecepatan angin 4 Knot dengan arah angin 240 derajat.[29]

Batas Wilayah

sunting
 
Cakrawala Surakarta pada siang hari.

Kota Surakarta terletak di antara 110 45` 15"–110 45` 35" Bujur Timur dan 70` 36"–70` 56" Lintang Selatan dan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan.[29] Di masing-masing batas kota terdapat Gapura Kasunanan yang didirikan sekitar tahun 1931–1932 pada masa pemerintahan Sunan Pakubuwana X di Kasunanan Surakarta. Gapura Kasunanan didirikan sebagai pembatas sekaligus pintu gerbang masuk ibu kota kerajaan (Kota Surakarta) dengan wilayah sekitar. Gapura Kasunanan tidak hanya didirikan di jalan penghubung, namun juga didirikan di pinggir sungai Bengawan Solo yang pada waktu itu menjadi dermaga dan tempat penyeberangan (di Mojo/Silir).

Ukuran Gapura Kasunanan terdiri dari dua ukuran yaitu berukuran besar dan kecil. Gapura Kasunanan ukuran besar didirikan di jalan besar. Gapura Kasunanan ukuran besar bisa dilihat di Grogol (selatan), Jajar (barat), dan Jurug (timur). Sedangkan Gapura Kasunanan ukuran kecil bisa dilihat di daerah RS Kandang Sapi (utara), jalan arah Baki di Solo Baru (selatan), Makamhaji (barat), dan di Mojo/Silir. Gapura Kasunanan besar juga memiliki prasasti waktu pendirian gapura.

Utara Kabupaten Karanganyar
Timur Kabupaten Karanganyar
Selatan Kabupaten Sukoharjo
Barat Colomadu, Karanganyar, Kabupaten Boyolali

Tata Kota

sunting

Penataan perkotaan Surakarta mengacu pada Rencana Strategis yang disusun oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang kota. Kini, kota Surakarta mulai banyak berbenah dalam tata ruang kota. Salah satu program yang dilakukan oleh pemerintah adalah pemerataan infrastruktur dan fasilitas umum di seluruh kelurahan.

Tata ruang kota Surakarta diawali dengan pindahnya Keraton Kartasura menuju desa Sala, yang kelak menjadi kota Surakarta. Pangeran Mangkubumi mendesain tata ruang kota dengan konsep catur gatra tunggal seperti yang dilakukan oleh leluhurnya, Sultan Agung Hanyokrokusumo. Keraton dibangun berdampingan dengan alun-alun kota, masjid, pasar dan cepuri atau benteng pertahanan. Alun-alun mengapit keraton di bagian utara dan selatan. Tepat di barat alun-alun utara berdiri Masjid Ageng. Keberadaan pasar terdapat di sisi timur laut keraton, yang bernama Pasar Gede Harjonagoro. Sedangkan benteng cepuri keraton masih berdiri kokoh di dalam komplek keraton hingga saat ini.

Memasuki abad ke-20, Surakarta mulai mendapat pengaruh Belanda dalam tata ruang. Belanda membangun benteng di selatan pasar, serta penjara di sisi barat laut keraton. Belanda juga membangun gereja, kantor telegraf (kini menjadi Kantor Pos Besar Surakarta) dan bank (kini menjadi kantor Bank Indonesia). Tepat di sisi utara bangunan ini terdapat Tugu Pemandengan yang menjadi titik nol kilometer kota.[butuh rujukan]

Kota Satelit

sunting

Surakarta dan kota-kota satelitnya (Kartasura, Solo Baru, Palur, Colomadu, Baki, Ngemplak) adalah kawasan yang saling berintegrasi satu sama lain. Kawasan Solo Raya ini unik karena dengan luas kota Surakarta sendiri yang hanya 44 km persegi dan dikelilingi kota-kota penyangganya yang masing-masing luasnya kurang lebih setengah dari luas kota Surakarta dan berbatasan langsung membentuk satu kesatuan kawasan kota besar yang terpusat.[butuh rujukan]

Identitas

sunting
 
Penjenamaan wilayah Solo, the Spirit of Java sejak tahun 2022

Surakarta memiliki semboyan pembangunan daerah "Berseri". "Berseri" sendiri adalah akronim dari "Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah", sebagai slogan pemeliharaan keindahan kota. Untuk kepentingan pemasaran pariwisata, Surakarta mengambil slogan pariwisata "Solo, the Spirit of Java" (Jiwanya Jawa)[30] sebagai upaya pencitraan kota Surakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa. Slogan ini diperoleh dari hasil sayembara yang diadakan oleh Pemerintah Kota Surakarta pada 4 Oktober sampai 14 November 2005 yang dimenangkan oleh Dwi Endang Setyorini (warga Giriroto, Ngemplak, Boyolali). Logonya, dikerjakan oleh perusahaan periklanan pemenang pitching (tender), yaitu Freshblood Indonesia (Surakarta) dan didampingi oleh tim konsultan desain Optimaxi (Jakarta) di bawah pengawasan GTZ dalam rangkaian program Regional Economic Development (RED) atau GTZ-RED.

Perancangan logo berlangsung sekitar enam bulan di Surakarta. Selama masa itu diselenggarakan sesi konsultasi dengan Badan Koordinasi Antar Daerah (BKAD) dan tokoh masyarakat, yang puncak sosialisasinya digelar di Ballroom Hotel Quality (The Sunan Hotel saat ini), dihadiri beragam kalangan sebagai representasi wilayah Solo Raya.

Tim perancang bekerja dengan bekal slogan hasil sayembara dan dituntut menjabarkan konsep Spirit of Java dalam wujud visual. Identitas visual yang berupa tulisan ”Solo” beserta slogan di bawahnya dengan aksen huruf ”O” berbentuk relung diperoleh dari ekstraksi konsep visual yang merefleksikan kesan Jawa dalam tampilannya. Relung dalam logo bisa saja mengingatkan orang pada ornamen keris, batik, atau mebel yang merujuk pada wilayah (Jawa).[31]

Pada tanggal 14 Desember 2022, logo Solo, the Spirit of Java resmi diubah dengan basis gunungan wayang. Logo tersebut didesain oleh Andrea Isa dari Kota Bandung.[32]

Selain itu Kota Surakarta juga memiliki beberapa julukan, antara lain Kota Batik, Kota Budaya, Kota Liwet. Penduduk Surakarta disebut sebagai wong Solo, dan istilah putri Solo juga banyak digunakan untuk menyebut wanita yang memiliki karakteristik mirip wanita dari Surakarta.

Pemerintahan

sunting
 
Balai kota Surakarta.

Surakarta terletak di provinsi Jawa Tengah. Sebelum bergabung dengan Indonesia, Surakarta diperintah oleh Sunan Surakarta dan Adipati Mangkunegaran. Semasa dikuasai oleh Belanda, Surakarta dikenal sebagai sebuah Vorstenland atau wilayah kerajaan. Penguasa Kasunanan Surakarta saat ini adalah Sunan Pakubuwana XIII, dan penguasa Praja Mangkunegaran saat ini adalah Adipati Mangkunegara X. Kedua penguasa monarki seremonial ini tidak memiliki kekuasaan politik di Surakarta. Dengan berbagai pertimbangan faktor-faktor historis sebelumnya, tanggal 16 Juni 1946 ditetapkan sebagai hari jadi Pemerintah Kota Surakarta modern.[19]

Wali Kota

sunting

Wali kota Surakarta sejak 26 Februari 2021 dijabat oleh Gibran Rakabuming dengan wakil wali kota Teguh Prakosa. Sebelumnya jabatan ini dijabat oleh F.X. Hadi Rudyatmo yang telah menjabat selama dua periode.

No. Wali Kota Mulai menjabat Akhir menjabat Wakil Wali Kota Periode
18   Gibran Rakabuming 26 Februari 2021 Petahana   Teguh Prakosa 21
(2020)

Dewan Perwakilan

sunting

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kota Surakarta dalam empat periode terakhir.

Partai Politik Jumlah Kursi dalam Periode
2009–2014[33] 2014–2019[34] 2019–2024[35] 2024–2029[36]
PKB 0   0   0   2
Gerindra (baru) 2   3   3   5
PDI-P 15   24   30   20
Golkar 4   4   3   3
PKS 4   5   5   7
Hanura (baru) 2   1   0   0
PAN 4   4   3   3
Demokrat 7   3   0   0
PSI (baru) 1   5
PPP 0   1   0   0
PDS 2
Jumlah Anggota 40   45   45   45
Jumlah Partai 8   8   6   7

Kecamatan

sunting

Jika dibandingkan dengan kota lain di Indonesia, kota Surakarta merupakan kota terpadat di Jawa Tengah dan ke-8 terpadat di Indonesia, dengan luas wilayah ke-13 terkecil, dan populasi terbanyak ke-22 dari 93 kota otonom dan 5 kota administratif di Indonesia.

Daftar kecamatan di Surakarta
No. Peta Kecamatan Hanacaraka Transliterasi Kode Pos Luas % luas Penduduk % penduduk Kepadatan Laju pertumbuhan
1   Banjarsari ꦨꦚ꧀ꦗꦂꦱꦫꦶ Banjarsari 57130 14,81 33,63% 157.438 31,45% 10.630/km2 0,25
2   Jebres ꦗꦺꦧꦿꦺꦱ꧀ Jèbrès 57120 12,58 28,57% 138.624 27,69% 11.019/km2 0,88
3   Laweyan ꦭꦮꦶꦪꦤ꧀ Lawiyan 57140 8,64 19,62% 86.315 17,24% 10.002/km2 -0,21
4   Pasar Kliwon ꦥꦱꦂꦏ꧀ꦭꦶꦮꦺꦴꦤ꧀ Pasar Kliwon 57110 4,82 10,95% 74.145 14,80% 15.383/km2 -0,07
5   Serengan ꦱꦼꦫꦺꦔꦤ꧀ Sěrèngan 57150 3,19 7,24% 44.120 8,81% 13.830/km2 -0,59
  • Berdasarkan sensus 2010 [1]

Kecamatan terpadat di Surakarta adalah Pasar Kliwon, yang luasnya hanya sepersepuluh luas keseluruhan Surakarta, sedangkan Laweyan merupakan kecamatan dengan kepadatan terendah. Laju pertumbuhan penduduk Surakarta selama 2000-2010 adalah 0,25%, jauh di bawah laju pertumbuhan penduduk Jawa Tengah sebesar 0,46%.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang biasa disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD merupakan salah satu instrumen kebijakan yang digunakan pemerintah daerah sebagai alat untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan, pelayanan publik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Secara umum APBD terbagi dalam 3 akun besar yaitu akun Pendapatan, akun Belanja dan akun Pembiayaan. Akun Pendapatan dalam APBD berisi sumber-sumber pendapatan pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran dari Pendapatan Asli DAerah (PAD), Dana Perimbangan (Daper) dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Belanja adalah seluruh belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk satu tahun anggaran. Pembiayaan adalah sejumlah pembiayaan yang dikelola pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran yang digunakan untuk menutup defisit anggaran.

Sejarah APBD Kota Surakarta
Tahun Pendapatan Belanja Pembiayaan
2016 1.739.755.264.000 1.795.120.219.000 55.364.955.000
2017 1.739.877.018.000 1.814.341.049.000 74.464.031.000
2018 1.795.725.874.000 1.905.769.955.034 110.044.081.034
2019 1.928.886.728.000 2.001.997.784.000 73.111.056.000
2020 2.019.861.148.959 2.109.290.676.959 89.429.528.000

Demografi

sunting
 
Abdi dalem Keraton Surakarta mengenakan busana Jawi Jangkep Sowan Keraton.

Salah satu sensus paling awal yang dilakukan di wilayah Karesidenan Surakarta (Residentie Soerakarta) pada tahun 1885 mencatat terdapat 1.053.985 penduduk, termasuk 2.694 orang Eropa dan 7.543 orang Tionghoa. Wilayah seluas 5.677 km² tersebut memiliki kepadatan 186 penduduk/km². Ibu kota karesidenan tersebut sendiri pada tahun 1880 memiliki 124.041 penduduk.[37]

Jumlah penduduk kota Surakarta pada tahun 2010 adalah 503.421 jiwa, terdiri dari 270.721 laki-laki dan 281.821 wanita, yang tersebar di lima kecamatan yang meliputi 51 kelurahan dengan daerah seluas 44,1 km2. Perbandingan kelaminnya 96,06% yang berarti setiap 100 orang wanita terdapat 96 orang laki-laki. Angka ketergantungan penduduknya sebesar 66%. Catatan dari tahun 1880 [38] memberikan cacah penduduk 124.041 jiwa. Pertumbuhan penduduk dalam kurung 10 tahun terakhir berkisar 0,565 % per tahun.[39] Tingkat kepadatan penduduk di Surakarta adalah 11.370 jiwa/km2, yang merupakan kepadatan tertinggi di Jawa Tengah (kepadatan Jawa Tengah hanya 992 jiwa/km2).[40]

 
Gereja Katolik Santo Antonius Purbayan Surakarta
 
Kelenteng Tien Kok Sie.

Data Kementerian Dalam Negeri pada akhir tahun 2023 mencatat bahwa masyarakat Surakarta menganut agama yang beragam dengan mayoritas beragama Islam. Dari 586.166 jiwa penduduk, yang menganut agama Islam sebanyak 79,43%, diikuti oleh pemeluk agama Kekristenan sebanyak 20,28%, dengan rincian Protestan sebanyak 13,49% dan Katolik sebanyak 6,79%. Sebagian lagi menganut agama Buddha sebanyak 0,20%, kemudian Hindu sebanyak 0,06%, dan selebihnya menganut agama Konghucu dan aliran kepercayaan sebanyak 0,03%[9]

Bangunan ibadah bersejarah di Surakarta beragam, yang mencerminkan keberagaman kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Surakarta, mulai dari masjid terbesar dan paling sakral yang terletak di bagian barat Alun-alun Utara Keraton Kasunanan, Surakarta, yaitu Masjid Agung Surakarta yang dibangun sekitar tahun 1763 atas prakarsa dari Sunan Pakubuwana III, Masjid Al Wustho Mangkunegaran, Masjid Laweyan yang merupakan masjid tertua di Surakarta,[41] Gereja St. Petrus di Jalan Slamet Riyadi, Gereja St. Antonius Purbayan, hingga Tempat Ibadah Tri Darma Tien Kok Sie, Vihara Am Po Kian, dan Sahasra Adhi Pura.[42]

Suku bangsa

sunting
 
Tari Jaranan Kolosal tahun 2019

Selain dihuni oleh Suku Jawa, ada banyak pula penduduk beretnis Tionghoa, dan Arab yang tinggal di Surakarta. Walaupun tidak ada data pasti berapa jumlah masing-masing kepercayaan maupun etnis penduduk dalam sensus terakhir (2010), namun mereka banyak membaur di tengah-tengah warga Surakarta pada umumnya.

Perkampungan Arab menempati tiga wilayah kelurahan, yaitu Kelurahan Pasar Kliwon, Semanggi dan Kedung Lumbu di Kecamatan Pasar Kliwon[43] Penempatan kampung Arab secara berkelompok tersebut sudah diatur sejak zaman dahulu untuk mempermudah pengurusan bagi etnis asing di Surakarta dan demi terwujudnya ketertiban dan keamanan. Etnis Arab mulai datang di Pasar Kliwon diperkirakan sejak abad ke-19. Terbentuknya perkampungan di Pasar Kliwon, selain disebabkan oleh adanya politik permukiman pada masa kerajaan, juga tidak terlepas dari kebijakan pemerintah kolonial. Warto dalam penelitiannya menyebutkan pada tahun 1984, jumlah keturunan Arab adalah 1.877 jiwa, sementara jumlah warga Tionghoa adalah 103 jiwa. Berdasarkan data monografi kelurahan Pasar Kliwon tahun 2005, menyebutkan bahwa jumlah keturunan Arab adalah 1.775 jiwa, sedangkan keturunan Tionghoa adalah 135 jiwa. Dari data tersebut dapat dilihat adanya penurunan jumlah penduduk keturunan Arab di Pasar Kliwon. Hal ini disebabkan karena lahan di kelurahan Pasar Kliwon semakin sempit sehingga terjadi perpindahan di daerah lain.[44]

Sementara itu perkampungan Tionghoa banyak terfokus di wilayah Balong, Coyudan, dan Keprabon. Hal ini dapat dilihat dengan adanya bangunan-bangunan kelenteng dan tempat ibadah, seperti Kelenteng Tien Kok Sie.[45]

Pendidikan

sunting
 
Universitas Islam Batik Surakarta.
 
Universitas Sebelas Maret, perguruan tinggi negeri di Indonesia.

Menurut Data Pokok Pendidikan (Dapodik) pada tahun ajaran 2010/2011 terdapat 68.153 siswa dan 869 sekolah di Surakarta, dengan perincian: 308 TK/RA, 292 SD/MI, 97 SMP/MTs, 56 SMA/MA, 46 SMK, 54 PT, dan 16 sekolah lain.[46] Di bidang pendidikan ini pula, selain terdapat sekolah-sekolah formal, juga terdapat lembaga penyelenggara pendidikan non formal. Di Surakarta terdapat dua universitas besar, yaitu Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS),keduanya memiliki lebih dari 0 mahasiswa aktif dan termasuk kategori 50 universitas terbaik di Indonesia. Demikian pula terdapat Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta dan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta . Selain itu terdapat 52 universitas swasta lainnya seperti Unisri (Universitas Slamet Riyadi), Universitas Tunas Pembangunan, Universitas Setia Budi, STIKES Muhammadiyah, Universitas Islam Batik, Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) Kampus Surakarta. Surakarta juga kini menjadi tempat tujuan studi para lulusan SMA dari seluruh Indonesia [47]

Ekonomi

sunting

Industri batik menjadi salah satu industri khas Surakarta. Sentra kerajinan batik dan perdagangan batik antara lain di Laweyan dan Kauman. Pasar Klewer serta beberapa pasar batik tradisional lain menjadi salah satu pusat perdagangan batik di Indonesia. Perdagangan di Surakarta berada di bawah naungan Dinas Industri dan Perdagangan[48]

Selain Pasar Klewer, Surakarta juga memiliki banyak pasar tradisional, di antaranya Pasar Gedhe (Pasar Besar), Pasar Legi, dan Pasar Kembang. Pasar-pasar tradisional yang lain menggunakan nama-nama dalam bahasa Jawa, antara lain nama pasaran (hari) dalam Bahasa Jawa: Pasar Pon, Pasar Legi, sementara Pasar Kliwon saat ini menjadi nama kecamatan dan nama pasarnya sendiri berubah menjadi Pasar Sangkrah. Selain itu ada pula pasar barang antik yang menjadi tujuan wisata, yaitu Pasar Triwindu/Windu Jenar (setiap Sabtu malam diubah menjadi Pasar Ngarsopuro) serta Pasar Keris dan Cendera mata Alun-Alun Utara Keraton Surakarta.

Layanan publik

sunting

Beberapa rumah sakit bersejarah antara lain RS Kadipolo dan Rumah Sakit Panti Kosala (Kandang Sapi). Sementara rumah sakit lain dengan fasilitas UGD 24 jam antara lain Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi, RS PKU Muhammadiyah, RS Islam Surakarta (Yarsis), RS Kustati, RS Kasih Ibu, RS Brayat Minulyo, dan RS Dr. Oen Solo Baru, Rumah Sakit Dr. Oen Surakarta, Rumah Sakit Panti Waluyo, RS Ortopedi Dr. Soeharso adalah salah satu pusat ortopedi di Indonesia.

 
Taman dan Bendung Tirtonadi di depan Terminal Tirtonadi yang berada di pinggir sungai Kalianyar, cabang dari Bengawan Solo

Surakarta juga memiliki beberapa taman, antara lain Taman Balekambang, Taman Tirtonadi, Taman Sekartaji, Taman Sriwedari, yang juga merangkap sebagai tempat hiburan, tempat pagelaran musik dangdut dan wayang orang, tepatnya di Gedung Wayang Orang Sriwedari. Tempat ini menyajikan seni pertunjukan daerah wayang orang yang menyajikan cerita wayang berdasarkan pada cerita Ramayana dan Mahabarata. Pada kesempatan tertentu juga digelar cerita-cerita wayang orang gabungan antara wayang orang sriwedari dengan wayang orang RRI Surakarta dan bahkan dengan seniman-seniman wayang orang Jakarta, Semarang, ataupun Surabaya.[49] Tempat hiburan umum lainnya adalah Kebun Binatang Jurug (Taman Satwataru Jurug), yaitu salah satu dari kebun binatang terbesar dan tertua di Indonesia.

Tempat pemakaman umum (TPU) di Surakarta antara lain adalah TPU Purwoloyo, TPU Utoroloyo, TMP Kusuma Bakti, TPU Pucang Sawit, dan pemakaman Tionghoa yang terletak di kecamatan Jebres, TPU Bonoloyo, Astana Utara Nayu, dan Astana Bibis Luhur yang terletak di kecamatan Banjarsari, TPU Pracimoloyo maupun TPU Daksinoloyo di perbatasan Kabupaten Sukoharjo.[50] Karena jumlah lahannya yang terbatas, saat ini banyak anggota masyarakat yang memilih untuk menguburkan orang yang sudah meninggal di pemakaman-pemakaman yang terletak di luar batas kota Surakarta, misalnya pemakaman Kristen di Jeruksawit, Karanganyar,[51] kompleks pemakaman Delingan di Karanganyar, dll. Khusus bagi raja-raja keraton Surakarta, bagi raja yang meninggal akan dimakamkan di pemakaman hereditas di Makam Imogiri di puncak sebuah bukit 12 km di sebelah selatan Yogjakarta[52]

Kode area untuk kota Surakarta adalah 0271 (+6271). Telepon umum koin/kartu jarang dijumpai, sebagai gantinya, beberapa wartel tersebar di berbagai sudut kota. Selain itu mereka juga biasanya menjual pulsa prabayar. Warnet juga banyak dijumpai di berbagai tempat, sedangkan beberapa tempat sudah mulai menyediakan fasilitas Wi-Fi untuk para pengunjungnya.

Olahraga

sunting
 
Stadion Manahan, stadion terbesar di Surakarta.

Kota Surakarta memiliki sejarah olahraga yang cukup lama. Tahun 1923 di Surakarta telah terbentuk klub sepak bola, salah satu klub yang pertama di Indonesia yang kala itu masih bernama Hindia Belanda, yang bernama Persis Solo. Persis Solo adalah raksasa sepak bola di Hindia Belanda yang masih eksis hingga saat ini, Persis pernah menjuarai kompetisi Perserikatan sebanyak 7 kali dan saat ini bermain di Divisi Utama Liga Indonesia.

Selain Persis Solo, tercatat beberapa klub sepak bola lain pernah hadir di Surakarta, antara lain Arseto Solo, Pelita Solo, Persijatim Solo FC, dan terakhir adalah kontestan Liga Primer Indonesia, Solo FC yang baru terbentuk pada tahun 2010. Kedua tim sepak bola yang masih eksis saat ini, yaitu Persis Solo dan Solo FC, bermarkas di Stadion Manahan, sebuah stadion tipe Stadion Madya Olimpiade kategori B+ dan salah satu stadion terbaik di Jawa Tengah yang pernah beberapa kali menjadi tempat penyelenggaraan even olahraga tingkat nasional dan internasional. Di stadion yang memiliki kapasitas 25.000 penonton ini antara lain pernah menjadi tempat pertandingan Liga Champions AFC 2007 karena Persik tidak punya stadion kandang memadai, final Piala Indonesia 2010, pembukaan Liga Primer Indonesia musim pertama pada 15 Januari 2011,[53] dan menjadi penyelenggara ASEAN Paragames 2011. Jika awalnya Manahan merupakan tanah lapang tempat olahraga memanah, stadion ini beberapa kali berubah fungsinya, mulai dari tempat balapan kuda (dengan kandang-kandang kuda di kampung Kestalan dan Setabelan, serta di kompleks keraton), hingga saat ini difungsikan sebagai lapangan sepak bola dan ketika malam hari dan hari Minggu berubah menjadi kawasan sosial bagi warga kota Surakarta. Kebudayaan serta olahraga memanah dan pacuan kuda sendiri saat ini sudah sangat jarang ditemukan di kota Surakarta.[54]

Pada tahun 1948, Surakarta juga dipercaya untuk menyelenggarakan pertama, yang tanggal pembukaannya masih diperingati sebagai Hari Olahraga Nasional. Pada kejuaraan itu, Surakarta yang berlaga mewakili Karesidenan Surakarta berhasil merebut gelar juara umum.

Sedangkan hingga tahun 2009, Surakarta juga memiliki satu-satunya klub basket profesional di Jawa Tengah, yaitu Bhinneka Solo. Beberapa gelanggang olahraga di kota Surakarta antara lain Stadion Manahan dan Stadion Sriwedari untuk olahraga sepak bola dan GOR Bhinneka, yang kini berganti nama menjadi Stadion Sritex.

Transportasi

sunting
 
Becak adalah salah satu moda transportasi paling umum di Surakarta.

Kota Surakarta terletak di pertemuan antara jalur selatan-tengah Jawa dan jalur Semarang-Solo, yang menjadikan posisinya yang strategis sebagai kota transit. Jalur kereta api dari jalur utara, tengah dan selatan Jawa juga terhubung di kota ini. Kota ini dilintasi oleh Jalan Nasional Rute 15 yang menghubungkan antara Surabaya dan Yogyakarta, jaringan Jalan Tol Trans Jawa yang menghubungkan Surakarta dengan Jakarta; Semarang; dan Surabaya via jalan tol, serta jalan provinsi yang menghubungkan Surakarta dengan kota-kota lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Surakarta merupakan kota yang terkurung daratan, sehingga tidak memiliki moda transportasi air.

Taksi adalah salah satu moda transportasi yang sering dijumpai. Dari bandara, turis dapat memesan tiket dengan menyebutkan tujuannya dan membayar ongkos taksi di muka. Beberapa jasa pelayanan taksi antara lain Aravia (636468), Solo Central Taksi (728728), Kosti (664504,856300), Mahkota Ratu (655666). Sementara itu beberapa persewaan mobil juga dapat ditemu di bandara.[butuh rujukan]

Jasa transportasi tradisional yang terkenal lainnya adalah becak, yang dikayuh dengan tenaga manusia. Angkutan umum dalam kota yang lain mencakup bus kota, angkot, dan andong.

 
Batik Solo Trans di Bandar Udara Internasional Adi Sumarmo.

Terminal bus besar kota ini bernama Terminal Tirtonadi yang beroperasi 24 jam karena merupakan jalur antara yang menghubungkan angkutan bus menuju berbagai kota di Pulau Jawa, Bali dan Sumatra. Selain Tirtonadi, terdapat pula dua terminal untuk angkutan lokal: Terminal Harjodaksino di sisi selatan kota (dahulu merupakan terminal bus antarkota) dan Terminal Tipes di sisi barat kota. Selain itu, dua terminal penunjang terdapat pula di sekitar kota namun berada di luar pengelolaan pemerintah kota, yaitu Terminal Kartasura di barat, yang terhubung ke Jakarta dan Surabaya, dan Terminal Palur di timur kota.

Selain itu pada tahun 2010 diluncurkan angkutan umum massal bus Batik Solo Trans. Saat ini bus rapid transit Batik Solo Trans telah memiliki 6 koridor bus dan 6 Layanan Pengumpan (feeder).[55]

Kereta api

sunting
 
Stasiun Solo Balapan.

Stasiun kereta api utama bernama Stasiun Solo Balapan yang merupakan salah satu stasiun besar tertua di Indonesia yang dibangun pada tahun 1873 menghubungkan Jakarta (barat laut), Bandung (barat), Semarang (utara), dan Surabaya (timur) dan terletak berdekatan dengan terminal bus Tirtonadi, suatu hal yang jarang dijumpai di Indonesia. Hubungan perjalanan dari stasiun ini cukup baik, mencakup berbagai layanan kereta api antarkota yang berada di lintas selatan Jawa menghubungkan Surakarta dengan Bandung, Surabaya, Malang; sedangkan jalur tengah Pulau Jawa hanya menghubungkan Surakarta dengan Jakarta dan Cirebon.

Di Kota Surakarta juga terdapat tiga stasiun kereta api lain yaitu, Stasiun Solo Jebres dipakai sebagai stasiun perhentian untuk layanan kereta api antarkota lintas utara Jawa menghubungkan Jakarta dengan Surabaya dan Malang melalui Semarang. Stasiun Solo-Kota (Sangkrah) merupakan stasiun perhentian untuk jalur KA Purwosari-Wonogiri. Stasiun Purwosari di tepi barat kota merupakan stasiun cabang menuju Wonogiri (selatan) serta melayani sebagian kecil layanan kereta api antarkota kelas campuran dan seluruh kereta api antarkota kelas ekonomi di jalur selatan–tengah Jawa. Dahulu Purwosari juga merupakan stasiun pemberhentian untuk jurusan Boyolali (barat).

 
Bus rel Batara Kresna di Jalan Slamet Riyadi, Surakarta

Selain itu transportasi Surakarta juga memiliki keunikan tersendiri karena merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki rel kereta api yang paralel dengan jalan raya, tepatnya di sepanjang jalan protokol Slamet Riyadi. Di jalur ini terdapat rel Bus rel Batara Kresna dan juga difungsikan sebagai jalur kereta api wisata Sepur Kluthuk Jaladara yang berhenti di Loji Gandrung (kantor wali kota Surakarta) dan Kampung Batik Kauman.[56]

Transportasi Udara

sunting

Bandar Udara Internasional Adi Sumarmo (kode SOC, dahulu bernama "Panasan") terletak 14 kilometer di sebelah utara kota Surakarta. Secara administratif bandar udara ini terletak di Boyolali. Bandara ini terhubung ke Jakarta (8-penerbangan sehari), Denpasar -Bali, Kuala Lumpur serta Arab Saudi (pada musim haji).

Waktu tempuh perjalanan udara dengan Jakarta berlangsung sekitar satu jam. Beberapa operator penerbangan yang melayani rute dari/ke kota Surakarta antara lain Garuda Indonesia, Sriwijaya Air, Lion Air, Air Asia, Malaysia Airlines, Batik Air dan Super Air Jet. Bandara Adi Sumarmo juga menjadi pusat pemberangkatan dan penerimaan haji untuk wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta dari Asrama Haji Donohudan, Boyolali.

Pariwisata

sunting
 
Halaman Kori Kamandungan Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Surakarta juga dikenal sebagai daerah tujuan wisata yang biasa didatangi oleh wisatawan dari kota-kota besar. Biasanya wisatawan yang berlibur ke Yogyakarta juga akan singgah di Surakarta, atau sebaliknya. Tujuan wisata utama kota Surakarta adalah Keraton Surakarta, Pura Mangkunegaran, dan kampung-kampung batik serta pasar-pasar tradisionalnya. Wisata sejarah bekas pabrik gula bernama De Tjolomadoe, Colomadu, Karanganyar

Di Surakarta terdapat beberapa citywalk yang ditujukan untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda, antara lain di koridor Ngarsopuro, di sepanjang Jalan Slamet Riyadi (sepanjang 6–7 km dan selebar 3 m), dan di sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan. Tempat-tempat yang ditunjuk sebagai citywalk tidak boleh dilalui oleh kendaraan bermotor.

Sepur Kluthuk Jaladara

sunting
 
Tampak Sepur Kluthuk Jaladara sedang berhenti di depan Loji Gandrung.

Kereta api uap Jaladara (atau Sepur Kluthuk Jaladara dalam bahasa Jawa) dioperasikan berkat kerja sama antara PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Pemerintah Kota Surakarta. Kereta ini menjadi salah satu daya tarik wisata kota Surakarta, dilihat dari lintasan yang dilaluinya.

Kereta ini menggunakan jalur kereta api Purwosari–Wonogiri–Baturetno petak Purwosari-Solo Kota yang dimana jalur rel di petak ini berdampingan dengan jalan Slamet Riyadi. Dengan menggunakan rangkaian berisi dua atau tiga kereta penumpang dan ditarik lokomotif uap C 12 atau D 14 dan D 52, wisatawan akan diajak melihat beberapa tempat-tempat penting di sepanjang jalan Slamet Riyadi serta ikon kota Surakarta, seperti Keraton Surakarta, Loji Gandrung (rumah dinas Wali Kota Surakarta), Kawasan Ngarsopuro, dan Gladak.

Wisata Alam

sunting

Wisata-wisata alam di sekitar Surakarta antara lain Kawasan Wisata Tawangmangu (berada di Kabupaten Karanganyar), Kawasan Wisata Selo (berada di Kabupaten Boyolali), Umbul Ponggok di Kabupaten Klaten dan juga Umbul Manten, Agrowisata Kebun Teh Kemuning, Air Terjun Jumog, Air Terjun Parang Ijo, Air Terjun Segoro Gunung, Grojogan Sewu, dan lain-lain. Selain itu di Kabupaten Karanganyar, tepatnya di lereng Gunung Lawu, terdapat beberapa candi peninggalan kebudayaan Hindu-Buddha, seperti Candi Sukuh, Candi Cetho, Candi Monyet. Selain itu ada juga Candi Plaosan, Candi Sewu yang berada di Kabupaten Klaten, dan lain-lain.[butuh rujukan]

Festival dan Perayaan

sunting

Setiap tahun pada tanggal-tanggal tertentu Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran mengadakan berbagai macam perayaan yang menarik. Perayaan tersebut pelaksanaannya berdasarkan pada penanggalan Jawa.

Kirab Pusaka Malam 1 Sura

sunting

Acara ini diselenggarakan oleh Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran pada malam hari menjelang tanggal 1 Sura. Acara ini ditujukan untuk merayakan Tahun Baru Jawa 1 Sura. Rute yang ditempuh oleh kirab yang diselenggarakan oleh Keraton Surakarta kurang lebih sejauh 3 km yaitu Keraton Surakarta–Alun-Alun Utara–Gladag–Jalan Mayor Kusmanto–Jalan Kapten Mulyadi–Jalan Veteran–Jalan Yos Sudarso–Jalan Slamet Riyadi–Gladag kemudian kembali ke Keraton Surakarta lagi. Pusaka-pusaka yang memiliki daya magis tersebut dibawa oleh para abdi dalem yang berbusana Jawi Jangkep. Peserta kirab yang berada di barisan paling depan adalah sekelompok kerbau albino (kebo bule) bernama keturunan kerbau pusaka Kyai Slamet, sedangkan barisan para pembawa pusaka berada di belakangnya.[57]

Sekaten

sunting
 
Suasana kirab gunungan saat Grebeg Mulud di Keraton Surakarta.

Sekaten diadakan setiap bulan Mulud untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pada tanggal 12 Mulud diselenggarakan Grebeg Mulud. Kemudian diadakan pesta rakyat selama dua minggu. Selama dua minggu ini pesta rakyat diadakan di Alun-Alun Utara. Pesta rakyat menyajikan pasar malam, arena permainan anak dan pertunjukan-pertunjukan seni dan akrobat. Pada hari terakhir sekaten, diadakan kembali acara grebeg di Alun-Alun Utara. Upacara sekaten diadakan pertama kali pada masa pemerintahan Kesultanan Demak.[58]

Grebeg Sudira

sunting

Grebeg Sudira diadakan untuk memperingati Tahun Baru Imlek dengan perpaduan budaya Tionghoa-Jawa. Festival yang dimulai sejak 2007 ini biasa dipusatkan di daerah Pasar Gedhe dan Balong (di Kelurahan Sudiroprajan) dan Balai Kota Surakarta.[59]

Grebeg Mulud

sunting

Diadakan setiap tanggal 12 Mulud untuk memperingati hari Maulud Nabi Muhammad SAW. Grebeg Mulud merupakan bagian dari perayaan Sekaten. Dalam upacara ini para abdi dalem dengan berbusana Jawi Jangkep Sowan Keraton mengarak gunungan (pareden) dari Keraton Surakarta ke Masjid Agung Surakarta. Gunungan terbuat dari berbagai macam sayuran dan penganan tradisional. Setelah didoakan oleh ngulamadalem (ulama keraton), satu buah gunungan kemudian akan diperebutkan oleh masyarakat pengunjung dan satu buah lagi dibawa kembali ke keraton untuk dibagikan kepada para abdi dalem.[60]

Tinggalandalem Jumenengan

sunting
 
Tarian Sakral Bedhaya Ketawang.

Diadakan setiap tanggal 2 Ruwah untuk memperingati hari ulang tahun penobatan Sri Susuhunan Surakarta. Dalam acara ini sang raja duduk di atas dampar (singgasana) di Pendapa Agung Sasana Sewaka dengan dihadap oleh para abdi dalem dan bangsawan sambil menyaksikan tari sakral, Tari Bedhaya Ketawang, yang ditarikan oleh sembilan remaja putri yang belum menikah. Para penari terdiri dari para wayahdalem, sentanadalem, dan kerabat raja lainnya atau dapat juga penari umum yang memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan.[61]

Grebeg Pasa

sunting

Grebeg ini diadakan untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal. Acara ini berlangsung setelah melakukan Salat Ied. Prosesi acaranya sama dengan Grebeg Mulud yaitu para abdi dalem mengarak gunungan dari Keraton Surakarta ke Masjid Agung Surakarta untuk didoakan oleh ulama keraton kemudian dibagikan kepada masyarakat pengunjung.[butuh rujukan]

Syawalan

sunting

Syawalan mulai diadakan satu hari setelah Hari Raya Idul Fitri dan berlangsung di Taman Satwataru Jurug di tepi Bengawan Solo. Pada puncak acara yaitu "Larung Gethek Jaka Tingkir" diadakan pembagian ketupat pada masyarakat pengunjung. Pada acara syawalan juga diadakan berbagai macam pertunjukan kesenian tradisional.[butuh rujukan]

Solo Batik Carnival

sunting
 
Suasana Solo Batik Carnival.

Karnaval Batik Solo atau Solo Batik Carnival adalah sebuah festival tahunan yang diadakan oleh pemerintah Kota Surakarta dengan menggunakan batik sebagai bahan utama pembuatan kostum. Para peserta karnaval akan membuat kostum karnaval dengan tema-tema yang di tentukan. Para peserta akan mengenakan kostumnya sendiri dan berjalan di atas catwalk yang berada di Jalan Slamet Riyadi. Karnaval ini diadakan setiap tahun pada bulan Juni sejak tahun 2008.[butuh rujukan]

Solo Batik Fashion

sunting

Demikian pula Solo Batik Fashion adalah sebuah peragaan busana batik tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah di tempat-tempat terbuka supaya dapat dinikmati oleh segenap warga Surakarta. Peragaan batik ini diadakan setiap tahun pada bulan Juli sejak tahun 2009.

Wisata Kuliner

sunting
 
Deretan penjual makanan tradisional Surakarta di Galabo.

Solo atau Surakarta dan sekitarnya terkenal dengan banyaknya jajanan kuliner tradisional. Di antara lain : Sate Kambing, Nasi Liwet, Timlo Solo, Nasi Gudeg, Gudeg Ceker, Pecel nDeso, Cabuk Rambak, Bistik Solo, Selat Solo, Mi Ayam, Bakso Solo, Srabi Solo, Intip, Tengkleng, Roti Mandarin, Sosis Solo, Kambing Guling, Sate Buntel, Sate Kere, Sup Matahari, Bakmi Ketoprak, dll.[62]

Beberapa minuman khas Surakarta antara lain: Wedang asle yaitu minuman hangat dengan nasi ketan, wedang dawet gempol pleret (gempol terbuat dari sejenis tepung beras, sedangkan pleret terbuat dari ketan dan gula merah), jamu beras kencur, yaitu jamu kesehatan yang berbeda dari jamu yang lain karena rasanya yang manis, dll.[63] Sementara itu, koridor Gladag setiap malam diubah menjadi pusat jajanan terbesar di Kota Surakarta dengan nama Galabo (Gladang Langen Bogan)[64]

Seluruh makanan dan jajanan tradisional tersebut tidak lepas dari tradisi kuliner keplek ilat (memanjakan lidah) yang telah ada sejak masa Susuhunan Pakubuwana II. Kedekatan Pakubuwana II dengan VOC membuat kuliner Surakarta berkembang pesat dan adaptif terhadap gaya masakan dari luar, seperti Eropa, Tionghoa, maupun Arab.[65]

Arsitektur dan Peninggalan Sejarah

sunting
 
Suasana Pasar Klewer.

Karena sejarahnya, terdapat banyak bangunan bersejarah di Surakarta, mulai dari bangunan ibadah, bangunan umum, keraton, hingga bangunan militer. Selain Keraton Surakarta (dibangun 1745) dan Pura Mangkunagaran (dibangun 1757), terdapat pula Benteng Vastenburg peninggalan Belanda,[66] dan Loji Gandrung yang saat ini digunakan sebagai kediaman Wali Kota Surakarta. Sebelumnya, bangunan peninggalan Kolonial yang sampai saat ini masih utuh kondisinya ini selain digunakan sebagai tempat kediaman pejabat pemerintah Belanda, juga sering digunakan untuk dansa-dansi gaya Eropa dan bangsawan Jawa, sehingga disebut sebagai “Gandrung”.[67]

Pada tahun 1997 telah didata 70 peninggalan sejarah di Surakarta yang meliputi tempat bersejarah, rumah tradisional, bangunan kolonial, tempat ibadah, pintu gerbang, monumen, furnitur jalan, dan taman kota.[68]

Lanskap kota Surakarta juga dikenal tidak memiliki bangunan pencakar langit. Namun sejak 2010, di Surakarta terdapat sebuah apartemen pencakar langit, yaitu Solo Paragon.

Museum dan perpustakaan

sunting
 
Museum Radya Pustaka, museum tertua di Indonesia.

Museum batik yang terlengkap di Indonesia, yaitu House of Danar Hadi, dan museum tertua di Indonesia, yaitu Museum Radya Pustaka, terletak di Jalan Slamet Riyadi, Surakarta. Museum Radya Pustaka yang dibangun pada tanggal 28 Oktober 1890 oleh KRA. Sosrodiningrat IV, pepatih dalem pada masa pemerintahan Sunan Pakubuwana IX dan Sunan Pakubuwana X, museum ini memiliki artefak-artefak kuno kebudayaan Jawa dan bertempat di kompleks Taman Wisata Budaya Sriwedari.[69] Selain itu ada pula Museum Keraton Surakarta (termasuk perpustakaan Sasana Pustaka), Museum Pura Mangkunegaran (termasuk perpustakaan Reksa Pustaka), Museum Pers, Museum Sangiran (terletak di Kabupaten Sragen), dan Museum Lukis Dullah.

Selain museum, terdapat pula sebuah situs budaya bernama Balai Sudjatmoko. Bangunan ini adalah rumah Sudjatmoko yang di dalamnya masih bisa dilihat karya-karya dan peninggalan Sudjatmoko baik dalam bentuk buku, kacamata, toga, dan foto-foto asli dokumenter koleksi pribadi keluarga Sudjatmoko. Balai Sudjatmoko difungsikan oleh pengelolanya sebagai pusat apresiasi baik pementasan, pertunjukan, pameran, bedah buku dan sarasehan. Para seniman juga diberi kesempatan luas untuk memanfaatkan Balai Sudjatmoko untuk melakukan apresiasi seni dalam bentuk pameran baik pameran lukisan, patung, kriya sampai dengan pameran pendidikan. Di samping itu, Balai ini juga dapat dijadikan sebagai alternatif wahana pembelajaran bagi orang non seni.[70]

Budaya

sunting
 
Wayang orang yang ditampilkan di Gedung Wayang Orang Sriwedari.

Surakarta dikenal sebagai salah satu inti kebudayaan Jawa karena secara tradisional merupakan salah satu pusat politik dan pengembangan tradisi Jawa. Kemakmuran wilayah ini sejak abad ke-19 mendorong berkembangnya berbagai literatur berbahasa Jawa, tarian, seni boga, busana, arsitektur, dan bermacam-macam ekspresi budaya lainnya. Orang mengetahui adanya "persaingan" kultural antara Surakarta dan Yogyakarta, sehingga melahirkan apa yang dikenal sebagai "Gaya Surakarta" dan "Gaya Yogyakarta" di bidang busana, gerak tarian, seni tatah kulit (wayang), pengolahan batik, gamelan, dan sebagainya.

Bahasa

sunting
 
Papan nama Jalan Slamet Riyadi ditulis menggunakan aksara Jawa.
 
R. Ng. Ranggawarsita adalah pujangga besar sastra dan budaya Jawa yang lahir dan hidup di Surakarta. Ia dianggap sebagai pujangga besar terakhir tanah Jawa.

Bahasa yang digunakan di Surakarta adalah Bahasa Jawa Dialek Mataraman dengan varian Surakarta. Dialek Mataraman juga dituturkan di daerah Yogyakarta, Semarang, Ngawi, Madiun, hingga sebagian besar Kediri. Meskipun demikian, varian lokal Surakarta ini dikenal sebagai "varian halus" karena penggunaan kata-kata krama yang meluas dalam percakapan sehari-hari, lebih luas daripada yang digunakan di tempat lain. Bahasa Jawa varian Surakarta digunakan sebagai standar Bahasa Jawa nasional (dan internasional, seperti di Suriname). Beberapa kata juga mengalami spesifikasi, seperti pengucapan kata "inggih" ("ya" bentuk kromo) yang penuh (/iŋgɪh/), berbeda dari beberapa varian lain yang melafalkannya "injih" (/iŋdʒɪh/), seperti di Yogyakarta dan Magelang. Dalam banyak hal, varian Surakarta lebih mendekati varian Ngawi dan Madiun-Kediri, daripada varian wilayah Jawa Tengahan lainnya.[butuh rujukan]

Walaupun dalam kesehariannya masyarakat Surakarta menggunakan bahasa nasional bahasa Indonesia, tetapi sejak kepemimpinan wali kota Joko Widodo maka bahasa Jawa mulai digalakkan kembali penggunaannya di tempat-tempat umum, termasuk pada plang nama-nama jalan dan nama-nama instansi pemerintahan dan bisnis swasta.

Surakarta juga berperan dalam pembentukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional Indonesia. Pada tahun 1938, dalam rangka memperingati sepuluh tahun Sumpah Pemuda, diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia I di Surakarta. Kongres ini dihadiri oleh bahasawan dan budayawan terkemuka pada saat itu, seperti Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Prof. Dr. Poerbatjaraka, dan Ki Hajar Dewantara.[71] Dalam kongres tersebut dihasilkan beberapa keputusan yang sangat besar artinya bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia. Keputusan tersebut, antara lain:

Tarian

sunting
 
Tiga orang penari sedang menari di Pura Mangkunegaran.

Surakarta memiliki beberapa tarian daerah seperti Bedhaya (Ketawang, Dorodasih, Sukoharjo, dll.) dan Srimpi (Gandakusuma dan Sangupati). Tarian ini masih dilestarikan di lingkungan Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran sebagai pusat pengembangan dan pelestarian kebudayaan Jawa. Tarian seperti Bedhaya Ketawang misalnya, secara resmi hanya ditarikan sekali dalam setahun untuk menghormati Sri Susuhunan Surakarta sebagai pemimpin Kota Surakarta.[72]

Batik adalah kain dengan corak atau motif tertentu yang dihasilkan dari bahan malam khusus (wax) yang dituliskan atau di cap pada kain tersebut, meskipun kini sudah banyak kain batik yang dibuat dengan proses cetak. Surakarta memiliki banyak corak batik khas, seperti Sidomukti dan Sidoluruh.[73] Beberapa usaha batik terkenal adalah Batik Keris, Batik Danarhadi, dan Batik Semar. Sementara untuk kalangan menengah dapat mengunjungi pusat perdagangan batik di kota ini berada di Pasar Klewer, Pusat Grosir Solo (PGS), Beteng Trade Center (BTC), atau Ria Batik. Selain itu di kecamatan Laweyan juga terdapat Kampung Batik Laweyan, yaitu kawasan sentra industri batik yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Pajang tahun 1546.[74] Kampun batik lainnya yang terkenal untuk para turis adalah Kampung Batik Kauman. Produk-produk batik Kampung Kauman dibuat menggunakan bahan sutra alam dan sutra tenun, katun jenis premisima dan prima, rayon. Keunikan yang ditawarkan kepada para wisatawan adalah kemudahan transaksi sambil melihat-lihat rumah produksi tempat berlangsungnya kegiatan membatik. Artinya, pengunjung memiliki kesempatan luas untuk mengetahui secara langsung proses pembuatan batik bahkan untuk mencoba sendiri mempraktikkan kegiatan membatik.[75]

Batik Surakarta memiliki ciri pengolahan yang khas: warna kecoklatan (sogan) yang mengisi ruang bebas warna, berbeda dari gaya Yogyakarta yang ruang bebas warnanya lebih cerah. Pemilihan warna cenderung gelap, mengikuti kecenderungan batik pedalaman. Jenis bahan batik bermacam-macam, mulai dari sutra hingga katun, dan cara pengerjaannya pun beraneka macam, mulai dari batik tulis hingga batik cap. Setiap tahunnya Surakarta juga mengadakan Karnaval Batik Solo dan mulai tahun 2010 pemerintah kota Surakarta mengoperasikan bus yang bercorak batik bernama Batik Solo Trans.

Budaya Populer

sunting

Sungai Bengawan Solo menjadi inspirasi dari lagu yang diciptakan oleh Gesang pada tahun 1940-an. Lagu ini menjadi populer di negara-negara di Asia. Selain itu, sungai ini pun telah menjadi judul tiga film, yaitu dua film berjudul "Bengawan Solo" tahun 1949 dan 1971, serta satu film berjudul Di Tepi Bengawan Solo (1951). Film-film lain yang mengambil tema Surakarta antara lain adalah: Putri Solo (1953) dan Bermalam di Solo (1962).[butuh rujukan]

Kota kembar

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Motto daerah ini bersifat implisit dan merupakan sengkalan dari hari berdirinya Kota Surakarta modern pada tanggal 16 Juni 1946.[6]

Referensi

sunting
  1. ^ "Perkuat Sebagai Kota Budaya, Kota Solo Gelar Festival Kebudayaan Jawa 2021" (Siaran pers). Surakarta: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-02. Diakses tanggal 2022-07-02. 
  2. ^ a b "Solo: Kota yang Menjadikan Batik Sebagai Identitas Kotanya". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-05-16. Diakses tanggal 2022-07-02. 
  3. ^ "Terkenal Kota Kuliner, Apa Makanan Khas Solo yang Belum Kamu Coba?". Kulineria. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-03. Diakses tanggal 2022-07-02. 
  4. ^ "25 Makanan Khas Solo, Kota Kuliner di Jawa Tengah". Katadata. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-02. Diakses tanggal 2022-07-02. 
  5. ^ "Solo Kota Batik". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-02. Diakses tanggal 2022-07-02. 
  6. ^ "Perda No. 2 Tahun 1955" (PDF). Pemerintah Kota Surakarta. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-12-20. Diakses tanggal 2022-02-20. 
  7. ^ "Semboyan dan Slogan Kota Solo Beserta Makna dan Artinya". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-02. Diakses tanggal 2022-07-02. 
  8. ^ Agil Trisetiawan Putra, ed. (2023-12-1). "Gibran Lantik Sekda Baru Solo Budi Murtono Gantikan Ahyani". detik.com. Jawa Tengah. Diakses tanggal 2023-12-26. 
  9. ^ a b c d "Visualisasi Data Kependudukan - Kementerian Dalam Negeri 2023" (Visual). www.dukcapil.kemendagri.go.id. Diakses tanggal 2 April 2024. 
  10. ^ "Metode Baru Indeks Pembangunan 2021-2022". Badan Pusat Statistik. Diakses tanggal 18 Oktober 2023. 
  11. ^ "Kota Surakarta Dalam Angka 2021" (pdf). Badan Pusat Statistik Kota Surakarta. hlm. 3, 51. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-17. Diakses tanggal 17 April 2021. 
  12. ^ a b Siregar, Vitrianda Hilba (17 Februari 2021). "Solo, Sala, atau Surakarta, Manakah yang Benar?". Okezone.com. hlm. 2. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-22. Diakses tanggal 22 Januari 2022. 
  13. ^ Siregar, Vitrianda Hilba (17 Februari 2021). "Solo, Sala, atau Surakarta, Manakah yang Benar?". Okezone.com. hlm. 1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-22. Diakses tanggal 22 Januari 2022. 
  14. ^ a b "Kompleks Bangunan Keraton Surakarta". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-01. Diakses tanggal 2022-05-29. 
  15. ^ "Cikal Bakal Keraton Kasultanan Yogyakarta". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-10-30. Diakses tanggal 2019-10-30. 
  16. ^ "Saksi Luruskan Sejarah Keistimewaan Surakarta: Saksi berharap Karesidenan Surakarta terpisah dari Provinsi Jawa Tengah". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-10-30. Diakses tanggal 2019-10-30. 
  17. ^ a b "Keraton Surakarta Tuntut Status Istimewa". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-19. Diakses tanggal 2019-10-30. 
  18. ^ "Soal Provinsi Solo Raya, Jateng Tak Akan Rela Melepaskan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-10-30. Diakses tanggal 2019-10-30. 
  19. ^ a b "Selayang Pandang Kota Surakarta". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-10-30. Diakses tanggal 2019-10-30. 
  20. ^ Nathasya, Marcella Rika. "Apa Itu Karesidenan dan Ada Berapa di Jawa Tengah? Ini Penjelasannya". detikjateng. Diakses tanggal 2024-02-04. 
  21. ^ "Solo Kota Kita: Sampai ke Ujung Sungai". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-12-10. Diakses tanggal 2011-11-27. 
  22. ^ (Inggris) PDAM Solo: The Greater Surakarta[pranala nonaktif permanen]
  23. ^ Produksi air[pranala nonaktif permanen]
  24. ^ "Buku Peta Rata-Rata Curah Hujan Dan Hari Hujan Periode 1991-2020 Indonesia" (PDF). BMKG. hlm. 75 & 140. Diakses tanggal 20 September 2024. 
  25. ^ "Surakarta Climate". Climate-Data.org. Diakses tanggal 20 Agustus 2020. 
  26. ^ "Climate of Surakarta, Indonesia". WeatherAtlas.com. Diakses tanggal 20 Agustus 2022. 
  27. ^ "Surakarta, Indonesia". Diakses tanggal 20 Agustus 2020. 
  28. ^ "Solo, Jawa Tengah, Indonesia". Diakses tanggal 20 Agustus 2020. 
  29. ^ a b "Batas Administratif Kota Solo". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-31. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  30. ^ "Solo The Spirit of Java Menangi Lomba Slogan". Suara Merdeka. 2013-05-17. http://www.suaramerdeka.com/harian/0605/03/slo06.htm Diarsipkan 2015-09-24 di Wayback Machine.. Accessed: 2013-05-17. (Archived by WebCite® at)
  31. ^ "Sisi Lain Spirit of Java". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-12-08. Diakses tanggal 2013-06-17. 
  32. ^ Murianews. "Logo Solo The Spirit Of Java Kini Punya Desain Baru, Ini Maknanya". Murianews (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-01-06. 
  33. ^ "KOTA SURAKARTA DALAM ANGKA Tahun 2013". Badan Pusat Statistik Kota Surakarta. 22-11-2013. Diakses tanggal 11-04-2023. 
  34. ^ Perolehan Kursi DPRD Kota Surakarta 2014-2019
  35. ^ Perolehan Kursi DPRD Kota Surakarta 2019-2024
  36. ^ NV, Tara Wahyu (02-05-2024). "KPU Solo Tetapkan 45 Anggota DPRD 2024-2029, Ini Daftarnya". detik.com. Diakses tanggal 12-05-2024. 
  37. ^ (Jerman) Seite aus Meyers Konversationslexikon: Suppeditieren - Surate: Surakarta Diarsipkan 2012-03-11 di Wayback Machine.
  38. ^ Surakarta Diarsipkan 2012-03-11 di Wayback Machine., dalam Retrobibliothek Online dari Meyers Knversationslexikon, Leipzig & Wien. 1885-1892
  39. ^ "PDAM Solo: Profil". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-02-08. Diakses tanggal 2011-03-03. 
  40. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2010-11-13. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  41. ^ "Masjid Laweyan, Tertua di Solo". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-27. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  42. ^ "Sahasra Adhi Pura". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-20. Diakses tanggal 2011-01-06. 
  43. ^ "Kampung Arab di Kota Semarang dan Surakarta". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-07-22. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  44. ^ "Zunainingsih, Memik (2010) Sekolah Islam Diponegoro Surakarta Tahun 1966-2005. Other thesis, UNS". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-21. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  45. ^ Nilai-nilai Simbolik Prosesi Ritual Etnis China di Kelenteng Tien Kok Sie
  46. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-21. Diakses tanggal 2010-08-30. 
  47. ^ "Daftar universitas swasta di Surakarta". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-30. Diakses tanggal 2010-08-30. 
  48. ^ "Dinas Industri dan Perdagangan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-27. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  49. ^ "Gedung Wayang Orang". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-31. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  50. ^ "DPRD Solo tolak serahkan dua makam perbatasan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-11-03. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  51. ^ "Beberapa Dimensi Pelayanandi GKJ Nusukan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-10. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  52. ^ "Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-24. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  53. ^ (Inggris) The Jakarta Post: Welcome LPI Diarsipkan 2011-01-12 di Wayback Machine.
  54. ^ "Menengok Manahan Tempo Doeloe". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-19. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  55. ^ "Rute Bus Solo". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-03-11. Diakses tanggal 2011-12-09. 
  56. ^ "Calon Jalan untuk Sepur Berlokomotif Uap". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-11. Diakses tanggal 2010-06-23. 
  57. ^ "Peringatan Malam Satu Suro - Rumah Belajar". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-10-30. Diakses tanggal 2019-10-30. 
  58. ^ (Inggris) The Jakarta Post: ‘Sekaten’: Celebrating the Prophet’s birthday Diarsipkan 2011-02-21 di Wayback Machine.
  59. ^ "The Jakarta Post: A Javanese-Chinese 'Imlek' for Solo". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-02-11. Diakses tanggal 2011-03-03. 
  60. ^ "Grebeg Maulud dan Cara Syiar Islam Para Wali". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-10-30. Diakses tanggal 2019-10-30. 
  61. ^ "Sejarah Tari Bedhaya Ketawang dan Makna Filosofisnya". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-10-30. Diakses tanggal 2019-10-30. 
  62. ^ "Wisata Kuliner". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-31. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  63. ^ "Solo Culinary". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-22. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  64. ^ "Gladag Langen Bogan - Galabo". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-22. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  65. ^ "Keplek Ilat dan Pawon Anget". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-17. Diakses tanggal 2022-12-17. 
  66. ^ "Benteng Vastenburg". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-27. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  67. ^ "Loji Gandrung". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-31. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  68. ^ (Inggris) The Jakarta Post: Surakarta surveying its cultural heritage Diarsipkan 2011-03-04 di Wayback Machine.
  69. ^ "Museum Radya Pustaka". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-19. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  70. ^ "Balai Soedjatmoko". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-31. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  71. ^ "Sejarah Bahasa Indonesia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-09-25. Diakses tanggal 2011-08-17. 
  72. ^ "Solo's Classical Court Dance". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-09-24. Diakses tanggal 2009-05-12. 
  73. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-05-04. Diakses tanggal 2009-05-12. 
  74. ^ "Kampung Batik Laweyan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-31. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  75. ^ "Kampung Batik Kauman". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-28. Diakses tanggal 2011-07-06. 
  76. ^ "Surakarta dan Montana, Bulgaria Menjadi Kota Kembar". Portal Nasional Republik Indonesia. 21-10-2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-05-08. Diakses tanggal 25-01-2010. 
  77. ^ "Sister City Montana – Surakarta". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-04-13. Diakses tanggal 2011-07-06. 

Daftar Pustaka

sunting
  • Miksic, John (general ed.), et al. (2006) Karaton Surakarta. A look into the court of Surakarta Hadiningrat, central Java (First published: 'By the will of His Serene Highness Paku Buwono XII'. Surakarta: Yayasan Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta, 2004) Marshall Cavendish Editions Singapore ISBN 981-261-226-2
  • Soeharto, G. Dwipayana dan Ramadhan K.H. "Ucapan, Pikiran dan Tindakan Saya". 1988. PT Citra Lamtoro Gung.
  • Paku Buwono XII (Sunan of Surakarta), A. Mutholi'in, "Kraton Surakarta", Yayasan Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta, 2004
  • Nancy K. Florida, Javanese literature in Surakarta manuscripts / Vol. 1 Introduction and manuscripts of the Karaton Surakarta, Cornell University, Ithaca, N.Y. Southeast Asia Program (SEAP), 1993.
  • Nancy K. Florida, Javanese literature in Surakarta manuscripts / Vol. 2 Manuscripts of the Mangkunagaran Palace, Cornell University Ithaca, NY : Southeast Asia Program (SEAP), 2000.
  • Nancy K. Florida, "Writing the past, inscribing the future: history as prophesy in colonial Java", Duke University Press, 1995
  • Richard Anderson Sutton, "Traditions of gamelan music in Java: musical pluralism and regional identity", CUP Archive, 1991
  • Clara Brakel-Papenhuijzen, "Classical Javanese dance: the Surakarta tradition and its terminology", KITLV Press, 1995
  • The domestication of desire: Women, wealth, and modernity in Java (1998) Brenner, Suzanne April. Princeton, N.J.: Princeton University Press.
  • Kraton and Kumpeni: Surakarta and Yogyakarta, 1830-1870 (1994) Houben, V. J. H.. Leiden: KITLV Press.
  • Prelude to revolution: Palaces and politics in Surakarta, 1912-1942 (1987) Larson, George D.. Dordrecht, Holland and Providence, R.I., U.S.A.: Foris Publications.
  • Solo in the new order: Language and hierarchy in an Indonesian city (1986) Siegel, James T.. Princeton, N.J.: Princeton University Press.
  • Pakubuwono's kraton of Surakarta: Short guide to Surakarta's grandeur : the palace of the Susuhunans Pakubuwono (1980) No contributors listed. Jakarta: Proyek Pengembangan Sarana Wisata Budaya Jakarta.
  • Miftah Sanaji, "Wisata Kuliner Makanan Daerah Khas Solo", Gramedia 2009, ISBN 978-979-22-5209-5
  • "Ekspedisi Bengawan Solo", Laporan Jurnalistik Kompas, Kompas 2009, ISBN 978-979-709-390-7
  • Linda Carolina Brotodjojo, "Jajanan Kaki Lima Khas Solo", Gramedia 2008, ISBN 978-979-22-4143-3
  • Izharry Agusjaya Moenzir, "Gesang", Gramedia 2010, ISBN 978-979-22-5911-7

Pranala luar

sunting
  Gambar pada pranala luar
Klik pranala guna melihat gambar
  Foto-foto Solo di Flickr
  Video tentang Solo dan sekitarnya