Masjid Wustha Mangkunegaran

masjid di Indonesia

Masjid Wustha Mangkunegaran (Jawa: ꦩꦱ꧀ꦗꦶꦢ꧀​ꦮꦸꦱ꧀ꦛ​ꦩꦁꦏꦸꦤꦒꦫꦤ꧀, translit. Masjid Wustha Mangkunagaran) adalah masjid tua yang terletak di Kota Surakarta. Karena menjadi "masjid negara" pada masa berdirinya Kadipaten Praja Mangkunegaran.

Masjid Wustha Mangkunegaran
Masjid Wustha Mangkunegaran dengan minaret
Agama
AfiliasiIslam
Lokasi
LokasiKota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
Arsitektur
ArsitekIr. Herman Thomas Karsten
TipeMasjid
Gaya arsitekturTajug
Peletakan batu pertama1878
Spesifikasi
Kubah0
Menara1

Sebenarnya, sejak masa pemerintahan Mangkunagara I telah ada "masjid negara" untuk Praja Mangkunegaran yang terletak di Kauman, daerah Pasar Legi. Namun demikian, untuk kepentingan kemudahan fungsi "panatagama" (urusan agama), lokasi masjid dipindahkan ke lokasi sekarang.[1]

Pembangunan masjid secara modern dirancang oleh arsitek Belanda, Herman Thomas Karsten. Saat ini masjid beralamat di Jalan Kartini, di sisi barat Pura Mangkunegaran, secara administratif masuk dalam wilayah Kelurahan Ketelan, Banjarsari, Surakarta.

Pada awanya masjid diperuntukkan untuk keluarga kerajaan saja namun sejak tahun 1924 masjid mulai dibuka untuk umum terutama untuk menunjan pendidikan islam yang dilakukan oleh Muhammadiyah.[2]

Pembangunan sunting

Ide pembangunan Masjid Wustho berawal dari Mangkunegara I. Pembangunan masjid ini adalah perwujudan tugas raja sebagai panatagama (menata agama). Awalnya masjid ini terletak di belakang Pura Mangkunegaran sebelum akhirnya oleh Mangkunegara IV dipindah ke sisi barat Pura Mangkunegaran karena lokasi lama dianggap kurang strategis. Pemindahan ini ditandai dengan peletakkan batu pertama pada tahun 1878.[3]

Dikarenakan kesulitan ekonomi yang dialami oleh Mangkunegaran pembangunan masjid ini sempat terabaikan. Raja-raja selepas Mangkunegara IV lebih memilih untuk memulihkan kondisi perekonomian Mangkunegaran. Pembangunan masjid kembali dilanjutkan oleh Mangkunegara VII yang ditandai dengan peletakkan batu kedua pada tahun 1918 dan disusul dengan pembangunan menara masjid pada tahun 1926.[3]

Arsitektur sunting

Masjid menempati lahan seluas luas 4.200 meter persegi, dengan bangunan bertipe "tajug", suatu bentuk bangunan khas Jawa yang dikhususkan untuk masjid. Bangunan dilengkapi serambi di sisi timur. Seperti juga Masjid Agung Kraton Surakarta, bagian serambi dilengkapi dengan tratag rambat, semacam lorong beratap yang menjorok ke depan. Kekhasan masjid Mangkunegaran, tratag rambat ini dihiasi dengan dinding tembok berkaligrafi. Sisi selatan ditambah ruang untuk salat Jumat bagi perempuan (pawastren). Di halaman terdapat menara (sisi timur laut) dan bangunan khusus untuk pelaksanaan khitanan yang disebut maligen.

Pada sisi timur laut masjid terdapat prasasti marmer yang dipasang di tembok, merupakan peringatan pembangunan masjid dan menara dalam bahasa Arab dan bahasa Jawa.

Sangkalan minongka pèngetan.
Miwiti pasang tales:
muji luhuring salira Nabi (1807 / 1878 M)
Ngambali pasang tales:
? (1847 / 1917 M)
Pambalaripun tuwin miwiti pasang tales manara:
nata pawisikan samadyaning praja (1855 / 1924 M)

Peran budaya sunting

Nama "Wustho" diberikan pada tahun 1949 oleh Kepala Takmir ("Penghulu") Pura Mangkunegaran Raden Tumenggung K.H. Imam Rosidi. Sebelumnya, mesjid hanya dijuluki sebagai "Masjid Mangkunegaran".

Masjid Wustho merupakan tempat untuk mendukung kegiatan-kegiatan spiritual yang diselenggarakan Istana Mangkunegaran. Pada saat kirab pusaka pada perayaan Tahun Baru Jawa di malam satu Sura pelantunan ayat-ayat suci Al Qur'an dilakukan di Masjid Wustho.

Galeri sunting

Rujukan sunting

  1. ^ Nino S. Basunindyo & Fendy Fawzi Afian. Blusukan Solo – Putra-Putri Solo: Resume Cerita Nostalgia Soerakarta di Solo Camp Fest Adore. Diakses 5 Januari 2015.
  2. ^ Syamsiyah, Nur Rahmawati; Mutiari, Dhani; Hidayati, Rini; Setiawan, Wisnu (2020-10-14). "Karakteristik Lingkungan Sonik Kawasan Masjid Kerajaan di Surakarta". Langaku Betang: Jurnal Arsitektur. Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. 7 (2): 175–184. doi:10.26418/lantang.v7i2.40840. ISSN 2550-1194. 
  3. ^ a b Musyafa', Mokhammad Fadhil (2021-06-30). "Sinar Surya Dari Balik Pare Muda: Peran KGPAA Mangkunegaran VII Dalam Pendidikan Keagamaan Islam di Mangkunegaran Tahun 1916-1944". Al-Isnad: Journal of Islamic Civilization History and Humanities (dalam bahasa Inggris). Fakultas Adab dan Bahasa, UIN Raden Mas Said Surakarta. 2 (1): 12–27. doi:10.22515/isnad.v2i1.4910. ISSN 2798-3110. 

Pranala luar sunting