Selamat datang! Halaman ini memberikan bantuan mengenai hal yang sering ditanyakan di Wikipedia. Untuk memulai, silakan mengeklik pranala yang Anda butuhkan di bawah ini, atau gunakan fitur pencari yang tersedia.
Halaman ini merinci bantuan pengucapan yang dituliskan dalam notasi Alfabet Fonetis Internasional (International Phonetic Alphabet, IPA).
Bunyi vokal diurutkan berdasarkan posisi lidah, sedangkan konsonan diurutkan berdasarkan cara pengucapan. Setiap fonem dilambangkan dengan simbol yang berdasar pada IPA. Di samping itu, dipaparkan huruf Latin yang sepadan dengan fonem yang dimaksud, dan penggunaannya tergantung pada bahasa dan negara.
Lidah dapat berada dalam posisi depan, hampir depan, madya (tengah), hampir belakang, dan belakang. Dalam bahasa Indonesia, vokal yang terjadi karena lidah berada di posisi depan adalah [i], [e], [ɛ], [a]. Semuanya merupakan vokal dengan bibir tak bulat. Sedangkan vokal (dalam bahasa Indonesia) yang terjadi karena lidah berada di posisi belakang adalah [u], [ɔ], [o]. Semuanya merupakan vokal dengan bibir bulat. Sementara vokal madya adalah [ə].
Ketinggian lidah menentukan perbedaan bunyi vokal. Semakin tinggi lidah, maka semakin menyempit pula udara yang dikeluarkan untuk menciptakan bunyi vokal, dan demikian sebaliknya jika lidah merendah. Contohnya, vokal [i] dan [u] terjadi saat lidah mencapai posisi tertinggi yang dicapainya, sedangkan vokal [a] dan [ɑ] terjadi saat lidah mencapai posisi terendah.
Kebulatan vokal ditentukan oleh bentuk bibir. Perbedaan bentuk bibir dapat menimbulkan vokal yang berbeda meskipun lidah berada di posisi yang sama. Misalnya vokal [i] adalah bunyi yang ditimbulkan dengan posisi lidah di depan dan tinggi tapi bibir tak bulat, sementara vokal [y] ditimbulkan dengan posisi lidah di depan dan tinggi tapi bibir membulat. Jadi perbedaan hanya terletak pada kebulatan bibir saja meskipun posisi lidah sama. Contoh lain adalah bunyi [ɔ] (bulat) dan [ʌ] (tak bulat), keduanya terjadi dalam posisi lidah yang sama tapi kebulatan bibir berbeda. Bunyi [ɔ] terdapat pada kata "bor" (Indonesia) dan "on" (Inggris), sedangkan bunyi [ʌ] terdapat pada kata "up" (Inggris) dan "Seoul" (Korea).
Daerah artikulasi adalah titik pertemuan antara artikulator aktif (bergerak, misalnya lidah) dan pasif (diam, biasanya langit-langit mulut) di mana saluran udara dihalangi untuk menghasilkan konsonan. Daerah artikulasi dalam mulut manusia antara lain:
Dwibibir (Bilabial): antara bibir atas dan bawah
Bibir-gigi (Labiodental): antara bibir bawah dan gigi atas
Lidah-bibir (Linguolabial): antara depan lidah dan bibir atas
Gigi (Dental): antara depan lidah dan gigi atas
Rongga-gigi (Alveolar): antara depan lidah dan batas di belakang gusi
Pascarongga-gigi (Postalveolar): antara depan lidah dan ruang di belakang batas gusi
Tarik-belakang (Retrofleks): lidah menggelung ke belakang agar bagian bawahnya menyentuh langit-langit
Langit-langit (Palatal): antara tengah lidah dan langit-langit keras
Langit-langit belakang (Velar): antara belakang lidah dan langit-langit lembut (velum)
Tekak (Uvular): antara belakang lidah dan anak tekak (yang tergantung di belakang mulut)
(Semua konsonan di atas dapat disengaukan, kebanyakan juga dapat disisikan [konsonan sisi])
Hulu kerongkongan: antara akar lidah dan belakang kerongkongan
Katup nafas: antara lipatan aryepiglotis dan epiglotis
Bunyi konsonan terjadi karena penghambatan udara pada daerah artikulasi. Secara spesisifik, konsonan dapat diucapkan dengan cara sebagai berikut:
Decak (klik): terjadi karena decakan. Secara teknis terjadi karena dua penutupan di daerah artikulasi (di depan dan belakang). Aliran udara yang terhambat dilepaskan dengan menarik lidah. Konsonan ini biasanya terdapat di daerah Afrika. Beberapa contohnya adalah konsonan [ǃ], [ʘ], [ǂ], [ǁ].
Desis (frikatif): terjadi karena udara dipaksa keluar melalui celah sempit yang disebabkan oleh dua artikulator (misalnya bibir atas dan bibir bawah, lidah dan langit-langit). Contoh konsonan desis adalah [f], [v], [θ], [ð], [ɸ], [β]. Beberapa bunyi desis tergolong ke dalam desis alur (sibilan). Desis alur terjadi karena udara dipaksa keluar melalui celah sempit dan lidah menggulung untuk mengarahkan udara di tepi gigi. Contohnya konsonan [s], [z], [ʃ], [ʒ].
Gesek (afrikat): terjadi bila pengucapan konsonan letup (misalnya [t], [d]) secara bersamaan diikuti oleh konsonan desis (misalnya [ʃ], [ʒ]) sehingga menghasilkan konsonan berbeda ([t͡ʃ], [d͡ʒ]). Contohnya konsonan [t͡s], [d͡z] (bahasa Jepang), [t͡ʃ], [d͡ʒ] (bahasa Inggris)
Getar: terjadi karena penggetaran daerah artikulasi aktif (lidah dan bibir). Contoh konsonan getar adalah [ʙ] (getar bibir), [r] (getar langit-langit), [ʀ] (getar tekak).
Hampiran: terjadi karena artikulator (misalnya lidah dan langit-langit) saling mendekati namun tidak cukup sempit, atau dengan tekanan artikulatoris yang cukup. Jadi hampiran jatuh antara desis dan vokal. Contohnya adalah konsonan [ɹ], [ʋ], [ɰ], [j], [w]. Jika saat pengucapan konsonan hampiran lidah menyentuh langit-langit, maka terjadilah hampiran-sisi, contohnya adalah konsonan [l], [ʎ], [ʟ].
Kepak: terjadi karena kontraksi tunggal otot-otot sehingga suatu artikulator (misalnya lidah) mampu dikepakkan ke sisi yang lain. Contohnya adalah konsonan [ɾ] dalam bahasa Jepang.
Letup (eksplosif): terjadi karena penghentian aliran udara di daerah artikulasi tertentu, sehingga udara terhambat dan menciptakan suatu bunyi. Misalnya konsonan [t] dan [d] di daerah rongga-gigi, dan konsonan [b] dan [p] di daerah bibir.
Letup-balik (implosif): terjadi antara mekanisme tarikan glotis dan tekanan paru-paru terhadap aliran udara. Artinya, aliran udara dikendalikan dengan menggerakkan glotis ke bawah selain udara yang keluar dari paru-paru. Semua konsonan letup-balik adalah konsonan bersuara. Contohnya adalah konsonan [ɓ], [ɗ], [ʄ], [ɠ], [ʛ].
Sembur (ejektif): terjadi bila konsonan tak bersuara diucapkan bersamaan dengan tertutupnya celah suara. Contohnya adalah konsonan [pʼ], [tʼ], [kʼ], [qʼ].
Sengau (nasal): terjadi bila jalur udara dihambat di daerah artikulasi, namun udara berhasil keluar melalui hidung. Dalam istilah sederhana, konsonan sengau terjadi karena udara keluar melalui hidung. Jadi, konsonan sengau tidak bisa berbunyi sempurna jika hidung ditutup. Lawan dari konsonan sengau adalah konsonan oral, di mana udara dikeluarkan melalui mulut. Contoh konsonan sengau adalah [m], [n], [ɳ], [ɲ], [ŋ].
Dalam membedakan konsonan, "bersuara" merujuk pada kondisi di mana pita suara bergetar. "Tak bersuara" atau "nirsuara" berarti bahwa bunyi aliran udara yang melewati daerah artikulasi tanpa bergetarnya pita suara. Dalam bahasa, kondisi bersuara dan tak bersuara pada suatu konsonan dapat membedakan arti.
Simbol Alfabet Fonetis Internasional (IPA) pada halaman ini tidak disusun secara alfabet, tapi disusun berkelompok sesuai ciri-cirinya, seperti yang dipaparkan dalam tabel di bawah ini.
Contoh daerah artikulasi vokal
Depan tak bundar
Belakang bundar
Contoh daerah artikulasi konsonan
Dwibibir
Bibir-gigi
Gigi
Rongga-gigi
Tarik belakang
Langit-langit
Langit-langit belakang
Celah suara
Untuk pengguna yang tidak terbiasa dengan Alfabet Fonetis Internasional (IPA), bila hendak mencari keterangan tentang simbol IPA tertentu pada halaman ini, dapat menyimak daftar simbol IPA yang disusun berdasarkan kedekatan bentuknya dengan huruf Latin.
Tabel ini menampilkan berbagai vokal dari berbagai bahasa di dunia. Vokal diurutkan berdasarkan posisi lekukan lidah (apakah di depan, tengah, belakang), ketinggian lidah (apakah mulut terbuka lebar atau tidak), dan bentuk bibir (apakah bulat atau tidak) saat mengucapkannya. Vokal panjang disejajarkan dengan baris vokal pendek yang sepadan, dan contoh vokal panjang dan pendek dapat dibedakan dari penulisannya.
Tabel ini menampilkan berbagai konsonan dari berbagai bahasa di dunia. Konsonan diurutkan berdasarkan daerah pengucapannya (apakah di bibir, gigi, langit-langit mulut, dsb), dan bunyinya (apakah letupan, sengau, desis, hampiran, decak, dsb). Contoh bunyi hanya menampilkan fonem murni saja. Jadi, tidak menampilkan bunyi aspirasi, bunyi disengaukan, bunyi kendor, bunyi ke sisi lidah, dsb.