Fosforus

unsur kimia dengan lambang P dan nomor atom 15

Fosforus (bahasa Latin: phosphorus), yang juga disebut secara salah kaprah sebagai fosfor, adalah unsur kimia dengan lambang P dan nomor atom 15. Unsur fosforus bebas berada dalam dua bentuk utama, fosforus putih dan fosforus merah, tetapi karena sangat reaktif, fosforus secara alami tidak pernah ditemukan sebagai unsur bebas di Bumi. Fosforus memiliki konsentrasi di kerak Bumi sekitar satu gram per kilogram batuan (dibandingkan dengan tembaga yang memiliki konsentrasi sekitar 0,06 gram). Dalam bentuk mineral, fosforus ditemukan dalam bentuk fosfat.

15P
Fosforus
Bentuk-bentuk fosforus
Putih seperti lilin
Merah cerah
Merah tua dan lembayung
Hitam
Garis spektrum fosforus
Sifat umum
Pengucapan/fosforus/[1]
Alotropputih, merah, ungu, hitam dan lainnya (lihat alotrop fosforus)
Penampilanputih, merah dan ungu tampak seperti lilin, hitam tampak seperti metalik
Kelimpahan
di kerak Bumi5,2 (silikon = 100)
Fosforus dalam tabel periodik
Perbesar gambar

15P
Hidrogen Helium
Lithium Berilium Boron Karbon Nitrogen Oksigen Fluor Neon
Natrium Magnesium Aluminium Silikon Fosfor Sulfur Clor Argon
Potasium Kalsium Skandium Titanium Vanadium Chromium Mangan Besi Cobalt Nikel Tembaga Seng Gallium Germanium Arsen Selen Bromin Kripton
Rubidium Strontium Yttrium Zirconium Niobium Molybdenum Technetium Ruthenium Rhodium Palladium Silver Cadmium Indium Tin Antimony Tellurium Iodine Xenon
Caesium Barium Lanthanum Cerium Praseodymium Neodymium Promethium Samarium Europium Gadolinium Terbium Dysprosium Holmium Erbium Thulium Ytterbium Lutetium Hafnium Tantalum Tungsten Rhenium Osmium Iridium Platinum Gold Mercury (element) Thallium Lead Bismuth Polonium Astatine Radon
Francium Radium Actinium Thorium Protactinium Uranium Neptunium Plutonium Americium Curium Berkelium Californium Einsteinium Fermium Mendelevium Nobelium Lawrencium Rutherfordium Dubnium Seaborgium Bohrium Hassium Meitnerium Darmstadtium Roentgenium Copernicium Nihonium Flerovium Moscovium Livermorium Tennessine Oganesson
N

P

As
silikonfosforusbelerang
Lihat bagan navigasi yang diperbesar
Nomor atom (Z)15
Golongangolongan 15 (pniktogen)
Periodeperiode 3
Blokblok-p
Kategori unsur  nonlogam poliatomik
Berat atom standar (Ar)
  • 30,973761998±0,000000005
  • 30,974±0,001 (diringkas)
Konfigurasi elektron[Ne] 3s2 3p3
Elektron per kelopak2, 8, 5
Sifat fisik
Fase pada STS (0 °C dan 101,325 kPa)padat
Titik leburputih: 317,3 K ​(44,15 °C, ​111,5 °F)
merah: ∼860 K (∼590 °C, ∼1090 °F)[2]
Titik didihputih: 553,7 K ​(280,5 °C, ​536,9 °F)
Titik sublimasimerah: ≈689,2–863 K ​(≈416–590 °C, ​≈780,8–1094 °F)
ungu: 893 K (620 °C, 1148 °F)
Kepadatan mendekati s.k.putih: 1,823 g/cm3
merah: ≈2,2–2,34 g/cm3
ungu: 2,36 g/cm3
hitam: 2,69 g/cm3
Kalor peleburanputih: 0,66 kJ/mol
Kalor penguapanputih: 51,9 kJ/mol
Kapasitas kalor molarputih: 23,824 J/(mol·K)
Tekanan uap (putih)
P (Pa) 1 10 100 1 k 10 k 100 k
pada T (K) 279 307 342 388 453 549
Tekanan uap (merah, t.d. 431 °C)
P (Pa) 1 10 100 1 k 10 k 100 k
pada T (K) 455 489 529 576 635 704
Sifat atom
Bilangan oksidasi−3, −2, −1, 0,[3] +1,[4] +2, +3, +4, +5 (oksida agak asam)
ElektronegativitasSkala Pauling: 2,19
Energi ionisasike-1: 1011,8 kJ/mol
ke-2: 1907 kJ/mol
ke-3: 2914,1 kJ/mol
(artikel)
Jari-jari kovalen107±3 pm
Jari-jari van der Waals180 pm
Lain-lain
Kelimpahan alamiprimordial
Struktur kristalkubus berpusat badan (bcc)
Struktur kristal Bodycentredcubic untuk fosforus
Konduktivitas termalputih: 0,236 W/(m·K)
hitam: 12,1 W/(m·K)
Arah magnetputih, merah, ungu, hitam: diamagnetik[5]
Suseptibilitas magnetik molar−20,8×10−6 cm3/mol (293 K)[6]
Modulus curahputih: 5 GPa
merah: 11 GPa
Nomor CAS7723-14-0 (merah)
12185-10-3 (putih)
Sejarah
PenemuanH. Brand (1669)
Diketahui sebagai unsur kimia olehA. Lavoisier[7] (1777)
Isotop fosforus yang utama
Iso­top Kelim­pahan Waktu paruh (t1/2) Mode peluruhan Pro­duk
31P 100% stabil
32P renik 14,28 hri β 32S
33P renik 25,3 hri β 33S
| referensi | di Wikidata

Fosforus elemental pertama kali diisolasi sebagai fosforus putih pada tahun 1669. Dalam fosforus putih, atom fosforus tersusun dalam gugus berisi 4 atom, ditulis sebagai P4. Fosforus putih memancarkan cahaya redup ketika terkena oksigen – maka namanya, yang diambil dari mitologi Yunani, Φωσφόρος yang berarti 'pembawa cahaya' (Latin Lucifer), merujuk pada "Bintang Fajar", planet Venus. Istilah fosforesensi, yang berarti cahaya dari iluminasi, berasal dari sifat fosforus ini, meskipun kata tersebut telah digunakan untuk proses fisik yang berbeda yang menghasilkan cahaya. Cahaya fosforus disebabkan oleh oksidasi fosforus putih (tetapi bukan merah) — sebuah proses yang sekarang disebut kemiluminesensi. Bersama dengan nitrogen, arsen, antimon, dan bismut, fosforus diklasifikasikan sebagai pniktogen.

Fosforus adalah unsur yang penting untuk menopang kehidupan, sebagian besar melalui fosfat, senyawa-senyawa yang mengandung ion fosfat, PO43−. Fosfat merupakan komponen dari DNA, RNA, ATP, dan fosfolipid, senyawa kompleks yang mendasari sel. Fosforus elemental pertama kali diisolasi dari urine manusia, dan abu tulang merupakan sumber fosfat awal yang penting. Tambang fosfat mengandung fosil karena fosfat hadir dalam endapan fosil sisa-sisa hewan dan kotoran. Tingkat fosfat yang rendah merupakan batas penting untuk pertumbuhan pada sejumlah ekosistem tumbuhan. Sebagian besar senyawa fosforus yang ditambang digunakan sebagai pupuk. Fosfat diperlukan untuk menggantikan fosforus yang dikeluarkan tumbuhan dari tanah, dan permintaan tahunannya meningkat hampir dua kali lebih cepat daripada pertumbuhan populasi manusia. Aplikasi lainnya meliputi senyawa organofosforus dalam detergen, pestisida, dan agen saraf.

Karakteristik

sunting

Alotrop

sunting

Fosforus memiliki beberapa alotrop yang menunjukkan sifat yang sangat beragam.[8] Dua alotrop yang paling umum adalah fosforus putih dan fosforus merah.[9]

Dari perspektif aplikasi dan literatur kimia, bentuk fosforus elemental yang paling penting adalah fosforus putih, sering disingkat WP. Ia adalah padatan lilin lunak yang terdiri dari molekul P4 tetrahedron, di mana setiap atom terikat pada tiga atom lainnya dengan ikatan tunggal formal. Tetrahedron P4 ini juga terdapat dalam fosforus cair dan gas hingga suhu 800 °C (1.470 °F) ketika ia mulai terurai menjadi molekul P2.[10] Molekul P4 dalam fase gas memiliki panjang ikatan P−P sebesar rg = 2,1994(3) Å, seperti yang ditentukan oleh difraksi elektron gas.[11] Sifat ikatan dalam tetrahedron P4 ini dapat digambarkan dengan aromatisitas sferis atau ikatan gugus, yaitu elektron-elektronnya sangat terdelokalisasi. Hal ini telah diilustrasikan melalui perhitungan arus induksi magnetis, yang jumlahnya mencapai 29 nA/T, jauh lebih banyak daripada molekul aromatik pola dasar benzena (11 nA/T).[11]

Struktur kristal dari beberapa alotrop fosforus
Putih
Merah
Lembayung
Hitam

Fosforus putih eksis dalam dua bentuk kristal: α (alpha) dan β (beta). Pada suhu kamar, bentuk-α bersifat stabil. Ia lebih umum, memiliki struktur kristal kubik dan pada suhu 1.952 K (1.679 °C), ia berubah menjadi bentuk-β, yang memiliki struktur kristal heksagon. Bentuk-bentuk ini berbeda dalam hal orientasi relatif penyusun tetrahedra P4.[12][13] Fosforus putih bentuk-β mengandung tiga molekul P4 yang sedikit berbeda, yaitu 18 panjang ikatan P−P yang berbeda antara 2,1768(5) dan 2,1920(5) Å. Panjang rata-rata ikatan P−P adalah 2,183(5) Å.[14]

Fosforus putih adalah alotrop yang paling tidak stabil, paling reaktif, paling volatil, paling tidak padat dan paling beracun. Fosforus putih secara bertahap berubah menjadi fosforus merah. Transformasi ini dipercepat oleh cahaya dan panas, dan sampel fosfor putih hampir selalu mengandung beberapa fosforus merah sehingga tampak kuning. Untuk alasan ini, fosforus putih yang sudah tua atau tidak murni (misalnya, WP kelas senjata, bukan kelas lab) juga disebut fosforus kuning. Saat terkena oksigen, fosforus putih bersinar dalam gelap dengan semburat hijau dan biru yang sangat redup. Ia sangat mudah terbakar dan bersifat piroforik (menyala sendiri) saat berkontak dengan udara. Karena piroforisitasnya, fosforus putih digunakan napalm. Bau pembakaran dari bentuk ini memiliki bau bawang putih yang khas, dan sampel biasanya dilapisi dengan fosforus pentoksida putih, yang terdiri dari tetrahedra P4O10 dengan oksigen yang disisipkan di antara atom fosforus dan di simpulnya. Fosforus putih tidak larut dalam air tetapi larut dalam karbon disulfida.[15]

Dekomposisi termal P4 pada suhu 1100 K akan menghasilkan difosforus, P2. Spesies ini bersifat tidak stabil sebagai padat atau cair. Unit dimernya mengandung ikatan rangkap tiga dan analog dengan N2. Ia juga dapat dihasilkan sebagai zat perantara sementara dalam larutan dengan termolisis reagen prekursor organofosforus.[16] Pada suhu yang lebih tinggi lagi, P2 berdisosiasi menjadi atom P.[15]

Sifat beberapa alotrop fosforus[8][17]
Bentuk putih(α) putih(β) merah lembayung hitam
Simetri Kubus
berpusat-
badan
Triklinik Amorf Monoklinik Ortorombus
Lambang Pearson aP24 mP84 oS8
Grup ruang I43m P1 No.2 P2/c No.13 Cmca No.64
Kepadatan (g/cm3) 1,828 1,88 ~2,2 2,36 2,69
Celah pita (eV) 2,1 1,8 1,5 0,34
Indeks bias 1,8244 2,6 2,4

Fosforus merah berstruktur polimer. Ia dapat dilihat sebagai turunan dari P4 dimana satu ikatan P−P terputus, dan satu ikatan tambahan terbentuk dengan tetrahedron tetangga yang menghasilkan rantai molekul P21 yang dihubungkan oleh gaya van der Waals.[18] Fosforus merah dapat dibentuk dengan memanaskan fosforus putih hingga suhu 250 °C (482 °F) atau dengan memaparkan fosforus putih pada sinar matahari.[19] Setelah perlakuan ini, fosforus akan bersifat amorf. Setelah pemanasan lebih lanjut, bahan ini mengkristal. Dalam pengertian ini, fosforus merah bukanlah alotrop, melainkan fase perantara antara fosforus putih dan lembayung, dan sebagian besar sifatnya memiliki rentang nilai. Misalnya, fosforus merah cerah yang baru disiapkan sangat reaktif dan menyala pada suhu sekitar 300 °C (572 °F),[20] meskipun ia lebih stabil daripada fosforus putih, yang menyala pada suhu sekitar 30 °C (86 °F).[21] Setelah dipanaskan atau disimpan dalam waktu lama, warnanya menjadi gelap (lihat gambar kotak info); produk yang dihasilkan lebih stabil dan tidak terbakar secara spontan di udara.[22]

Fosforus lembayung adalah bentuk fosforus yang dapat diproduksi dengan penganilan fosforus merah selama satu hari di atas suhu 550 °C. Pada tahun 1865, Johann Hittorf menemukan bahwa ketika fosforus direkristalisasi dari timbal cair, maka akan diperoleh bentuk merah/lembayung. Oleh karena itu, bentuk ini terkadang dikenal sebagai "fosforus Hittorf" (atau fosforus ungu atau fosforus metalik-α).[17]

Fosforus hitam adalah alotrop paling tidak reaktif dan bentuk yang stabil secara termodinamika di bawah suhu 550 °C (1.022 °F). Ia juga dikenal sebagai fosforus metalik-β dan memiliki struktur yang agak mirip dengan grafit.[23][24] Ia diperoleh dengan memanaskan fosforus putih di bawah tekanan tinggi (sekitar 12.000 atmosfer standar atau 1,2 gigapascal). Ia juga dapat diproduksi pada kondisi sekitar menggunakan garam logam, misalnya raksa, sebagai katalis.[25] Dalam penampilan, sifat, dan strukturnya, ia menyerupai grafit, berwarna hitam dan bersisik, merupakan konduktor listrik, dan memiliki lembaran-lembaran atom terkait yang berkerut.[26]

Bentuk lainnya, fosforus merah marak (scarlet), diperoleh dengan membiarkan larutan fosforus putih dalam karbon disulfida menguap di bawah sinar matahari.[17]

Kemiluminesensi

sunting
 
Fosforus putih yang terpapar udara akan bersinar dalam gelap

Ketika pertama kali diisolasi, diamati bahwa cahaya hijau yang berasal dari fosforus putih akan bertahan untuk sementara waktu di dalam stoples yang tertutup, tetapi kemudian berhenti. Robert Boyle pada tahun 1680-an menganggapnya sebagai "debilitasi" udara. Sebenarnya, itu adalah oksigen yang dikonsumsi. Pada abad ke-18, diketahui bahwa dalam oksigen murni, fosforus tidak bersinar sama sekali;[27] hanya ada kisaran tekanan parsial di mana itu terjadi. Panas dapat diterapkan untuk menggerakkan reaksi pada tekanan yang lebih tinggi.[28]

Pada tahun 1974, cahaya tersebut dijelaskan oleh R. J. van Zee dan A. U. Khan.[29][30] Reaksi dengan oksigen terjadi pada permukaan fosforus padat (atau cair), membentuk molekul HPO dan P2O2 yang berumur pendek yang memancarkan cahaya tampak. Reaksinya berjalan lambat dan hanya sangat sedikit zat antara yang diperlukan untuk menghasilkan luminesensi, sehingga luminesensi tersebut berlangsung dalam waktu yang lama dalam stoples yang tertutup.

Sejak penemuannya, fosfor dan fosforesensi digunakan secara longgar untuk menggambarkan zat yang bersinar dalam gelap tanpa terbakar. Meskipun istilah fosforesensi berasal dari fosforus, reaksi yang membuat fosforus berpendar disebut kemiluminesensi (bersinar karena reaksi kimia dingin), dan bukan fosforesensi (memancarkan kembali cahaya yang sebelumnya jatuh ke suatu zat dan membuatnya tereksitasi).[31]

Isotop

sunting

Terdapat 22 isotop fosforus yang diketahui,[32] berkisar mulai dari 26P hingga 47P.[33] Hanya 31P yang bersifat stabil, sehingga ia hadir dengan kelimpahan 100%. Dengan spin inti sebesar 1/2 dan kelimpahan 31P yang tinggi menjadikan spektroskopi NMR fosforus-31 sebagai alat analitik yang sangat berguna dalam studi sampel yang mengandung fosforus.

Dua isotop radioaktif fosforus memiliki waktu paruh yang cocok untuk percobaan ilmiah biologi. Mereka adalah:

  • 32P, sebuah pemancar beta (1,71 MeV) dengan waktu paruh 14,3 hari, yang digunakan secara rutin di laboratorium ilmu kehidupan, terutama untuk menghasilkan prob DNA dan RNA berlabel radio, misalnya untuk digunakan pada blot Northern atau blot Southern.
  • 33P, sebuah pemancar beta (0,25 MeV) dengan waktu paruh 25,4 hari. Ia digunakan di laboratorium ilmu kehidupan dalam aplikasi di mana emisi beta berenergi lebih rendah dinilai menguntungkan seperti pengurutan DNA.

Partikel beta berenergi tinggi dari 32P dapat menembus kulit dan kornea dan setiap 32P yang tertelan, terhirup, atau terserap dengan mudah dimasukkan ke dalam tulang dan asam nukleat. Untuk alasan ini, Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Amerika Serikat, dan lembaga serupa di negara maju lainnya mewajibkan personel yang bekerja dengan 32P untuk mengenakan jas lab, sarung tangan sekali pakai, dan kacamata pengaman atau kacamata renang untuk melindungi mata, serta menghindari bekerja langsung di wadah terbuka. Pemantauan kontaminasi pribadi, pakaian, dan permukaan juga diperlukan. Perlindungan membutuhkan pertimbangan khusus. Energi tinggi dari partikel beta menimbulkan emisi sinar-X sekunder melalui Bremsstrahlung (radiasi pengereman) dalam bahan perlindungan padat seperti timbal. Oleh karena itu, radiasi harus dilindungi dengan bahan dengan kepadatan rendah seperti akrilik atau plastik lainnya, air, atau bahkan kayu (ketika transparansi tidak diperlukan).[34]

Keterjadian

sunting

Alam semesta

sunting

Pada tahun 2013, para astronom mendeteksi fosforus di bintang Cassiopeia A, yang menegaskan bahwa unsur ini diproduksi dalam supernova sebagai produk sampingan dari nukleosintesis supernova. Rasio fosforus-terhadap-besi dalam material dari sisa-sisa supernova dapat mencapai 100 kali lebih tinggi daripada di Bima Sakti pada umumnya.[35]

Pada tahun 2020, para astronom menganalisis data ALMA dan ROSINA dari wilayah pembentuk bintang masif AFGL 5142, untuk mendeteksi molekul pembawa fosforus dan bagaimana mereka dibawa dalam komet ke Bumi purba.[36][37]

Kerak dan sumber organik

sunting

Fosforus memiliki konsentrasi di kerak bumi sekitar satu gram per kilogram (bandingkan tembaga yang sekitar 0,06 gram). Ia tidak ditemukan bebas di alam, tetapi didistribusikan secara luas di banyak mineral, biasanya sebagai fosfat.[9] Saat ini, batuan fosfat anorganik, yang sebagian terbuat dari apatit (sekelompok mineral yang umumnya merupakan pentakalsium triortofosfat fluorida (hidroksida)), merupakan sumber komersial utama dari unsur ini. Menurut Survei Geologi A.S. (USGS), sekitar 50 persen cadangan fosforus global berada di negara-negara Arab.[38] 85% dari cadangan fosforus di Bumi yang diketahui berada di Maroko, dengan deposit yang lebih kecil berada di Tiongkok, Rusia,[39] Florida, Idaho, Tennessee, Utah, dan di tempat lain.[40] Albright and Wilson di Britania Raya dan pabrik Air Terjun Niagara mereka, misalnya, menggunakan batuan fosfat pada tahun 1890-an dan 1900-an dari Tennessee, Florida, dan Îles du Connétable (sumber fosfat pulau guano); pada tahun 1950, mereka menggunakan batuan fosfat yang utamanya berasal dari Tennessee dan Afrika Utara.[41]

Sumber-sumber organik, yaitu urine, abu tulang, dan (di akhir abad ke-19) guano, secara historis dinilai penting tetapi keberhasilan komersialnya terbatas.[42] Karena urine mengandung fosforus, ia memiliki kualitas pemupukan yang masih dimanfaatkan hingga saat ini di beberapa negara, termasuk Swedia, dengan menggunakan metode penggunaan kembali kotoran. Untuk tujuan ini, urine dapat digunakan sebagai pupuk dalam bentuk murni atau sebagian dicampur dengan air dalam bentuk limbah atau lumpur limbah.

Senyawa

sunting

Fosforus(V)

sunting
 
Struktur tetrahedron dari P4O10 dan P4S10.

Senyawa fosforus yang paling umum adalah turunan dari fosfat (PO43−), sebuah anion tetrahedron.[43] Fosfat adalah basa konjugat dari asam fosfat, yang diproduksi dalam skala besar untuk digunakan dalam pupuk. Asam fosfat, yang merupakan sebuah asam triprotik, berubah secara bertahap menjadi tiga basa konjugat:

H3PO4 + H2O   H3O+ + H2PO4       Ka1 = 7,25×10−3
H2PO4 + H2O   H3O+ + HPO42−       Ka2 = 6,31×10−8
HPO42− + H2O   H3O+ +  PO43−        Ka3 = 3,98×10−13

Fosfat menunjukkan kecenderungan untuk membentuk rantai dan cincin yang mengandung ikatan P−O−P. Banyak polifosfat telah diketahui, termasuk ATP. Polifosfat muncul melalui dehidrasi hidrogen fosfat seperti HPO42− dan H2PO4. Misalnya, pentanatrium trifosfat (juga dikenal sebagai natrium tripolifosfat, STPP) yang penting secara industri diproduksi secara industri dalam jumlah megaton melalui reaksi kondensasi ini:

2 Na2[(HO)PO3] + Na[(HO)2PO2] → Na5[O3P-O-P(O)2-O-PO3] + 2 H2O

Fosforus pentoksida (P4O10) adalah anhidrida asam dari asam fosfat, tetapi beberapa zat antara dari keduanya telah diketahui. Padatan putih seperti lilin ini bereaksi kuat dengan air.

Fosfat akan membentuk berbagai garam bila bereaksi dengan kation logam. Garam-garam ini bersifat polimer, menampilkan hubungan P−O−M. Ketika kation logam memiliki muatan 2+ atau 3+, garam yang dihasilkan umumnya tidak larut, sehingga mereka eksis sebagai mineral biasa. Banyak garam fosfat berasal dari hidrogen fosfat (HPO42−).

PCl5 dan PF5 adalah senyawa yang umum. PF5 adalah gas nirwarna dan molekulnya memiliki geometri bipiramida trigon. PCl5 adalah padatan nirwarna yang memiliki formulasi ionik PCl4+ PCl6, tetapi mengadopsi geometri bipiramida trigon ketika cair atau dalam fase uap.[15] PBr5 adalah padatan tidak stabil yang diformulasikan sebagai PBr4+Br dan PI5 masih belum diketahui.[15] Fosforus pentaklorida dan pentafluorida adalah asam Lewis. Dengan fluorida, PF5 akan membentuk PF6, sebuah anion yang isoelektronik dengan SF6. Oksihalida yang paling penting adalah fosforus oksiklorida, (POCl3), yang kira-kira berbentuk tetrahedron.

Sebelum perhitungan komputer yang ekstensif dapat dilakukan, diperkirakan bahwa ikatan dalam senyawa fosforus(V) melibatkan orbital-d. Pemodelan komputer dari teori orbital molekul menunjukkan bahwa ikatan ini hanya melibatkan orbital-s dan -p.[44]

Fosforus(III)

sunting

Keempat trihalida simetris sudah diketahui: PF3 yang berbentuk gas, PCl3 serta PBr3 yang berbentuk cairan kekuningan, dan PI3 yang berbentuk padat. Bahan-bahan ini sensitif terhadap kelembapan, dan akan terhidrolisis untuk menghasilkan asam fosfit. PCl3, sebuah reagen yang umum, dihasilkan melalui klorinasi fosforus putih:

P4 + 6 Cl2 → 4 PCl3

PF3 dihasilkan dari PCl3 dengan pertukaran halida. PF3 bersifat racun karena ia akan berikatan dengan hemoglobin.

Fosforus(III) oksida, P4O6 (juga disebut tetrafosforus heksoksida) adalah anhidrida dari P(OH)3, tautomer minor asam fosfit. Struktur P4O6 ialah seperti P4O10 tanpa gugus oksida terminal.

Fosforus(I) dan fosforus(II)

sunting
 
Difosfena yang stabil, sebuah turunan dari fosforus(I).

Senyawa-senyawa ini umumnya memiliki ikatan P−P.[15] Contohnya meliputi turunan katenasi fosfina dan organofosfina. Senyawa yang mengandung ikatan ganda P=P juga telah teramati, meskipun mereka jarang terjadi.

Fosfida dan fosfina

sunting

Fosfida (P3−) muncul melalui reaksi logam dengan fosforus merah. Logam alkali (golongan 1) dan alkali tanah (golongan 2) dapat membentuk senyawa ionik yang mengandung ion fosfida. Senyawa-senyawa ini bereaksi dengan air untuk membentuk fosfina. Fosfida lain, misalnya Na3P7, telah dikenal dengan berbagai logam reaktif tersebut. Dengan logam transisi serta monofosfida, terdapat fosfida kaya-logam yang umumnya merupakan senyawa refraktori keras dengan kilap logam, dan fosfida kaya-fosforus yang kurang stabil dan meliputi semikonduktor.[15] Schreibersit adalah fosfida kaya-logam alami yang ditemukan pada meteorit. Struktur fosfida kaya-logam dan kaya-fosforus dapat menjadi kompleks.

Fosfina (PH3) dan turunan organiknya (PR3) adalah analog struktur amonia (NH3), tetapi sudut ikatan pada fosforus mendekati 90° untuk fosfina dan turunan organiknya. Ia adalah senyawa beracun yang berbau tidak sedap. Fosforus memiliki keadaan oksidasi −3 dalam fosfina. Fosfina diproduksi melalui hidrolisis kalsium fosfida, Ca3P2. Tidak seperti amonia, fosfina akan dioksidasi oleh udara. Fosfina juga jauh lebih basa daripada amonia. Fosfina lainnya diketahui mengandung rantai hingga sembilan atom fosforus dan memiliki rumus PnHn+2.[15] Gas difosfina (P2H4) yang sangat mudah terbakar adalah analog dari hidrazina.

Asam okso

sunting

Asam okso fosforus sangatlah luas, seringkali penting secara komersial, dan terkadang rumit secara struktural. Mereka semua memiliki proton asam yang terikat pada atom oksigen, beberapa di antaranya memiliki proton nonasam yang terikat langsung dengan fosforus dan beberapa mengandung ikatan P−P.[15] Meskipun banyak asam okso fosforus yang dapat terbentuk, hanya sembilan yang penting secara komersial, dan tiga di antaranya, asam hipofosfit, asam fosfit, dan asam fosfat, sangatlah penting.

Keadaan oksidasi Rumus Nama Proton asam Senyawa
+1 HH2PO2 asam hipofosfit 1 asam, garam
+3 H2HPO3 asam fosfit 2 asam, garam
+3 HPO2 asam metafosfit 1 garam
+3 H3PO3 asam (orto)fosfit 3 asam, garam
+4 H4P2O6 asam hipofosfat 4 asam, garam
+5 (HPO3)n asam metafosfat n garam (n = 3,4,6)
+5 H(HPO3)nOH asam polifosfat n+2 asam, garam (n = 1-6)
+5 H5P3O10 asam tripolifosfat 3 garam
+5 H4P2O7 asam pirofosfat 4 asam, garam
+5 H3PO4 asam (orto)fosfat 3 asam, garam

Nitrida

sunting

Molekul PN dianggap tidak stabil, tetapi ia merupakan produk dekomposisi fosforus nitrida kristalin pada suhu 1100 K. Demikian pula, H2PN dianggap tidak stabil, dan halogen fosforus nitrida seperti F2PN, Cl2PN, Br2PN, dan I2PN beroligomerisasi menjadi polifosfazena siklik. Sebagai contoh, senyawa dengan rumus (PNCl2)n eksis terutama sebagai cincin seperti trimer heksaklorofosfazena. Fosfazena muncul melalui pencampuran antara fosforus pentaklorida dengan amonium klorida:

PCl5 + NH4Cl → 1/n (NPCl2)n + 4 HCl

Ketika gugus klorida digantikan oleh alkoksida (RO), sebuah keluarga polimer akan diproduksi dengan sifat yang berpotensi bermanfaat.[45]

Sulfida

sunting

Fosforus membentuk berbagai sulfida, di mana fosforus dapat berada pada P(V), P(III) atau keadaan oksidasi lainnya. P4S3 simetris tiga-kali-lipat digunakan dalam korek api batang. P4S10 dan P4O10 memiliki struktur yang analog.[46] Oksihalida dan oksihidrida campuran fosforus(III) hampir tidak dikenal.

Senyawa organofosforus

sunting

Senyawa dengan ikatan P−C dan P−O−C sering diklasifikasikan sebagai senyawa organofosforus. Mereka banyak digunakan secara komersial. PCl3 berfungsi sebagai sumber P3+ dalam rute menuju senyawa organofosforus(III). Misalnya, ia adalah prekursor dari trifenilfosfina:

PCl3 + 6 Na + 3 C6H5Cl → P(C6H5)3 + 6 NaCl

Pencampuran fosforus trihalida dengan alkohol dan fenol akan menghasilkan fosfit, misalnya trifenilfosfit:

PCl3 + 3 C6H5OH → P(OC6H5)3 + 3 HCl

Reaksi serupa terjadi untuk fosforus oksiklorida, yang akan menghasilkan trifenilfosfat:

OPCl3 + 3 C6H5OH → OP(OC6H5)3 + 3 HCl

Sejarah

sunting

Etimologi

sunting

Nama Fosforus di Yunani Kuno adalah nama untuk planet Venus dan berasal dari kata dalam bahasa Yunani (φῶς = cahaya, φέρω = membawa), yang secara kasar diterjemahkan sebagai pembawa cahaya.[19] Dalam tradisi dan mitologi Yunani, Augerinus (Αυγερινός = bintang timur, masih digunakan hingga sekarang), Hesperus atau Hesperinus (΄Εσπερος atau Εσπερινός atau Αποσπερίτης = bintang barat, masih digunakan hingga sekarang), dan Eosphorus (Εωσφόρος = pembawa fajar, tidak digunakan untuk planet setelah Kekristenan) adalah homolog yang dekat, dan juga terkait dengan Fosforus-sang-bintang-timur.

Penemuan

sunting
 
Robert Boyle

Penemuan fosforus, unsur pertama yang ditemukan yang tidak diketahui sejak zaman kuno,[47] dikreditkan pada alkemis Jerman Hennig Brand pada tahun 1669, meskipun orang lain mungkin telah menemukan fosforus sekitar waktu yang sama.[48] Brand melakukan eksperimennya dengan urine, yang mengandung banyak fosfat terlarut dari metabolisme normal.[19] Bekerja di Hamburg, Brand berusaha menciptakan batu filsuf dongeng melalui penyulingan beberapa garam dengan menguapkan urine, dan dalam prosesnya menghasilkan bahan putih yang bersinar dalam gelap dan terbakar dengan cemerlang. Ia kemudian dinamai phosphorus mirabilis ("pembawa cahaya ajaib").[49]

Proses Brand awalnya melibatkan membiarkan urin yang didiamkan selama berhari-hari hingga mengeluarkan bau yang tidak sedap. Kemudian dia merebusnya menjadi pasta, memanaskan pasta tersebut ke suhu tinggi, dan mengarahkan uapnya melalui air, di mana dia berharap mereka mengembun menjadi emas. Sebaliknya, dia memperoleh zat seperti lilin berwarna putih yang bersinar dalam gelap. Brand telah menemukan fosforus. Secara spesifik, Brand telah memroduksi amonium natrium hidrogen fosfat, (NH4)NaHPO4. Meskipun jumlahnya pada dasarnya benar (dibutuhkan sekitar 1.100 liter [290 US gal] urine untuk menghasilkan sekitar 60 g fosforus), urine tidak perlu dibiarkan membusuk terlebih dahulu. Kemudian para ilmuwan menemukan bahwa urine segar dapat menghasilkan fosforus dalam jumlah yang sama.[31]

Pada awalnya, Brand mencoba merahasiakan metodenya,[50] tetapi kemudian dia menjual resepnya seharga 200 thaler ke D. Krafft dari Dresden.[19] Krafft melakukan tur ke sebagian besar Eropa dengannya, termasuk Inggris, tempat dia bertemu dengan Robert Boyle. Rahasia tersebut—bahwa zat itu terbuat dari urine—terbongkar, dan Johann Kunckel (1630–1703) berhasil memperbanyaknya di Swedia (1678). Kemudian, Boyle di London (1680) juga berhasil membuat fosforus, kemungkinan dengan bantuan asistennya, Ambrose Godfrey-Hanckwitz. Godfrey kemudian membuat bisnis pembuatan fosforus.

Boyle menyatakan bahwa Krafft tidak memberinya informasi mengenai pembuatan fosforus selain bahwa unsur ini berasal dari "sesuatu yang termasuk dalam tubuh manusia". Ini memberi Boyle petunjuk berharga, sehingga dia pun berhasil membuat fosforus, dan menerbitkan metode pembuatannya.[19] Kemudian dia memperbaiki proses Brand dengan menggunakan pasir dalam reaksinya (masih menggunakan urine sebagai bahan dasarnya),

4 NaPO3 + 2 SiO2 + 10 C → 2 Na2SiO3 + 10 CO + P4

Robert Boyle adalah orang pertama yang menggunakan fosforus untuk menyalakan bidai kayu berujung belerang, yang merupakan pelopor korek api modern, pada tahun 1680.[51]

Fosforus adalah unsur ke-13 yang ditemukan. Karena kecenderungannya untuk terbakar secara spontan saat dibiarkan terpapar udara, kadang-kadang ia disebut sebagai "unsur Iblis".[52]

Abu tulang dan guano

sunting
 
Penambangan guano di Kepulauan Chincha Tengah, sekitar tahun 1860.

Antoine Lavoisier mengakui fosforus sebagai sebuah unsur pada tahun 1777 setelah Johan G. Gahn dan Carl W. Scheele, pada tahun 1769, menunjukkan bahwa kalsium fosfat (Ca3(PO4)2) ditemukan dalam tulang setelah fosforus elemental diambil dari abu tulang.[53]

Abu tulang adalah sumber fosforus utama hingga tahun 1840-an. Metode ini dimulai dengan memanggang tulang, kemudian menggunakan tabung kimia yang terbuat dari tanah liat api yang dibungkus dalam tanur batu bata yang sangat panas untuk menyaring produk fosforus elemental yang sangat beracun.[54] Dalam cara lain, fosfat yang diendapkan dapat dibuat dari tulang yang ditumbuk di mana lemaknya telah dihilangkan dan kemudian diolah dengan asam kuat. Selanjutnya, fosforus putih dapat dibuat dengan memanaskan fosfat yang diendapkan, mencampurnya dengan batu bara atau arang dalam panci besi, dan kemudian menyuling uap fosforus dalam tabung kimia.[55] Karbon monoksida dan gas mudah terbakar lainnya yang dihasilkan selama proses reduksi dibakar pada tumpukan suar.

Pada tahun 1840-an, produksi fosfat dunia beralih ke penambangan deposit pulau tropis yang terbentuk dari guano burung dan kelelawar (lihat pula Undang-Undang Kepulauan Guano). Penambangan ini menjadi sumber fosfat yang sangat penting untuk pembuatan pupuk pada paruh kedua abad ke-19.[56]

Batuan fosfat

sunting

Batuan fosfat, yang biasanya mengandung kalsium fosfat, pertama kali digunakan pada tahun 1850 untuk membuat fosforus, dan setelah pengenalan tanur busur listrik oleh James B. Readman pada tahun 1888[57] (dipatenkan tahun 1889),[58] produksi fosforus elemental beralih dari pemanasan abu tulang, menjadi produksi busur listrik dari batuan fosfat. Setelah sumber guano dunia menipis pada waktu yang hampir bersamaan, mineral fosfat menjadi sumber utama produksi pupuk fosfat. Produksi batuan fosfat sangat meningkat setelah Perang Dunia II, dan tetap menjadi sumber bahan kimia fosforus dan fosforus elemental global yang paling utama saat ini. Lihat artikel pada puncak fosforus untuk informasi lebih lanjut mengenai sejarah dan kondisi penambangan fosfat saat ini. Batuan fosfat tetap menjadi bahan baku dalam industri pupuk, di mana ia diolah dengan asam sulfat untuk menghasilkan berbagai produk pupuk "superfosfat".

Pembakar

sunting

Fosforus putih pertama kali dibuat secara komersial pada abad ke-19 untuk industri korek api. Produksi ini dilakukan menggunakan abu tulang sebagai sumber fosfat, seperti yang telah dijelaskan di atas. Proses abu tulang menjadi usang ketika tanur busur listrik yang terkubur untuk produksi fosforus mulai diperkenalkan untuk mengurangi batuan fosfat.[59][60] Metode tanur listrik memungkinkan produksi meningkat ke titik di mana fosforus dapat digunakan dalam senjata perang.[29][61] Dalam Perang Dunia I, ia digunakan dalam pembakar, tabir asap, dan peluru pelacak.[61] Peluru pembakar khusus dikembangkan untuk menembak Zeppelin yang berisi hidrogen yang mengudara di atas Inggris (hidrogen sangatlah mudah terbakar).[61] Semasa Perang Dunia II, bom Molotov yang terbuat dari fosforus yang dilarutkan dalam bensin didistribusikan di Inggris kepada warga sipil yang dipilih secara khusus dalam operasi perlawanan Inggris, untuk pertahanan; dan bom pembakar fosforus digunakan pada perang dalam skala besar. Fosforus yang terbakar sulit untuk dipadamkan dan jika terciprat ke kulit manusia akan mengakibatkan efek yang mengerikan.[15]

Korek api awal menggunakan fosforus putih dalam komposisinya, yang dinilai berbahaya karena toksisitasnya. Berbagai pembunuhan, bunuh diri, dan keracunan yang tidak disengaja diakibatkan oleh penggunaannya. (Sebuah kisah apokrif menceritakan tentang seorang wanita yang mencoba membunuh suaminya dengan fosforus putih dalam makanannya, yang terdeteksi dari semur yang mengeluarkan uap bercahaya).[29] Selain itu, paparan uap membuat pekerja korek api mengalami nekrosis tulang rahang yang parah, yang dikenal sebagai "rahang berfosforus". Ketika proses yang aman untuk pembuatan fosforus merah ditemukan, dengan sifat mudah terbakar dan toksisitasnya yang jauh lebih rendah, undang-undang mulai diberlakukan, di bawah Konvensi Berne (1906), yang mengharuskan pengadopsiannya sebagai alternatif yang lebih aman untuk pembuatan korek api.[62] Toksisitas fosforus putih menyebabkan penghentian penggunaannya dalam korek api.[63] Pihak Sekutu menggunakan bom pembakar fosforus dalam Perang Dunia II untuk menghancurkan Hamburg, tempat di mana sang "pembawa cahaya ajaib" pertama kali ditemukan.[49]

Produksi

sunting
 
Penambangan batuan fosfat di Nauru

Pada tahun 2017, USGS memperkirakan bahwa terdapat 68 miliar ton cadangan fosforus dunia, di mana angka cadangan ini mengacu pada jumlah yang diasumsikan dapat diperoleh kembali pada harga pasar saat ini; 0,261 miliar ton fosforus ditambang pada tahun 2016.[64] Penting bagi pertanian kontemporer, permintaan tahunannya meningkat hampir dua kali lebih cepat dari pertumbuhan populasi manusia.[39] Produksi fosforus mungkin telah mencapai puncaknya sebelum tahun 2011 dan beberapa ilmuwan memperkirakan bahwa cadangannya akan habis sebelum akhir abad ke-21.[39][65][66] Fosforus terdiri dari sekitar 0,1% massa batuan rata-rata, dan akibatnya, pasokan fosforus di Bumi sangatlah banyak, meskipun encer.[15]

Proses basah

sunting

Sebagian besar bahan yang mengandung fosforus adalah untuk pupuk pertanian. Dalam hal ini di mana standar kemurniannya sederhana, fosforus diperoleh dari batuan fosfat melalui suatu proses yang disebut dengan "proses basah." Mineral fosfat akan dicampur dengan asam sulfat untuk menghasilkan asam fosfat. Asam fosfat kemudian dinetralkan untuk menghasilkan berbagai garam fosfat, yang merupakan komponen utama dari pupuk. Dalam proses basah, fosforus tidak mengalami redoks.[67] Sekitar lima ton limbah fosfogipsum dihasilkan per ton produksi asam fosfat. Setiap tahun, perkiraan generasi fosfogipsum di seluruh dunia adalah 100 hingga 280 Mt.[68]

Proses termal

sunting

Untuk penggunaan fosforus dalam obat-obatan, detergen, dan bahan makanan, standar kemurniannya haruslah tinggi, yang menyebabkan berkembangnya proses termal. Dalam proses ini, mineral fosfat diubah menjadi fosforus putih, yang dapat dimurnikan dengan distilasi. Fosforus putih kemudian dioksidasi menjadi asam fosfat dan kemudian dinetralkan dengan basa untuk menghasilkan garam fosfat. Proses termal dilakukan dalam tanur busur terendam yang padat energi.[67] Saat ini, sekitar 1.000.000 ton pendek (910.000 t) fosforus elemental diproduksi setiap tahunnya. Kalsium fosfat (batuan fosfat), sebagian besar ditambang di Florida dan Afrika Utara, dapat dipanaskan hingga suhu 1.200–1.500 °C dengan pasir, yang sebagian besar merupakan SiO2, dan kokas untuk menghasilkan P4. Produk P4, yang bersifat volatil, mudah untuk diisolasi:[69]

4 Ca5(PO4)3F + 18 SiO2 + 30 C → 3 P4 + 30 CO + 18 CaSiO3 + 2 CaF2
2 Ca3(PO4)2 + 6 SiO2 + 10 C → 6 CaSiO3 + 10 CO + P4

Produk sampingan dari proses termal meliputi ferofosforus, bentuk mentah dari Fe2P, yang dihasilkan dari pengotor besi dalam prekursor mineral. Terak silikat adalah bahan konstruksi yang berguna. Fosforus fluorida terkadang diperoleh kembali untuk digunakan dalam fluoridasi air. Yang lebih bermasalah adalah "lumpur" yang mengandung fosforus putih dalam jumlah yang signifikan. Produksi fosforus putih dilakukan di fasilitas besar sebagian besar karena ia padat energi. Fosforus putih diangkut dalam bentuk cair. Beberapa kecelakaan besar telah terjadi selama transportasi.[70]

Rute historis

sunting

Secara historis, sebelum pengembangan ekstraksi berbasis mineral, fosforus putih diisolasi pada skala industri dari abu tulang.[71] Dalam proses ini, trikalsium fosfat dalam abu tulang diubah menjadi monokalsium fosfat dengan asam sulfat:

Ca3(PO4)2 + 2 H2SO4 → Ca(H2PO4)2 + 2 CaSO4

Monokalsium fosfat kemudian didehidrasi menjadi metafosfat yang sesuai:

Ca(H2PO4)2 → Ca(PO3)2 + 2 H2O

Ketika dinyalakan dengan api putih (~1300 °C) dengan arang, kalsium metafosfat akan menghasilkan fosforus sebesar dua pertiga dari total beratnya, sementara sepertiga fosforus sisanya akan tetap dalam residu sebagai kalsium ortofosfat:

3 Ca(PO3)2 + 10 C → Ca3(PO4)2 + 10 CO + P4

Aplikasi

sunting

Penghambat nyala

sunting

Senyawa fosforus digunakan sebagai penghambat nyala. Bahan dan pelapis penghambat nyala yang berbasis fosforus sekarang telah dikembangkan.[72]

Aditif makanan

sunting

Fosforus adalah mineral penting bagi manusia yang tercantum dalam Asupan Referensi Diet (DRI).

Asam fosfat tingkat makanan (aditif E338[73]) digunakan untuk mengasamkan makanan dan minuman seperti berbagai kola dan selai, memberikan rasa tajam atau masam. Asam fosfat juga berfungsi sebagai bahan pengawet.[74] Minuman ringan yang mengandung asam fosfat, misalnya Coca-Cola, terkadang disebut soda fosfat. Asam fosfat dalam minuman ringan berpotensi menyebabkan erosi gigi.[75] Asam fosfat juga berpotensi berkontribusi dalam pembentukan batu ginjal, terutama pada mereka yang sebelumnya pernah mengalami batu ginjal.[76]

Fosforus adalah nutrisi tanaman yang esensial (nutrisi yang paling sering membatasi, setelah nitrogen),[77] dan sebagian besar dari semua produksi fosforus adalah asam fosfat pekat untuk pupuk pertanian, mengandung P2O5 sebanyak 70% hingga 75%. Produksi tersebut menyebabkan peningkatan besar dalam produksi fosfat (PO43−) pada paruh kedua abad ke-20.[39] Pemupukan fosfat buatan diperlukan karena fosforus sangat penting untuk semua organisme hidup; ia terlibat dalam transfer energi, kekuatan akar dan batang, fotosintesis, perluasan akar tumbuhan, pembentukan biji dan bunga, dan faktor penting lainnya yang memengaruhi kesehatan tanaman dan genetika secara keseluruhan.[77]

Senyawa pembawa fosforus alami sebagian besar tidak dapat diakses oleh tumbuhan karena rendahnya kelarutan dan mobilitas dalam tanah.[78] Sebagian besar fosforus sangat stabil dalam mineral tanah atau bahan organik tanah. Bahkan ketika fosforus ditambahkan ke dalam pupuk atau pupuk kandang, fosforus dapat terfiksasi di dalam tanah. Karena itu, siklus alami fosforus sangatlah lambat. Beberapa fosforus yang terfiksasi akan dilepaskan lagi dari waktu ke waktu, mempertahankan pertumbuhan tumbuhan liar, namun lebih banyak fosforus yang dibutuhkan untuk mempertahankan budidaya tanaman secara intensif.[79] Pupuk yang digunakan sering berupa superfosfat kapur, campuran kalsium dihidrogen fosfat (Ca(H2PO4)2), dan kalsium sulfat dihidrat (CaSO4·2H2O) yang dihasilkan dari reaksi asam sulfat dan air dengan kalsium fosfat.

Pengolahan mineral fosfat dengan asam sulfat untuk mendapatkan pupuk sangatlah penting bagi ekonomi global sehingga ini adalah pasar industri utama untuk asam sulfat dan penggunaan industri dari belerang elemental terbesar.[80]

Senyawa yang banyak digunakan Kegunaan
Ca(H2PO4)2·H2O Bubuk pengembang dan pupuk
CaHPO4·2H2O Aditif makanan hewan, bubuk gigi
H3PO4 Pembuatan pupuk fosfat
PCl3 Pembuatan POCl3 dan pestisida
POCl3 Pembuatan pemlastis
P4S10 Pembuatan aditif dan pestisida
Na5P3O10 Detergen

Organofosforus

sunting

Fosforus putih banyak digunakan untuk membuat senyawa organofosforus melalui perantara klorida fosforus serta dua sulfida fosforus, fosforus pentasulfida dan fosforus sesquisulfida.[81] Senyawa organofosforus memiliki banyak aplikasi, termasuk dalam pemlastis, penghambat nyala, pestisida, agen ekstraksi, agen saraf, dan penjernihan air.[15][82]

Aspek metalurgi

sunting

Fosforus juga merupakan komponen penting dalam produksi baja, pembuatan perunggu fosfor, dan banyak produk terkait lainnya.[83][84] Fosforus ditambahkan pada logam tembaga selama proses peleburannya untuk bereaksi dengan oksigen yang ada sebagai pengotor dalam tembaga, dan untuk menghasilkan paduan tembaga yang mengandung fosforus (CuOFP) dengan ketahanan perapuhan hidrogen yang lebih tinggi daripada tembaga normal.[85] Pelapisan konversi fosfat adalah perlakuan kimia yang diterapkan pada bagian baja untuk meningkatkan ketahanan korosinya.

Korek api

sunting
 
Permukaan dari bagian ujung korek api yang terbuat dari campuran fosforus merah, lem, dan kaca tanah. Serbuk kaca digunakan untuk meningkatkan gesekan.

Korek api batang dengan kepala fosforus pertama ditemukan oleh Charles Sauria pada tahun 1830. Korek api ini (dan modifikasi selanjutnya) dibuat dengan kepala fosforus putih, sebuah senyawa pelepas oksigen (kalium klorat, timbal dioksida, atau terkadang nitrat), dan pengikat. Mereka bersifat racun bagi para pekerja di pabrik pembuatan,[86] sensitif terhadap kondisi penyimpanan, beracun jika tertelan, dan berbahaya bila secara tidak sengaja tersulut pada permukaan yang kasar.[87][88] Produksi korek api ini mulai dilarang di beberapa negara antara tahun 1872 dan 1925.[89] Konvensi Berne internasional, yang diratifikasi pada tahun 1906, melarang penggunaan fosforus putih dalam korek api.

Akibatnya, korek api fosforus secara bertahap digantikan oleh alternatif yang lebih aman. Sekitar tahun 1900, kimiawan Prancis Henri Sévène dan Emile David Cahen menemukan korek api batang yang lebih modern, di mana fosforus putih digantikan oleh fosforus sesquisulfida (P4S3), sebuah senyawa tidak beracun dan nonpiroforik yang akan tersulut di bawah gesekan. Untuk sementara waktu, korek api batang yang lebih aman ini cukup populer, tetapi dalam jangka panjang mereka digantikan oleh korek api modern yang lebih aman.

Korek api yang lebih aman ini sangat sulit dinyalakan di permukaan apa pun selain penyulut striker khusus. Strip ini berisi fosforus merah yang tidak beracun, dan kepala koreknya berisi kalium klorat, sebuah senyawa pelepas oksigen. Saat digesek, sedikit abrasi dari kepala korek api dan strip penyulut dicampur dengan erat untuk membuat campuran Armstrong, komposisi yang sangat sensitif terhadap sentuhan. Serbuk halus langsung menyala dan memberikan percikan awal untuk mematikan kepala korek api. Korek api ini memisahkan kedua komponen campuran pengapian hingga korek api digesek. Ini adalah keunggulan keamanan utama karena mencegah pengapian yang tidak disengaja. Meskipun demikian, korek api ini, yang ditemukan pada tahun 1844 oleh Gustaf E. Pasch and market ready by the 1860s, dan siap dipasarkan pada tahun 1860-an, tidak diterima oleh konsumen hingga pelarangan fosforus putih. Penggunaan strip penyulut khusus dianggap sesuatu hal yang aneh saat itu.[20][81][90]

Pelunakan air

sunting

Natrium tripolifosfat yang terbuat dari asam fosfat digunakan dalam detergen cucian di beberapa negara, tetapi dilarang untuk penggunaan ini di beberapa negara lain.[22] Senyawa ini melembutkan air untuk meningkatkan kinerja detergen dan untuk mencegah korosi pada pipa/tabung ketel.[91]

Serbaneka

sunting
  • Fosfat digunakan untuk membuat kaca khusus untuk digunakan dalam lampu natrium.[22]
  • Abu tulang, kalsium fosfat, digunakan dalam produksi porselen halus.[22]
  • Asam fosfat yang terbuat dari fosforus elemental digunakan dalam aplikasi makanan seperti minuman ringan, dan sebagai titik awal untuk fosfat tingkat makanan.[81] Mereka meliputi monokalsium fosfat untuk bubuk pengembang dan natrium tripolifosfat.[81] Fosfat digunakan untuk memperbaiki karakteristik daging olahan dan keju, serta pasta gigi.[81]
  • Fosforus putih, yang disebut "WP" (istilah slang "Willie Peter") digunakan dalam aplikasi militer sebagai bom pembakar, untuk tabir asap sebagai pot asap dan bom asap, serta amunisi pelacak. Ia juga merupakan bagian dari granat tangan A.S. Fosforus Putih M34 yang sudah usang. Granat serbaguna ini banyak digunakan untuk persinyalan, tabir asap, dan inflamasi; ia juga dapat menyebabkan luka bakar yang parah dan berdampak psikologis pada musuh.[92] Penggunaan militer fosforus putih telah dibatasi oleh hukum internasional.
  • 32P dan 33P digunakan sebagai pelacak radioaktif di laboratorium biokimia.[93]

Peran biologis

sunting

Fosforus anorganik dalam bentuk fosfat PO3−4 diperlukan untuk semua bentuk kehidupan yang diketahui.[94] Fosforus memainkan peran utama dalam kerangka struktural DNA dan RNA. Sel hidup menggunakan fosfat untuk mengangkut energi seluler dengan adenosina trifosfat (ATP), yang diperlukan untuk setiap proses seluler yang menggunakan energi. ATP juga penting untuk fosforilasi, peristiwa pengaturan utama dalam sel. Fosfolipid adalah komponen struktural utama dari semua membran sel. Garam kalsium fosfat membantu dalam mengeraskan tulang.[15] Ahli biokimia biasanya menggunakan singkatan "Pi" untuk merujuk pada fosfat anorganik.[95]

Setiap sel hidup terbungkus dalam membran yang memisahkannya dari lingkungannya. Membran sel terdiri dari matriks fosfolipid dan protein, biasanya dalam bentuk dwilapis. Fosfolipid berasal dari gliserol dengan dua proton gliserol hidroksil (OH) digantikan oleh asam lemak sebagai ester, dan proton hidroksil ketiga telah diganti dengan fosfat yang terikat pada alkohol lain.[96]

Rata-rata manusia dewasa mengandung sekitar 0,7 kg fosforus, sekitar 85–90% di antaranya berada dalam tulang dan gigi dalam bentuk apatit, dan sisanya berada dalam jaringan lunak dan cairan ekstraseluler (~1%). Kandungan fosforus meningkat dari sekitar 0,5% massa pada masa bayi menjadi 0,65–1,1% massa pada orang dewasa. Konsentrasi fosforus rata-rata dalam darah adalah sekitar 0,4 g/L, sekitar 70% dari mereka adalah fosfat organik dan 30% sisanya adalah anorganik.[97] Orang dewasa dengan pola makan sehat akan mengonsumsi dan mengeluarkan sekitar 1–3 gram fosforus per hari, dengan konsumsi dalam bentuk fosfat anorganik dan biomolekul yang mengandung fosforus seperti asam nukleat dan fosfolipid; dan ekskresi hampir secara eksklusif dalam bentuk ion fosfat seperti H2PO4 dan HPO2−4. Hanya sekitar 0,1% fosfat tubuh yang bersirkulasi dalam darah, sejajar dengan jumlah fosfat yang tersedia untuk sel jaringan lunak.

Tulang dan enamel gigi

sunting

Komponen utama tulang adalah hidroksiapatit serta bentuk amorf kalsium fosfat, mungkin meliputi karbonat. Hidroksiapatit merupakan komponen enamel gigi yang utama. Fluoridasi air meningkatkan daya tahan gigi terhadap pembusukan dengan mengubah sebagian mineral ini menjadi bahan yang lebih keras yang disebut fluoroapatit:[15]

Ca5(PO4)3OH + FCa5(PO4)3F + OH

Defisiensi fosforus

sunting

Dalam kedokteran, sindrom defisiensi fosfat dapat disebabkan oleh malnutrisi, kegagalan dalam penyerapan fosfat, dan sindrom metabolik yang menarik fosfat dari darah,[98] atau membuang terlalu banyak fosfat ke dalam urine. Semuanya ditandai dengan hipofosfatemia, yaitu kondisi rendahnya kadar fosfat terlarut dalam serum darah dan di dalam sel. Gejala hipofosfatemia meliputi disfungsi neurologis serta gangguan otot dan sel darah karena kekurangan ATP. Terlalu banyak fosfat dapat menyebabkan diare dan pengapuran (pengerasan) organ dan jaringan lunak, serta dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk menggunakan zat besi, kalsium, magnesium, dan seng.[99]

Fosforus adalah sebuah makromineral untuk tumbuhan, yang dipelajari secara ekstensif dalam edafologi untuk memahami serapan tumbuhan dari sistem tanah. Fosforus adalah faktor pembatas di banyak ekosistem; yaitu, kelangkaan fosforus akan membatasi laju pertumbuhan organisme. Kelebihan fosforus juga dapat menimbulkan masalah, terutama dalam sistem perairan di mana eutrofikasi terkadang akan menyebabkan ledakan ganggang.[39]

Nutrisi

sunting

Rekomendasi diet

sunting

Institut Kedokteran A.S. (IOM) memperbarui Kebutuhan Perkiraan Rata-rata (EAR) dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk fosforus pada tahun 1997. Jika tidak terdapat informasi yang cukup untuk menetapkan EAR dan AKG, perkiraan Asupan Adekuat (AI) digunakan sebagai gantinya. Saat ini, EAR fosforus untuk orang berusia 19 tahun ke atas adalah 580 mg/hari, sedangkan AKG-nya adalah 700 mg/hari. Nilai AKG ini lebih tinggi daripada EAR untuk mengidentifikasi jumlah yang akan mencakup orang dengan persyaratan lebih tinggi dari rata-rata. AKG untuk ibu hamil dan ibu menyusui juga 700 mg/hari. Untuk orang berusia 1–18 tahun, AKG-nya meningkat seiring bertambahnya usia, mulai dari 460 hingga 1250 mg/hari. Mengenai keamanan, IOM menetapkan Batas Atas Asupan (UL) untuk vitamin dan mineral apabila bukti telah cukup. Dalam kasus fosforus, UL-nya adalah 4000 mg/hari. Secara kolektif, EAR, AKG, AI, dan UL disebut sebagai Asupan Referensi Diet (DRI).[100]

Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA) merujuk kumpulan informasi kolektif tersebut sebagai Nilai Referensi Diet, dengan Asupan Referensi Penduduk (PRI) alih-alih AKG, dan Kebutuhan Rata-rata alih-alih EAR. AI dan UL didefinisikan sama seperti di Amerika Serikat. Untuk orang berusia 15 tahun ke atas, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui, AI-nya ditetapkan sebesar 550 mg/hari. Untuk anak usia 4–10, AI-nya adalah 440 mg/hari, dan untuk usia 11–17, AI-nya adalah 640 mg/hari. Nilai AI ini lebih rendah daripada nilai AKG A.S.. Dalam kedua sistem tersebut, remaja membutuhkan lebih banyak fosforus daripada orang dewasa.[101] Otoritas Keamanan Makanan Eropa meninjau pertanyaan keamanan yang sama dan memutuskan bahwa tidak ada cukup informasi untuk menetapkan UL.[102]

Untuk tujuan pelabelan makanan dan suplemen makanan A.S., jumlah dalam satu porsi dinyatakan sebagai persentase dari Nilai Harian (%DV). Untuk tujuan pelabelan fosforus, 100% dari Nilai Harian adalah 1000 mg, tetapi pada 27 Mei 2016 direvisi menjadi 1250 mg agar sesuai dengan AKG.[103][104] Tabel Nilai Harian untuk orang dewasa yang lama dan baru disediakan di Asupan Referensi Harian.

Sumber makanan

sunting

Sumber makanan utama fosforus adalah sama dengan yang mengandung protein, meskipun protein tidak mengandung fosforus. Misalnya, susu, daging, dan kedelai biasanya juga mengandung fosforus. Sebagai aturan, jika suatu makanan mengandung protein dan kalsium yang cukup, jumlah fosforus mungkin juga cukup.[105]

Pencegahan

sunting
 
Ledakan fosforus

Senyawa organik fosforus membentuk kelas bahan yang luas; banyak yang dibutuhkan untuk kehidupan, tetapi beberapa lainnya sangat beracun. Ester fluorofosfat adalah salah satu neurotoksin paling kuat yang diketahui. Berbagai macam senyawa organofosforus digunakan karena toksisitasnya sebagai pestisida (herbisida, insektisida, fungisida, dll.) dan dijadikan senjata sebagai agen saraf untuk melawan musuh manusia. Sebagian besar fosfat anorganik adalah nutrisi yang penting dan relatif tidak beracun.[15]

Alotrop fosforus putih menghadirkan bahaya yang signifikan karena ia dapat terbakar di udara dan menghasilkan residu asam fosfat. Keracunan fosforus putih kronis akan menyebabkan nekrosis rahang yang disebut "rahang berfosforus". Fosforus putih bersifat racun, menyebabkan kerusakan hati yang parah saat tertelan dan dapat menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai "Sindrom Kotoran Berasap".[106]

Di masa lalu, paparan eksternal terhadap fosforus elemental diobati dengan mencuci area yang terkena dengan larutan tembaga sulfat 2% untuk membentuk senyawa tidak berbahaya yang kemudian dicuci. Menurut US Navy's Treatment of Chemical Agent Casualties and Conventional Military Chemical Injuries: FM8-285: Part 2 Conventional Military Chemical Injuries yang dikeluarkan baru-baru ini, "Tembaga(II) telah digunakan oleh personel A.S. di masa lalu dan masih digunakan oleh beberapa negara. Namun, tembaga sulfat bersifat racun dan penggunaannya akan dihentikan. Tembaga sulfat dapat menyebabkan toksisitas ginjal dan serebral serta hemolisis intravaskular."[107]

Manual tersebut menyarankan "sebuah larutan bikarbonat untuk menetralkan asam fosfat, yang kemudian akan memungkinkan penghilangan fosforus putih yang terlihat. Partikel-partikel itu sering dapat ditemukan melalui emisi asapnya saat udara menerpa mereka, atau melalui fosforesensinya dalam gelap. Di lingkungan yang gelap, fragmen-fragmen itu akan terlihat sebagai bintik-bintik bercahaya. Segera lakukan debridemen pada luka bakar jika kondisi pasien akan memungkinkan penghapusan bit WP (fosforus putih) yang mungkin terserap nantinya dan mungkin menghasilkan keracunan sistemik. JANGAN oleskan salep berbahan dasar minyak sampai yakin bahwa semua WP telah dihilangkan. Setelah partikel benar-benar hilang, obati lesi sebagai luka bakar termal."[note 1][butuh rujukan] Karena fosforus putih mudah bercampur dengan minyak, zat atau salep berminyak apa pun, penggunaan obatnya tidak disarankan hingga area dibersihkan secara menyeluruh dan semua fosforus putih dihilangkan.

Orang-orang dapat terpapar fosforus di tempat kerja melalui inhalasi, ingesti, kontak kulit, dan kontak mata. Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (OSHA) telah menetapkan batas paparan fosforus (batas paparan yang diizinkan, PEL) di tempat kerja sebesar 0,1 mg/m3 selama 8 jam kerja. Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH) telah menetapkan batas paparan yang direkomendasikan (REL) sebesar 0,1 mg/m3 selama 8 jam kerja. Pada kadar 5 mg/m3, fosforus akan langsung berbahaya bagi kehidupan dan kesehatan.[108]

Status Daftar I DEA A.S.

sunting

Fosforus dapat mereduksi iodin elemental menjadi asam iodida, yang merupakan reagen yang efektif untuk mereduksi efedrina atau pseudoefedrina menjadi metamfetamina.[109] Untuk alasan ini, fosforus merah dan putih ditetapkan oleh Badan Narkotika Amerika Serikat (DEA) sebagai bahan kimia prekursor Daftar I di bawah 21 CFR 1310.02, yang mulai diberlakukan pada 17 November 2001.[110] Di Amerika Serikat, penangan fosforus merah atau putih tunduk pada kontrol peraturan yang ketat.[110][111][112]

Lihat pula

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ WP (fosforus putih) akan menunjukkan kemiluminesensi saat terpapar udara dan jika terdapat WP pada luka, ditutupi oleh jaringan atau cairan seperti serum darah, ia tidak akan menyala sampai terkena udara, yang membutuhkan ruangan yang sangat gelap dan mata yang beradaptasi dengan gelap untuk dapat terlihat jelas

Referensi

sunting
  1. ^ (Indonesia) "Fosforus". KBBI Daring. Diakses tanggal 17 Juli 2022. 
  2. ^ "Phosphorus: Chemical Element". Encyclopædia Britannica. 
  3. ^ Wang, Yuzhong; Xie, Yaoming; Wei, Pingrong; King, R. Bruce; Schaefer, Iii; Schleyer, Paul v. R.; Robinson, Gregory H. (2008). "Carbene-Stabilized Diphosphorus". Journal of the American Chemical Society. 130 (45): 14970–1. doi:10.1021/ja807828t. PMID 18937460. 
  4. ^ Ellis, Bobby D.; MacDonald, Charles L. B. (2006). "Phosphorus(I) Iodide: A Versatile Metathesis Reagent for the Synthesis of Low Oxidation State Phosphorus Compounds". Inorganic Chemistry. 45 (17): 6864–74. doi:10.1021/ic060186o. PMID 16903744. 
  5. ^ Lide, D. R., ed. (2005). "Magnetic susceptibility of the elements and inorganic compounds". CRC Handbook of Chemistry and Physics (PDF) (edisi ke-86). Boca Raton (FL): CRC Press. ISBN 0-8493-0486-5. 
  6. ^ Weast, Robert (1984). CRC, Handbook of Chemistry and Physics. Boca Raton, Florida: Chemical Rubber Company Publishing. hlm. E110. ISBN 0-8493-0464-4. 
  7. ^ cf. "Memoir on Combustion in General" Mémoires de l'Académie Royale des Sciences 1777, 592–600. from Henry Marshall Leicester and Herbert S. Klickstein, A Source Book in Chemistry 1400–1900 (New York: McGraw Hill, 1952)
  8. ^ a b A. Holleman; N. Wiberg (1985). "XV 2.1.3". Lehrbuch der Anorganischen Chemie (edisi ke-33). de Gruyter. ISBN 3-11-012641-9. 
  9. ^ a b Abundance Diarsipkan 2016-11-20 di Wayback Machine.. ptable.com
  10. ^ Simon, Arndt; Borrmann, Horst; Horakh, Jörg (1997). "On the Polymorphism of White Phosphorus". Chemische Berichte. 130 (9): 1235–1240. doi:10.1002/cber.19971300911. 
  11. ^ a b Cossairt, Brandi M.; Cummins, Christopher C.; Head, Ashley R.; Lichtenberger, Dennis L.; Berger, Raphael J. F.; Hayes, Stuart A.; Mitzel, Norbert W.; Wu, Gang (1 Juni 2010). "On the Molecular and Electronic Structures of AsP3 and P4". Journal of the American Chemical Society. 132 (24): 8459–8465. doi:10.1021/ja102580d. ISSN 0002-7863. PMID 20515032. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-24. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  12. ^ Welford C. Roberts; William R. Hartley (1992-06-16). Drinking Water Health Advisory: Munitions (edisi ke-illustrated). CRC Press, 1992. hlm. 399. ISBN 0873717546. 
  13. ^ Marie-Thérèse Averbuch-Pouchot; A. Durif (1996). Topics in Phosphate Chemistry. World Scientific, 1996. hlm. 3. ISBN 9810226349. 
  14. ^ Simon, Arndt; Borrmann, Horst; Horakh, Jörg (September 1997). "On the Polymorphism of White Phosphorus". Chemische Berichte. 130 (9): 1235–1240. doi:10.1002/cber.19971300911. ISSN 0009-2940. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-24. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  15. ^ a b c d e f g h i j k l m n Greenwood, N. N.; & Earnshaw, A. (1997). Chemistry of the Elements (Edisi ke-2), Oxford:Butterworth-Heinemann. ISBN 0-7506-3365-4.
  16. ^ Piro, N. A.; Figueroa, J. S.; McKellar, J. T.; Cummins, C. C. (2006). "Triple-Bond Reactivity of Diphosphorus Molecules". Science. 313 (5791): 1276–9. Bibcode:2006Sci...313.1276P. doi:10.1126/science.1129630. PMID 16946068. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-03-16. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  17. ^ a b c Berger, L. I. (1996). Semiconductor materials . CRC Press. hlm. 84. ISBN 0-8493-8912-7. 
  18. ^ Shen, Z; Yu, JC (2016). "Nanostructured elemental photocatalysts: Development and challenges". Dalam Yamashita, H; Li, H. Nanostructured Photocatalysts: Advanced Functional Materials. Swiss: Springer. hlm. 295–312 (301). ISBN 978-3-319-26077-8. 
  19. ^ a b c d e Parkes & Mellor 1939, hlm. 717
  20. ^ a b Egon Wiberg; Nils Wiberg; Arnold Frederick Holleman (2001). Inorganic chemistry. Academic Press. hlm. 683–684, 689. ISBN 978-0-12-352651-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-24. Diakses tanggal 16 Juni 2023. 
  21. ^ Parkes & Mellor 1939, hlm. 721–722
  22. ^ a b c d Hammond, C. R. (2000). The Elements, in Handbook of Chemistry and Physics (edisi ke-81). CRC press. ISBN 0-8493-0481-4. 
  23. ^ A. Brown; S. Runquist (1965). "Refinement of the crystal structure of black phosphorus". Acta Crystallogr. 19 (4): 684–685. doi:10.1107/S0365110X65004140. 
  24. ^ Cartz, L.; Srinivasa, S.R.; Riedner, R.J.; Jorgensen, J.D.; Worlton, T.G. (1979). "Effect of pressure on bonding in black phosphorus". Journal of Chemical Physics. 71 (4): 1718–1721. Bibcode:1979JChPh..71.1718C. doi:10.1063/1.438523. 
  25. ^ Lange, Stefan; Schmidt, Peer; Nilges, Tom (2007). "Au3SnP7@Black Phosphorus: An Easy Access to Black Phosphorus". Inorg. Chem. 46 (10): 4028–35. doi:10.1021/ic062192q. PMID 17439206. 
  26. ^ Robert Engel (18 Desember 2003). Synthesis of Carbon-Phosphorus Bonds (edisi ke-2). CRC Press, 2003. hlm. 11. ISBN 0203998243. 
  27. ^ "Nobel Prize in Chemistry 1956 – Presentation Speech by Professor A. Ölander (committee member)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-03. Diakses tanggal 16 Juni 2023. 
  28. ^ "Phosphorus Topics page, at Lateral Science". Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 Februari 2009. Diakses tanggal 16 Juni 2023. 
  29. ^ a b c Emsley, John (2000). The Shocking History of Phosphorus. London: Macmillan. ISBN 0-330-39005-8. 
  30. ^ Vanzee, Richard J.; Khan, Ahsan U. (1976). "The phosphorescence of phosphorus". The Journal of Physical Chemistry. 80 (20): 2240–2242. doi:10.1021/j100561a021. 
  31. ^ a b Michael A. Sommers (15 Agustus 2007). Phosphorus. The Rosen Publishing Group, 2007. hlm. 25. ISBN 978-1404219601. 
  32. ^ Audi, G.; Kondev, F. G.; Wang, M.; Huang, W. J.; Naimi, S. (2017). "The NUBASE2016 evaluation of nuclear properties" (PDF). Chinese Physics C. 41 (3): 030001. Bibcode:2017ChPhC..41c0001A. doi:10.1088/1674-1137/41/3/030001. 
  33. ^ Neufcourt, L.; Cao, Y.; Nazarewicz, W.; Olsen, E.; Viens, F. (2019). "Neutron drip line in the Ca region from Bayesian model averaging". Physical Review Letters. 122 (6): 062502–1–062502–6. arXiv:1901.07632 . Bibcode:2019PhRvL.122f2502N. doi:10.1103/PhysRevLett.122.062502. PMID 30822058. 
  34. ^ "Phosphorus-32" (PDF). University of Michigan Department of Occupational Safety & Environmental Health. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 28 Mei 2016. Diakses tanggal 16 Juni 2023. 
  35. ^ Koo, B.-C.; Lee, Y.-H.; Moon, D.-S.; Yoon, S.-C.; Raymond, J. C. (2013). "Phosphorus in the Young Supernova Remnant Cassiopeia A". Science. 342 (6164): 1346–8. arXiv:1312.3807 . Bibcode:2013Sci...342.1346K. doi:10.1126/science.1243823. PMID 24337291. 
  36. ^ Rivilla, V. M.; Drozdovskaya, M. N.; Altwegg, K.; Caselli, P.; Beltrán, M. T.; Fontani, F.; van der Tak, F. F. S.; Cesaroni, R.; Vasyunin, A.; Rubin, M.; Lique, F.; Marinakis, S.; Testi, L. (2019). "ALMA and ROSINA detections of phosphorus-bearing molecules: the interstellar thread between star-forming regions and comets". Monthly Notices of the Royal Astronomical Society. 492: 1180–1198. arXiv:1911.11647 . doi:10.1093/mnras/stz3336. 
  37. ^ ESO (15 Januari 2020). "Astronomers reveal interstellar thread of one of life's building blocks". Phys.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-17. Diakses tanggal 16 Juni 2023. 
  38. ^ "Phosphate Rock: Statistics and Information". USGS. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-01-09. Diakses tanggal 16 Juni 2023. 
  39. ^ a b c d e Philpott, Tom (March–April 2013). "You Need Phosphorus to Live—and We're Running Out". Mother Jones. 
  40. ^ Klein, Cornelis dan Cornelius S. Hurlbut, Jr., Manual of Mineralogy, Wiley, 1985, edisi ke-20, hlm. 360, ISBN 0-471-80580-7
  41. ^ Threlfall 1951, hlm. 51
  42. ^ Arthur D. F. Toy (22 Oktober 2013). The Chemistry of Phosphorus. Elsevier, 2013. hlm. 389. ISBN 978-1483147413. 
  43. ^ D. E. C. Corbridge "Phosphorus: An Outline of its Chemistry, Biochemistry, and Technology" Edisi ke-5 Elsevier: Amsterdam 1995. ISBN 0-444-89307-5.
  44. ^ Kutzelnigg, W. (1984). "Chemical Bonding in Higher Main Group Elements" (PDF). Angew. Chem. Int. Ed. Engl. 23 (4): 272–295. doi:10.1002/anie.198402721. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-04-16. Diakses tanggal 16 Juni 2023. 
  45. ^ Mark, J. E.; Allcock, H. R.; West, R. "Inorganic Polymers" Prentice Hall, Englewood, NJ: 1992. ISBN 0-13-465881-7.
  46. ^ Heal, H. G. "The Inorganic Heterocyclic Chemistry of Sulfur, Nitrogen, and Phosphorus" Academic Press: London; 1980. ISBN 0-12-335680-6.
  47. ^ Weeks, Mary Elvira (1932). "The discovery of the elements. II. Elements known to the alchemists". Journal of Chemical Education. 9 (1): 11. Bibcode:1932JChEd...9...11W. doi:10.1021/ed009p11. 
  48. ^ Beatty, Richard (2000). Phosphorus. Marshall Cavendish. hlm. 7. ISBN 0-7614-0946-7. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-24. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  49. ^ a b Schmundt, Hilmar (21 April 2010), "Experts Warn of Impending Phosphorus Crisis" Diarsipkan 2012-01-27 di Wayback Machine., Der Spiegel.
  50. ^ Stillman, J. M. (1960). The Story of Alchemy and Early Chemistry. New York: Dover. hlm. 418–419. ISBN 0-7661-3230-7. 
  51. ^ Baccini, Peter; Paul H. Brunner (2012-02-10). Metabolism of the Anthroposphere. MIT Press, 2012. hlm. 288. ISBN 978-0262300544. 
  52. ^ Emsley, John (7 Januari 2002). The 13th Element: The Sordid Tale of Murder, Fire, and Phosphorus. John Wiley & Sons. ISBN 978-0-471-44149-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-24. Diakses tanggal 17 Juni 2023. 
  53. ^ cf. "Memoir on Combustion in General Diarsipkan 2013-06-05 di Wayback Machine." Mémoires de l'Académie Royale des Sciences 1777, 592–600. dari Henry Marshall Leicester dan Herbert S. Klickstein, A Source Book in Chemistry 1400–1900 (New York: McGraw Hill, 1952)
  54. ^ Thomson, Robert Dundas (1870). Dictionary of chemistry with its applications to mineralogy, physiology and the arts. Rich. Griffin and Company. hlm. 416. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-24. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  55. ^ Threlfall 1951, hlm. 49–66
  56. ^ Robert B. Heimann; Hans D. Lehmann (2015-03-10). Bioceramic Coatings for Medical Implants. John Wiley & Sons, 2015. hlm. 4. ISBN 978-3527684007. 
  57. ^ The Chemistry of Phosphorus, by Arthur Toy
  58. ^ US patent 417943
  59. ^ Threlfall 1951, hlm. 81–101
  60. ^ Parkes & Mellor 1939, hlm. 718–720.
  61. ^ a b c Threlfall 1951, hlm. 167–185
  62. ^ Lewis R. Goldfrank; Neal Flomenbaum; Mary Ann Howland; Robert S. Hoffman; Neal A. Lewin; Lewis S. Nelson (2006). Goldfrank's toxicologic emergencies. McGraw-Hill Professional. hlm. 1486–1489. ISBN 0-07-143763-0. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-24. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  63. ^ The White Phosphorus Matches Prohibition Act, 1908.
  64. ^ "Phosphate Rock" (PDF). USGS. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2017-05-13. Diakses tanggal 17 Juni 2023. 
  65. ^ Lewis, Leo (23 Juni 2008). "Scientists warn of lack of vital phosphorus as biofuels raise demand". The Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-10. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  66. ^ Grantham, Jeremy (12 November 2012). "Be persuasive. Be brave. Be arrested (if necessary)". Nature. 491 (7424): 303. Bibcode:2012Natur.491..303G. doi:10.1038/491303a . PMID 23151541. 
  67. ^ a b Geeson, Michael B.; Cummins, Christopher C. (2020). "Let's Make White Phosphorus Obsolete". ACS Central Science. 6 (6): 848–860. doi:10.1021/acscentsci.0c00332. PMC 7318074 . PMID 32607432. 
  68. ^ Tayibi, Hanan; Choura, Mohamed; López, Félix A.; Alguacil, Francisco J.; López-Delgado, Aurora (2009). "Environmental Impact and Management of Phosphogypsum". Journal of Environmental Management. 90 (8): 2377–2386. doi:10.1016/j.jenvman.2009.03.007. hdl:10261/45241 . PMID 19406560. 
  69. ^ Shriver, Atkins. Inorganic Chemistry, Edisi Kelima. W. H. Freeman and Company, New York; 2010; hlm. 379.
  70. ^ "ERCO and Long Harbour". Memorial University of Newfoundland and the C.R.B. Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-01. Diakses tanggal 17 Juni 2023. 
  71. ^ Von Wagner, Rudolf (1897). Manual of chemical technology. New York: D. Appleton & Co. hlm. 411. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-24. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  72. ^ Naiker, Vidhukrishnan E.; Mestry, Siddhesh; Nirgude, Tejal; Gadgeel, Arjit; Mhaske, S. T. (1 Januari 2023). "Recent developments in phosphorous-containing bio-based flame-retardant (FR) materials for coatings: an attentive review". Journal of Coatings Technology and Research (dalam bahasa Inggris). 20 (1): 113–139. doi:10.1007/s11998-022-00685-z. ISSN 1935-3804. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-24. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  73. ^ "Current EU approved additives and their E Numbers". Foods Standards Agency. 14 Maret 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 Agustus 2013. Diakses tanggal 17 Juni 2023. 
  74. ^ "Why is phosphoric acid used in some Coca‑Cola drinks?| Frequently Asked Questions | Coca-Cola GB". www.coca-cola.co.uk (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 Agustus 2021. Diakses tanggal 17 Juni 2023. 
  75. ^ Moynihan, P. J. (23 November 2002). "Dietary advice in dental practice". British Dental Journal. 193 (10): 563–568. doi:10.1038/sj.bdj.4801628 . PMID 12481178. 
  76. ^ Qaseem, A; Dallas, P; Forciea, MA; Starkey, M; et al. (4 November 2014). "Dietary and pharmacologic management to prevent recurrent nephrolithiasis in adults: A clinical practice guideline from the American College of Physicians". Annals of Internal Medicine. 161 (9): 659–67. doi:10.7326/M13-2908 . PMID 25364887. 
  77. ^ a b Etesami, H. (2019). Nutrient Dynamics for Sustainable Crop Production. Springer. hlm. 217. ISBN 9789811386602. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-17. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  78. ^ "Soil Phosphorous" (PDF). United States Department of Agriculture. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 28 Oktober 2020. Diakses tanggal 17 Juni 2023. 
  79. ^ "Managing Phosphorus for Crop Production". Penn State Extension. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 Oktober 2020. Diakses tanggal 17 Juni 2023. 
  80. ^ Jessica Elzea Kogel, ed. (2006). Industrial Minerals & Rocks: Commodities, Markets, and Uses. SME, 2006. hlm. 964. ISBN 0873352335. 
  81. ^ a b c d e Threlfall, R.E. (1951). 100 years of Phosphorus Making: 1851–1951. Oldbury: Albright and Wilson Ltd. 
  82. ^ Diskowski, Herbert and Hofmann, Thomas (2005) "Phosphorus" dalam Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry, Wiley-VCH, Weinheim. DOI:10.1002/14356007.a19_505
  83. ^ Roland W. Scholz; Amit H. Roy; Fridolin S. Brand; Deborah Hellums; Andrea E. Ulrich, ed. (2014-03-12). Sustainable Phosphorus Management: A Global Transdisciplinary Roadmap. Springer Science & Business Media. hlm. 175. ISBN 978-9400772502. 
  84. ^ Mel Schwartz (6 Juli 2016). Encyclopedia and Handbook of Materials, Parts and Finishes. CRC Press. ISBN 978-1138032064. 
  85. ^ Joseph R. Davisz, ed. (January 2001). Copper and Copper Alloys. ASM International. hlm. 181. ISBN 0871707268. 
  86. ^ Hughes, J. P. W; Baron, R.; Buckland, D. H.; et al. (1962). "Phosphorus Necrosis of the Jaw: A Present-day Study: With Clinical and Biochemical Studies". Br. J. Ind. Med. 19 (2): 83–99. doi:10.1136/oem.19.2.83. PMC 1038164 . PMID 14449812. 
  87. ^ Crass, M. F. Jr. (1941). "A history of the match industry. Part 9" (PDF). Journal of Chemical Education. 18 (9): 428–431. Bibcode:1941JChEd..18..428C. doi:10.1021/ed018p428. [pranala nonaktif permanen]
  88. ^ Oliver, Thomas (1906). "Industrial disease due to certain poisonous fumes or gases". Archives of the Public Health Laboratory. Manchester University Press. 1: 1–21. 
  89. ^ Charnovitz, Steve (1987). "The Influence of International Labour Standards on the World Trading Regime. A Historical Overview". International Labour Review. 126 (5): 565, 571. 
  90. ^ Alexander P. Hardt (2001). "Matches". Pyrotechnics. Post Falls Idaho USA: Pyrotechnica Publications. hlm. 74–84. ISBN 0-929388-06-2. 
  91. ^ Klaus Schrödter, Gerhard Bettermann, Thomas Staffel, Friedrich Wahl, Thomas Klein, Thomas Hofmann "Phosphoric Acid and Phosphates" in Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry 2008, Wiley-VCH, Weinheim. DOI:10.1002/14356007.a19_465.pub3
  92. ^ Dockery, Kevin (1997). Special Warfare Special Weapons. Chicago: Emperor's Press. ISBN 1-883476-00-3. 
  93. ^ David A. Atwood, ed. (19 Februari 2013). Radionuclides in the Environment. John Wiley & Sons, 2013. ISBN 978-1118632697. 
  94. ^ Ruttenberg, K. C. Phosphorus Cycle – Terrestrial Phosphorus Cycle, Transport of Phosphorus, dari Continents to the Ocean, The Marine Phosphorus Cycle. (tautan arsip).
  95. ^ Lipmann, D. (1944). "Enzymatic Synthesis of Acetyl Phosphate". J Biol Chem. 155: 55–70. doi:10.1016/S0021-9258(18)43172-9 . Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-19. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  96. ^ Nelson, D. L.; Cox, M. M. "Lehninger, Principles of Biochemistry" Edisi ke-3. Worth Publishing: New York, 2000. ISBN 1-57259-153-6.
  97. ^ Bernhardt, Nancy E.; Kasko, Artur M. (2008). Nutrition for the Middle Aged and Elderly. Nova Publishers. hlm. 171. ISBN 978-1-60456-146-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-24. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  98. ^ Mehanna H. M., Moledina J., Travis J. (June 2008). "Refeeding syndrome: what it is, and how to prevent and treat it". BMJ. 336 (7659): 1495–8. doi:10.1136/bmj.a301. PMC 2440847 . PMID 18583681. 
  99. ^ Anderson, John J. B. (1996). "Calcium, Phosphorus and Human Bone Development". Journal of Nutrition. 126 (4 Suppl): 1153S–1158S. doi:10.1093/jn/126.suppl_4.1153S . PMID 8642449. 
  100. ^ Institut Kedokteran A.S. (1997). "Phosphorus". Dietary Reference Intakes for Calcium, Phosphorus, Magnesium, Vitamin D, and Fluoride. Washington, DC: The National Academies Press. hlm. 146–189. doi:10.17226/5776. ISBN 978-0-309-06403-3. PMID 23115811. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-16. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  101. ^ "Overview on Dietary Reference Values for the EU population as derived by the EFSA Panel on Dietetic Products, Nutrition and Allergies" (PDF). 2017. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2017-08-28. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  102. ^ Tolerable Upper Intake Levels For Vitamins And Minerals (PDF), European Food Safety Authority, 2006, diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2016-03-16, diakses tanggal 2023-06-17 
  103. ^ "Federal Register May 27, 2016 Food Labeling: Revision of the Nutrition and Supplement Facts Labels. FR page 33982" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2017-09-22. Diakses tanggal 2023-06-17. 
  104. ^ "Daily Value Reference of the Dietary Supplement Label Database (DSLD)". Dietary Supplement Label Database (DSLD). Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 April 2020. Diakses tanggal 17 Juni 2023. 
  105. ^ Phosphorus in diet: MedlinePlus Medical Encyclopedia Diarsipkan 2016-07-05 di Wayback Machine.. Nlm.nih.gov (7 November 2011). Diakses tanggal 17 Juni 2023.
  106. ^ "CBRNE – Incendiary Agents, White Phosphorus (Smoking Stool Syndrome)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-01. Diakses tanggal 17 Juni 2023. 
  107. ^ "US Navy's Treatment of Chemical Agent Casualties and Conventional Military Chemical Injuries: FM8-285: Part 2 Conventional Military Chemical Injuries". Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 November 2005. Diakses tanggal 17 Juni 2023. 
  108. ^ "CDC - NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazards - Phosphorus (yellow)". www.cdc.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-29. Diakses tanggal 17 Juni 2023. 
  109. ^ Skinner, H.F. (1990). "Methamphetamine synthesis via hydriodic acid/red phosphorus reduction of ephedrine". Forensic Science International. 48 (2): 123–134. doi:10.1016/0379-0738(90)90104-7. 
  110. ^ a b "66 FR 52670—52675". 17 Oktober 2001. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-12-09. Diakses tanggal 17 Juni 2023. 
  111. ^ "21 cfr 1309". Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 Mei 2009. Diakses tanggal 17 Juni 2023. 
  112. ^ "21 USC, Chapter 13 (Controlled Substances Act)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-05-08. Diakses tanggal 17 Juni 2023. 

Bibliografi

sunting