Tanah

bentukan alami yang terdiri dari beberapa lapisan yang umumnya tersusun atas mineral
Artikel ini membahas tanah sebagai benda bentukan alam. Untuk tanah sebagai objek hukum, lihat artikel lahan.

Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum; bahasa Inggris: soil) adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik.[1]

Profil tanah, memperlihatkan beberapa horizon tanah.

Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan unsur hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernapas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.[2][3]

Ilmu yang mempelajari berbagai aspek mengenai tanah dikenal sebagai ilmu tanah.

Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi.[4]

Komposisi tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan udara merupakan bagian dari tanah.

Etimologi sunting

Dalam upaya menjelajahi etimologi kata 'tanah' sangat penting untuk terlebih dahulu memahami bahwa, memang ada kasus ambiguitas yang tidak bisa dihindari dalam subjek ini, yaitu: 'tanah' untuk sebutan salah satu dari empat materi atau unsur kosmologi (api, udara, air dan tanah); lapisan bumi paling atas tempat tanaman tumbuh; dan, 'tanah' yang sinonim dengan 'negeri' atau 'kampung halaman'. Seperti halnya ambiguitas makna kata 'tanah' dalam bahasa Indonesia, dalam bahasa Inggris, kasus yang sama juga terjadi. Hal ini setidaknya tergambar dari penjelasan kata 'soil' dalam situs britannica.com: Definisi pertama, 'soil' merujuk pada "lapisan atas bumi tempat tanaman tumbuh"; Definisi kedua, 'soil' merujuk pada "tanah atau wilayah dari negara tertentu."[5]

Pada umumnya, asal-usul kata ‘tanah’ dalam berbagai bahasa di dunia, bisa dikatakan tidak terlepas dari atribut Istri Dewa Siwa, Shakti ( Śakti , शक्ति) dengan nama lain Parvati, Tara, Uma, Bhavani yang, dikenal sebagai ibu bumi dalam tradisi Hindu.[6] Ketiga nama terakhir inilah yang menjadi asal-usul nama 'tanah' ataupun 'negeri' dalam berbagai bahasa di dunia.

Nama Tara, terserap menjadi kata Terra dalam bahasa Latin, Portugis, Catalan, dan beberapa bahasa Indo-Eropa lainnya. Jika di dalam tradisi India kuno Parvati atau Tara dikenal sebagai ibu bumi maka, dalam mitos Polinesia, Tara adalah dewi laut; dalam bahasa Latin, dia dikenal sebagai Terra "Ibu Pertiwi"; ibu dewi Druid adalah Tara; di Finlandia, Wanita Bijaksana dikenal sebagai Tar; di Amerika Selatan, suku asli di hutan memanggilnya Tarahumara.[7]

Dengan merujuk pada pertimbangan pertukaran fonetis yang umum saling terjadi di antara fonetis kelompok artikulatoris dental (n, d, t, r, l) maka, dapat dilihat bahwa kata tana' (sebagai bentuk awal dari kata 'tanah') juga merupakan hasil morfologi fonetis dari nama 'Tara' (fonetis r pada ‘tara’ berubah menjadi fonetis n untuk kata ‘tana’). Hasil morfologi lainnya yaitu rana' (bentuk awal dari kata 'ranah').

Berikut ini tinjauan morfologi fonetis pada nama 'tara' dengan mengacu pada morfologi fonetis kelompok artikulatoris dental: tara → tana → tada → tata → tala → nara → nana → nada → nata → nala → dara → dana → dada → data → dala → rara → rana → rada → rata → rala → lana → lada → lata → lara → lala. Dari bentuk nama yang dihasilkan ini, bentuk tana dan rana ada di dalamnya.

Nama 'Uma' bermorfologi, menghasilkan kata umahomahrumahhuma[8] (dan bahkan, mungkin, kata 'home' dalam bahasa Indo-Eropa juga bagian dari morfologi ini).

Nama Bhavani dengan bentuk maskulin Bhavana bermorfologi membentuk kata 'buana',[9] dengan beberapa bentuk morfologi lainnya seperti benua, banua, wanua dan panua. Dalam beberapa bahasa tradisional di Indonesia, kata wanua atau banua bisa bermakna "rumah" dan juga "negeri".

Abraham Rees dalam "The Cyclopaedia; Or, Universal Dictionary of Arts, Sciences and Literature - Volume 28" menyatakan bahwa pada pemeriksaan karakter dan sejarah Prithvi (Pertiwi), dia ditemukan sesuai dengan Tellus, Terra, Vesta dari mitologi Yunani. Permaisuri Siwa, Parvati, terkadang muncul dalam karakter dewi bumi, dan kemudian disebut Bhudevi, tetapi Prithvi (Pertiwi) selalu dianggap sebagai wujud Lakshmi.[10]

Dalam kitab mitologi Bugis Sureq Galigo, kata ‘Ale Kawa’ merujuk pada dunia tengah (bumi) tempat hidup manusia (dunia atas dan dunia bawah dianggap tempat para dewa). Yang menarik, secara harfiah, ‘Ale Kawa’ berarti "tubuh Hawa". Dalam Bahasa Bugis, ale= tubuh, Kawa= Hawa. Pemaknaan ini senada dengan penulisan nama Hawa dalam Ibrani חַוָּה (khavá). Jadi, jika dalam mitologi India dan mitologi bangsa-bangsa lainnya tanah ataupun bumi dipersonifikasikan sebagai analogi dari Hawa dengan menyamarkannya dalam bentuk nama seorang dewi maka, dalam mitologi Bugis, bumi dipersonifikasi sebagai analogi Hawa dengan secara spesifik menyebut namanya: "tubuh Hawa".

Demikianlah, sepintas, manusia yang hidup di zaman modern seperti korban dari limpahan kata-kata ambiguitas yang terlahir dari kegemaran orang-orang di zaman dahulu dalam bemain metafora untuk mempersonifikasi sosok yang mereka sucikan dan mereka anggap memiliki aspek ilahiah (divine), tetapi, ada satu kata — yang juga berarti 'tanah' — yang sulit untuk dibuktikan bahwa kata itu berasal dari nama dewa-dewi di zaman kuno, yaitu kata: watu / batu. Pada hari ini, kata 'watu' masih dapat dijumpai pada toponim uluwatu di Bali yang artinya "ujung tanah" (ulu= ujung, watu= tanah). Makna ini setidaknya sesuai dengan letak geografis uluwatu yang memang berada di ujung paling selatan pulau Bali. Sementara itu, kata 'batu' dengan bentuk ejaan kuno 'batoe' digunakan dalam peta John Pinkerton (1818) Map of the East Indies and Southeast Asia, untuk toponim bernama 'batoe matoa' artinya "tanah tua" (batoe= tanah, matoa= tua) yang dalam peta tersebut tampaknya terletak di wilayah Luwu, Sulawesi Selatan.

Pembentukan tanah (pedogenesis) sunting

Tanah berasal dari pelapukan batuan dengan bantuan organisme, membentuk tubuh unik yang menutupi batuan.[11] Proses pembentukan tanah dikenal sebagai ''pedogenesis''. Proses yang unik ini membentuk tanah sebagai tubuh alam yang terdiri atas lapisan-lapisan atau disebut sebagai horizon tanah. Setiap horizon menceritakan mengenai asal dan proses-proses fisika, kimia, dan biologi yang telah dilalui tubuh tanah tersebut.

Hans Jenny (1899-1992), seorang pakar tanah asal Swiss yang bekerja di Amerika Serikat, menyebutkan bahwa tanah terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami modifikasi/pelapukan akibat dinamika faktor iklim, organisme (termasuk manusia), dan relief permukaan bumi (topografi) seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan dinamika kelima faktor tersebut terbentuklah berbagai jenis tanah dan dapat dilakukan klasifikasi tanah.[12]

Tanah terbentuk dari batuan dan batuan memerlukan waktu jutaan tahun untuk berubah menjadi tanah. Batuan menjadi tanah karena pelapukan yaitu proses hancurnya batuan menjadi tanah. Batuan dapat mengalami pelapukan karena berbagai faktor, di antaranya cuaca dan kegiatan makhluk hidup. Faktor cuaca yang menyebabkan pelapukan batuan, misalnya suhu dan curah hujan.

Pelapukan yang disebabkan oleh faktor cuaca ini disebut pelapukan fisika. Adapun makhluk hidup yang menyebabkan pelapukan, misalnya pepohonan dan lumut yang disebut pelapukan biologi. Tanah terbentuk dari beberapa faktor : batuan , iklim, jazad hidup, topografi dan waktu. Adanya berbagai berbedaan dari faktor-faktor tersebut , maka proses pelapukan dan pembentukan tanah berbeda-beda. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan jenis tanah antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Mitologi sunting

Bagi orang Papua tanah dipandang sebagai ibu atau mama dalam bahasa lokal yang melahirkan , memberi makan, merawat dan mendidik. Tanah dipandang sebagai rahim yang menjadi sumber penghidupan. Suku Arfak menyebut tanah ibarat air susu ibu yang dibutuhkan bayi. Suku Amungme menganggap dirinya adalah bagian dari alam sekitar, oleh karena itu jika kita merusak alam berarti manusia tersebut merusak dirinya sendiri. Demikian juga dengan suku Kamoro yang menganggap tanah sebagai sumber lahirnya manusia keluar yang diartikan sebagai lahir dari dari mata air yang disebut Bunyomane.[13]

Pengurai sunting

 
Makanan utama rayap selain selulosa pada kayu, juga selulosa yang terdapat pada sabuk kelapa, rumput, kertas, karton, tekstil dan kulit-kulit tanaman. Mereka juga mengonsumsi jamur sebagai bahan makanannya. Kelompok rayap dari sub-famili Mastotermetinae (famili Termitidae) membudidayakan jamur Termitomyces (Basidiomycetes) dalam koloninya, jamur ini dimakan oleh anggota koloni yang masih muda. Rayap juga ada yang mengomsumsi tanah yang mengandung mineral, karbohidrat, mikroorganisme tanah dan polyphenolic. Sekitar 60% dari famili termitidae mengomsumsi tanah sebagai bahan makanannya.

Dekomposer atau pengurai adalah organisme yang memakan organisme mati dan produk-produk limbah dari organisme lain. Pengurai membantu siklus nutrisi kembali ke ekosistem.

Dekomposer membuat tanah kaya dengan menambahkan senyawa organik dengan itu. Zat seperti karbon, air dan nitrogen dikembalikan ke ekosistem melalui tindakan pengurai. Yang termasuk contoh pengurai (dekomposer) adalah serangga, cacing tanah, bakteri, jamur, belatung, lactobacteria, kecoa, ragi, siput, lumut, dan actinomycetes/actinobacteria.

Dekomposer atau pengurai adalah makhluk hidup yang memperoleh energi dengan cara menguraikan sisa-sisa makhluk hidup yang telah mati.

Komponen sunting

Komponen tanah adalah susunan dari proses terjadinya tanah. Tanah bukan merupakan timbunan bahan padat dalam sistem yang mati dan statis, namun merupakan suatu sistem yang dinamis dan hidup yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Setiap tanah tersusun dari bahan mineral/anorganik, bahan organik, air tanah, dan udara. Bahan mineral berasal dari hasil pelapukan batuan, sedangkan bahan organik berasal dari hasil penguraian organisme yang mati. Namun demikian perbandingan masing-masing bahan komponen penyusun tanah itu berbeda-beda pada setiap tanah dan berubah-ubah setiap saat. Untuk perbandingan komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman secara idealnya adalah bahan mineral 45% , bahan organik 5%, air 25% dan udara 25%.

Jenis-Jenis Organisme sunting

Di dalam tanah terdapat jenis-jenis organisme tanah yang mempunyai fungsi dalam mata rantai kehidupan. Organisme yang terdapat di dalam tanah, ada beberapa jenis di antaranya adalah: pemecah bahan organik seperti tungau , kumbang, dan collembola yang memecah-mecah bahan organic yang besar menjadi bagian-bagian kecil, pembusuk bahan organik seperti jamur dan bakteri yang memecahkan bahan-bahan cellular.

Pengikat hara yang hidup bebas seperti alga dan azotobakter mengikat hara di dalam tanah. Pembangun struktur tanah seperti akar tanaman, cacing tanah, ulat-ulat, dan jamur semuanya membantu mengikat partikel-partikel tanah sehingga struktur tanah menjadi stabil dan tahan terhadap erosi. Patogen seperti jenis jamur tertentu, bakteri dan nematoda dapat menyerang jaringan tanaman. Predator atau pemangsa, termasuk protozoa, nematoda parasite dan jenis jamur tertentu, semuanya memangsa organisme tanah yang lain sebagai sumber makanan mereka.

Karakteristik sunting

Tubuh tanah (solum) tidak lain adalah batuan yang melapuk dan mengalami proses pembentukan lanjutan. Usia tanah yang ditemukan saat ini tidak ada yang lebih tua daripada periode Tersier dan kebanyakan terbentuk dari masa Pleistosen.

Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral. Tanah non-organik atau tanah mineral terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral. Sebaliknya, tanah organik (organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap bahan organik yang terdegradasi.

Tanah organik berwarna hitam dan merupakan pembentuk utama lahan gambut dan kelak dapat menjadi batu bara. Tanah organik cenderung memiliki keasaman tinggi karena mengandung beberapa asam organik (substansi humik) hasil dekomposisi berbagai bahan organik. Kelompok tanah ini biasanya miskin mineral, pasokan mineral berasal dari aliran air atau hasil dekomposisi jaringan makhluk hidup. Tanah organik dapat ditanami karena memiliki sifat fisik gembur (sarang) sehingga mampu menyimpan cukup air namun karena memiliki keasaman tinggi sebagian besar tanaman pangan akan memberikan hasil terbatas dan di bawah capaian optimum.

Tanah non-organik didominasi oleh mineral. Mineral ini membentuk partikel pembentuk tanah. Tekstur tanah demikian ditentukan oleh komposisi tiga partikel pembentuk tanah: pasir, lanau (debu), dan lempung. Tanah pasiran didominasi oleh pasir, tanah lempungan didominasi oleh lempung. Tanah dengan komposisi pasir, lanau, dan lempung yang seimbang dikenal sebagai geluh (loam).

Warna tanah merupakan ciri utama yang paling mudah diingat orang. Warna tanah sangat bervariasi, mulai dari hitam kelam, cokelat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih. Selain itu, tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan warna yang kontras sebagai akibat proses kimia (pengasaman) atau pencucian (leaching). Tanah berwarna hitam atau gelap sering kali menandakan kehadiran bahan organik yang tinggi, baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan di rawa-rawa. Warna gelap juga dapat disebabkan oleh kehadiran mangan, belerang, dan nitrogen. Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan besi teroksidasi yang tinggi; warna yang berbeda terjadi karena pengaruh kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif menghasilkan warna yang seragam atau perubahan warna bertahap, sedangkan suasana anaerobik/reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol atau warna yang terkonsentrasi.[14]

Struktur tanah merupakan karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi antara agregat (butir) tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fase: fase padatan, fase cair, dan fase gas. Fase cair dan gas mengisi ruang antaragregat. Struktur tanah tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun ini. Ruang antaragregat disebut sebagai porus (jamak pori). Struktur tanah baik bagi perakaran apabila pori berukuran besar (makropori) terisi udara dan pori berukuran kecil (mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (sarang) memiliki agregat yang cukup besar dengan makropori dan mikropori yang seimbang. Tanah menjadi semakin liat apabila berlebihan kadar lempungnya sehingga kekurangan makropori.

Manfaat sunting

Manfaat tanah bagi kehidupan manusia antara lain tanah sebagai lahan, bahan baku industri dan sumber energi.

1. Tanah sebagai lahan , dimanfaatkan untuk pemukiman, lahan industri, lahan pertanian dan lain-lain.[15]

2. Tanah sebagai bahan mentah industri antara lain : Tanah liat, lempung merupakan bahan pembutan gerabah, bahan baku semen, bahan bangunan (genteng, bata), lumpur untuk pengeboran minyak, cetakan pengecoran besi. Tanah kaolin sejenis liat, lunak, warnanya putih/kuning/abu-abu kaya aluminium silikat dan dapat digunakan untuk bahan baku kertas, tekstil, kimia dan keramik.

3. Tanah sebagai sumber energi. Tanah gambut merupakan salah satu sumber energi alternatif. Daerah persebaran tahan gambut di Indonesia terdapat di Sumatra Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua.

Pencemaran tanah sunting

Pencemaran tanah terjadi akibat masuknya benda asing (misalnya senyawa kimia buatan manusia) ke tanah dan mengubah suasana/lingkungan asli tanah sehingga terjadi penurunan kualitas tanah. Pencemaran dapat terjadi karena kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara sembarangan (illegal dumping).

Lihat pula sunting

Catatan dan rujukan sunting

  1. ^ Russanti, Irma (2019). Eksplorasi Batik Tanah. Pantera Publishing. hlm. 16. ISBN 9786026013736. 
  2. ^ Idham (2021). Konstitusionalisme tanah hak milik di atas tanah hak pengelolaan. Penerbit Alumni. hlm. 123. 
  3. ^ Robert J. Kodoatie, Dirmawan, Christine Mayavani (2021). Tata Ruang Sungai Aluvial dan Sungai Non-Aluvial CAT dan Non-CAT. Penerbit Andi. hlm. 107. ISBN 9786230103056. 
  4. ^ Kurniawan, Aris (2022). "Pengertian Tanah Beserta Proses Dan Fungsinya". gurupendidikan.co.id. Diakses tanggal 2022-05-31. 
  5. ^ Definisi kata 'soil' britannica.com.
  6. ^ Dietrich, W: "Interpretations of Peace in History and Culture" Palgrave Macmillan, 2012
  7. ^ Encyclopedia of Psychology and Religion pp 1781–1783. Tara | SpringerLink
  8. ^ Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dimaknai sebagai: 1. ladang padi di tanah kering; 2 tanah yang baru ditebas hutannya
  9. ^ Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dimaknai sebagai: dunia, jagat
  10. ^ Rees, A: "The Cyclopaedia; Or, Universal Dictionary of Arts, Sciences and Literature - Volume 28", 1819
  11. ^ Susanto, Heru (2013). Bijak Meminjam dan Menggunakan Uang Bank. Elex Media Komputindo. hlm. 259. ISBN 9786020220949. 
  12. ^ Olilingo, Fachrudin Zain (2017). Potensi Investasi di Provinsi Gorontalo. Deepublish. hlm. 102. ISBN 9786024535476. 
  13. ^ "Mulyadi" (2019). etnografi pembangunan papua. Sleman: deepublish. ISBN 978-623-209-898-5. 
  14. ^ "The Color of Soil". United States Department of Agriculture - Natural Resources Conservation Service. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-27. Diakses tanggal 2008-07-08. 
  15. ^ Wulandari, Trisna (2021). "4 Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Permukiman". detikcom. Diakses tanggal 2022-05-31. 

Bahan bacaan terkait sunting

Pranala luar sunting