Kabupaten Bangkalan

kabupaten di Indonesia, di pulau Madura
(Dialihkan dari Bangkalan)


Kabupaten Bangkalan (Hanacaraka: ꦧꦁꦏꦭꦤ꧀, Pegon: باڠكالان, cara pengucapan; [ˈbaŋːkalan]) adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Pulau Madura, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Bangkalan. Kabupaten ini terletak di ujung paling barat Pulau Madura; berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Sampang di timur serta Selat Madura di selatan dan barat.

Kabupaten Bangkalan
  • Bang Kulon
  • Bancallang
Transkripsi bahasa daerah
 • Maduraꦨꦁꦏꦭꦤ꧀ (Carakan)
ٻۤاڠكالان (Pèghu)
Bhângkalan (Latèn)
 • Jawaꦧꦁꦏꦸꦭꦺꦴꦤ꧀ (Hånåcåråkå)
باڠ كولَون (Pégon)
Bang Kulon (Gêdrig)
Bukit Jaddih
Lambang resmi Kabupaten Bangkalan
Julukan: 
  • Bumi Dzikir dan Sholawat
Motto: 
Cipta indra çakti dharma
(Sanskerta) Sebuah karya dan kerja keras manusia hanya terwujud bila mendapat rida Tuhan
(1971 Masehi)[1]
Peta
Peta
Kabupaten Bangkalan di Jawa
Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Bangkalan
Peta
Kabupaten Bangkalan di Indonesia
Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Bangkalan (Indonesia)
Koordinat: 7°01′45″S 112°44′46″E / 7.02919359°S 112.74613157°E / -7.02919359; 112.74613157
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Timur
Tanggal berdiri8 Agustus 1950
Dasar hukumUU No. 12/1950
Hari jadi24 Oktober 1531 (umur 492)
PendiriKi Lemah Duwur
Dinamai berdasarkanBhângka dan La’an
(Madura) "Mati Sudah"
Ibu kotaBangkalan
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 18
  • Kelurahan: 8
  • Desa: 273
Pemerintahan
 • BupatiArief Moelia Edie (Pj.)
 • Wakil BupatiLowong
 • Sekretaris DaerahTaufan Zairinsjah
 • Ketua DPRDMuhammad Fahad
Luas
 • Total1.260,15 km2 (486,55 sq mi)
Populasi
 • Total1.047.310
 • Kepadatan831/km2 (2,150/sq mi)
 • Laki-laki
515.428
 • Perempuan
531.878
DemonimBangkalanan
Demografi
 • AgamaIslam 99,51%
Kristen 0,46%
- Protestan 0,32%
- Katolik 0,14%
Buddha 0,01%
Hindu 0,01%
Konghucu 0,01%[3]
 • BahasaIndonesia (resmi),
Madura (dominan),
Jawa, Inggris, Arab,
Mandarin, dan lainnya.
 • IPMKenaikan 66,82 (0,668)
Sedang (2023)[4]
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode pos
Kode BPS
3526
Kode area telepon+62 31
Pelat kendaraanM xxxx H*/I*/J*/K*/L*/M*/N*
Kode Kemendagri35.26
Kode SNI 7657:2023BKL
DAURp 1.053.825.817.000,- (2020) [5]
Semboyan daerahMenuju Bangkalan Sejahtera
Slogan pariwisataBe Part of The Future
Flora resmiSalak bangkalan
Fauna resmiItik dabung
Situs webwww.bangkalankab.go.id

Pelabuhan Kamal merupakan pintu gerbang Madura dari Jawa, serta terdapat layanan kapal feri yang menghubungkan Madura dengan Surabaya (Pelabuhan Ujung). Saat ini telah beroperasi Jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) yang merupakan jembatan terpanjang di Indonesia. Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu wilayah yang masuk dalam kawasan metropolitan Surabaya, yaitu Gerbangkertosusila.

Kabupaten Bangkalan terdiri atas 18 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah 273 desa dan 8 kelurahan. Pusat pemerintahannya berada di Kecamatan Bangkalan.

Sejak diresmikannya Jembatan Suramadu, Kabupaten Bangkalan menjadi gerbang utama Pulau Madura serta menjadi salah satu destinasi wisata pilihan di Jawa Timur, baik dari keindahan alamnya (Bukit Jaddih, Gunung Geger, Pemandian Sumber Bening -Langkap–Modung dsb); budaya (Karapan sapi, dsb), serta wisata kuliner di antaranya adalah nasi bebek khas Madura.

Sejarah sunting

Raja Bangkalan sunting

Masa Pra Islam sunting

Masa Pra Islam berlangsung hingga pemerintahan Panembahan Lemah Duwur.[6] Ketika itu, Madura Barat (Bangkalan) masih dominan beragama Hindu dan Budha. Wilayahnya meliputi dari Plakaran Ke Arosbaya, Pragalba ke Pratanu (Lemah Dhuwur). Cakraningrat I, Anak Angkat Sultan Agung, menjadi raja di Madura Barat (Bangkalan) pada masa ini. Masa itu, Bangkalan lebih dikenal dengan sebutan Madura Barat, kemungkinan lebih ditekankan pada alasan geografis karena Kabupaten Bangkalan memang terletak di ujung barat Pulau Madura.[butuh rujukan]

Pulau Madura memang sudah terbagi sejak sebelum masa masuknya agama Islam. Bahkan, tiap bagian memiliki sejarah dan legenda sendiri. Menurut legenda, sejarah Madura barat bermula dari munculnya seorang raja dari Gili Mandangin (sebuah pulau kecil di selat Madura) atau lebih tepatnya di daerah Sampang. Nama raja tersebut adalah Lembu Peteng, yang masih merupakan putra Majapahit hasil perkawinan dengan putri Islam asal Campa. Lembu Peteng juga seorang santri Sunan Ampel dan dikenal sebagai penguasa Islam pertama di Madura Barat. Dalam perkembangan sejarahnya, Madura pernah diperintah oleh penguasa non muslim, berasal dari kerajaan Singasari dan Majapahit. Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan Tome Pires (1944: 227) yang mengatakan, pada permulaan dasawarsa abad ke-16, raja Madura belum masuk Islam. Dan dia adalah seorang bangsawan mantu Gusti Pate dari Majapahit. Pernyataan itu diperkuat dengan adanya temuan arkeologis, baik yang bernafaskan Hindu dan Bhudda.

Temuan tersebut ditemukan di Desa Kemoning, berupa sebuah lingga yang memuat inskripsi. Sayangnya, tidak semua baris kalimat dapat terbaca. Dari tujuh baris yang terdapat di lingga tersebut, pada baris pertama tertulis, I Caka 1301 (1379 M), dan baris terakhir tertulis, Cadra Sengala Lombo, Nagara Gata Bhuwana Agong (Nagara: 1, Gata: 5, Bhuwana: 1, Agong: 1) bila dibaca dari belakang, dapat diangkakan menjadi 1151 Caka 1229 M. Temuan lainnya berupa fragmen bangunan kuno, yang merupakan situs candi yang oleh masyarakat setempat dianggap reruntuhan kerajaan kecil.

Juga ditemukan reruntuhan gua yang dikenal masyarakat dengan nama Somor Dhaksan, lengkap dengan candhra sengkala memet bergambar dua ekor kuda mengapit raksasa. Berangkat dari berbagai temuan itulah, diperoleh gambaran bahwa antara tahun 1105 M sampai 1379 M atau setidaknya masa periode Singasari dan Majapahit akhir, terdapat adanya pengaruh Hindu dan Bhudda di Madura barat.

Sementara temuan arkeologis yang menyatakan masa klasik Bangkalan, ditemukan di Desa Patengteng, Kecamatan Modung, berupa sebuah arca Siwa dan sebuah arca laki-laki. Sedang di Desa Dlamba Daja dan Desa Rongderin, Kecamatan Tanah Merah, terdapat beberapa arca, di antaranya adalah arca Dhayani Budha.

Temuan lainnya berupa dua buah arca ditemukan di Desa Sukolilo Barat Kecamatan Labang. Dua buah arca Siwa lainnya ditemukan di pusat kota Bangkalan. Sementara di Desa Tanjung Anyar Bangkalan ditemukan bekas Gapura, pintu masuk keraton kuno yang berbahan bata merah. Di samping itu, berbagai temuan yang berbau Siwais juga ditemukan di makam-makam raja Islam yang terdapat di Kecamatan Arosbaya. Arosbaya ini pernah menjadi pusat pemerintahan di Bangkalan. Misalnya pada makam Oggo Kusumo, Syarif Abdurrachman atau Musyarif (Syech Husen).

Pada jarak sekitar 200 meter dari makam tersebut ditemukan arca Ganesha dan arca Bhirawa berukuran besar. Demikian pula dengan temuan arkeologis yang di kompleks Makam Agung Panembahan Lemah Duwur, ditemukan sebuah fragmen makam berupa belalai dari batu andesit. Dengan temuan-temuan benda kuno yang bernafaskan Siwais di makam-makam Islam di daerah Arosbaya itu, memberi petunjuk bahwa Arosbaya pernah menjadi wilayah perkembangan budaya Hindu.

Penemuan benda berbau Hindu pada situs-situs Islam tersebut menandakan adanya konsinyuitas antara kesucian. Artinya, mandala Hindu dipilih untuk membangun arsitektur Islam. Arosbaya merupakan pusat perkembangan kebudayaan Hindu di Madura Barat (Bangakalan) semakin kuat dengan adanmya temuan berupa bekas pelabuhan yang arsitekturnya bernafaskan Hindu, dan berbentuk layaknya sebuah pelabuhan Cina.

(Risang Bima Wijaya) atas Dari Plakaran Ke Arosbaya, Pragalba ke Pratanu (Lemah Dhuwur) Bangkalan, Radar.- Sosok Pratanu atau lebih dikenal dengan Panembahan Lemah Duwur adalah putra Raja Pragalba. Dia dikenal sebagai pendiri kerajaan kecil, yang berpusat di Arosbaya. Masyarakat Bangakalan menokohkan Pratanu sebagai penyebar agama Islam yang pertama di Madura.

Bahkan, putra Pragalba ini disebut-sebut sebagai pendiri masjid pertama di Madura. Selain itu, Pratanulah yang mengawali hubungan dengan daerah lain, yaitu Pajang dan Jawa. Perjalanan sejarah Bangkalan tidak bisa dilepaskan dengan munculnya kekuasaan di daerah Plakaran, yang selanjutnya disebut dengan Kerajaan Plakaran. Kerajaan ini diperkirakan muncul sebelum seperempat pertama abad 16, yakni sebelum penguasa Madura barat memeluk Islam.

Plakaran diawali dengan kedatangan Kiyai Demung dari Sampang. Dia adalah anak dari Aria Pujuk dan Nyai Ageng Buda. Setelah menetap di Plakaran, Kiyai Demung dikenal dengan nama Demung Plakaran. Dia mendirikan keraton di sebelah barat Plakaran atau sebelah timur Arosbaya, yang dinamakan Kota Anyar (Pa’ Kamar 1951: 113).

Sepeninggal Demung Plakaran, kekuasaan dipegang oleh Kiai Pragalba, anaknya yang nomor lima. Pragalba mengangkat dirinya sebagai Pangeran Plakaran dari Arosbaya. Selanjutnya meluaskan daerah kekuasaannya hingga hampir seluruh Madura. Paragalba mempunyai tiga orang istri.

Pratanu adalah anak dari istri ketiganya. Semasa kekuasaan Pragalba inilah agama Islam mulai disebarkan di Madura barat, yang dilakukan oleh para ulama dari Giri dan Gresik. Penyebarannya meliputi daerah pesisir pantai sekitar selat Madura pada abad ke-15 (FA Sutjipto Tirtoatmodjo 1983: 13) Islam berkembang pesat sejak penyeberannya dilakukan secara teratur oleh Syech Husen dari Ampel (Hamka 1981:137).

Bahkan, ia mendirikan masjid di Arosbaya. Menurut cerita masyarakat Arosbaya, reruntuhan di sekitar makam Syech Husen adalah masjid yang didirikannya. Namun meski Islam sudah masuk di Madura barat, Pragalba belum memeluk Islam. Tetapi justru putranya Pratanu yang memeluk agama Islam. Peristiwa tersebut ditandai dengan candra sengkala yang berbunyi: Sirna Pandawa Kertaning Nagara (1450 caka 1528 M).

Peristiwa tersebut berbarengan dengan pudarnya kekuasaan Majapahit setelah dikuasai Islam tahun 1527 M. Selain itu, Kerajaan Plakaran mengakui kekuasaan Demak, sehingga diperkirakan penerimaan Islam di Madura bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan Majapahit. Menjelang wafat, Pragalba masuk Islam dengan menganggukkna kepala, karena itu dia mendapat sebutan Pangeran Onggu’ (mengangguk, Red). Sepeninggalnya, Pratanu naik takhta dengan gelar Panembahan Lemah Dhuwur. Itu terjadi pada tahun 1531-1592.

Pada masa pemerintahan Lemah Dhuwur inilah pusat pemerintahan Plakaran dipindahkan ke Arosbaya. Karena itu, dia mendapat julukan sebagai pendiri Kerajaan Arosbaya. Lemahlah Dhuwur yang mendirikan keraton dan msajid pertama di Arosabaya. Selama masa pemerintahan Panembahan Lemah Duwur, kerajaan Arosbaya telah meluaskan daerah kekuasaannya hingga ke seluruh Madura barat, termasuk Sampang dan Blega.

Panembahan Lemah Duwur mengawini putri Triman dari Pajang. Ini juga menjadi bukti bahwa Lemah Duwur adalah penguasa Madura pertama yang menjalinm hubungan dengan Jawa. Berdasarkan Tutur Madura Barat, Rafless mengatakan bahwa Lemah Dhuwur adalah penguasa terpenting di daerah Jawa Timur pada masa itu.

Panembahan Lemah Dhuwur wafat di Arosbaya pada tahun 1592 M setelah kembali dari kunjungannya ke Panembahan Ronggo Sukowati di Pamekasan. Sesuai dengan tradisi dia dimakamkan di kompleks Makam Agung Lemah Dhuwur.

Selanjutnya kekuasaan Arosbaya dipegang oleh putranya yang bernama Pangeran Tengah, hasil perkawinannya dengan putri Pajang. Pangeran Tengah berkuasa tahun 1592-1620. Pada masa pemerintahan Pangeran Tengah terjadi peristiwa terkenal yang disebut dengan 6 Desember 1596 berdarah, karena saat itu telah gugur dua orang utusan dari Arosbaya yang dibunuh oleh Belanda yaitu Patih Arosbaya Kiai Ronggo dan Penghulu Arosbaya Pangeran Musarip. Sejak peristiwa itulah Arosbaya menyatakan perang dengan Belanda.

Pangeran Tengah meninggal tahun 1620. Makamnya terletak di kompleks makam Syech Husen, dan sampai sekarang dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Pengganti Pangeran Tengah adalah adiknya yang bernama Pangeran Mas, yang berkuasa tahun 1621-1624. Sebetulnya yang berhak berkuasa adalah putra Pangeran Tengah yang bernama Pangeran Prasena. Namun karena masih kecil, dia diwakili oleh pamannya.

Pada masa pemerintahan Pangeran Mas terjadi peristiwa penyerbuan Sultan Agung ke Arosbaya pada tahun 1624, yang dipimpin oleh Rangga Gempol I (Pangeran Sumedang). Itulah yang menyebabkan jatuhnya kerajaan Arosbaya. Sedang Pangeran Mas melarikan diri ke Demak dan Pangeran Prasena, setelah dibujuk oleh Rangga Gempol yang masih berdarah Madura, bersedia menyerahkan dirinya dan wilayah Sampang yang sedang dipertahankannya dan dibawa oleh Ki Juru Kiting ke Mataram.

Peperangan antara Mataram dan Arosbaya yang berlangsung pada hari Minggu 15 September 1624 tersebut, memang patut dikenang sebagai perjuangan rakyat Madura. Saat itu Mataram harus membayar mahal, karena mereka telah kehilangan panglima perang tertingginya, Tumenggung Demak dan kehilangan 6000 prajurit. Saat itu laki-laki dan wanita Arosbaya berjuang bersama. Ada sebuah kisah menarik di sini. Dikisahkan saat di medan perang ada beberapa prajurit lelaki yang mengeluh karena luka berat. Tetapi katika para wanita melihat luka tersebut terdapat dibagian belakang, para wanita tersebut menusuk prajurit tadi hingga tewas.

’’Lukanya di bagian belakang, artinya prajurit itu telah berbalik lari, hingga dilukai di bagian punggungnya oleh musuh, mereka pengecut dalam,’’ demikian kata-kata para wanita Arosbaya. atas Cakraningrat I Anak Angkat Sultan Agung Prasena, putra Pangeran Tengah dari Arosbaya disertai Pangeran Sentomerto, saudara dari ibunya yang berasal dari Sampang, dibawa oleh Panembahan Juru Kitting beserta 1000 orang Sampang lainnya ke Mataram. Di Mataram Prasena diterima dengan senang hati oleh Sultan Agung, yang sekanjutnya diangkat sebagai anak. Bahkan, kemnudian Prasena dinobatkan sebagai penguasa Madura yang bergelar Cakraningrat I. Dia dianugerahi hadiah uang sebesar 20 ribu gulden dan berhak memakai payung kebesaran berwarna emas.

Sebaliknya, Cakraningrat I diwajibkan hadir di Mataram setahun sekali. Karena selain menjadi penguasa Madura, dia juga punya tugas-tugas penting di Mataram. Sementara pemerintahan di Sampang dipercayakan kepada Pangeran Santomerto. Cakraningrat I kemudian menikah dengan adik Sultan Agung, namun hingga istrinya, meninggal dia tidak mendapat keturunan.

Kemudian Cakraningrat I menikah dengan Ratu Ibu, yang masih keturunan Sunan Giri. Dari perkawinannya kali ini dia menmpunyai tiga orang anak, yaitu RA Atmojonegoro, R Undagan dan Ratu Mertoparti. Sementara dari para selirnya dia mendapatkan sembilan orang anak, salah satu di antaranya adalah Demang Melaya. Sepeninggal Sultan Agung tahun 1645 yang kemudian diganti oleh Amangkurat I, Cakraningrat harus menghadapai pemberontakan Pangeran Alit, adik raja. Tusukan keris Setan Kober milik Pangeran Alit menyebabkan Cakraningrat I tewas seketika.

Demikian pula dengan puteranya RA Atmojonegoro, begitu melihat ayahnya tewas dia segera menyerang Pangeran Alit, tetapi dia bernasib sama seperti ayahnya. Cakraningrat I diganti oleh Undagan. seperti halnya Cakraningrat I, Undagan yang bergelar Cakraningrat II ini juga lebih banyak menghabiskan waktunya di Mataram. Pada masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan putra Demang Melaya yang bernama Trunojoyo terhadap Mataram. Pemberontakan Trunojoyo diawali dengan penculikan Cakraningrat II dan kemudian mengasingkannya ke Lodaya Kediri. Pemberontakan Trunojoyuo ini mendapat dukungan dari rakyat Madura.

Karena Cakraningrat II dinilai rakyat Madura telah mengabaikan pemerintahan Madura. Kekuatan yang dimiliki kubu Trunojoyo cukup besar dan kuat, karena dia berhasil bekerja sama dengan Pangeran Kejoran dan Kraeng Galesong dari Mataram. Bahkan, Trunojoyo mengawinkan putrinya dengan putra Kraeng Galesong, unutk mempererat hubungan. Tahun 1674 Trunojoyo berhasil merebut kekuasaan di Madura, dia memproklamirkan diri sebagai Raja Merdeka Madura barat, dan merasa dirinya sejajar dengan penguasa Mataram. Berbagai kemenangan terus diraihnya, misalnya, kemenangannya atas pasukan Makassar (mei 1676 ) dan Oktober 1676 Trunojoyo menang atas pasukan Mataram yang dipimpin Adipati Anom. Selanjutnya Trunojoyo memakai gelar baru yaitu Panembahan Maduretna. Tekanan-tekanan terhadap Trunojoyo dan pasukannya semakin berat sejak Mataram menandatangani perjanjian kerjasama dengan VOC, tanggal 20 maret 1677.

Namun tanpa diduga Trunojoyo berhasil menyerbu ibu kota Mataram, Plered. Sehingga Amangkurat harus menyingkir ke ke barat, dan meninggal sebelum dia sampai di Batavia. Benteng Trunojoyo sedikit demi sedikit dapat dikuasai oleh VOC. Akhirnya Trunojoyo menyerah di lereng Gunung Kelud pada tanggal 27 Desember 1679. Dengan padamnya pemberonrtakan Trunojoyo. VOC kembali mengangkat Cakraningrat II sebagai penguasa di Madura, karena VOC merasa Cakraningrat telah berjasa membantu pangeran Puger saat melawan Amangkurat III, sehingga Pangeran Puger berhasil naik takhta bergelar Paku Buwono I.

Kekuasaan Cakraningrat di Madura hanya terbatas pada Bangkalan, Blega dan Sampang. Pemerintahan Madura yang mulanya ada di Sampang, oleh Cakraningrat II dipindahkan ke Tonjung Bangkalan. Dan terkenal dengan nama Panembahan Sidhing Kamal, yaitu ketika dia meninggal di Kamal tahun 1707, saat dia pulang dari Mataram ke Madura dalam usia 80 tahun.

Raden Tumenggung Sosrodiningrat menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Bupati Madura barat dengan gelar Cakraningrat III. Suatau saat terjadi perselisihan antara Cakraningrat dengan menantunya, Bupati Pamekasan yang bernama Arya Adikara. Untuk menghadapi pasukan dari Pamekasan, Cakraningrat III meminta bantuan dari pasukan Bali.

Dimasa Cakraningrat inilah Madura betul-betul bergolak, terjadi banyak peperangan dan pemberontakan di Madura. Tumenggung Surahadiningrat yang diutus Cakraningrat untuk menghadapi pasukan Pamekasan ternyata menyerang pasukan Cakraningrat sendiri dengan bantuan pasukan Sumenep. Sekalipun Cakraningrat meninggal, pergolakan di Madura masih terus terjadi. Cakraningrat III digantikan oleh Timenggung Surahadiningrat dengan gelar Cakraningrat IV. Awal pemerintahan Cakraningrat IV diwarnai banyak kekacauan. Pasukan Bali dibawah kepemimpinan Dewa Ketut yang sebelumnya diminta datang oleh Cakaraningrat III, datang dengan membawa 1000 prajurit. Tahu yang meminta bantuan sudah meninggal dan situasi telah berubah, pasukan Bali menyerang Tonjung. Cakraningrat yang sedang berada di Surabaya memerintahkan adiknya Arya Cakranegara untuk mengusir pasukan Bali.

Tetapi Dewa Ketut berhasil membujuk Cakranegara untuk berbalik menyerang Cakraningrat IV. Tetapi dengan bantuan VOC, Cakranoingrat IV berhasil mengusir pasukan Arya Cakranegara dan Bali.

Kemudian dia memindahkan pusat pemerintahannya ke Sambilangan. Suatau peristiwa yang terkenal dengan Geger Pacina (pemberontakan masyarakat Cina) juga menjalar ke Mataram. Cakraningrat IV bekerjasama dengan VOC memerangi koalisi Mataram dan Cina ini.

Namun hubungan erat antar Madura denga VOC tidak langgeng. Cakraningrat menyatakan perang dengan VOC karena VOC telah berkali-kali melanggar janji yang disepakati. Dengan bekerja sama dengan pasukan Mengui Bali, Cakraningrat berhasil mengalahkan VOC dan menduduki Sedayu, Lamongan, Jipang dan Tuban.

Cakranoingrat juga berhasil mengajak Bupati Surabaya, Pamekasan dan Sumenep untuk bersekutu melawan VOC. Tetapi Cakraningrat tampaknya harus menerima kekalahan, setelah VOC mengerahkan pasukan dalam jumlah besar. Cakraningrat dan dua orang putrinya berhasil melarikan diri ke Banjarmasin, namun oleh Raja Bajarmasin dia ditangkap dan diserahkan pada VOC.

Cakraningrat diasingkan ke Kaap De Goede Hoop (Tanjung Penghargaan). dan meninggal di tempat pembuangannya, sehingga dia juga dikenal dengan nama Panembahan Sidengkap.[7]

Geografis sunting

Kabupaten Bangkalan dari tinjauan letak geografis, secara eksistensial, berada dikawasan pulau Madura dengan titik koordinat berada pada posisi 112°40'06"–113°08'04" Bujur Timur dan 6°51'39"–7°11'39" Lintang Selatan. Luas wilayah kabupaten Bangkalan secara keseluruhan mencapai 1.260,14 km².[8]

Batas wilayah sunting

Wilayah Kabupaten Bangkalan berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara. Di sebelah barat dan selatan, Kabupaten Bangkalan berbatasan dengan Selat Madura. Sedangkan di sebelah timur, Kabupaten Bangkalan berbatasan dengan Kabupaten Sampang.[9]

Topografi sunting

Tinjauan aspek topografi Kabupaten Bangkalan, menggambarkan tentang ketinggian wilayah antara 2 – 100 m di atas permukaan air laut, dimana secara detail, masing-masing wilayah kecamatan menunjukkan ketinggian yang beragam. Beberapa wilayah yang terletak di pesisir pantai dengan ketinggian antara 2–10 m, di antaranya adalah kecamatan Sepulu, Bangkalan, Socah, Kamal, Modung, Kwanyar, Arosbaya, Klampis, Tanjung Bumi, Labang, dan Kecamatan Burneh. Sementara itu, wilayah yang terletak pada ketinggian 19–100 m merupakan kecamatan yang berada pada bagian tengah wilayah Kabupaten Bangkalan. Adapun posisi wilayah tertinggi adalah kecamatan Geger dengan ketinggian muka daratan mencapai 100 m di atas permukaan laut (mdpl).[8]

Hidrologi sunting

Secara hidrologis, dapat dikatakan bahwa wilayah Kabupaten Bangkalan terbelah atas beberapa sungai yang terbagi menjadi 26 (dua puluh enam) aliran sungai. Sungai terpanjang adalah sungai Kolpoh di Kecamatan Kwanyar dengan panjang mencapai 16,15 km. Berdasarkan karakter aliran sungai, diketahui bahwa sebagian besar sungai-sungai di wilayah merupakan sungai periodik yang dipengaruhi oleh curah hujan, sehingga pada musim hujan sebagian besar debit aliran sungai meningkat, sedangkan di musim kemarau debit aliran sungai menyusut bahkan hingga mengering.[8]

Iklim sunting

Suhu udara di wilayah Bangkalan berkisar antara 22°–34 °C dengan tingkat kelembapan relatif bervariasi antara 68%–83%. Wilayah Kabupaten Bangkalan beriklim tropis basah dan kering (Aw) dengan dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau di wilayah Bangkalan biasanya berlangsung pada periode MeiOktober dengan bulan terkering adalah Agustus. Sedangkan musim penghujan berlangsung pada periode NovemberApril dengan bulan terbasah adalah Januari yang curah hujan bulanannya sebesar ≥250 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah Bangkalan berkisar antara 1.200–1.800 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berada pada angka 80–120 hari hujan per tahun.

Data iklim Bangkalan, Jawa Timur, Indonesia
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rata-rata tertinggi °C (°F) 30.7
(87.3)
31.8
(89.2)
32
(90)
32.6
(90.7)
31.8
(89.2)
31.5
(88.7)
31
(88)
31.6
(88.9)
32.8
(91)
34.2
(93.6)
33.1
(91.6)
31.3
(88.3)
32.03
(89.71)
Rata-rata harian °C (°F) 27.2
(81)
28.2
(82.8)
28.3
(82.9)
27.7
(81.9)
27.7
(81.9)
27.2
(81)
26.6
(79.9)
27.9
(82.2)
28.5
(83.3)
29.7
(85.5)
28.6
(83.5)
27.5
(81.5)
27.93
(82.28)
Rata-rata terendah °C (°F) 23.8
(74.8)
24.6
(76.3)
24.6
(76.3)
23.8
(74.8)
23.6
(74.5)
22.9
(73.2)
22.3
(72.1)
23.3
(73.9)
23.8
(74.8)
24.3
(75.7)
24.2
(75.6)
23.8
(74.8)
23.75
(74.73)
Presipitasi mm (inci) 233
(9.17)
211
(8.31)
202
(7.95)
158
(6.22)
96
(3.78)
68
(2.68)
36
(1.42)
16
(0.63)
23
(0.91)
66
(2.6)
116
(4.57)
216
(8.5)
1.441
(56,74)
Rata-rata hari hujan 19 17 16 13 8 5 3 1 2 5 10 18 117
% kelembapan 83 82 82 79 76 73 69 68 70 73 79 80 76.2
Rata-rata sinar matahari bulanan 166 170 227 232 243 250 291 305 289 276 223 186 2.858
Sumber #1: Climate-Data.org [10] & BMKG [11]
Sumber #2: Weatherbase [12]

Pemerintahan sunting

Daftar Bupati sunting

Berikut adalah daftar Bupati Bangkalan dari masa ke masa.

No Bupati Mulai menjabat Akhir menjabat Prd. Ket. Wakil Bupati
1   Pangeran Tjakra Adiningrat 1882 1905 1
2 R.A.A Suryonegoro 1905 1918 2
1 R.A A Suryo Winoto 1918 1948 3
2 R.A Moh. Sis Cakraningrat 1948 1956 4
3 R.A Moh Ruslan 1956 1957 5
4 R.A.Abd. Karim Brojokusumo 1957 1959 6
5   R.P Mohammad Noer 1959 1965 7
6 Drs.
Abd. Mannan
1965 1969 8
7 R. P. Machmud Surodipturo 1969 1971 9
8 Jacky Sudjaki 1971 1982 10
11
9 Drs.
Sumarwoto
1982 1988 12
10 Drs.
Abdul Kadir
1988 1991 13
Drs.
Ernomo
1991 1993
11 M. Jakfar Syafei 1993 1998 14
12 Ir. H.
Moh. Fatah
MM.
1998 2003 15
13   RKH Fuad Amin Imron 2003 2008 16 [13][14] Mohammad Dong
2008 2013 17 KH
Syafik Rofi'i
14 Makmun Ibnu Fuad
Ra Momon
4 Maret 2013 4 Maret 2018 18 [15][16] Mondir Rofi'i
I Gusti Ngurah Indra Setiabudi
(Penjabat)
13 Maret 2018 24 September 2018 [17]
15   RKH Abd. Latif Amin Imron
Ra Latif
24 September 2018 8 Desember 2022 19 [18] Mohni
  Drs. H.
Mohni
MM.
(Pelaksana Tugas)
9 Desember 2022 23 September 2023
Dr.H. Arief Moelia Edie, M.Si. 24 September 2023 Petahana Penjabat


Dewan Perwakilan sunting

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Bangkalan dalam dua periode terakhir.[19][20][21]

Partai Politik Jumlah Kursi dalam Periode
2014-2019 2019-2024
PKB 5   6
Gerindra 10   10
PDI-P 7   8
Golkar 3   2
NasDem 1   0
Berkarya (baru) 2
PKS 3   3
Perindo (baru) 1
PPP 6   7
PAN 4   3
Hanura 4   3
Demokrat 6   5
PKPI 1   0
Jumlah Anggota 50   50
Jumlah Partai 11   11

Kecamatan sunting

Kabupaten Bangkalan terdiri dari 18 kecamatan, 8 kelurahan, dan 273 desa (dari total 666 kecamatan, 777 kelurahan, dan 7.724 desa di Jawa Timur). Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 1.065.620 jiwa dengan luas wilayah 1.001,44 km² dan sebaran penduduk 1.064 jiwa/km².[22][23]

Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Bangkalan, adalah sebagai berikut:

Kode
Kemendagri
Kecamatan Jumlah
Kelurahan
Jumlah
Desa
Status Daftar
Desa/Kelurahan
35.26.05 Arosbaya 18 Desa
35.26.01 Bangkalan 7 6 Desa
Kelurahan
35.26.15 Blega 19 Desa
35.26.03 Burneh 1 11 Desa
Kelurahan Tunjung
35.26.18 Galis 21 Desa
35.26.06 Geger 13 Desa
35.26.04 Kamal 10 Desa
35.26.07 Klampis 22 Desa
35.26.10 Kokop 13 Desa
35.26.17 Konang 13 Desa
35.26.11 Kwanyar 16 Desa
35.26.12 Labang 13 Desa
35.26.16 Modung 17 Desa
35.26.08 Sepulu 15 Desa
35.26.02 Socah 11 Desa
35.26.13 Tanah Merah 23 Desa
35.26.09 Tanjung Bumi 14 Desa
35.26.14 Tragah 18 Desa
TOTAL 8 273

Transportasi sunting

Semenjak adanya Jembatan Suramadu banyak bus bus lewat sini lebih cepat daripada di Pelabuhan Bangkalan

Terminal Bangkalan di Kecamatan Socah merupakan terminal Terbesar di Pulau Madura Bagian barat

Dahulu ada rel kereta api di Madura dari Kamal–Bangkalan–Kwanyar–Blega yang sekarang nonaktif

Pariwisata sunting

Kabupaten Bangkalan memili Sejumlah lokasi Wisata yang terbagi dalam beberapa kategori, yakini Wisata Alam, Wisata Religi, Wisata Sejarah dan Wisata Kuliner dan Keluarga. Wisata Kuliner sendiri mulai terkenal di bangkalan sejak di resmikanya Jembatan Suramadu.

Wisata Religi sunting

  • Makam Bujuk Cendana di Kwanyar Bangkalan
  • Sunan Bangkalan/Raden Jakandar
  • Astana Sultan Kadirun dan Raja-Raja
  • Asta Aermata, Pasarean para raja-raja Agung Madura. Termasuk Benda Cagar Budaya.
  • a Madura di Masjid Agung Bangkalan
  • Pesarean Makam Zimat Sayyid Husein bin Assegaf
  • Makam Syaikhona Muhammad Kholil di Martajasah Bangkalan

Wisata Sejarah sunting

Wisata Alam sunting

  • Sumber Mata Air/Pemandian Bening Kec. Modung
  • Bukit Geger
  • Pantai Siring Kemuning di desa Macajah, Tanjungbumi
  • Pantai Rongkang
  • Pantai Basmalah
  • Pantai Maneron

Wisata Kuliner sunting

  • Taman Rekreasi Kota (TRK) Bangkalan
  • Taman Paseban Bangkalan
  • Bebek Sinjay
  • Bebek Cetar Membahana
  • Ole-Olang Resto

Referensi sunting

  1. ^ Lambang Kabupaten Bangkalan, ditetapkan berdasarkan Perda No. 8 Tahun 1971.
  2. ^ "Kabupaten Bangkalan Dalam Angka 2024". bangkalankab.bps.go.id. hlm. 49. Diarsipkan dari versi asli (pdf) tanggal 2024-02-28. Diakses tanggal 29 Februari 2024. 
  3. ^ "Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut di Kabupaten Bangkalan". sp2010.bps.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-14. Diakses tanggal 19 Januari 2021. 
  4. ^ "Indeks Pembangunan Manusia (UHH LF SP2020) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur (tahun), 2020-2023". jatim.bps.go.id. Diakses tanggal 10 Desember 2023. 
  5. ^ "Rincian Alokasi Dana Alokasi Umum Provinsi/Kabupaten Kota Dalam APBN T.A 2020" (PDF). www.djpk.kemenkeu.go.id. (2020). Diakses tanggal 16 Juni 2021. 
  6. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-10-27. Diakses tanggal 2020-09-18. 
  7. ^ "BANGKALAN MEMORY". bangkalanmemory.blogspot.co.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-10-24. Diakses tanggal 2016-10-24. 
  8. ^ a b c "Profil Bangkalan" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-10-26. Diakses tanggal 2020-09-30. 
  9. ^ Prabowo, T. A., dkk. (2020). Purnomo, N., Husen, dan Albab, M. R. U., ed. Ekowisata Kabupaten Bangkalan: Pengembangan Industri Kreatif Menyambut Era Industri 4.0 (PDF). Lamongan: Litbang Pemas UNISLA. hlm. 61. ISBN 978-623-91950-7-6. 
  10. ^ "Bangkalan, Jawa Timur, Indonesia". Climate-Data.org. Diakses tanggal 30 September 2020. 
  11. ^ "Curah Hujan Kabupaten Bangkalan – Zona Musim 195 & 196" (PDF). BMKG. hlm. 59. Diakses tanggal 30 September 2021. 
  12. ^ "Bangkalan, Indonesia". Weatherbase. Diakses tanggal 30 September 2020. 
  13. ^ Khodim, Muhammad (3 Maret 2003). "Akhirnya Bupati Bangkalan Dilantik". Liputan6.com. Diakses tanggal 25 Januari 2019. 
  14. ^ "Fuad Amin Bupati Bangkalan Terpilih". Liputan6.com. 6 Januari 2003. Diakses tanggal 25 Januari 2019. 
  15. ^ ROI; IWD (4 Maret 2013). "Pasangan Bupati-Wakil Bupati Bangkalan Terpilih Dilantik". detikcom. Diakses tanggal 4 Maret 2018. 
  16. ^ Bisri, Mustofha (18 Desember 2012). "Makmun Ibnu Fuad Jadi Bupati Termuda di Indonesia". Tempo.co. Diakses tanggal 4 Maret 2018. [pranala nonaktif permanen]
  17. ^ Maulidiya, Faisol (24 September 2018). Iskandar, Yoni, ed. "Baru Dilantik, Pj Bupati Bangkalan Langsung Gelar Rapat Tertutup". Tribunnews.com. Diakses tanggal 24 September 2018. 
  18. ^ Maulidiya, Pipit (24 September 2018). Anwar, Mujib, ed. "Usai Dilantik Jadi Bupati Bangkalan, Ra Latif dan Wakilnya Tegas Nyatakan Dukung Jokowi-Ma'ruf". Tribunnews.com. Diakses tanggal 24 September 2018. 
  19. ^ Surya, 24 Agustus 2014, 50 Anggota DPRD Bangkalan Periode 2014-2019 Dilantik, dikunjungi pada 28 Januari 2019.
  20. ^ Madura Corner, 24 Agustus 2014, Anggota DPRD Bangkalan Terpilih Masa Bakti 2014 – 2019 Banyak Wajah Baru, dikunjungi pada 28 Januari 2019.
  21. ^ "KPU Tetapkan Perolehan Kursi DPRD Bangkalan, Berikut Nama-nama Caleg Terpilih". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-23. Diakses tanggal 2020-05-14. 
  22. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  23. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 

Pranala luar sunting