Doa Yesus
Doa Yesus (bahasa Yunani: Η Προσευχή του Ιησού, i prosefchí tou iisoú, bahasa Inggris: Jesus Prayer) adalah suatu rumusan doa singkat (hanya 1 kalimat) yang umum digunakan dalam tradisi Ortodoks dan Katolik, khususnya Ritus Timur. Doa ini telah diajarkan secara luas sepanjang sejarah Gereja. Pendarasannya diulang secara terus-menerus sebagai salah satu praktik asketis pribadi, dan penggunaannya juga merupakan bagian dari tradisi doa para eremit yang dikenal sebagai Hesikasme.[1]
Bagian dari serial tentang |
Kekristenan Timur |
---|
Bagian dari seri tentang |
Gereja Ortodoks Timur |
---|
Ikhtisar |
Doa Yesus terutama sangat dihargai oleh para bapa rohani dari tradisi ini (Philokalia) sebagai suatu metode untuk membuka hati, sehingga dinamakan juga Doa Hati (Prayer of the Heart), dan merupakan salah satu praktik "doa hening" (mental prayer) dalam tradisi Katolik. Doa Hati dianggap sebagai "doa tanpa henti" yang dianjurkan oleh Rasul Paulus dalam Perjanjian Baru,[1] yaitu 1 Tesalonika 5:17, menurut Santo Yohanes Kasianus —seorang Bapa Gurun dari Mesir— dalam tulisannya di Conferences of the Desert Fathers ketika menjelaskan bagaimana doa dapat memberikan keseimbangan hati atau pikiran.[2]
Katekismus Gereja Katolik (KGK) 2667 juga mencatat rumusan doa ini; menggunakan kata "kami", bukan "aku", untuk penggunaan dalam kelompok. Menurut KGK, rumusan umum doa ini dipopulerkan oleh para penulis rohani dari Gunung Sinai, Siria, dan Gunung Athos; merupakan gabungan himne Kristologi dari Filipi 2:6-11 dengan tangisan sang pengemis [[buta ]] dan sang pemungut cukai (Markus 10:46-52; Lukas 18:13).[3]
Rumusan umum
suntingRumusan yang paling umum adalah:
bahasa Yunani: "Κύριε Ἰησοῦ Χριστέ, Υἱὲ τοῦ Θεοῦ, ἐλέησόν με τὸν ἁμαρτωλόν."
bahasa Rusia: "Го́споди, Иису́се Христе́, Сы́не Бо́жий, поми́луй нас гре́шных."
bahasa Latin: "Domine Iesu Christe, Fili Dei, miserere mei peccatoris."
bahasa Inggris: "Lord Jesus Christ, Son of God, have mercy on me, the sinner."[1]
bahasa Indonesia: "Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah, kasihanilah aku, orang (yang) berdosa."
bahasa Spanyol: "Señor Jesucristo, Hijo de Dios, ten piedad de mí, pecador(a)."
Makna teologis
suntingMenurut KGK 432, nama "Yesus" menandakan nama besar Allah hadir dalam pribadi Putera-Nya, yang menjadi manusia untuk penebusan dunia secara definitif dari dosa-dosa. Nama ilahi-Nya saja yang membawa keselamatan, dan semua orang dapat menyerukan nama-Nya; karena Yesus telah menyatukan Diri-Nya dengan semua orang melalui penjelmaan-Nya menjadi manusia. (Roma 10:6-13, Kisah Para Rasul 4:12)[4]
Kemudian KGK 435 menyatakan bahwa nama Yesus adalah inti doa Kristen. Doa-doa liturgi ditutup dengan rumusan "demi Yesus Kristus Tuhan kami". Doa Salam Maria mencapai keagungannya pada kata-kata "terpujilah buah tubuhmu, Yesus". Demikian pula nama Yesus adalah inti dari Doa Yesus yang populer dalam Gereja Timur ini. Banyak orang Kristen yang meninggal (terutama para martir), misalnya Santa Joan of Arc, dengan kata "Yesus" terucap dari mulut mereka.[4]
Seorang Bapa Gereja dari abad ke-6, St. Yohanes Klimakus dalam tulisannya "Tangga Pendakian Ilahi" (The Ladder of Divine Ascent), menganjurkan untuk tidak bicara berlebihan dalam doa jika bingung mencari kata-kata untuk berdoa; menurutnya sepatah kata dari si pemungut cukai sudah cukup bagi Tuhan (Lukas 18:9-14), dan sepenggal ucapan dari si penjahat di kayu salib menyelamatkannya (Lukas 23:40-43). Maka ia memandang pentingnya Doa Yesus sebagai suatu doa sederhana, dengan memanggil atau mengenang Nama Yesus.[5]
Manfaat
suntingSt. Teofan Pertapa (Theophan the Recluse), seorang santo dari abad ke-19 dalam Gereja Ortodoks Rusia, menganggap bahwa Doa Yesus lebih berkekuatan dibandingkan dengan doa-doa lain, karena berdasar pada kuasa Nama Yesus yang Tersuci.[6] Pernyataan serupa juga dituliskan dalam KGK 2666, bahwa nama "Yesus" mencakup segalanya: Allah dan manusia dan seluruh tata ciptaan dan penebusan; siapa saja yang menyerukan nama-Nya, menerima Putera Allah yang mengasihinya dan yang menyerahkan Diri-Nya baginya. KGK 2668 juga menyatakan bahwa menyerukan nama Yesus adalah cara paling sederhana untuk senantiasa berdoa. Ketika nama suci tersebut diulangi terus menerus oleh orang yang penuh kerendahan hati, doa tersebut tidak tenggelam dalam banyaknya kata-kata (Matius 6:7) tetapi menyimpan "Kata" tersebut dan kelak ketekunannya akan berbuah (Lukas 8:15).[3]
St. Yohanes Klimakus menganggap keheningan (hesychia) adalah menyembah Allah tanpa henti sambil menantikan-Nya. Sehubungan dengan keheningan itu, ia menganjurkan pengenangan akan Yesus dalam setiap tarikan nafas untuk dapat menghargai nilai keheningan.[5] Sehingga dapat diartikan bahwa Doa Yesus akan mengantar seseorang kepada keheningan yang sesungguhnya.
Praktik
suntingDalam tradisi Gereja Timur, Doa Yesus didaraskan berulang-ulang, sering kali dengan bantuan sebuah 'tali doa' (prayer rope) —semacam untaian manik rosario dalam Gereja Barat, walau tidak diwajibkan. Dapat juga disertai dengan sujud (prostration) dan tanda salib. Melalui tindakan-tindakan tersebut diharapkan seseorang memperoleh rasa sesal (atas dosanya) dan sebagai sarana untuk mewujudkan kerendahan hati dalam dirinya; demikian pula penggunaan kata-kata "orang berdosa" dimaksudkan agar pendoa merasa seolah-olah tidak ada orang lain yang berdosa selain dirinya sendiri. Para rahib sering menghabiskan waktu yang lama dalam doa ini, ratusan kali setiap malam sebagai wujud kedisiplinan mereka, dan dibantu oleh seorang pembimbing. Tujuan utama praktik doa ini adalah 'membatinkan' doa; sehingga suatu saat kemudian —seiring dengan ketekunan si pendoa— doa ini tidak lagi didaraskan dengan suatu upaya yang disengaja, namun terucap sendiri secara spontan dalam hati.[1]
Peranan Doa Yesus dalam praktik perkembangan rohani seseorang dapat dipahami melalui penjelasan St. Teofan Pertapa mengenai tiga tahapan doa:[7]
- Doa vokal, yaitu doa yang didaraskan atau diucapkan dengan mulut; doa yang umum dilakukan saat berdoa bersama dengan orang lain. Doa ini adalah bentuk pengungkapan ekspresi secara lisan, merupakan tahap awal yang harus dilalui semua orang.
- Doa hening, di mana seseorang mengangkat hatinya kepada Allah melalui kontemplasi (dalam arti tertentu), mempersembahkan segalanya kepada Allah, dan sering meratap kepada-Nya di dalam hatinya. Dalam tahap ini seseorang mulai dapat mengatasi gangguan-gangguan di tahap sebelumnya, ia tidak lagi bergantung pada pengungkapan ekspresi secara lisan.
- Mengarahkan pikiran dan hati tanpa henti kepada Allah, disertai dengan kedamaian dalam lubuk hati atau semangat yang menyala-nyala. Pada tahap ini, doa sudah dilakukan dengan sendirinya secara spontan, seperti bernafas atau detakan jantung.
Sesuai dengan 3 tahapan di atas, pada awalnya seseorang mungkin mendaraskan Doa Yesus secara lisan. Namun seiring dengan waktu dan ketekunannya, seseorang dapat mendaraskan doa tersebut dalam hatinya tanpa gangguan berarti, bahkan sampai pada tahap di mana ia tidak lagi mampu mengucapkan apa-apa dalam hatinya karena doanya telah "menyatu" dalam seluruh kesadarannya.
Rumusan lainnya
suntingRumusan Doa Yesus cukup fleksibel sebagaimana praktiknya, tidak ada suatu standardisasi yang diberlakukan atas rumusannya. Rumusan doa ini dapat saja sedemikian pendek seperti "Tuhan kasihanilah aku/kami" (Kyrie eleison), "Kasihanilah aku", atau bahkan "Yesus" saja, sampai dengan rumusan yang paling umum. Bisa juga mengandung seruan kepada Sang Theotokos (Perawan Maria), atau para kudus. Namun elemen yang penting dan tetap ada yaitu nama "Yesus",[6] walau belum tentu terucapkan secara langsung dalam rupa kata. Beberapa contoh rumusan lain dari Doa Yesus:
Anjuran St. Yohanes Kasianus
suntingDalam tradisi Katolik Roma, juga dikenal rumusan doa sederhana yang sepertinya merupakan asal mula perkembangan "Doa Hati" ini, yaitu ayat Mazmur 70:2 yang sangat dianjurkan oleh St. Yohanes Kasianus sebagai doa singkat terbaik untuk diingat dan diulang-ulang:[2][12]
"O God, come to my assistance; O Lord, make haste to help me."[15]
("Ya Allah, bersegeralah menolong aku; Tuhan, perhatikanlah hamba-Mu.")[17]
Menurut St Yohanes ayat tersebut mencakup semua perasaan yang ada dalam kodrat manusia, sesuai untuk segala kondisi dan pencobaan; karena mengandung seruan kepada Allah dalam segala bahaya, mengandung pengakuan yang rendah hati dan saleh, mengandung kewaspadaan atas kecemasan dan ketakutan tanpa henti, mengandung penyadaran atas kelemahan dirinya sendiri, keyakinan akan jawabannya, dan jaminan akan suatu kehadiran dan pertolongan yang senantiasa siap sedia.[2]
Bagi orang yang terus menerus berseru kepada pelindungnya, dapat meyakini bahwa Ia selalu begitu dekat dengannya. Ayat tersebut adalah suatu dinding yang tak dapat ditembus oleh serangan si jahat; mengingatkan seseorang yang merasa mengalami keberhasilan rohani dan dipenuhi kegembiraan hati agar tidak larut dalam kesenangan atau kesombongan atas kondisi bahagia yang dialaminya. Seseorang yang menyadari kebutuhannya akan pertolongan Allah dalam segala hal mengetahui bahwa keadaan bahagia atau sedih dapat berubah dari satu ke yang lain, dan dalam kedua keadaan tersebut ia tak dapat menanggung kelemahannya sebagai manusia tanpa bantuan-Nya.[2]
Rumusan doa yang dipopulerkan St. Yohanes Kasianus ini didaraskan atau dinyanyikan berkali-kali setiap hari —khususnya dalam Gereja Barat— oleh kaum religius dan juga kaum awam, sebagai pembukaan suatu rangkaian Ibadat Harian (Horarium).[12]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ a b c d e (Inggris) "Jesus Prayer". OrthodoxWiki.
- ^ a b c d (Inggris) St. John Cassian. "Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Vol. 11: Conference 10 - The Second Conference of Abbot Isaac. On Prayer" (edisi ke-1894). Christian Literature Publishing Co. (Revised and edited for New Advent).
- ^ a b (Inggris) "Catechism of the Catholic Church - The Way of Prayer". Holy See.
- ^ a b (Inggris) "Catechism of the Catholic Church - And in Jesus Christ, His only Son, Our Lord". Holy See.
- ^ a b (Inggris) Saint John (Climacus). "John Climacus - The Ladder of Divine Ascent" (edisi ke-1982). Paulist Press. hlm. 44-45,48. ISBN 0-8091-2330-4.
- ^ a b (Inggris) On the Prayer of Jesus by Ignatius Brianchaninov, Kallistos Ware 2006 ISBN 1-59030-278-8 page xxiii-xxiv
- ^ (Inggris) Saint Theophan the Recluse. "The Path of Prayer: Four Sermons on Prayer" (edisi ke-1992). Praxis Research Institute. ISBN 1-872292-14-3.
- ^ (Inggris) "Gleanings from Orthodox Christian Authors and the Holy Fathers". St. Nicholas Russian Orthodox Church, McKinney (Dallas area) Texas.
- ^ Tim Carmelia (21 Februari 2009). "Cara-cara Doa". http://www.carmelia.net/. Hapus pranala luar di parameter
|publisher=
(bantuan) - ^ (Inggris) Tom Wright. "Epilogue - The Prayer of the Trinity". http://ntwrightpage.com/. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-03-18. Diakses tanggal 2015-03-31. Hapus pranala luar di parameter
|publisher=
(bantuan) - ^ (Inggris) Fr. Steven Peter Tsichlis. "The Jesus Prayer". St. Nicholas Orthodox Church, Portland, Oregon.[pranala nonaktif permanen]
- ^ a b (Inggris) Carl McColman (February 29, 2012). "Before the Jesus Prayer". Patheos.
- ^ (Inggris) "Douay-Rheims Bible - The Book of Psalms" (edisi ke-1899). Catholic Software's Douay Bible (retrieved from EWTN).
- ^ (Latin) "Nova Vulgata - Liber Psalmorum". Holy See.
- ^ Terjemahan dalam bahasa Inggris sesuai Psalms 69:2 dari Alkitab Douay–Rheims;[13] dalam Nova Vulgata adalah Psalmus 70:2.[14]
- ^ Komisi Liturgi KWI. Puji Syukur (edisi ke-2010). Jakarta: Penerbit OBOR. ISBN 978-979-565-009-6.
- ^ Terjemahan dalam bahasa Indonesia yang resmi dipergunakan pada Ibadat Harian di lingkungan Gereja Katolik Roma, sesuai yang tertulis dalam Puji Syukur no. 51, 69. Kalimat pertama didaraskan/dinyanyikan oleh pemimpin ibadat dan kalimat kedua didaraskan/dinyanyikan seluruh peserta ibadat; kemudian dilanjutkan dengan doksologi Kemuliaan,[16] biasanya sambil sujud seperti yang dilakukan Gereja Timur.