Patriark Ekumenis Konstantinopel

Patriark Ekumenis Konstantinopel (bahasa Yunani: Η Αυτού Θειοτάτη Παναγιότης, ο Αρχιεπίσκοπος Κωνσταντινουπόλεως, Νέας Ρώμης και Οικουμενικός Πατριάρχης, harfiah: "Yang Termulia, Tersuci, Uskup Agung Konstantinopel, Roma Baru, dan Patriark Ekumenis") adalah Uskup Agung Konstantinopel, Roma Baru, yang dihormati sebagai primus inter pares dalam persekutuan Gereja Ortodoks Timur, yakni Gereja yang diyakini warganya sebagai Gereja yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik. Secara historis dia dikenal dengan sebutan Patriark Konstantinopel Yunani, berbeda dengan Patriark Konstantinopel Armenia. Patriark Ekumenis Konstantinopel saat ini adalah Bartolomeus I dari Konstantinopel. Gelarnya tidak diakui oleh pemerintah Turki, yang hanya mengakuinya sebagai pemimpin spiritual kaum minoritas Yunani di Turki, dan menyebut dia hanya sebagai Patriark Ortodoks Yunani Phanar (Bahasa Turki: Fener Rum Patriği).

Patriark Ekumenis Konstantinopel
Keuskupan
Ortodoks
Petahana:
Bartolomeus I
GelarHis All Holiness
Informasi
Pembentukan38/451
KatedralGereja St. George, Fener, Istanbul, Turki
Situs web
patriarchate.org
Tahta di dalam Patriarkat Konstantinopel.

Status sunting

Dalam kapasitas tersebut dia adalah tokoh pertama yang dihormati oleh seluruh uskup Ortodoks, mengepalai segala konsili para primat dan/atau uskup Ortodoks baik secara pribadi maupun melalui delegasi di mana dia ikut serta dan berperan sebagai pembicara utama bagi Komuni Ortodoks, teristimewa dalam kontak-kontak ekumenis dengan denominasi-denominasi Kristiani lainnya. Dia tidak memiliki yurisdiksi langsung baik atas para patriark lain maupun Gereja-Gereja Ortodoks otokefalus, tetapi dia, di antara rekan-rekannya sesama primat, adalah satu-satunya yang berhak menghimpun sinode-sinode luar-biasa yang beranggotakan para rekan primatnya dan/atau para delegasi mereka untuk membahas situasi-situasi ad hoc dan telah pula menghimpun sinode-sinode Pan-Ortodoks yang padat-hadirin itu dalam empat dasawarsa terakhir.

Selain menjadi pemimpin spiritual dari 300 juta umat Kristen Ortodoks sedunia, dia adalah superior administratif langsung dari keuskupan-keuskupan dan keuskupan-keuskupan agung yang melayani jutaan umat Ortodoks Yunani, Ukraina, Karpato-Russia, dan Albania di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa Barat (di mana sebagian besar umatnya adalah orang-orang Yunani, Slavia dan diaspora Balkan lainnya), Australia dan Selandia Baru, Hong Kong, Asia Tenggara, Korea dan daerah-daerah tertentu di negara Yunani.

Kedudukan aktualnya adalah Patriark dari Gereja Ortodoks Konstantinopel, salah satu dari empat belas Gereja otokefalus dan dua Gereja otonom, serta yang tersenior (namun bukan yang tertua) dari empat tahta primasi kuno Ortodoks di antara lima pusat patriarki Kristiani yang merupakan Pentarki dari Gereja pra-skisma. Dalam perannya sebagai kepala Gereja Ortodoks di Konstantinopel, dia juga memegang gelar Uskup Agung Konstantinopel, Roma Baru.

Patriark Konstantinopel bukanlah Patriark Konstantinopel Latin, yakni suatu jabatan yang kini lowong, dan dibentuk setelah penaklukan Konstantinopel oleh kaum latin pada tahun 1204, dalam Perang Salib IV dan kini efektif tidak berfungsi lagi setelah kota itu direbut kembali oleh bangsa Yunani Byzantium, setengah abad sesudahnya. Dengan demikian dia juga dikenal di luar Ortodoksi sebagai Patriark Konstantinopel Yunani. Gelar resminya adalah "Yang Tersaleh, Tersuci, Uskup Agung Konstantinopel, Roma Baru, dan Patriark Ekumenis".

Peranan dalam Keuskupan Ortodoks sunting

Patriark Ekumenis memiliki peranan yang unik di antara para uskup Ortodoks, meskipun bukannya tanpa kontroversi. Dia adalah primus inter pares ("yang pertama di antara yang sederajat"), karena dialah yang paling senior dari semua uskup Ortodoks. Primasi yang diekspresikan dalam literatur kanonik sebagai presveia ("prerogatif") ini menjadikan Patriark Ekumenis memiliki hak untuk memimpin sinode-sinode pan-Ortodoks.

Selain itu, literatur kanonik Gereja Ortodoks memberikan kepada Patriark Ekumenis hak untuk mendengarkan pengajuan-banding atas kasus-kasus perselisihan antar uskup, meskipun apakah hak-hak kanonik ini terbatas hanya untuk patriarkatnya sendiri atau bersifat universal di seluruh Gereja Ortodoks masihlah menjadi pokok perdebatan sampai sekarang, terutama antara Patriarkat Ekumenis dan Patriarkat Moskow.

Secara historis, Patriark Ekumenis pernah menerima pengajuan-pengajuan naik-banding tersebut dan kadang-kadang diundang untuk melakukan intervensi dalam perselisihan-perselisihan dan permasalahan-permasalahan Gereja-Gereja lain. Bahkan sejak zaman St. Yohanes Krisostomus (abad ke-5 Masehi), Konstantinopel cukup berpengaruh dalam pemberhentian sejumlah besar uskup di luar yurisdiksi tradisionalnya. Hal ini masih berlangsung sampai sekarang, karena pada tahun 2006 Patriarkat Konstantinopel diundang untuk membantu menyatakan bahwa Uskup Agung Gereja Ortodoks Siprus tidak kompeten sehubungan dengan penyakit Alzheimer yang diidapnya.[1] Selain itu pada tahun 2005, Patriarkat Ekumenis menghimpun sebuah sinode pan-Ortodoks untuk mengekspresikan konfirmasi dunia Ortodoks atas pemberhentian Patriark Irenaios dari Yerusalem.[2] Pada tahun 2006, Patriarkat Konstantinopel diundang untuk mendengarkan pengajuan-banding dari seorang uskup Ortodoks Rusia di Kerajaan Inggris dalam kasus perselisihan dengan superiornya di Moskow, meskipun Moskow menolak baik keputusannya maupun hak untuk melakukannya.[3]

Patriark Ekumenis tidak memiliki yurisdiksi langsung di luar Patriarkat Konstantinopel yang dianugerahkan kepadanya dalam literatur kanonik Ortodoks, tetapi fungsi primasinya dalam kaitannya dengan segenap Gereja Ortodoks merupakan kesepakatan bersama di antara Gereja-Gereja otokefalus dan Gereja-Gerja otonom, yakni fungsi untuk menjaga kesatuan Gereja.

Karena peranannya yang unik ini, Patriark Ekumenis kerap disebut sebagai "pemimpin spiritual" Gereja Ortodoks oleh beberapa sumber, meskipun sebutan ini bukanlah gelar resminya dan tidak pula biasa digunakan dalam sumber-sumber keilmuan mengenai Patriarkat Konstantinopel. Gelar tersebut dapat diterima bila ditilik dari peranan uniknya tersebut, tetapi gelar tersebut kadang-kadang menimbulkan kesalahpahaman bahwa jabatan Patriark Konstantinopel itu ekuivalen dengan suatu kepausan Ortodoks, kesan yang salah ini diberikan oleh berita-berita media-massa tanpa referensi yang tepat.

Sejarah awal sunting

Keuskupan Agung Konstantinopel memiliki kesinambungan historis sejak pendirian kota Konstantinopel pada tahun 330 Masehi oleh Konstantinus Agung. Karena Konstantinus Agung menjadikan Byzantium sebagai "Roma Baru" pada tahun 330, maka dianggap patut jikalau uskup kota itu, yang sebelumnya merupakan sufragan dari Keuskupan Agung Heraclea Pontica dan menurut tradisi merupakan penerus St. Andreas Rasul, naik ke peringkat kedua sesudah Uskup Roma Lama. Segera sesudah pemindahan ibu kota Romawi, Keuskupan Konstantinopel dinaikkan derajatnya menjadi keuskupan agung.[4] Selama berpuluh-puluh tahun Sri Paus menentang ambisi tersebut, bukan karena ada yang menggugat posisinya sebagai yang nomor satu, melainkan karena Roma mempertahankan prinsip Petrus yakni seluruh patriarkat berasal dari Santo Petrus dan tidak berkenan merombak susunan hierarki sebelumnya hanya karena alasan politis.

Pasa tahun 381, Konsili Konstantinopel Pertama menyatakan bahwa "Uskup Konstantinopel harus memiliki primasi kehormatan sesudah Uskup Roma, karena Konstantinopel adalah Roma Baru" (kanon iii). Para paus menolak mengkonfirmasi kanon ini. Sekalipun demikian, prestise jabatan Uskup Konstantinopel terus meningkat bukan saja karena perlindungan nyata dari Kaisar Byzantium melainkan juga karena kebesaran dan letak geografisnya yang penting itu. Para Paus Roma memang sadar akan situasi ini.

Konsili Khalsedon pada tahun 451 menetapkan Konstantinopel sebagai sebuah patriarkat dengan yurisdiksi gerejawi atas Asia Kecil (Keuskupan Asiane dan Keuskupan Pontus) dan Thrace serta atas daerah teritorial kaum barbar, yaitu negeri-negeri yang belum dikristenkan di luar batas wilayah Patriarkat Barat (Roma Lama), Patriarkat Aleksandria, Patriarkat Antiokhia, dan Patriarkat Yerusalem. Ketetapan itu menjadikan Keuskupan Konstantinopel memiliki yurisdiksi untuk menerima pengajuan-banding ekstrateritorial atas keputusan-keputusan hukum kanonik oleh patriark-patriark lain serta menjadikan Keuskupan Konstantinopel memperoleh kehormatan-kehormatan yang setara dengan yang dimiliki tahta Kristiani nomor satu, yakni Roma, kendati demikian dalam hal primasi, Roma tetap memiliki senioritasnya (kanon xxviii). Paus Leo I menolak menerima kanon ini, dengan bersandar pada fakta bahwa kanon tersebut dibuat tanpa kehadiran legatusnya. Pada abad ke-6, gelar resmi Uskup Konstantinopel menjadi "Uskup Agung Konstantinopel, Roma Baru, dan Patriark Ekumenis."[4]

Yang menjabat sebagai Patriark Konstantinopel saat ini (sejak tahun 1991) adalah Bartolomeus I yang lebih terkenal daripada para pendahulunya pada zaman modern karena banyaknya kunjungan pastoral dan kunjungan lain yang dilakukannya ke berbagai negara di lima benua, serta karena biro permanen yang dibentuk olehnya di kantor pusat Uni Eropa. Selain itu dia juga telah memperbesar Pusat Patriarkal yang sudah lama berdiri di Chambesy, Swiss serta melakukan kegiatan-kegiatan ekologis yang membuatnya dijuluki "Patriark Hijau."

Etnarki Ottoman sunting

Tatkala kaum Turki Ottoman menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453, patriarkat berhenti berfungsi. Jabatan patriark kemudian diembankan pada tahun 1454 kepada Georgius Scholarius, seorang rahib-sarjana Byzantium, yang termasyhur karena penentangannya terhadap persatuan dengan Gereja Latin dan mengambil nama Gennadius II. Gennadius diangkat oleh penguasa Muslim Ottoman Sultan Mehmed II, yang ingin mendirikan dinastinya sebagai penerus para Kaisar Romawi Timur, dan yang mengadopsi gelar kekaisaran Kayser-i-Rûm "Kaisar Rum", bukan salah satu dari gelar utamanya namun yang merupakan gelar terpenting. Patriark Konstantinopel ditunjuk sebagai etnark dari Millet Rum (Kata dalam Bahasa Turki yang artinya Roma, yaitu Byzantium), yang meliputi seluruh umat Kristiani Ortodoks di bawah pemerintahan Ottoman, tanpa memandang kebangsaan mereka. Peranan ini dipikul orang-orang dari etnis Yunani dengan susah payah, di tengah-tengah berbagai kesulitan, jebakan, dan tak terelakkan dengan tingkat kesuksesan yang naik turun. Beberapa tokoh yang pernah menjabat sebagai Patriark Konstantinopel dieksekusi dalam waktu singkat oleh penguasa Ottoman, teristimewa Patriark Gregorius V pada Hari Senin Paskah tahun 1821 sebagai akibat dari pecahnya pemberontakan kaum Yunani yang terakhir dan satu-satunya yang pernah sukses.

Pada abad ke-19, bangkitnya nasionalisme dan sekularisme di negara-negara Kristiani Balkan mengakibatkan berdirinya beberapa Gereja nasional otokefalus, umumnya di bawah pimpinan Patriark atau Uskup Agung otonom, sehingga menjadikan kontrol langsung Partiark Ekumenis hanya terbatas pada umat Kristiani Turki, sebagian Yunani dan keuskupan-keuskupan agung di Amerika, Asia, Afrika, dan Oseania di mana komunitas migrasi orang-orang Yunani dan bangsa-bangsa lainnya makin lama makin bertambah sehingga membentuk diaspora Ortodoks yang signifikan.

Athos sunting

Patriark Ekumenis juga secara resmi merupakan "Pemimpin Spiritual" dan satu-satunya uskup di "Negara Monastik Otonom Pegunungan Suci", atau "Republik Athonit" di Gunung Athos, fakta ini menjadikannya sebagai Kepala Negara Otonom tersebut, yang merupakan bagian dari negara Yunani di bawah hukum internasional.

Isu-isu kebebasan beragama sunting

Negara Turki modern saat ini memberlakukan hukum yang menyatakan bahwa Patriark Konstantinopel haruslah seorang warga negara Turki (meskipun hampir seluruh warga Ortodoks Yunani telah meninggalkan Turki). Namun, Turki mengizinkan Sinode Para Uskup Metropolitan untuk memilih Patriark Konstantinopel.[5] Oleh karena itu, sejak berdirinya negara Turki modern, jabatan Patriark Ekumenis diduduki oleh warga etnis Yunani, yang merupakan warga negara Turki sejak lahir.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia dan pemerintah-pemerintah negara lain sudah lama memprotes syarat-syarat yang ditetapkan pemerintah Turki atas Patriark Ekumenis tersebut.[6] Sebagai contoh, status ekumenis yang dikenakan padanya dalam Ortodoksi Timur, dan diakui oleh pemerintah Ottoman, kerap menjadi sumber kontroversi di Republik Turki yang, menurut undang-undang kaum minoritas keagamaan, secara resmi mengakui dia hanya sebagai "Patriark Fener" (Fener adalah distrik di Istanbul tempat kantor pusat patriarkat). Penyitaan properti Gereja dan penutupan Sekolah Teologi Ortodoks di Halki juga disinggung oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia. Meskipun demikian, pada tahun 2004, setelah usaha selama 80 tahun, Patriark Bartolomeus berhasil mengganti komposisi keanggotaan Sinode Tetap Para Uskup Metropolitan di Konstantinopel yang berjumlah 12 orang itu sehingga dapat pula mencakup enam orang uskup dari luar Turki. Dia juga menggelar pertemuan seluruh uskup dalam wilayah yurisdiksinya dua kali setahun di Konstantinopel.

Patriarkat Ekumenis Konstantinopel telah menjadi target serangan bom (pada tahun 1993, 1994, 1996, 1997, 1998, 2004), penajisan kompleks pemakaman, dan serangan perorangan terhadap Patriark Ekumenis.[7]

Catatan kaki dan referensi sunting

  1. ^ Constantine Markides: AG investigasi skandal seks gereja. Retrieved on 2006-11-28.
  2. ^ BBC online: Pemimpin Ortodoks diturunkan menjadi rahib. Retrieved on 2006-11-28.
  3. ^ Patriarkat Oikumenis: Keterangan Pers mengenai terpilihnya Uskup Basil dari Amphipolis Diarsipkan 2016-03-04 di Wayback Machine.. Retrieved on 2006-11-28.
  4. ^ a b "Patriarkat Oikumenis KOnstantinopel", Encyclopædia Britannica 2005 Edisi Deluks CD-ROM.
  5. ^ Situs Web Patriarkat Oikumenis: Biografi Patriark Bartolomeus I Diarsipkan 2018-02-27 di Wayback Machine.. Retrieved on 2006-11-28
  6. ^ EU Turkey Civic Commission: EU Draft Report on Turkey's Progress Towards Accession 2006/2118 (INI) Diarsipkan 2006-08-16 di Wayback Machine.. Retrieved on 2006-11-28
  7. ^ Internet Hak Azasi Manusia: Sistem Hak Azasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa Diarsipkan 2007-09-30 di Wayback Machine.. Retrieved on 2006-11-28

Lihat pula sunting

Sumber dan pranala luar sunting