Al-Qur'an

kitab suci agama Islam
(Dialihkan dari Al-Qur’an)
Ini adalah versi stabil, terperiksa pada tanggal 7 Oktober 2024.

Al-Qur'an (bentuk tidak baku: al-quran, alqur'an, alquran, kuran, qur'an)[1] adalah kitab suci agama Islam yang, menurut kepercayaan umat Muslim, diturunkan oleh Allah kepada nabi terakhir Islam, Muhammad, melalui Malaikat Jibril.[2] Kitab ini terbagi ke dalam 114 surah (bab), dan setiap surahnya terbagi ke dalam beberapa ayat. Selain memiliki makna keagamaan, karya ini secara luas dianggap sebagai karya terbaik dalam sastra Arab dan telah memengaruhi bahasa Arab secara signifikan.

al-Qur'an
القرآن al-Qurʾān
Mushaf al-Qur'an yang terbuka
Informasi
AgamaIslam
BahasaArab Klasik
Periode610–632 M
Bab atau Surah114 surah
Kiri: Al-Qur’an abad ke-11 Afrika Utara di British Museum. Kanan: Al-Qur’an − di Mashhad, Iran – ditulis oleh Ali bin Abi Thalib.

Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an difirmankan langsung oleh Allah kepada Muhammad melalui Malaikat Jibril,[3][4] berangsur-angsur selama 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari; atau rata-rata selama 23 tahun, dimulai sejak tanggal 17 Ramadan,[5][6] [2][7][8][9] Umat Muslim menghormati Al-Qur'an sebagai sebuah mukjizat terbesar dari Muhammad, sebagai salah satu tanda dari kenabian,[10] dan merupakan puncak dari seluruh pesan suci (wahyu) yang diturunkan oleh Allah sejak Adam dan diakhiri dengan Muhammad.[a] Kata "Quran" disebutkan sebanyak 70 kali di dalam Al-Qur'an itu sendiri.[11]

Menurut ahli sejarah,[siapa?] beberapa sahabat Nabi memiliki tanggung jawab menuliskan kembali wahyu Tuhan berdasarkan apa yang telah sahabat lain hafalkan.[12] Setelah kematian Muhammad, para sahabat segera menyusun dan menuliskan kembali hafalan wahyu mereka. Penyusunan kembali Al-Qur'an ini diprakarsai oleh Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq atas usulan dari Umar bin Khattab dengan persetujuan para sahabat senior.[13]

Al-Qur’an telah menjelaskan sendiri bahwasanya isi dari Al-Qur’an itu adalah sebuah petunjuk; terkadang juga dapat berisi cerita mengenai kisah bersejarah, dan menekankan pentingnya nilai-nilai moral.[14][15] Al-Qur’an juga digunakan bersama dengan hadis untuk menentukan hukum Syari'ah dan yurisprudensi Islam (fiqih).[16] Saat akan melaksanakan Salat, Al-Qur’an dibaca hanya dalam bahasa Arab saja.[17] Beberapa pakar Barat pun ada yang[siapa?] mengapresiasi Al-Qur’an sebagai sebuah karya sastra bahasa Arab terbaik di dunia.[18][19]

Seseorang yang menghafal isi Al-Qur'an disebut Hafiz. Beberapa umat Muslim membacakan Al-Qur’an dengan tartil.[20][Verifikasi gagal] Peraturan tata cara membaca Al-Qur'an yan baik dan benar disebut sebagai tajwid. Saat bulan suci Ramadan, biasanya umat Muslim melengkapi hafalan dan membaca Al-Qur’an mereka setelah melaksanakan salat tarawih. Untuk memahami makna dari Al-Qur'an, umat Muslim perlu menggunakan rujukan yang disebut tafsir.[21]

Etimologi

sunting
 
Wahyu pertama Muhammad, Surah Al-Alaq, kemudian ditempatkan ke-96 dalam urutan Al-Qur'an (dalam gaya penulisan saat ini).

Terdapat dua pendapat berbeda mengenai asal-usul nama Al-Qur'an, apakah kata القرآن merupakan kata asli (jamid) atau derivasi (musytaqq).[22] Asy-Syafi'i, di antara yang berpendapat pertama, mengatakan

Aku membaca (Al-Qur'an–ed.) di hadapan Ismail bin Qistintin, dan dia dulu biasa mengatakan, "'Al-Qur'an' itu adalah isim, bukan mahmūz dan tidak diambil dari kata قرأت qara’ta ("kamu membaca"). Seandainya diambil dari kata qara’ta, semua yang dibaca pasti menjadi qur'an. Itu adalah nama untuk Al-Qur'an semisal Taurat dan Injil. Kata qara’ta berhamzah, sedangkan kata Al-Qur'an tidak berhamzah. Pada ayat Al-Qur'an   وَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْءَانَ  ,[Al-Isra':45] kata qara’ta berhamzah, sedangkan kata Al-Qur'an tidak berhamzah.[23]

Yang perlu menjadi catatan di sini adalah bahwa Riwayat yang dibaca Asy-Syafi'i adalah riwayat Ibnu Katsir yang membacanya Al-Quran, tanpa hamzah.[24] Pendapat ini dibantah dengan argumen bahwa pembacaan kata "Al-Qur'an" tanpa hamzah (menjadi al-Qurān), seperti dalam Qiraat Ibnu Katsir, termasuk dalam hukum takhfīf (peringanan cara membaca) dan naql (pemindahan harakat hamzah ke huruf bersukun sebelumnya).[25]

Yang berpendapat dengan pendapat kedua, ada yang menganggapnya musytaqq dari huruf ق-ر-ن q-r-n. Abu al-Hasan al-Asy'ari mengatakan, "Kata itu musytaqq dari kata qarantu al-syay’ bil-syay’, yang artinya aku menggabungkannya ke yang satunya. ... Dari kata ini juga, haji yang digabung dengan umrah dalam satu ihram disebut qiran."[26] Adapun Abu Zakariya al-Farra' mengatakan, "Kata itu musytaqq dari kata القرائن al-qarā’in, bentuk jamak dari قرينة qarīnah ("indikator")."[26] Al-Qurtubi sependapat dengan al-Farra' dengan alasan bahwa ayat-ayat Al-Qur'an itu saling membenarkan satu sama lain dan saling mirip.[24]

Yang juga berpendapat bahwa kata al-Qur'an itu isim musytaqq, ada yang menganggapnya musytaqq dari huruf ق-ر-ء q-r-’.[26] Ibnul Atsir mengatakan, "(Kata 'Al-Qur'an') adalah mashdar (bentuk kata infinitif, dengan pola) seperti غفران gufrān dan كفران kufrān."[25] Kata qara’a sendiri dapat bermakna membaca atau bermakna mengumpulkan.[b] Di antara yang berpendapat maknanya "mengumpulkan" adalah az-Zujjaj. Sementara itu, al-Lihyani menggunakan firman Allah,   إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ   فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ     "Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu"[Al-Qiyamah:17-18] sebagai dalil bahwa makna "Al-Qur'an" bukan "mengumpulkan", tetapi "membaca", karena penggunaan kata sambung "dan" mengharuskan adanya pergantian kata.[27] Jika al-Qur'an berasal dari kata qara’a yang bermakna membaca, maka al-Qur'an berarti bacaan, sedangkan jika bermakna mengumpulkan, maka al-Qur'an berarti kumpulan, karena Al-Qur'an itu berisi kumpulan kisah-kisah dan hukum.[28]

Meskipun kata Al-Qur'an adalah yang paling sering digunakan di dalam kitab suci tersebut untuk merujuknya—seperti di ayat ke-9 dari Surah al-Isra' di bawah ini, Allah juga menggunakan berbagai nama berbeda, seperti al-Furqān ("pembeda"), al-Kitāb ("buku"), dan al-Żikr ("pengingat").[29] Selain itu, al-Qur'an juga disebut dengan karakteristiknya, seperti kabar gembira, ilmu (pengetahuan), tali yang kuat, kebenaran, tali Allah, dan pernyataan yang jelas untuk manusia.[29]

(9) Sungguh, Alquran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar. إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا  
Qur'an Al-Isra':9

Para ahli tafsir memiliki definisi tersendiri tentang Al-Qur'an, semisal Dr. Subhi Saleh yang mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

"Kalam Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah".

Adapun Muhammad Ali Ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Rasul ﷺ penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surah Al-Fatihah dan ditutup dengan surah An-Nas"

Pendekatan dari beragam disiplin ilmu menghasilkan beragam definisi yang menyoroti aspek-aspek istimewa dari Al-Qur'an.[30] Berbagai definisi secara istilah yang ada memiliki kesamaan maksud, yaitu wahyu Tuhan yang ditularkan turun-temurun sampai zaman kita, baik secara lisan, maupun tulisan.[29] Al-Qaththan mendefinisikan Al-Qur'an sebagai "firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad yang dapat menjadi sarana ibadah dengan membacanya."[31]

Sejarah

sunting
 
Manuskrip Sana'a, halaman kanan manuskrip biner Stanford '07. Lapisan atas adalah ayat 265-271 Surah Baqarah. Lapisan ganda mengungkapkan penambahan yang dibuat pada naskah pertama Al-Qur'an dan perbedaannya dengan Al-Qur'an hari ini.

Al-Qur'an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil, objektif, dan tidak memihak.[32] Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-Qur'an, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis.[33]

Sejarah pewahyuan

sunting

Menurut sebagian ulama, ayat-ayat al-Qur'an turun secara berangsur-angsur dalam kurun waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari; dan ada pula sebagian ulama lain yang berpendapat bahwa Al-Qur'an diwahyukan secara bertahap dalam kurun waktu 23 tahun (dimulai pada 22 Desember 603 Masehi).[5] Para ulama membagi masa turunnya ini dibagi menjadi dua periode, yaitu periode Makkah dan periode Madinah yang membentuk penggolongan surah Makkiyah dan surah Madaniyah. Periode Makkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Muhammad dan surah-surah yang turun pada waktu ini tergolong surah Makkiyyah. Sementara periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surah yang turun pada kurun waktu ini disebut surah Madaniyah. Ilmu Al-Qur'an yang membahas mengenai latar belakang maupun sebab suatu ayat atau beberapa ayat al-Qur'an diturunkan disebut Asbabun Nuzul.[34]

Pengumpulan dan penulisan Al-Qur'an

sunting

Penulisan ayat-ayat al-Qur'an dilakukan serta diselesaikan pada masa Muhammad yang merupakan seorang Arab,[35][36][37] sementara pertanggungjawaban isi Al-Qur'an berada pada Allah, sebab kemurnian dan keaslian Al-Qur'an dijamin oleh Allah.[38] Sementara itu sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa transformasi Al-Qur'an menjadi teks saat ini tidak diselesaikan pada zaman Muhammad, melainkan proses penyusunan Al-Qur'an berlangsung dalam jangka waktu lama sejak masa Khulafaur Rasyidin hingga masa Utsman bin Affan.

Masa Muhammad

sunting

Menurut riwayat para ahli tafsir,[siapa?] ketika Muhammad masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menulis Al-Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan, dan Ubay bin Kaab.[39] Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.[40]

 
Manuskrip dari Al-Andalus tahun 494 Hijriyah.

Masa Khulafaur Rasyidin

sunting
Pemerintahan Abu Bakar
sunting

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar pada periode 11-13 Hijriyah di Madinah, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama Perang Riddah) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para Sahabat Nabi. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksanaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga kematiannya. Kemudian, mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafshah binti Umar yang juga istri Muhammad.[41]

Pemerintahan Utsman bin Affan
sunting

Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antarsuku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standardisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam pada masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.[butuh rujukan]

Mengutip hadis riwayat Abu Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:[butuh rujukan]

Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al-Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."

Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al-Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraisy, yaitu Abdullah bin az-Zubair, Sa'id bin al-Ash, dan Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraisy tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al-Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Namun, terdapat keterangan bahwa dialek bahasa yang dipergunakan di Al-Qur'an merupakan dialek Arab murni.[42][Verifikasi gagal]

Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, Utsman mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Makkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan Madinah (mushaf al-Imam).[butuh rujukan]

Qiraat: periwayatan

sunting

Al-Qur'an tidak hanya terjaga dalam wujud tertulis, tetapi juga dengan metode lisan. Justru, transmisi Al-Qur'an secara lisan adalah metode utama untuk menerima dan meneruskannya.[29] Ketika Utsman bin Affan menyebarkan salinan Al-Qur'an ke berbagai wilayah Islam, dia tidak lupa juga mengirim seorang pembaca Al-Qur'an yang akan mendiktekannya kepada penduduk wilayah tersebut.[43]

Tajwid: fonetik dan pelafalan Alquran

sunting

Pembacaan Al-Qur'an dengan pelafalan yang benar adalah kewajiban yang telah dikenal di kalangan muslim.[29] Kewajiban ini disebutkan dengan perintah jelas di dalam Al-Qur'an, "Dan bacalah Al-Qur`ān itu dengan perlahan-lahan."[Qur'an Al-Muzzammil:4][29]

Struktur

sunting

Al-Qur'an terdiri atas 114 surah, 30 juz, dan 6.238 ayat menurut riwayat Hafsh,[44] 6.262 ayat menurut riwayat ad-Dur, atau 6.214 ayat menurut riwayat Warsy.[45][46] Secara umum, Al-Qur'an terbagi menjadi 30 bagian yang dikenal dengan nama juz. Pembagian juz memudahkan mereka yang ingin menuntaskan pembacaan Al-Qur'an dalam kurun waktu 30 hari. Terdapat pembagian lain yang disebut manzil, yang membagi Al-Qur'an menjadi 7 bagian.

Setiap surah dalam Al-Qur'an terdiri atas sejumlah ayat, mulai dari surah-surah yang terdiri atas 3 ayat; yakni Surah Al-Kausar[47], Surah An-Nasr[48] dan Surah Al-Asr[49], hingga surah yang mencapai 286 ayat; yakni surah Al-Baqarah.[50] Surah-surah umumnya terbagi ke dalam subbagian pembahasan yang disebut ruku.'

 
Kunjungan Ratu Syeba ke Raja Salomo. Edward Poynter, 1890. Menurut Taurat, tujuh ratus istri dan tiga ratus selir menyesatkannya di masa tuanya dan menyuruhnya menyembah berhala. Salomo masuk Al-Qur'an sebagai nabi-raja yang memerintah manusia, jin dan alam.

Lafadz Bismillahirahmanirrahim (بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) merupakan ciri di hampir seluruh pembuka surah di Al-Qur'an selain Surah At-Taubah. Walaupun demikian, terdapat 114 lafadz Bismillahirahmanirrahim yang setara dengan jumlah 114 surah dalam Al-Qur'an, oleh sebab lafaz ini disebut dua kali dalam Surah An-Naml[51], yakni pada bagian pembuka surah serta pada ayat ke-30 yang berkaitan dengan sebuah surat dari Sulaiman kepada ratu Sheba.

Makkiyah dan Madaniyah

sunting

Menurut tempat diturunkannya, surah-surah dapat dibagi atas golongan Makkiyah (surah Makkah) dan golongan Madaniyyah (surah Madinah).[52] Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu yang diperkirakan terjadi penurunan surah maupun ayat tertentu, di mana surah-surah yang turun sebelum Muhammad beremigrasi (hijrah) ke Madinah digolongkan sebagai surah Makkiyah sementara surah-surah yang turun setelahnya tergolong sebagai surah Madaniyyah.[butuh rujukan]

Surah yang turun di Makkah pada umumnya surah-surah dengan jumlah ayat yang sedikit, berisi prinsip-prinsip keimanan dan akhlak, panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan surah-surah yang turun di Madinah pada umumnya memiliki jumlah ayat yang banyak, berisi peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan, ataupun seseorang dengan lainnya (syari'ah) maupun pembahasan-pembahasan lain. Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini dianggap lebih tepat, sebab terdapat surah Madaniyyah yang turun di Makkah.[53]

Penggolongan menurut jumlah ayat

sunting

Dari segi jumlah ayat, surah-surah yang ada di dalam Al-Qur'an terbagi menjadi empat bagian:

Nasakh (perubahan)

sunting

Terdapat ayat-ayat Alquran yang turun mengubah hukum ayat-ayat lain yang sudah turun terlebih dahulu. Perubahan hukum ini disebut nasakh.

Upaya penerjemahan dan penafsiran

sunting
 
Museum Al-Qur'an di Melaka, Malaysia.

Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al-Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi ataupun mengganti teks yang asli dalam bahasa Arab, sebab teks yang asli memiliki ciri tata bahasa dan berbagai istilah khusus yang tidak ditemui dalam terjemahan bahasa lain.[55] Dengan demikian, kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidaklah sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.[56]

Terjemahan

sunting

Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal terhadap teks bahasa Arab Al-Qur'an tanpa disertai dengan usaha interpretasi lebih jauh. Al-Qur'an menggunakan suatu lafaz dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.

Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia:

  1. Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia, ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002
  2. Terjemah Al-Qur'an, oleh Mahmoed Joenoes
  3. An-Nur, oleh Muhammad Hasbi
  4. Al-Furqan, oleh Ahmad Hassan guru Persatuan Islam
  5. Al-Qur'anu'l-Karim Bacaan Mulia, oleh Hans Bague Jassin

Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Inggris:

  1. The Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali
  2. The Meaning of the Holy Qur'an, oleh Marmaduke Pickthall

Terjemahan Al-Qur'an dalam berbagai bahasa daerah di Indonesia:

  1. Al-Amin (bahasa Sunda)
  2. Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
  3. Al-Qur'an dan Terjemahnya Bahasa Sasak (bahasa Sasak), oleh tim penerjemah dari IAIN Mataram[57]
  4. Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Muhammad Adnan
  5. Qur'an bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien
  6. Qur'an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
  7. Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)
  8. Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Bugis (huruf lontara), oleh KH Abdul Muin Yusuf

Tafsir

sunting
 
Koin yang menggambarkan Alexander Agung sebagai penakluk Mesir dengan tanduk Amun di kepalanya. Alexander dianggap sebagai putra dewa Amon berkepala domba jantan di Mesir. Menurut mayoritas komentator Qur'an, Żul Qarnain adalah Alexander.[58]

Upaya penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak masa Muhammad, saat itu para sahabat dapat menanyakan kepadanya jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu. Kemudian setelah kematian Muhammad hingga saat ini, usaha menggali lebih dalam ayat-ayat al-Qur'an terus berlanjut. Metodologi yang umum digunakan para mufassirin berupa metode analitik, tematik, hingga perbandingan antarayat, dan dengan mengetahui asbabu nuzul-nya Al-Qur'an, itu adalah salah satu cara untuk menafsirkan Al-Qur'an.[59]

Corak penafsiran yang dihasilkan berupa tafsir bercorak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat, teologis bahkan ilmiah. Akan tetapi, adanya berbagai ayat Al-Qur'an yang masih misterius bagi para ahli tafsir, membuktikan bahwa pengetahuan dan ilmu manusia yang terbatas tidak sanggup menandingi sebuah Kitab berasal dari Ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu.[60] Serta terdapat keterangan bahwa inti ajaran Al-Qur'an adalah bagian-bagian tersurat yang mudah dipahami (muhkamat), sedangkan bagian-bagian tersirat yang rumit (mutasyahabihat) berada dalam Ilmu Allah.[61]

Ada dua pendapat mengenai hukum menyentuh Al-Qur'an terhadap seseorang yang sedang junub, perempuan haid dan nifas. Pendapat pertama mengatakan bahwa jika seseorang sedang mengalami kondisi tersebut tidak boleh menyentuh Al-Qur'an sebelum bersuci. Sedangkan pendapat kedua mengatakan boleh dan sah saja untuk menyentuh Al-Qur'an, karena tidak ada dalil yang menguatkannya.[62]

Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (Al-Waqiah 56:77-79)

  • Pendapat pertama

Pendapat kelompok pertama meyakini seseorang diharuskan berwudhu sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an. Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surah al-Waqi'ah di atas. Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al-Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati.

  • Pendapat kedua

Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surah al-Waqi'ah di atas ialah: "Tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur'an yang ada di Lauhulmahfuz sebagaimana ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para Malaikat yang telah disucikan oleh Allah." Pendapat ini adalah tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain sebagaimana telah diterangkan oleh Al-Hafidzh Ibnu Katsir di tafsirnya. Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak boleh menyentuh atau memegang Al-Qur'an kecuali orang yang bersih dari hadas besar dan hadas kecil.

Pendapat kedua ini menyatakan bahwa apabila memang benar demikian maksudnya tentang firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur'an kecuali mereka yang suci (bersih), yakni dengan bentuk faa'il (subjek/pelaku) bukan maf'ul (objek). Kenyataannya Allah berfirman: "Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur'an) kecuali mereka yang telah disucikan", yakni dengan bentuk maf'ul (objek) bukan sebagai faa'il (subjek).

"Tidak ada yang menyentuh Al-Qur'an kecuali orang yang suci."[63] Yang dimaksud oleh hadis di atas ialah: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur'an kecuali orang mukmin, karena orang mukmin itu suci tidak najis sebagaimana hadis Muhammad dalam Shahih riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad bin Hanbal, dan lain-lain dari jalur Abu Hurairah,

"Rasulullah ﷺ pernah menjumpaiku di salah satu jalan dari jalan-jalan yang ada di Madinah, sedangkan aku dalam keadaan junub, lalu aku menyingkir pergi dan segera aku mandi kemudian aku datang (menemui dia), lalu dia bersabda, "Kemana engkau tadi wahai Abu Hurairah?" Jawabku, "Aku tadi dalam keadaan junub, maka aku tidak suka duduk bersamamu dalam keadaan tidak bersih (suci)". Maka dia bersabda, "Subhanallah! Sesungguhnya orang mu'min itu tidak najis". (Dalam riwayat yang lain dia bersabda, "Sesungguhnya orang muslim itu tidak najis").

Hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab lain

sunting

Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad yaitu Suhuf Ibrahim, Taurat, Zabur, dan Injil, Di antara kitab-kitab suci tersebut, Allah secara khusus menyebut kedudukan "al-Kitab yang diberikan kepada Musa" memiliki kaitan paling erat dengan Al-Qur'an.[64] Terdapat berbagai ayat di Al-Qur'an tentang penegasan kedudukan terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah beberapa pernyataan Al-Qur'an, mengenai hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:

  • Bahwasanya Al-Qur'an menuntut kepercayaan umat Islam terhadap kebenaran kitab Al-Qur'an tersebut.[65][66]
  • Bahwasanya Al-Qur'an diposisikan sebagai penggenapan dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya.[67]
  • Bahwasanya Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara umat-umat rasul yang berbeda.[68]
  • Bahwasanya Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat riwayat-riwayat mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut serta meluruskan beberapa aspek penting pada teks-teks lain di kalangan Bani Israil, Ahli Kitab, Yahudi dan Bangsa Arabia pra-Islam.[69]
  • Bahwasanya Taurat, Alkitab beserta Al-Qur'an merupakan suatu perbedaan yang tidak memiliki kesatuan utuh yang juga tidak saling berkaitan dalam keimanan terhadap Kitab-Kitab Injil dan Allah (Islam).[70]

Pembacaan

sunting

Menurut An-Nawawi, pembacaan Al-Qur'an dilakukan pada tempat-tempat yang bersih dan dianggap sebagai tempat terbaik. Para ulama menganjurkan bahwa tempat terbaik untuk membaca Al-Qur'an adalah di dalam masjid. Pemilihan masjid didasari oleh kemuliaan dan kebersihan yang dimiliki oleh masjid. Pembacaan Al-Qur'an di dalam masjid lebih utama dibandingkan dengan berzikir. Tujuan pembacaan Al-Qur'an dapat untuk menghafal maupun pembacaan untuk mengingat bacaannya. Pembacaan Al-Qur'an dilakukan dengan kaidah-kaidah tilawah.[71]

Pemberhentian pembacaan Al-Qur'an tidak boleh dilakukan kecuali untuk menjawab salat atau untuk mendengar azan. Pelarangan menghentikan bacaan Al-Qur'an ialah ketika tujuannya hanya untuk berbicara dengan orang lain tanpa maksud tertentu. Sebaliknya, bacaan Al-Qur'an dapat dihentikan ketika adanya pembicaraan yang diperlukan dalam kondisi tertentu. Misalnya untuk mengingatkan seseorang yang lupa akan sesuatu atau menuntun orang yang Kebutaan untuk berjalan.[72]

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Surah Ibrahim: 1, Surah Ar-Ra'd: 1, Surah Yunus: 108, Surah Al-'Ankabut: 49
  2. ^ Suatu kata dalam bahasa Arab bisa memiliki lebih dari satu makna. Dalam kasus ini, قرأ (qara’a) memiliki makna جمع (jama'a, mengumpulkan) dan تلا (talā, membaca). Dari kata قرأ diambil kata lain: القرية (al-qaryah), yang berarti desa karena di desa terkumpul keluarga-keluarga.

Referensi

sunting
  1. ^ "Arti kata Al-Qur'an". Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek. KBBI Daring. Diakses tanggal 25 Agustus 2024. 
  2. ^ a b Nasr 2007.
  3. ^ Lambert, Gray (2013). The Leaders Are Coming!. WestBow Press. hlm. 287. ISBN 9781449760137. 
  4. ^ Roy H. Williams; Michael R. Drew (2012). Pendulum: How Past Generations Shape Our Present and Predict Our Future. Vanguard Press. hlm. 143. ISBN 9781593157067. 
  5. ^ a b Chronology of Prophetic Events, Fazlur Rehman Shaikh (2001) p. 50 Ta-Ha Publishers Ltd.
  6. ^ Quran 17:105
  7. ^ Living Religions: An Encyclopaedia of the World's Faiths, Mary Pat Fisher, 1997, page 338, I.B. Tauris Publishers.
  8. ^ Qur'an Al-Isra':106
  9. ^ https://media.neliti.com/media/publications/178165-ID-sejarah-al-quran-uraian-analitis-kronolo.pdf
  10. ^ Peters, F.E. (2003). The Words and Will of God. Princeton University Press. hlm. 12–13. ISBN 0-691-11461-7. 
  11. ^ Brannon M. Wheeler (18 June 2002). Prophets in the Quran: An Introduction to the Quran and Muslim Exegesis. A&C Black. hlm. 2. ISBN 978-0-8264-4957-3. 
  12. ^ Donner, Fred, "The historical context" in McAuliffe, J. D. (ed.), The Cambridge Companion to the Qur'ān (Cambridge University Press, 2006), p. 31–33.
  13. ^ "Sejarah Penulisan Alquran di Masa Abu Bakar". Republika Online. 2021-10-31. Diakses tanggal 2024-01-27. 
  14. ^ Nasr 2003, hlm. 42.
  15. ^ Qur'an 2:67-76
  16. ^ Handbook of Islamic Marketing, Page 38, G. Rice – 2011
  17. ^ Literacy and Development: Ethnographic Perspectives – Page 193, Brian V Street – 2001
  18. ^ Alan Jones, The Koran, London 1994, ISBN 1-84212-609-1, opening page.

    "Its outstanding literary merit should also be noted: it is by far, the finest work of Arabic prose in existence."

  19. ^ Arthur Arberry, The Koran Interpreted, London 1956, ISBN 0-684-82507-4, p. 191.

    “It may be affirmed that within the literature of the Arabs, wide and fecund as it is both in poetry and in elevated prose, there is nothing to compare with it.”

  20. ^ Tartil Juz 30, Tokoh Wanita. Diakses 12 November 2022.
  21. ^ Apocalypse And/or Metamorphosis – Page 81, Norman Oliver Brown – 1991
  22. ^ Ar-Rumi 2005, hlm. 19.
  23. ^ Ar-Rumi 2005, hlm. 19-20.
  24. ^ a b Az-Zarkasyi 1957, I/278.
  25. ^ a b Ar-Rumi 2005, hlm. 21.
  26. ^ a b c Ar-Rumi 2005, hlm. 20.
  27. ^ Ar-Rumi 2005, hlm. 20; Az-Zarkasyi 1957, I/277.
  28. ^ Al-Utsaimin 2001, hlm. 3.
  29. ^ a b c d e f Wahb 2022.
  30. ^ Wahb 2022; Ar-Rumi 2005, hlm. 23.
  31. ^ Al-Qaththan 2002, hlm. 16.
  32. ^ Rahman, A., (2007), Ensiklopediana Ilmu dalam Al-Quran: Rujukan Terlengkap Isyarat-Isyarat Ilmiah dalam Al-Quran, (terj.), Bandung: Penerbit Mizania, ISBN 979-8394-43-7
  33. ^ "SINDOnews | Al-Qur'an Digital 30 Juz". SINDOnews.com. Diakses tanggal 2023-03-10. 
  34. ^ Maarif, Syamsul Dwi. "Apa Itu Asbabun Nuzul: Pengertian, Fungsi, Contoh dan Macamnya". tirto.id. Diakses tanggal 2023-10-07. 
  35. ^ Surah Fussilat: 44
  36. ^ Surah Al-Hijr: 97, Luqman: 23, Muhammad: 2-3, Furqan: 30-31, Al-'Ankabut: 48-49, Al-A'raf: 2
  37. ^ Surah Al-Qiyamah: 16-19
  38. ^ Surah Ar-Ra'd: 19, Hud: 1, Al-Hijr: 1, Az-Zumar: 1, Ghaafir: 2, Al-Ahqaf: 2, Al-Hijr: 9
  39. ^ Tabatabi 1987.
  40. ^ Rakhmani, Amalina (2022-09-22). "Muadz Bin Jabal, 1 dari 6 Sahabat Nabi yang Hafal Quran pada Masa Nabi". Chanelmuslim.com. Diakses tanggal 2023-10-07. 
  41. ^ (Indonesia) Abu Bakar dan al-Quran, cnnindonesia.
  42. ^ Surah An-Nahl: 103, Al-Qalam: 35-40
  43. ^ Al-Munajjid 2020.
  44. ^ (Arab) Mushaf al-Madinah an-Nabawiyah (bi-Riwayah Hafsh). Madinah: Mujamma' al-Malik Fahd li-Thiba'ah al-Mushaf asy-Syarif. Halaman Ba'.
  45. ^ (Arab) Mushaf al-Madinah an-Nabawiyah bi-Riwayah ad-Durr 'an Abi Amr al-Bashri. Madinah: Mujamma' al-Malik Fahd li-Thiba'ah al-Mushaf asy-Syarif. Halaman Jim.
  46. ^ Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthy (849-911 H), al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an an-Nau’ at-tasi’ ‘asyar ‘adad suwar wa ayat wa kalimat wa huruf Al-Qur’an.
  47. ^ https://www.merdeka.com/quran/al-kausar
  48. ^ https://kalam.sindonews.com/surah/110/an-nasr
  49. ^ https://katadata.co.id/safrezi/berita/618a0ede80277/surat-al-ashr-ayat-1-3-beserta-terjemahan-dan-tafsirnya
  50. ^ https://www.liputan6.com/quran/al-baqarah
  51. ^ https://kalam.sindonews.com/surah/27/an-naml
  52. ^ A. Rippin, Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London, Vol. 45, No. 1. (1982), pp. 149-150.
  53. ^ Abu Ishaq Ibrahim bin Musa asy-Syatiby, Al-Muwafaqat, Kitab al-Ijtihad al-masalah ar-rabi’ah ‘asyarah tharf al-ijtihad al-khash bi al-’ulama wa al-’am bi al-mukallafin –at-Takallum ‘an ahwal at-Tasyri’ wa al-bad al-makkiy wa usul al-’amah-, Dar Ibnu Qayyim/ Dar Ibnu ‘Affan, 1424/ 2003
  54. ^ https://tafsiralquran.id/empat-pembagian-surah-alquran/
  55. ^ Leaman, Oliver (2006). The Qur'an: an Encyclopedia. New York, NY: Routledge. ISBN 0-415-32639-7. 
  56. ^ Aslan, Reza (20 November 2008). "How To Read the Quran". Slate. Diakses tanggal 25 Februari 2017. 
  57. ^ Haris, Tawalinuddin (2017). "Al-Qur'an dan Terjemahnya Bahasa Sasak: Beberapa Catatan". SUHUF Jurnal Pengkajian Al-Qur'an dan Budaya. 1. Jakarta: Lajnah Pentahihan Mushaf Al-Qur'an (10): 211–226. ISSN 1979-6544. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-07. Diakses tanggal 2017-11-07. 
  58. ^ Dzul Karnayn (PDF) and Alexander the Great in Quran view, turkoloju.cu.edu. (dalam bahasa Inggris).
  59. ^ Ismail al-Faruqi dalam The Cultural Atlas of Islam (Atlas Budaya Islam) menjelaskan, "tidak mungkin seseorang bisa memahami ayat Alquran tanpa mengetahui sebab-sebab turunnya ayat Alquran, suatu hal yang mustahil untuk memahami suatu ayat tanpa mengetahui latar belakang dan konteks historis ayat tersebut, kapan turunnya, dan bagaimana keadaan waktu itu.”
  60. ^ Surah At-Talaq: 12, Ta Ha: 98, Al-An'am: 80
  61. ^ Surah Ali-Imran: 7, Al-Mudassir: 30-31
  62. ^ Almanhaj: Hukum menyentuh atau memegang Al-Qur'an bagi orang junub, wanita haid dan nifas Diarsipkan 2010-03-17 di Wayback Machine. (diakses pada 8 Juli 2010)
  63. ^ Shahih riwayat Daruquthni dari jalan Amr bin Hazm, dan dari jalan Hakim bin Hizaam diriwayatkan oleh Daruquthni, Hakim, Thabrani di kitabnya Mu'jam Kabir dan Mu'jam Ausath dan lain-lain, dan dari jalan Ibnu Umar diriwayatkan oleh Daruquthni dan lain-lain, dan dari jalan Utsman bin Abil Aash diriwayatkan oleh Thabrani di Mu'jam Kabir dan lain-lain. Irwaa-ul Ghalil no. 122 oleh Syaikhul Imam Al-Albani. Dia telah mentakhrij hadis di atas dan menyatakannya shahih.
  64. ^ Surah Al-Ahqaf:12, Al-Ahqaf: 30, Al-An'aam: 91-92, Al-Qasas: 44-50
  65. ^ "...dan mereka yang beriman kepada Al-Qur'an yang telah diturunkan kepadamu tidak Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya Akhirat. (Surah Al-Baqarah 2:4)
  66. ^ Surah Al-An'aam: 157
  67. ^ "...dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur'an dengan membawa kebenaran yang sebenarnya, menggenapi apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang sesungguhnya yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Allah berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu Dia beritahukan kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu," (Al-Mā'idah 5:48)
  68. ^ Demi Allah, sesungguhnya Allah telah mengutus rasul-rasul Allah kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu menganggap baik perbuatan mereka sendiri, maka syaitan menjadi pemimpin mereka pada hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih, dan Allah tidak menurunkan kepadamu Al-Qur'an ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (An-Naĥl 16:63-64)
  69. ^ Surah Al-Imran: 65-67, Al-Baqarah: 113, Al-Baqarah: 140, Al-Furqan: 33, Al-Maidah: 15, An-Nahl: 64, Ar-Ra'd: 36, Al-Baqarah: 213, Asy-Syura: 10
  70. ^ Surah Al-Baqarah: 136, Ali-Imran: 84, Al-Mā'idah:43, Surah Al-Mā'idah:49, Al-Mā'idah:66, Al-Mā'idah:68, Saba: 31-32
  71. ^ Adil 2018, hlm. 193.
  72. ^ Adil 2018, hlm. 194.

Daftar pustaka

sunting

Bahasa Indonesia

sunting
  • Adil, Abu Abdirrahman (2018). Mujtahid, Umar, ed. Ensiklopedi Salat. Jakarta: Ummul Qura. ISBN 978-602-7637-03-0. 
  • Baidan, Nashruddin (2003). Perkembangan Tafsir Al-Qur'an di Indonesia. Solo: Tiga Serangkai. ISBN 9789796682133. 
  • Baltaji, Muhammad (2005). Metodologi Ijtihad Umar bin Al Khatab. (terjemahan H. Masturi Irham, Lc). Jakarta: Khalifa. ISBN 979-99129-0-3. 
  • Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur'an dan Terjemahannya. 
  • Faridl, Miftah; Syihabudin, Agus (1989). Al-Qur'an, Sumber Hukum Islam yang Pertama. Bandung: Penerbit Pustaka. OCLC 65583166. 
  • Ichwan, Muhammad Nor (2001). Memasuki Dunia Al-Qur'an. Semarang: Lubuk Raya. 
  • Ilyas, Yunahar (1997). Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-Qur'an Klasik dan Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 
  • Shihab, Muhammad Quraish (1993). Membumikan Al-Qur'an. Bandung: Mizan. 
  • Wahid, Marzuki (2005). Studi Al-Qur'an Kontemporer: Perspektif Islam dan Barat. Bandung: Pustaka Setia. 

Bahasa Asing

sunting

Pembelajaran:

Literatur kritik:

Ensiklopedia:

Jurnal Akademik: