Surah Al-Ikhlas

surah ke-112 dalam al-Qur'an
(Dialihkan dari Al-Ikhlas)

Surah Al-Ikhlas (bahasa Arab: الإخلاص, translit. Al-Ikhlāṣ, har. 'Ikhlas'), disebut juga sebagai Surah at-Tauhid bahasa Arab: التوحيد, translit. At-Tauḥīd, har. 'Keesaan (Allah)', adalah salah satu surah di dalam al-Qur'an yang isi ayatnya membahas mengenai konsep ketuhanan dan keesaan Allah.[3] Di dalam Al-Qur'an, Surah Al-Ikhlas berada pada urutan ke-112. Surah ini tergolong surah Makkiyah atau diturunkan di kota Makkah terdiri atas 4 ayat dan pokok isinya adalah menegaskan keesaan Allah sembari menolak segala bentuk penyekutuan terhadap-Nya. Kalimat inti dari surah ini, "Allahu ahad, Allahus shamad" (Allah Maha Esa, Allah tempat bergantung), sering muncul dalam uang dinar emas pada zaman Kekhalifahan dahulu. Sehingga, kadang kala kalimat ini dianggap sebagai slogan negara Khilafah Islamiyah, bersama dengan dua kalimat Syahadat.

Surah ke-112
ٱلإخْلَاص
Al-Ikhlāṣ
Ikhlas
KlasifikasiMakkiyah
Nama lain (Arab)At-Tauḥīd, Qulhu, Nisbatur Rabbi,[1] at-Tafrid,[2] at-Tajrid,[2] al-Wilayah,[2] al-Ma'arifah,[2] al-Jamal,[2] Qasyqasy,[2] al-Mudzakkirah,[2] as-Shamad,[2] al-Amin[2]
Juz30
Jumlah ayat4
Jumlah kata15
Jumlah huruf47

Latar belakang

sunting
 
Kalligrafi Surah al-Ikhlas naskah Maghribi tulisan abad ke-18

Ada beberapa hadis yang menjelaskan Asbabunnuzul surah ini yang mana seluruhnya mengacu pada inti yang sama yaitu jawaban atas permintaan penggambaran sifat-sifat Allah di mana Allah itu Esa (Al-Ikhlas 112:1), segala sesuatu tergantung pada-Nya (Al-Ikhlas 112:2), tidak beranak dan diperanakkan (Al-Ikhlas 112:3), dan tidak ada yang setara dengan Dia (Al-Ikhlas 112:4).

Dilihat dari peristiwa paling pertama, Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan bahwa sekelompok Bani Quraisy pernah meminta Nabi Muhammad untuk menjelaskan leluhur Allah dan kemudian turun surah ini. Riwayat lain bersumber dari Ubay bin Ka'ab dan Jarir bin Abdillah yang menyebutkan bahwa kaum Musyrikin berkata kepada Nabi Muhammad, "Jelaskan kepada kami sifat-sifat Tuhanmu." Kemudian turun surah ini untuk menjelaskan permintaan itu.[4] Dalam hadits ini, hadits yang bersumber dari Jarir bin Abdullah dijadikan dalil bahwa surah ini Makkiyah. Selain itu dari Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair menyebutkan bahwa kaum Yahudi yang diantaranya Kab bin Ashraf dan Huyayy bin Akhtab datang menemui Nabi dan bertanya hal yang sama dengan hadits pertama, kemudian turun surah ini.[5] Dalam hadits ini Sa'id bin Jubair menegaskan bahwa surah ini termasuk Madaniyah. Dan juga riwayat Qatadah menyebutkan Nabi Muhammad didatangi kaum Ahzab (Persekutuan antara kaum Bani Quraisy, Yahudi Madinah, Bani Ghatafan dari Thaif dan Munafiqin Madinah dan beberapa suku sekitar Makkah) yang juga menanyakan gambaran Allah dan diikuti dengan turunnya surah ini.

Karena adanya berbagai sumber yang berbeda, status surah ini Makkiyah atau Madaniyah masih dipertanyakan dan seolah-olah sumber-sumbernya tampak kotradiksi satu-sama lain. Menurut Abul A'la Maududi, dari hadits-hadits yang meriwayatkannya, dilihat dari peristiwa yang paling awal terjadi, surah ini termasuk Makkiyah. Peristiwa yang pertama terjadi yaitu pada periode awal Islam di Mekkah yaitu ketika Bani Quraisy menanyakan leluhur Allah. Kemudian peristiwa berikutnya terjadi di Madinah di mana orang Nasrani atau orang Arab lain menanyakan gambaran Allah dan kemudian turun surah ini. Menurut Madudi, sumber-sumber yang berlainan tersebut menujukkan bahwa surah itu diturunkan berulang-ulang. Jika di suatu tempat ada Nabi Muhammad dan ada yang mengajukan pertanyaan yang sama dengan peristiwa sebelumnya, maka ayat atau surah yang sama akan diwahyukan kembali untuk menjawab pertanyaan tersebut. Selain itu, bukti bahwa surah ini Makkiyah adalah ketika Bilal bin Rabah disiksa majikannya Umayyah bin Khalaf setelah memeluk Islam. Saat disiksa ia menyeru, "Allahu Ahad, Allahu Ahad!!" (Allah Yang Maha Esa, Allah Yang Maha Esa!!). Peristiwa ini terjadi di Mekkah dalam periode awal Islam sehingga menunjukkan bahwa surah ini pernah diturunkan sebelumnya dan Bilal terinspirasi ayat surah ini.[6]

Pendapat lain yaitu menurut as-Suyuthi. Menurutnya kata "al-Musyrikin" dalam hadits yang bersumber dari Ubay bin Ka'ab tertuju pada Musyrikin dari kaum Ahzab, sehingga mengindikasikan bahwa surah ini Madaniyyah sesuai dengan hadits Ibnu Abbas. Dan dengan begitu menurutnya tidak ada pertentangan antara dua hadits tersebut jika surah ini Madaniyah. Keterangan ini diperkuat juga oleh riwayat Abus Syaikh di dalam Kitab al-Adhamah dari Aban yang bersumber dari Anas yang meriwayatkan bahwa Yahudi Khaibar datang menemui Nabi dan berkata, "Hai Abal Qasim! Allah menjadikan malaikat dari cahaya hijab, Adam dari tanah hitam, Iblis dari api yang menjulang, langit dari asap, dan bumi dari buih air. Cobalah terangkan kepada kami tentang Tuhanmu." Nabi tidak menjawab dan kemudian Jibril membawa wahyu surah ini untuk menjawab permintaan Yahudi Khaibar.[7]

Keutamaan

sunting

Dalam kisah-kisah Islam

sunting

Dalam beberapa hadits dikatakan bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa pahala membaca sekali surah Al-Ikhlas sama dengan membaca sepertiga Al-Qur'an sehingga membaca 3 kali surah ini sama dengan mengkhatam Al-Qur'an. Kisah terkait hadits itu terekam dalam beberapa kisah. Seperti kisah ketika Nabi bertanya kepada sahabatnya untuk mengkhatam Al-Qur'an dalam semalam. Umar menganggap mustahil hal itu, namun begitu Ali menyanggupinya. Umar kemudian menganggap Ali belum mengerti maksud Nabi karena masih muda. Ali kemudian membaca surah Al-Ikhlas sebanyak 3 kali dan Nabi Muhammad membetulkan itu. Dalam hadits-hadits terkait hal ini, keutamaan surah Al-Ikhlas sangat memiliki peran dalam Al-Qur'an sehingga sekali membacanya sama dengan membaca sepertiga Al-Qur'an.

Riwayat Anas bin Malik juga merekam kisah berkaitan surah Al-Ikhlas yaitu di mana 70.000 malaikat diutus kepada seorang sahabat di Madinah yang meninggal hingga meredupkan cahaya matahari. 70.000 malaikat itu diutus hanya karena ia sering membaca surah ini. Dan karena banyaknya malaikat yang diutus, Anas bin Malik yang saat itu bersama Nabi Muhammad di Tabuk merasakan cahaya matahari redup tidak seperti biasannya di mana kemudian malaikat Jibril datang memberitakan kejadian yang sedang terjadi di Madinah.

  • Arti keesaan Tuhan (1–4)
Surah Al-Ikhlas
بِسْــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِـــــــــــــــــــــــيمِ
(1) Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah Yang Maha Esa. قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ  
(2) Allah tempat meminta segala sesuatu. اللَّهُ الصَّمَدُ  
(3) (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ  
(4) dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia." وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ  
—"Surah Al-Ikhlas" Quran.com

Referensi

sunting
  1. ^ Thabathaba'i, Allamah MH. 1987. Mengungkap Rahasia Al-Qur'an. Bandung: Mizan
  2. ^ a b c d e f g h i "Nama-nama lain dari Surah Al-Ikhlas", Hidayah, Februari 2009
  3. ^ Nuruddin, Muhammad (2021). Hal-Hal yang Membingungkan Seputar Tuhan. Depok: Keira. hlm. 78. ISBN 978-623-7754-64-0. 
  4. ^ Musnad Ahmad, Ibnu Abi Harim, Ibnu Jarir, Tirmidhi, Bukhari dalam At-Tarikh, Ibnu al-Mundhir, Hakim, Baihaqi
  5. ^ Ibnu Abi Hatim, Ibnu Adi, Baihaqi dalam Al-Asma was-Sifat
  6. ^ The Noble Qur'an. Madudi's Introduction of Al-Ikhlas.
  7. ^ Al-Qur'an Digital. Ver.2.1. Surah Al-Ikhlas:1

Pranala luar

sunting


Surah Sebelumnya:
Surah Al-Lahab
Al-Qur'an Surah Berikutnya:
Surah Al-Falaq
Surah 112