Tanpa atma

Konsep yang menolak keberadaan diri, jiwa, atau roh kekal dalam Buddhisme

Tanpa atma atau bukan atma (Pali: anatta; Sanskerta: अनात्मन्, anātman), juga dikenal sebagai tanpa inti,[1][2] tanpa roh,[3][4] bukan roh,[5] tanpa arwah,[6] tanpa diri,[7] bukan diri,[8][9] tanpa Aku,[10][11] dan bukan Aku,[12] adalah suatu konsep dalam Buddhisme yang menyatakan bahwa tidak ada atma, roh, diri, atau esensi yang kekal dan tidak berubah yang dapat ditemukan dalam fenomena apa pun.[note 1]

Tanpa-atma merupakan satu dari trilaksana (tiga karakteristik keberadaan), dua yang lainnya adalah penderitaan (dukkha) dan ketidakkekalan (anicca).[13]

Meski sering diartikan sebagai ajaran yang menyangkal keberadaan atma, tanpa-atma juga bisa digambarkan sebagai strategi untuk mencapai lenyapnya kemelekatan dengan menyadari ketidakkekalan atas segala sesuatu, dengan tetap tidak menyimpulkan keberadaan hakikat yang tidak berubah.[14][15][16] Sebaliknya, aliran dominan Hindu menegaskan keberadaan Atma sebagai kesadaran murni atau kesadaran saksi,[17][18][19][note 2] "mewujudkan kesadaran sebagai diri yang abadi."[20]

Theravāda

sunting

Trilaksana

sunting

Dalam falsafah buddhis, tanpa-atma menunjukkan bahwa segala hal (dhamma), baik yang berkondisi (saṅkhāra) maupun yang tidak berkondisi (Nirwana), sesungguhnya tidak mempunyai inti yang tetap.[21]

Tanpa-atma dipahami sebagai satu dari tiga karakteristik keberadaan (tilakkhaṇa), dua lainnya adalah dukkha ('penderitaan') dan anicca ('ketidakkekalan').[22][23][24][25] Ajaran ini muncul dalam kitab-kitab Pali sebagai, "sabbe saṅkhārā aniccā, sabbe saṅkhārā dukkhā, sabbe dhammā anattā", yang diterjemahkan oleh Szczurek sebagai, "semua hal yang berkondisi tidak kekal, semua hal yang berkondisi menyakitkan, semua dhamma tidak memiliki Atma."

Saṅkhāra vs dhamma

sunting

Ashin Kheminda menyatakan bahwa Buddhisme menolak eksistensi roh dan menekankan bahwa makhluk-makhluk hanya terdiri atas gugusan-gugusan (khandha) yang tidak dapat diidentifikasi sebagai roh.[26] Tradisi Abhidhamma menjelaskan saṅkhāra, dhamma, dan hubungannya dengan gugusan atau agregat (khandha) dalam skema:[27]

Hubungan nāmarūpa, khandha, dan Abhidhamma[28]
Kelompok Khandha (gugusan) Abdhidhamma
dhamma
saṅkhāra
rūpa
(materi)
rūpa-
(materi)
28 rūpa
(materi)
4 unsur pokok
24 unsur turunan
nāma
(batin)
vedanā-
(perasaan)
52 cetasika
(faktor mental)
7 universal
6 sesekali
14 tidak baik
25 indah
saññā-
(persepsi)
saṅkhāra-
(formasi mental)
viññāṇa-
(kesadaran)
89/121 citta
(kesadaran)
81 duniawi
8/40 adiduniawi
-
Nibbāna
(Nirwana)

Seluruh gugusan (khandha) termasuk dalam kategorisasi saṅkhāra, sedangkan Nirwana tidak termasuk. Kategorisasi yang mencakup saṅkhāra dan asaṅkhāra (bukan saṅkhāra, seperti Nirwana) disebut sebagai dhamma.

Pandangan

sunting

Buddhisme mengenal enam puluh dua pandangan-salah yang bersumber dari pandangan tentang identitas diri atau roh (sakkāyadiṭṭhi). Sakkāyadiṭṭhi terdiri dari dua kata, yaitu sakkāya yang berarti “tubuh yang ada,” dan diṭṭhi yang merupakan faktor-mental pandangan-salah. Sakkāya adalah istilah teknis untuk lima gugusan yang menjadi objek pelekatan makhluk yang belum tercerahkan.

Dalam kitab Dhammasaṅganī, Abhidhamma Piṭaka, dan Mahāpuṇṇama Sutta (MN 109) dijelaskan bahwa pandangan tentang identitas diri atau roh memiliki dua puluh variasi. Variasi-variasi tersebut didapatkan dari empat model untuk masing-masing dari lima gugusan, yaitu:[29][30]

  1. Menganggap gugusan sebagai atma
  2. Menganggap atma yang memiliki gugusan
  3. Menganggap gugusan berada di dalam atma
  4. Menganggap atma berada di dalam gugusan

Ciri tanpa-atma

sunting

Beberapa ciri pengalaman batiniah yang menunjukkan tanda tanpa-atma adalah sebagai berikut.

  1. Tidak adanya pemilik
  2. Terus mengalami proses (tidak kekal)
  3. Kosong dari substansi inti
  4. Tanpa penguasa atau berada di luar kuasa

Tanpa-atma dan sunyata merupakan dua kata yang merujuk pada satu fenomena yang sama. Akan tetapi, konsep sunyata melihat fenomena tersebut dari sudut pandang yang berbeda.

Catatan

sunting
  1. ^ Definisi dalam bahasa Inggris:
    • Anatta Diarsipkan 2015-12-10 di Wayback Machine., Encyclopædia Britannica (2013): "Anatta, (Pali: “non-self” or “substanceless”) Sanskrit anatman, in Buddhism, the doctrine that there is in humans no permanent, underlying substance that can be called the soul. Instead, the individual is compounded of five factors (Pali khandha; Sanskrit skandha) that are constantly changing."
    • Christmas Humphreys (2012). Exploring Buddhism. Routledge. hlm. 42–43. ISBN 978-1-136-22877-3. 
    • Brian Morris (2006). Religion and Anthropology: A Critical Introduction. Cambridge University Press. hlm. 51. ISBN 978-0-521-85241-8. : "...anatta is the doctrine of non-self, and is an extreme empiricist doctrine that holds that the notion of an unchanging permanent self is a fiction and has no reality. According to Buddhist doctrine, the individual person consists of five skandhas or heaps—the body, feelings, perceptions, impulses and consciousness. The belief in a self or soul, over these five skandhas, is illusory and the cause of suffering."
    • Richard Gombrich (2006). Theravada Buddhism. Routledge. hlm. 47. ISBN 978-1-134-90352-8. : "...Buddha's teaching that beings have no soul, no abiding essence. This 'no-soul doctrine' (anatta-vada) he expounded in his second sermon."
  2. ^ Atman dalam agama Hindu:
    • Anatta Diarsipkan 2015-12-10 di Wayback Machine., Encyclopædia Britannica (2013): "The concept of anatta, or anatman, is a departure from the Hindu belief in atman ("the self").";
    • Steven Collins (1994), "Religion and Practical Reason" (Editors: Frank Reynolds, David Tracy), State Univ of New York Press, ISBN 978-0-7914-2217-5, page 64; "Central to Buddhist soteriology is the doctrine of not-self (Pali: anattā, Sanskrit: anātman, the opposed doctrine of ātman is central to Brahmanical thought). Put very briefly, this is the [Buddhist] doctrine that human beings have no soul, no self, no unchanging essence.";
    • Edward Roer (Translator), Shankara's Introduction, hlm. 2, pada Google Books to Brihad Aranyaka Upanishad, hlm. 2–4;
    • Katie Javanaud (2013), Is The Buddhist 'No-Self' Doctrine Compatible With Pursuing Nirvana? Diarsipkan 2015-02-06 di Wayback Machine., Philosophy Now;
    • David Loy (1982), "Enlightenment in Buddhism and Advaita Vedanta: Are Nirvana and Moksha the Same?", International Philosophical Quarterly, Volume 23, Issue 1, hlm. 65–74;
    • KN Jayatilleke (2010), Early Buddhist Theory of Knowledge, ISBN 978-8120806191, hlm. 246–249, dari catatan 385 selanjutnya;
    • (Plott 2000)

Referensi

sunting
  1. ^ Mahāthera, Ven. Dhammavuddho. Segenggam Daun Bodhi. Pemuda Theravāda Indonesia (Patria) Sumatera Utara. hlm. 153; 165–168; 254. ISBN 978-602-95614-1-8. 
  2. ^ Susīlā, Sayalay (2020-08-01). 9 Sifat Agung Buddha. Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-94011-3-9. 
  3. ^ Kheminda, Ashin (2023-06-01). Dhammapada Atthakatha: Yamakavagga — Buddhavagga. Yayasan Dhammavihari. 
  4. ^ Kheminda, Ashin (2023-06-01). Pelengkap Buku Dhammapada Atthakatha: Yamakavagga — Buddhavagga. Yayasan Dhammavihari. 
  5. ^ Kheminda, Ashin (2019-09-01). Manual Abhidhamma: Bab 2 Faktor-Faktor-Mental. Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-94342-7-4. 
  6. ^ Dhammavihari Buddhist Studies (2024-01-11), Bahaya Percaya pada Roh, diakses tanggal 2024-08-22, (Pada stempel waktu 1:27-1:33) ... Ya, arwah ya, kalau seseorang meninggal dunia (katanya) rohnya bergentanyangan, arwahnya bergentayangan, seolah-olah masih memiliki identitas yang sama ... 
  7. ^ Mahāthera, Ven. Dhammavuddho. Segenggam Daun Bodhi. Pemuda Theravāda Indonesia (Patria) Sumatera Utara. hlm. 151; 188–189; 204–205. ISBN 978-602-95614-1-8. 
  8. ^ Bodhi, Bhikkhu Ñāṇamoli & Bhikkhu (2013-11-25). Majjhima Nikaya: Khotbah-khotbah Menengah Sang Buddha. DhammaCitta Press. 
  9. ^ Kheminda, Ashin (2023-10-01). Mūlapaṇṇāsapāḷi: Lima Puluh Diskursus yang di Akar (I.1C). Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-5626-12-3. 
  10. ^ Mahathera, Sri Pannyavaro (2010-11-03). "Bab VII - Anatta (Doktrin Tanpa-Aku)". Samaggi Phala. Diakses tanggal 2024-08-21. 
  11. ^ Widyadharma, Maha Pandita Sumedha (2006-12-26). "Menyadari dan Mengatasi Timbulnya Ke-AKU-an". Samaggi Phala. Diakses tanggal 2024-08-21. 
  12. ^ Dhammavihari. "Ceramah berseri: Anattalakkhaṇa Sutta". Dhammavihārī Buddhist Studies. Diakses tanggal 2024-08-21. 
  13. ^ Richard Gombrich (2006). Theravada Buddhism. Routledge. hlm. 47. ISBN 978-1-134-90352-8. All phenomenal existence [in Buddhism] is said to have three interlocking characteristics: impermanence, dukkha and lack of soul, that is, something that does not change. 
  14. ^ Gombrich 2009, hlm. 69–70.
  15. ^ Wynne 2009, hlm. 59–63, 76–77.
  16. ^ "Selves & Not-self: The Buddhist Teaching on Anatta", by Thanissaro Bhikkhu. Access to Insight (Legacy Edition), 30 November 2013, http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/thanissaro/selvesnotself.html Diarsipkan 2013-02-04 di Wayback Machine.
  17. ^ Deutsch 1973, hlm. 48.
  18. ^ Dalal 2010, hlm. 38.
  19. ^ McClelland 2010, hlm. 34–35.
  20. ^ Mackenzie 2012.
  21. ^ Richard Gombrich (2006). Theravada Buddhism. Routledge. hlm. 47. ISBN 978-1-134-90352-8. All phenomenal existence [in Buddhism] is said to have three interlocking characteristics: impermanence, dukkha and lack of soul, that is, something that does not change. 
  22. ^ Richard Gombrich (2006). Theravada Buddhism. Routledge. hlm. 47. ISBN 978-1-134-90352-8. , Quote: "All phenomenal existence [in Buddhism] is said to have three interlocking characteristics: impermanence, suffering and lack of soul or essence."
  23. ^ Robert E. Buswell Jr.; Donald S. Lopez Jr. (2013). The Princeton Dictionary of Buddhism. Princeton University Press. hlm. 42–43, 47, 581. ISBN 978-1-4008-4805-8. 
  24. ^ Anatta Buddhism, Encyclopædia Britannica (2013);
  25. ^ Phra Payutto (1995). Buddhadhamma: Natural Laws and Values for Life. Diterjemahkan oleh Grant Olson. State University of New York Press. hlm. 62–63. ISBN 978-0-7914-2631-9. 
  26. ^ Dhammavihari. "Ceramah berseri: Anattalakkhaṇa Sutta". Dhammavihārī Buddhist Studies. Diakses tanggal 2024-08-20. 
  27. ^ Kheminda, Ashin (2017-09-01). Manual Abhidhamma: Bab 1 Kesadaran. Yayasan Dhammavihari. hlm. 158. ISBN 978-623-94342-6-7. 
  28. ^ Kheminda, Ashin (2017-09-01). Manual Abhidhamma: Bab 1 Kesadaran. Yayasan Dhammavihari. hlm. 158. ISBN 978-623-94342-6-7. 
  29. ^ Kheminda, Ashin (2019-09-01). Manual Abhidhamma: Bab 2 Faktor-Faktor-Mental. Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-94342-7-4. 
  30. ^ "MN 109: Mahāpuṇṇama Sutta". DhammaCitta. Diakses tanggal 2024-06-19. 

Daftar pustaka

sunting
  • Dalal, Roshen (2010), The religions of India : a concise guide to nine major faiths (edisi ke-Rev.), New Delhi: Penguin Books, ISBN 978-0-14-341517-6 
  • Deutsch, Eliot (1973), Advaita Vedanta: A Philosophical Reconstruction, University of Hawaii Press 
  • Gombrich, Richard Francis (2009), What the Buddha thought, Equinox Pub., ISBN 9781845536145 
  • McClelland, Norman C. (2010), Encyclopedia of reincarnation and karma, Jefferson, N.C.: McFarland, ISBN 978-0-7864-5675-8 
  • Mackenzie, Matthew (2012), "Luminosity, Subjectivity, and Temporality: An Examination of Buddhist and Advaita views of Consciousness", dalam Kuznetsova, Irina; Ganeri, Jonardon; Ram-Prasad, Chakravarthi, Hindu and Buddhist Ideas in Dialogue: Self and No-Self, Routledge 
  • Plott, John C. (2000), Global History of Philosophy: The Axial Age, Volume 1, Motilal Banarsidass, ISBN 978-8120801585 
  • Wynne, Alexander (2009), "Early Evidence for the 'no self' doctrine?" (PDF), Oxford Centre for Buddhist Studies: 59–63, 76–77, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-06-02, diakses tanggal 2017-04-23