Tripitaka Pali

Versi kitab suci Tripitaka yang diakui Buddhisme aliran Theravada

Tripitaka Pali, juga dikenal sebagai Tipiṭaka (bahasa Pali), Kanon Pali, Pāli, Pāḷi, atau Mūla, adalah versi standar Tripitaka yang diakui oleh Buddhisme aliran Theravāda dan dilestarikan dalam bahasa Pāli.[1] Kanon ini merupakan satu-satunya kanon terlengkap yang masih tersedia sejak masa Buddhis awal, dan merupakan teks Buddhis yang dikodifikasi pertama kali.[2] Kanon ini disusun di India Utara dan dipertahankan secara lisan hingga dikodifikasi selama Sidang Buddhis Keempat yang berlangsung di Sri Lanka sekitar tahun 100 SM, kurang lebih 454 tahun setelah wafatnya Buddha Gotama.[3][4][5] Kanon Pāli pertama kali dicetak dengan mesin cetak pada abad ke-19.[6]

Struktur dari kitab-kitab yang dianggap kanonis dan sahih dalam Tripitaka Pali. Aliran Theravāda umumnya hanya mengakui Tripitaka Pali dan menolak kesahihan kitab-kitab dalam Tripitaka versi aliran lainnya.
Edisi standar dari Kanon Pali di Thailand.

Sebagaimana struktur Tipiṭaka pada masa awal Buddhisme, Kanon Pāli dibagi menjadi tiga kategori umum yang biasa disebut sebagai piṭaka (Pāli piṭaka, yang berarti "keranjang"):[7]

  1. Vinaya Piṭaka ("Keranjang Disiplin") berisi peraturan dalam bahasa Pāli untuk para bhikkhu dan bhikkhunī yang ditaati oleh anggota Saṅgha pengikut aliran Theravāda.
  2. Sutta Piṭaka ("Keranjang Diskursus") berisi diskursus dalam bahasa Pāli yang disampaikan oleh Buddha atau murid-Nya berupa percakapan, khotbah, dan cerita.
  3. Abhidhamma Piṭaka ("Keranjang Dhamma Luhur") berisi penjelasan Dhamma secara kebenaran luhur atau hakiki dalam bahasa Pāli.

Isi dari Vinaya Piṭaka dan Sutta Piṭaka dalam Kanon Pāli sangat mirip dengan kanon-kanon dari aliran Buddhis awal lainnya. Akan tetapi, isi dari Abhidhamma Piṭaka cenderung khas aliran Theravāda, dan hanya memiliki sedikit kesamaan dengan kitab Abhidharma oleh aliran Buddhis lainnya.[8]

Daftar kitab

sunting

Tripitaka Pāli dibagi dalam tiga bagian sebagai berikut:

Keterangan lebih lanjut diberikan di bawah. Untuk informasi lebih lengkap, lihat referensi standar literatur Pāli.[9]

Vinaya Piṭaka

sunting

Keranjang pertama, Vinaya Piṭaka ("Keranjang Disiplin"), cenderung lebih mengandung peraturan-peraturan Saṅgha, untuk bhikkhu dan bhikkhuṇī. Peraturan ini didahului dengan cerita-cerita yang mendasari dibuatnya aturan-aturan tersebut oleh Sang Buddha, dan diikuti dengan penjelasan dan analisis aturan. Peraturan-peraturan ini ditambah bertahap ketika Buddha menjumpai permasalahan perilaku atau perselisihan di antara para pengikutnya. Piṭaka ini dibagi menjadi tiga bagian:

  • Suttavibhaṅga, berisi komentar untuk Patimokkha, sebuah peraturan mendasar bagi bhikkhu dan bhikkhu yang tidak secara langsung tercakup dalam Kanon. Peraturan untuk bhikkhu dikemukakan di awal, diikuti dengan peraturan untuk para bhikkhuni bila belum dicantumkan sebelumnya.
  • Khandhaka, berisi peraturan lain yang dikelompokkan berdasarkan topik dalam 22 bab.
  • Parivāra, berisi analisis mengenai peraturan-peraturan dari berbagai sudut pandang.

Sutta Piṭaka

sunting

Keranjang kedua adalah Sutta Piṭaka ("Keranjang Diskursus"; secara harafiah berarti "keranjang utas", atau "ucapan baik"; Sanskerta: Sūtra Piṭaka, mengikuti arti sebelumnya) yang umumnya berisikan pengajaran Buddha. Sutta Piṭaka memiliki 5 bagian, atau nikāya:

  • Dīgha Nikāya ("Kumpulan Panjang"), berisi 34 diskursus panjang.[10] Joy Manné berpendapat[11] bahwa kitab ini secara khusus ditujukan untuk membuat pembacanya berpindah agama, dengan banyaknya materi perdebatan antaragama, keyakinan, dan bakti Buddhis.
  • Majjhima Nikāya ("Kumpulan Menengah"), berisi 152 diskursus ukuran-sedang.[12] Manné berpendapat[11] bahwa kitab ini secara khusus ditujukan untuk teks-teks yang memberikan dasar yang kuat dalam pengajaran kepada para penganut baru, dengan jumlah khotbah dan konsultasi yang banyak.
  • Saṁyutta Nikāya ("Kumpulan Bertaut"), berisi ribuan diskursus pendek yang dikelompokkan menjadi limapuluhan kelompok berdasarkan subyek, tokoh, dan lain-lain. Bhikkhu Bodhi, dalam terjemahannya, mengatakan bahwa nikāya ini memiliki penjelasan yang lebih terperinci tentang Dhamma (ajaran Buddha).
  • Aṅguttara Nikāya ("Kumpulan Berangka"), berisi ribuan diskursus pendek yang disusun menurut nomor dari satu hingga nomor sebelas. Kumpulan ini memiliki pengajaran yang lebih mendasar untuk masyarakat umum dibandingkan dengan ketiga kitab sebelumnya.
  • Khuddaka Nikāya ("Kumpulan Kecil"), berisi kumpulan karya lainnya dalam bentuk prosa maupun ayat-ayat. Pengelompokan ini awalnya dimaksudkan untuk koleksi-koleksi pendek, kebanyakan berupa syair, yang tidak dapat dikelompokkan dalam empat nikāya utama. Seiring berjalannya waktu, koleksi tersebut berkembang. Alhasil, Khuddaka menjadi bagian terbesar dari nikāya Sutta Piṭaka.
    • Khuddakapāṭha ("Petikan Pendek"), berisi sembilan teks pendek. Teks-teks di dalamnya dikumpulkan sebagai dasar kurikulum pembelajaran bagi para sāmaṇera dan sāmaṇerī. Kemungkinan disusun di Sri Lanka, tetapi teks-teksnya bersumber dari berbagai teks dalam nikāya Sutta Piṭaka lainnya.
    • Dhammapada ("Bait Kebenaran"), berisi 423 syair yang disusun berdasarkan tema-tema yang mengesankan. Kitab ini berisi teks Buddhisme awal yang paling banyak dibaca dan diterjemahkan ke banyak bahasa.
    • Udāna ("Seruan Luhur"), berisi 80 diskursus pendek dalam bentuk prosa dan syair campuran. Isi kitab ini berbentuk narasi prosa sederhana, yang berfungsi untuk merumuskan seruan-seruan luhur, biasanya dalam bentuk syair.
    • Itivuttaka ("Sedemikian Dikatakan"), berisi 112 diskursus pendek berupa campuran prosa dan syair, disusun dalam gaya Aṅguttara dengan kumpulan berangka menaik, dari satu hingga empat. Di antara teks-teks Buddhis, kesintasan teks ini tidak dikaitkan kepada Saṅgha, tetapi kepada seorang upāsikā bernama Khujjuttarā.
    • Suttanipāta ("Koleksi Diskursus"), berisi 74 teks yang sebagian besarnya berukuran pendek dalam bentuk syair atau campuran prosa dan syair, disusun dalam 5 bab. Bagian ini mencakup beberapa teks yang paling digemari dalam Buddhisme populer, seperti Ratana, Maṅgala, dan Mettā Sutta, yang dikenali oleh semua umat aliran Theravāda dan didaraskan sebagai bacaan yang melindungi dan membangkitkan semangat dalam upacara-upacara yang penuh berkah.
    • Vimānavatthu ("Cerita Wisma"), berisi 85 cerita berupa syair yang menggambarkan buah-buah surgawi dari perbuatan baik, terutama perbuatan bederma kepada Buddha atau Saṅgha.
    • Petavatthu ("Cerita Hantu"), berisi 51 cerita berupa syair yang menggambarkan kelahiran-kembali sebagai hantu kelaparan sebagai akibat dari perbuatan buruk.
    • Theragāthā ("Syair Thera"), berisi kumpulan 1288 syair oleh 264 bhikkhu senior yang hidup pada masa Sang Buddha, atau dalam beberapa kasus, beberapa waktu setelahnya. Bagian ini mencakup perayaan kebahagiaan atas pencapaian kebebasan (Nibbāna) dan kehidupan kepetapaan meditatif di hutan.
    • Therīgāthā ("Syair Therī"), berisi kumpulan 524 syair oleh 73 bhikkhunī senior yang hidup pada masa Sang Buddha, atau dalam beberapa kasus, beberapa waktu setelahnya.
    • Apadāna ("Legenda")
      • Therāpadāna ("Legenda Thera"), berisi 563 cerita berbentuk syair yang menceritakan berbagai perbuatan pada kehidupan masa lampau dari para bhikkhu senior.
      • Therīapadāna ("Legenda Therī"), berisi 40 cerita berbentuk syair yang menceritakan berbagai perbuatan pada saat kehidupan masa lampau dari para bhikkhunī senior.
    • Buddhavaṁsa ("Wangsa Buddha"), berisi teks renungan berupa syair yang merinci kehidupan 24 Sammāsambuddha masa lalu dan prediksi kecerahan Buddha Gotama.
    • Cariyāpiṭaka ("Keranjang Perilaku"), berisi berisi sistemisasi awal dari konsep Bodhisatta dan Jalan-Nya menuju kecerahan. Di dalamnya juga disampaikan 34 cerita kehidupan lampau, setiap cerita menggambarkan pāramī yang disempurnakan oleh Bodhisatta.
    • Jātaka ("Kisah Kelahiran"), berisi koleksi 547 pasang syair yang menyampaikan cerita kelahiran lampau Buddha. Bagian ini mencakup syair yang disusun dalam gaya berangka seperti Aṅguttara.
    • Niddesa ("Eksposisi"), berisi komentar tentang beberapa bagian Sutta Nipāta.
      • Mahāniddesa ("Eksposisi Besar"), merupakan setengah bagian dari Niddesa.
      • Cūḷaniddesa ("Eksposisi Kecil"), merupakan setengah bagian dari Niddesa.
    • Paṭisambhidāmagga ("Jalan Pembedaan"), berisi sebuah penjelasan mendalam kritis tingkat lanjut berbentuk 30 bab tentang praktik Buddhis, yang oleh komentar-komentar Pāli dikaitkan dengan murid Buddha, yaitu Sāriputta.
    • Nettippakarana ("Panduan"), berisi penjelasan mendalam sistematis yang dimaksudkan sebagai panduan untuk membaca dan menginterpretasikan teks-teks dalam empat nikāya.
    • Peṭakopadesa ("Ilustrasi Keranjang"), berisi penjelasan mendalam sistematis yang dimaksudkan untuk memberikan panduan dalam membaca dan menafsirkan teks-teks dalam empat nikāya.
    • Milindapañha ("Pertanyaan Milinda"), berisi serangkaian diskusi tentang poin-poin Dhamma antara Bhikkhu Nāgasena dan Raja Yunani yang dikenal dalam bahasa Pāli dengan nama Milinda.

Abhidhamma Piṭaka

sunting

Keranjang ketiga, Abhidhamma Piṭaka ("Keranjang Dhamma Luhur"; secara harfiah berarti "melampaui dhamma", "dhamma tertinggi" atau "dhamma luhur", Sanskerta: Abhidharma Piṭaka), adalah sekumpulan teks yang memberikan penjelasan filosofis sistematik atas Dhamma. Abhidhamma Piṭaka berisi tujuh kitab:

  • Dhammasaṅgaṇī, berisi daftar, penjelasan, dan klasifikasi mengenai dhamma
  • Vibhaṅga, berisi analisis tentang 18 topik dengan beragam metode
  • Dhātukathā, berisi uraian hubungan antara dua kitab sebelumnya
  • Puggalapaññatti, berisi penjelasan tentang berbagai jenis manusia, disusun berdasarkan nomor mulai dari satu-an hingga sepuluh-an
  • Kathāvatthu, memiliki lebih dari 200 debat mengenai poin-poin pengajaran
  • Yamaka, diperuntukkan kepada 10 topik akan sebuah prosedur mengenai pertanyaan lisan (seperti apakah X adalah Y? Apakah Y adalah X?)
  • Paṭṭhāna, berisi analisis mengenai 24 jenis kondisi[13]

Dalam teks-teks awal, dinyatakan bahwa Abhidhamma Piṭaka merujuk pada pengajaran dengan bahasa mutlak atau kebenaran hakiki, sedangkan Sutta Piṭaka merujuk pada pengajaran dengan bahasa yang diadaptasikan sesuai pendengarnya atau kebenaran konvensional. Sebagian besar ahli, seperti Harvey[14] dan Gethin,[15] menggambarkan Abhidhamma Piṭaka sebagai suatu usaha untuk mensistematisasikan pengajaran dalam Sutta Piṭaka. Cousins mengatakan jika Sutta Piṭaka "berpikir" dalam bentuk urutan atau proses, Abhidhamma Piṭaka "berpikir" dalam bentuk peristiwa atau kejadian yang lebih rinci.[16]

Dalam tradisi

sunting

Pada awalnya, Kanon digambarkan oleh Buddhis Theravada sebagai Perkataan sang Buddha (Buddhavacana), walau hal ini bukan semata-mata ditujukan kepada artian harfiah, terlebih hal ini mencakup ajaran yang dilakukan oleh para pengikutnya.[17]

Interpretasi umum Theravādin (Mahavihāra) mengenai Kanon Pali diberikan dalam sekumpulan komentar yang mencakup hampir seluruh Kanon, dihimpun oleh Buddhaghosa (sekitar abad ke-4 - ke-5 Masehi) dan para bhikkhu setelahnya, khususnya berdasarkan pada karya-karya lebih awal yang kini telah punah. Subkomentar (komentar akan komentar) dituliskan sesudahnya, memberikan komentar akan Kanon dan komentarnya. Interpretasi Theravada dirangkum dalam Vishuddhimagga yang dibuat oleh Buddhaghosa.[18]

Pendapat resmi yang diberikan oleh juru bicara Dewan Sasana Buddha dari Myanmar:[19] Kanon berisikan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menunjukkan jalan menuju nibbāna; komentar dan sub-komentar terkadang mengandung banyak permasalahan spekulatif, tetapi tetap pada pengajarannya dan sering kali memberikan penggambaran yang mencerahkan. Di Sri Lanka dan Thailand, Buddhisme "resmi" sebagian besar mengadopsi interpretasi dari pelajar-pelajar dunia barat.[20]

Walau Kanon telah ada dalam bentuk tulisan selama dua milenium, sifat lisan awalnya masih belum dilupakan pada praktik Buddhis dalam lingkup tradisi: penghafalan dan resitasi menjadi hal yang wajar. Naskah yang paling sering dibaca adalah Paritta. Bahkan umat umum biasanya paling tidak menghafal beberapa naskah pendek dan membacanya dengan teratur; hal ini dianggap sebagai bentuk meditasi, paling tidak bila ia mengerti makna sesungguhnya. Bhikkhu / Bhikkhuni tentu diharapkan untuk mengetahui lebih banyak (lihat Dhammapada dibawah sebagai contoh). Seorang bhikkhu Myanmar bernama Vicittasara bahkan belajar menghafalkan seluruh Kanon untuk Sidang agung keenam (menurut perhitungan Theravada).[21] Mendeklamasikannya dalam bahasa Pali sebagai bahasa ritual.[22]

Hubungan antara naskah-naskah dan agama Buddha sebagaimana keberadaannya antara bhikkhu dan pengikut awam, seperti dengan kebanyakan tradisi agama lainnya, adalah problematikal: bukti-bukti menyarankan bahwa sebagian dari Kanon saja yang pernah dinikmati oleh lingkungan luas, dan bahwa karya-karya non-Kanon digunakan lebih luas lagi; keterangan beragam dari satu tempat dengan lainnya.[23] Dr. Rupert Gethin menyarankan bahwa seluruh sejarah Buddhis dapat dilihat sebagai sebuah dampak pelaksanaan dari naskah-naskah awal.[24]

Referensi

sunting
  1. ^ Gombrich, Theravada Buddhism, 2nd edn, Routledge, London, 2006, page 3
  2. ^ Harvey, Introduction to Buddhism, Cambridge University Press, 1990, page 3.
  3. ^ If the language of the Pāli canon is north Indian in origin, and without substantial Sinhalese additions, it is likely that the canon was composed somewhere in north India before its introduction to Sri Lanka. (How old is the Sutta Pitaka?, Alexander Wynne, St. Johns' College, 2003)
  4. ^ Encyclopedia of Religion, Macmillan, New York, sv Councils, Buddhist
  5. ^ A.K. Warder, Indian Buddhism, 3rd edn, page 307. American Asiatic Association, Asia Society, Asia: Journal of the American Asiatic Association, p724.
  6. ^ Bechert & Gombrich, The World of Buddhism, Thames & Hudson, 1984, page 293
  7. ^ Gombrich, hal. 4
  8. ^ "Buddhism." Encyclopædia Britannica. Ultimate Reference Suite. Chicago: Encyclopædia Britannica, 2008.
  9. ^ Norman, Pali Literature, Otto Harrassowitz, Wiesbaden, 1983; Hinüber, halaman 24-26
  10. ^ (Inggris) Harvey, Introduction to Buddhism, appendix
  11. ^ a b (Inggris) Journal of the Pali Text Society, volume XV
  12. ^ (Inggris) Harvey, appendix
  13. ^ Harvey, page 83
  14. ^ Harvey, Introduction to Buddhism, Cambridge University Press, 1990, p 83
  15. ^ Foundations, page 44
  16. ^ "Pali oral literature", page 7
  17. ^ Gombrich, hal. 20
  18. ^ Gombrich, pages 153-4
  19. ^ Morgan, Path of the Buddha, Ronald Press, New York, 1956, pages v, 71
  20. ^ Journal of the International Association of Buddhist Studies, volume 28 (part 2), page 302
  21. ^ Mendelson, Sangha and State in Burma, Cornell University Press, Ithaca, New York, 1975, page 266
  22. ^ Encyclopedia of Language and Linguistics, 2nd edn, volume 9, Elsevier, Amsterdam/Oxford, 2006
  23. ^ Journal of the Pali Text Society, volume XV, pages 103f
  24. ^ Gethin, Foundations of Buddhism, Oxford University Press, 1998, page 43

Pranala luar

sunting

Terjemahan Indonesia

sunting

Terjemahan Inggris

sunting
  • Access to Insight memiliki banyak sutta yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris

Kanon Pali - daring

sunting

Kamus bahasa Pali

sunting

Bacaan lanjutan

sunting

Menambahkan buku Ko Lay di atas, dua buku lain yang ditujukan untuk catatan terperinci akan Kanon adalah:

  • History of Pali Literature, B. C. Law, volume I
  • Analysis of the Pali Canon, Russell Webb, Buddhist Publication Society, Kandy, Sri Lanka