Hari Uposatha (Sanskerta: Upavasatha) merupakan hari di mana umat Buddha melakukan perenungan dan pengamatan yang sudah dilakukan sejak masa kehidupan Buddha Gautama dan masih dipraktikkan hingga hari ini.[1][2]. Sang Buddha mengajarkan bahwa hari Uposatha diperuntukkan "membersihkan pikiran dari hal-hal kotor," yang menyebabkan ketenangan batin dan kebahagiaan.[3]

Pada hari uposatha, umat awam (upasaka/upasika) dan para biksu/biksuni secara intensif akan berlatih ajaran Buddha dan memperdalam pengetahuan mereka. Selain itu, umat awam beraliran Theravāda juga dianjurkan untuk mengamalkan Delapan Aturan Moralitas (Aṭṭhaṅgasīla), termasuk di dalamnya aturan untuk berpuasa dari tengah hari sampai matahari terbit (aturan keenam), penghindaran diri dari berbagai jenis hiburan (aturan ketujuh), dan penghindaran diri dari segala jenis aktivitas seksual (aturan ketiga). Umat awam yang beraliran Mahāyāna menjalankan aturan berpuasa daging dengan menjalankan praktik vegetarian.

Hari Pengamatan sunting

Tergantung dengan budaya dan tanggalnya, hari uposatha biasa dilakukan dari tanggal 2 sampai dengan 6 setiap bulannya dalam penanggalan Buddhisme.

Negara-negara beraliran Theravada sunting

Dalam teks Pali dikatakan bahwa hari uposatha jatuh pada hari ke-8 dan ke-14 atau ke-15 dari paruh terang atau paruh gelap (cātuddasi pañcadasī aṭṭhamī ca pakkhassa). Jika paruh bulan (pakkha, paksa) tersebut memiliki 15 hari maka yang dipakai adalah hari ke-15, tetapi bila hanya memiliki 14 hari maka yang dipakai adalah hari ke-14. Jadi, dalam satu bulan ada empat hari uposatha.[4] Secara umum, Uposatha dilakukan sekali dalam seminggu di negara-negara Theravada, sesuai dengan empat fase bulan: bulan baru, bulan purnama, dan dua kali bulan separuh. Di beberapa komunitas, seperti di Sri Lanka, hanya bulan baru dan bulan purnama para umat melakukan perenungan hari Uposatha. Pada masa sebelum penjajahan, hari Uposatha merupakan hari libur di Myanmar. Akan tetapi sejak masa penjajahan, hari Minggu telah menggantikan peranan hari Uposatha. Selama hari Uposatha, para biksu dan biksuni akan berkumpul dan mengulangi Patimokkha (sebuah kumpulan Vinaya).

Negara-negara beraliran Mahayana sunting

Di beberapa negara-negara Mahayana yang menggunakan penanggalan Cina, hari Uposatha dilakukan enam kali dalam sebulan, yaitu pada tanggal 8, 14, 15, 23, dan dua hari terakhir pada setiap bulannya. Di Jepang, enam hari ini dikenal dengan sebutan roku sainichi (六斎日, Enam Hari Puasa).

Nama-nama bulan purnama di Hari Uposatha sunting

Nama-nama Pali untuk hari Uposatha berdasarkan bahasa Sansekerta nakśatra (Pali: nakkhatta).[5]

Full Moon Uposatha Day Names
Bulan Pali Sanskrit Burmese Sinhala Thai
Januari Phussa Puṣya Pyatho Duruthu Pusaya (ปุศยะ)
Februari Māgha Maghā Tabodwe Navam Makha (มาฆะ)
Maret Phagguṇa Phalgunī Tabaung Medin (Maedhin) Pholkuni (ผลคุณี)
April Citta Chitrā Tagu Bak Chittra (จิตรา)
Mei Visākhā Viśākhā Kason Vesak Visakha (วิสาขา)
Juni Jeṭṭhā Jyeṣṭha Nayon Poson Chetta (เชษฐา)
Juli Āsāḷhā Aṣāḍhā Waso Esala (Aesala) Asarnha (อาสาฬหะ)
Agustus Sāvana Śrāvaṇa Wagaung Nikini Savana (สาวนะ)
September Poṭṭhapāda Bhādrapadā Tawthalin Binara Phattarapratha (ภัทรปทา)
Oktober Assayuja Aśvinī Thadingyut Vap Assavani (อัศวนี)
November Kattikā Kṛttikā Tazaungmon Il Krittika (กฤติกา)
Desember Māgasira Mṛgaśiras Natdaw Unduvap Maruekasira (มฤคศิระ)

Sejarah sunting

Kata "uposatha" berasal dari bahasa Sansekerta "upavasatha," yang mengacu pada hari puasa Vedic. Secara etimologis, kata Uposatha sendiri biasanya diartikan sebagai berdiam dalam, berdiam dekat, mengamalkan, menjaga, dan merawat.[4] Pada masa kehidupan Buddha Gautama, beberapa pertapa menggunakan bulan baru dan bulan purnama sebagai kesempatan untuk mengajarkan ajaran. Hari Uposatha kemudian ditetapkan oleh Buddha Gautama atas permohonan Raja Bimbisara, dan Buddha menginstruksikan kepada para biksu dan biksuni untuk memberikan ajaran (ceramah) kepada para penduduk pada hari tersebut. Buddha juga menginstruksikan kepada murid-muridnya untuk mengulangi Patimokkha.[6]

Hari Uposatha Spesial sunting

Secara umum terdapat empat hari uposatha spesial bagi kalangan umat Buddha, yaitu hari Uposatha di bulan Magha yang merupakan hari raya Magha Puja, di bulan Waisak yang merupakan hari raya Waisak, di bulan Asadha yang merupakan hari raya Asadha Puja, dan di bulan Kathina yang merupakan hari raya Kathina.

Lihat Juga sunting

Catatan sunting

  1. ^ For a description of the contemporary practice of the Uposatha in Thailand, see Khantipalo (1982a), which is also excerpted in this article below. Kariyawasam (1995), ch. 3, also underlines the continuity of the ancient uposatha practice in Sri Lanka: "The poya [Sinhala for uposatha] observance, which is as old as Buddhism itself, has been followed by the Sinhala Buddhists up to the present day, even after the Christian calendar came to be used for secular matters. Owing to its significance in the religious life of the local Buddhists, all the full-moon days have been declared public holidays by the government."
  2. ^ The uposatha day is sometimes likened to the Judeo-Christian notion of the Sabbath. Pali English dictionaries that define "Uposatha" as "Sabbath," are Buddhadatta (2002), p. 63, and, and PED(Rhys-Davids & Stede,1921-25), p. 151. For an example of the Uposatha being equated with Sabbath by a modern Buddhist master, see Mahasi (undated), p. 2, where he writes: "For lay people, these rules [of discipline] comprise the eight precepts which Buddhist devotees observe on the Sabbath days (uposatha) and during periods of meditation." Harvey (1990), p. 192, also refers to the uposatha as "sabbath-like."
  3. ^ Thanissaro (1997b); Anguttara Nikaya 3.70: Muluposatha Sutta.
  4. ^ a b Bhikkhu Ratanadhīro (April 2017). "Aṭṭhasīla" (PDF). Vidyāsenā Production. hlm. 62. Diakses tanggal Juni 2022. 
  5. ^ See Nakshatra, Hindu calendar, Sanskrit English Dictionary by Monier Williams, s.v. 'nakśatra'.
  6. ^ Rhys Davids & Oldenberg (1881), pp. 240-41. Also see Khantipalo (1982a) and Pali English Dictionary(Rhys Davids & Stede, 1921-25, p. 152).

Referensi sunting

Pranala luar sunting