Bendera Buddhis adalah sebuah bendera yang dibuat pada akhir abad ke-19 sebagai lambang Buddhisme. Bendera ini ditetapkan sebagai bendera Buddhis secara internasional sejak tahun 1952.[1] Bendera Buddhis berwarna biru, kuning, merah, putih, jingga dan campuran empat warna tersebut. Warna bendera Buddhis melambangkan aura Buddha yang dipancarkan dari tubuh Buddha. Warna aura Sang Buddha sering digambarkan sebagai cahaya yang melingkar di belakang kepala dan menyelubungi tubuh-Nya. Pencetus bendera Buddhis adalah J.R. De Silva dan H.S. Olcott. Pembuatan bendera Buddhis dijadikan sebagai penanda kebangkitan kembali agama Buddha di Ceylon.[2]

Bendera Buddhis
Sebuah bendera Buddhis berkibar di Beijing.

Sejarah

sunting

Di Sri Lanka, status Waisak sebagai hari raya (hari libur) dibatalkan oleh penguasa kolonial Britania pada tahun 1815 yang bermaksud merusak budaya asli Sri Lanka.[3] Namun kebijakan tersebut dicabut pada tahun 1885. Peringatan pertama Hari Waisak di Sri Lanka pada tahun 1885 setelah ditetapkan sebagai hari raya oleh pemerintah kolonial Britania dirayakan dengan menciptakan dan mengibarkan bendera Buddhis enam warna di Kolombo.[4]

Pencipta bendera Buddhis adalah Komite Kolombo yang terdiri dari Ven. Hikkaduwe Sri Sumangala, Ven. Migettuwatte Sri Gunananda, Don Carolis Hewavitharana (ayah Anagarika Dharmapala), Andiris Perera Dharmagunawardhana, William De Abrew, Carolis Pujitha Gunawardena, Charles A. de Silva, dan N. William. Fernando.[4] Setelah melalui pertimbangan mendalam, mereka sepakat untuk menciptakan bendera enam warna dari warna aura Buddha. Sketsa pertama bendera ini diterbitkan di surat kabar Sarasavi Sandaresa 17 April 1885, dan pertama kali dikibarkan di muka umum pada perayaan Waisak, 28 April 1885 di Vidyodaya Pirivena, Dipaduttaramaya, dan beberapa tempat Buddhis lainnya di Kolombo.[4]

Kolonel Amerika Serikat Henry Steele Olcott, salah seorang pendiri Theosophical Society (bersama Madame Blavatsky) yang menjadi Buddhis di Sri Lanka pada tahun 1880 berpendapat bahwa bendera yang diciptakan oleh Komite Kolombo bentuknya panjang seperti panji-panji sehingga tidak cocok untuk dibawa dalam prosesi atau dipajang di ruangan.[5] Ia menyarankan untuk membuat bendera Buddhis yang bentuknya seperti bendera nasional. Olcott membuat sebuah contoh bendera dan disetujui dengan suara bulat.[5] Bendera Buddhis ciptaannya terdiri dari lima warna aura Buddha dalam bentuk garis-garis vertikal: biru, kuning, merah, putih, dan jingga, ditambah satu lagi garis vertikal yang mengulangi urutan warna-warna sebelumnya secara horizontal untuk melambangkan perpaduan harmonis.[3] Bendera tersebut kemudian diadopsi oleh organisasi-organisasi Buddhis Sinhala pada upacara-upacara pengibaran bendera mereka, dan terutama pada peringatan Waisak, saat bendera ini menghiasi wihara, rumah, dan jalan-jalan, serta dibawa dalam berbagai prosesi kegamaan.[3]

Pada tahun 1889, dengan ditemani Anagarika Dhammapala, Olcott berkunjung ke Jepang dan mempersembahkan bendera Buddhis kepada Kaisar Meiji yang kemudian merestui penggunaannya.[4]

Pada 25 Mei 1950, delegasi dari 26 negara kongres tahunan organisasi Buddhis internasional World Fellowship of Buddhists di Kolombo sepakat untuk mengadopsi bendera ini sebagai bendera resmi Buddhisme.[3] Bendera ini dimaksudkan untuk dikibarkan oleh Buddhis sebagai tanda perdamaian dan keserasian semua makhluk, tanpa memandang perbedaan kelas dan ras, serta ideologi.

Pada tahun 1951, biksu To Lien membawa pulang bendera Buddhis dari Kolombo untuk diperkenalkan di Vietnam. Bendera ini lalu dikibarkan di depan kuil-kuil Buddha untuk menunjukkan ketidaksenangan terhadap pemerintah komunis Vietnam.[3]

Bendera ini diterima sebagai Bendera Buddhis Internasional pada World Buddhist Congress tahun 1952.[1]

Bendera ini sekarang dikibarkan pada peringatan berbagai hari raya Buddhis di lebih dari 50 negara di dunia, termasuk di markas besar UNESCO di Paris. Perayaan Waisak di markas besar UNESCO pertama kali dilakukan pada tahun 1976. Perayaan ini dihadiri oleh diplomat, akademisi, bhikkhu atau biksu dari Theravada dan Mahayana, serta perwakilan dari agama-agama dunia lainnya.[3]

Pemaknaan warna

sunting

Warna-warni pada bendera Buddhis adalah warna biru, kuning, merah, putih, dan jingga atau merah muda yang disusun secara vertikal, ditambah garis vertikal keenam yang terdiri dari lima warna yang disusun horizontal.[6] Setiap warna mempunyai makna berbeda. Warna-warni horizontal melambangkan perdamaian abadi dari ras-ras yang ada di dunia dan keharmonisan dalam kehidupan bersama.[6] Warna vertikal melambangkan perdamaian dunia.[6]

Makna bendera Buddhis adalah tidak adanya diskriminasi ras maupun kebangsaan, kedaerahan, atau warna kulit, bahwa semua makhluk berpotensi mencapai kesucian menjadi Buddha dan memiliki karakteristik Kebuddhaan.[6]

Makna Panji Buddhis Enam Warna atau Sadvarna Dvhaja:[6]

  1. Biru (Sanskerta dan Pali: nīla) dari warna rambut Sang Buddha melambangkan bakti atau pengabdian.
  2. Kuning Emas (pīta) dari warna kulit Sang Buddha melambangkan kebijaksanaan.
  3. Merah (lohita) dari warna darah Sang Buddha melambang cinta kasih.
  4. Putih (Sanskerta: avadāta; Pali: odāta) dari warna tulang dan gigi Sang Buddha melambang kesucian.
  5. Jingga atau Merah Muda (Sanskerta: mañjiṣṭha; Pali: mañjeṭṭha) dari warna telapak tangan, kaki, dan bibir Sang Buddha yang melambangkan semangat.
  6. Bersinar sangat terang atau cemerlang (Sanskerta: prabhāsvara; Pali: pabhassara) melambangkan gabungan kelima faktor yang sudah diuraikan sebelumnya.

Varian

sunting
Bendera varian Jepang di Kyoto.
Bendera Dharmacakra, simbol Buddhisme di Thailand.

Referensi

sunting
  1. ^ a b "Universal Buddhist Flag" (dalam bahasa Inggris). Tibetan Prayer Flag. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-02-17. Diakses tanggal 6 September 2020. 
  2. ^ Khairiah (2018). Agama Budha (PDF). Pekanbaru: Kalimedia. hlm. 119. ISBN 978-602-6827-86-9. 
  3. ^ a b c d e f Roy, Christian (2005). Traditional festivals: A Multicultural Encyclopedia. Santa Barbara: ABC-CLIO. ISBN 1576070891. 
  4. ^ a b c d Ashley de Abrew (9 Juni 2004). "Five colour Buddhist flag" (dalam bahasa Inggris). Daily News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-02-12. Diakses tanggal 6 September 2020. 
  5. ^ a b Olcott, Henry Steel (2011). Old Diary Leaves 1883-7: The Only Authentic History of the Theosophical Society. New York: Cambridge University Press. hlm. 352. ISBN 1108072917. 
  6. ^ a b c d e "Sejarah dan arti Bendera Buddhis Internasional". Samaggi-Phala. 29 Juni 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 Juli 2017. Diakses tanggal 6 September 2020. 
  • The Dharma Cakra and the Buddhist Flag (edisi ke-1st ed.). Buddhist Cultural Centre. 2005. ISBN 955-1222-13-X. 

Pranala luar

sunting