Bandar Udara Internasional Kemayoran
Bandar Udara Internasional Kemayoran (bahasa Inggris: Kemayoran International Airport) (IATA: KMO[a], ICAO: WIID) atau juga dieja Kemajoran, merupakan bandar udara pertama di Indonesia yang dibuka untuk penerbangan internasional secara berjadwal. Landasan bandar udara ini dibangun pada tahun 1934 dan secara resmi dibuka pada tanggal 8 Juli 1940[1]. Namun sebenarnya mulai tanggal 6 Juli 1940 tercatat bandar udara ini sudah mulai beroperasi dimulai dengan pesawat pertama yang mendarat jenis DC-3 Dakota milik perusahaan penerbangan Hindia Belanda, KNILM (Koningkelije Nederlands Indische Luchtvaart Maatschapij) yang diterbangkan dari Lapangan Terbang Tjililitan.[2] Tercatat pesawat ini sebagai pesawat yang terus beroperasi di bandara ini hingga akhir masa pengooperasian bandara ini.
Bandar Udara Internasional Kemayoran Kemayoran International Airport | |||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
![]() | |||||||||||||||
![]() | |||||||||||||||
Informasi | |||||||||||||||
Jenis | Publik, Militer | ||||||||||||||
Melayani | Jabotabek | ||||||||||||||
Lokasi | Kemayoran, Jakarta Pusat, Indonesia | ||||||||||||||
Dibuka | 8 Juli 1940 | ||||||||||||||
Ditutup | 31 Maret 1985 | ||||||||||||||
Maskapai penghubung | |||||||||||||||
Ketinggian dpl | 4 mdpl | ||||||||||||||
Koordinat | 06°08′50″S 106°51′00″E / 6.14722°S 106.85000°EKoordinat: 06°08′50″S 106°51′00″E / 6.14722°S 106.85000°E | ||||||||||||||
Peta | |||||||||||||||
Lokasi bandara di Jakarta, Indonesia | |||||||||||||||
Landasan pacu | |||||||||||||||
|
Bandar udara ini perlahan mulai berhenti beroperasi pada tanggal 1 Juni 1984 dan resmi berhenti beroperasi pada tanggal 31 Maret 1985 dengan dimulainya pemindahan aktivitas penerbangan ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.[3]
Bandar udara ini memiliki dua landasan pacu yang bersilangan, yakni landasan pacu Utara - Selatan (17-35) dengan ukuran 2.475 x 45 meter dan landasan pacu Barat - Timur (08-26) dengan ukuran 1.850 x 30 meter.
SejarahSunting
Era Pemerintahan Hindia BelandaSunting
Jauh sebelum didirikan bandar udara, daerah Kemayoran merupakan sebuah tanah yang dimiliki oleh Komandan VOC, Isaac de l'Ostal de Saint-Martin (1629–1696). Sekitar akhir abad ke-17, Issac memiliki tanah di Pulau Jawa yang meliputi daerah Kemayoran, Ancol, Krukut, dan Cinere. Nama "Mayoran" pertama muncul pada tahun 1816 di dalam iklan Java Government Gazette sebagai "tanah yang terletak di dekat Weltevreden". Setelah itu, daerah tersebut dikenal dengan sebutan "Kemayoran".[4] Hingga awal abad ke-20, daerah Kemayoran masih berupa rawa, areal persawahan, serta pemukiman penduduk. Kemudian pada tahun 1934, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan sebuah Bandar udara di daerah tersebut dan diresmikan pada tanggal 8 Juli 1940. Menjadikan Kemayoran sebagai Bandar Udara Internasional pertama di Indonesia. Pengelolaan Bandar udara ini oleh pemerintah Hindia Belanda dipercayakan kepada Koningkelije Nederlands Indische Luchtvaart Maatschapij sampai masa pendudukan Jepang.
Dua hari sebelum peresmiannya (6 Juli 1940), pesawat pertama yang mendarat adalah DC-3 milik KNILM yang diterbangkan dari Lapangan Terbang Tjililitan. Pesawat sejenis, yakni DC-3 berregistrasi PK-AJW juga yang pertama bertolak dari Kemayoran menuju Australia, sehari kemudian.[2]
Pada hari peresmiannya, KNILM menggelar beberapa pesawat miliknya, antara lain:
- Douglas DC-2 Uiver
- Douglas DC-3 Dakota
- Fokker F.VIIb 3m
- Grumman G-21 Goose
- de Havilland DH-89 Dragon Rapide
- Lockheed L-14 Super Electra.
Baru sekitar dua bulan kemudian KNILM mendatangkan pesawat baru, seperti:
Pameran Kedirgantaraan pertama juga diselenggarakan di Kemayoran, yaitu bertepatan dengan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina pada tanggal 31 Agustus 1940. Selain pesawat milik KNILM, sejumlah pesawat-pesawat pribadi yang bernaung dalam Aeroclub di Batavia ikut meramaikannya. Pesawat-pesawat tersebut antara lain:
- Buckmeister Bu-131 Jungmann
- de Haviland DH-82 Tigermoth
- Piper J-3 Cub
- Walraven 2 yang pernah melakukan penerbangan Batavia - Amsterdam pada tanggal 27 September 1935.
Pada masa itu, terjadi perang di Asia Pasifik yang mulai berkecamuk. Kemayoran digunakan untuk penerbangan pesawat-pesawat militer, walaupun aktivitas penerbangan komersial tetap berjalan. Pesawat-pesawat militer yang sempat singgah antara lain:
- Martin B-10
- Martin B-12
- Koolhoven F.K.51
- Brewster F2A Buffalo
- Lockheed L-18 Lodestar
- Curtiss P-36 Hawk
- Fokker C.X
- Boeing B-17 Flying Fortress.
Ketika perang semakin sengit, Kemayoran tak luput dari serangan pesawat-pesawat penyerang milik Angkatan Udara Kekaisaran Jepang. Pada tanggal 9 Februari 1942, dua DC-5, dua Brewster dan sebuah F.VII terkena serangan Jepang, memaksa KNILM mengungsikan pesawatnya ke Australia dan pada akhirnya Kemayoran berhasil diduduki oleh Angkatan Udara Kekaisaran Jepang.
Era Pemerintahan Kekaisaran JepangSunting
Pada bulan Maret 1942, Bandar udara ini mulai diambil alih oleh Kekaisaran Jepang. Pesawat-pesawat buatan Jepang yang pernah singgah di Kemayoran antara lain:
Era Pemerintahan Sipil Hindia BelandaSunting
Setelah peristiwa Hiroshima dan Nagasaki yang memaksa Jepang menyerah kepada Sekutu pada Agustus 1945, Bandar udara ini langsung diambil alih oleh Sekutu dan Pemerintahan Sipil Hindia Belanda (bahasa Belanda: Nederlandsch Indische Civiele Administratie) atau NICA karena pada saat itu pemerintah Indonesia berkedudukan di Yogyakarta. Kemudian Kemayoran mulai dihuni oleh pesawat-pesawat milik Sekutu seperti:
Selain itu juga berdatangan pesawat-pesawat penumpang, di antaranya:
Pada tanggal 1 Agustus 1947, Kemayoran menjadi saksi berdirinya maskapai penerbangan KLM Interinsulair Bedrijf. Maskapai penerbangan ini kemudian dinasionalisasikan menjadi maskapai penerbangan nasional pertama di Indonesia, Garuda Indonesian Airways.
Era Pemerintahan IndonesiaSunting
Setelah Jakarta kembali menjadi ibukota Indonesia, pengelolaan penerbangan sipil dan pelabuhan udara langsung dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Baru pada tahun 1958 dikelola oleh Djawatan Penerbangan Sipil, yang sekarang lebih dikenal sebagai Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Pada tahun 1950-an, Era penerbangan sipil modern dimulai dengan beroperasinya pesawat-pesawat bermesin jet. Pada masa itu juga pesawat-pesawat turboprop berdatangan ke Kemayoran. Di antaranya Saab 91 Safir, Grumman HU-16 Albatross, Ilyushin Il-14, dan Cessna. Begitu pula dengan pesawat-pesawat buatan Nurtanio Pringgoadisuryo seperti NU-200 Si Kumbang, Belalang, dan Kunang. Berbagai Kepala Negara dunia juga pernah menginjakkan kakinya di Kemayoran dengan diselenggarakannya event tingkat internasional seperti Konferensi Asia–Afrika pada tahun 1955.[5]
Angkatan Udara Republik Indonesia juga memanfaatkan Kemayoran sebagai pangkalan udara disamping Lanud Halim Perdanakusuma. Akhir tahun 1950-an sampai awal tahun 1960-an berdatangan pesawat tempur MiG-17, MiG-15 UTI, MiG-19, MiG-21, dan Pesawat pembom Ilyushin Il-28.[5]
Antara tahun 1960 pengelolaan Kemayoran diserahkan kepada BUMN yang diberi nama Perusahaan Negara Angkasa Pura Kemayoran. Untuk ini, pemerintah menanam modal awal sebesar Rp 15 Juta Rupiah pada masa itu. Selanjutnya pemerintah menambah modal dengan mengalihkan bangunan terminal, bangunan penunjang lain, runway, taxiway, apron, hanggar dan peralatan operasional. Sampai akhir beroperasi pada tahun 1985 pengelolaan dilakukan oleh Perum Angkasa Pura I setelah berganti nama sesuai perkembangan.
Kemayoran mengalami masa fase-fase bersejarah Indonesia dari masa pemerintahan Hindia Belanda, pendudukan Jepang hingga kemerdekaan Indonesia (Orde Lama dan Orde Baru), terutama sekali di dunia penerbangan. Dari pesawat-pesawat sipil hingga pesawat militer mulai awal perkembangannya dengan bermesin piston, propeler hingga turbojet mendarat di sini. Misalkan tercatat pesawat jenis Fokker dari mulai Fokker F-VIIb-3 dengan mesin torak, Fokker Friendship dengan mesin turbo hingga Fokker F-28 yang bermesin jet mendarat di sini. Kemudian pesawat jenis DC-3 Dakota yang tercatat mendarat dan terbang dari sejak awal dan akhir dioperasikannya bandar udara ini. Serta hadirnya pesawat berbadan lebar generasi awal seperti Boeing 747 seri 200, DC-10 dan Airbus A-300.
Selain itu, beberapa peristiwa kelam juga mewarnai pengoperasian bandar udara ini. Antara lain pesawat Beechcraft yang kecelakaan ketika mendarat, kemudian Convair-340 yang mendarat tanpa roda, pesawat DC-3 Dakota yang terbakar dan pesawat DC-9 yang mengalami patah badan ketika mendarat di landasan. Kemudian pesawat Fokker F-27 yang ketika tinggal landas menukik dan membelok kebawah hingga hancur terbakar dalam penerbangan latihan. Tercatat pula pesawat yang tidak pernah kembali setelah lepas landas dari Kemayoran.
Kemayoran menjadi sibuk pada era 1970-an, sehingga pemerintah memindahkan sebagian penerbangan internasional ke Bandar Udara Halim Perdanakusuma pada tanggal 10 Januari 1974. Namun penerbangan domestik seluruhnya masih bertahan di Kemayoran. Kesibukan Kemayoran pada saat itu hanya ditandingi oleh Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman di Balikpapan, yang saat itu ramai dalam kegiatan pertambangan, perminyakan dan perkayuan.
Pemindahan lokasi dan penutupan bandar udaraSunting
Menjelang pertengahan tahun 1970-an, Kemayoran dianggap terlalu dekat dengan basis militer Indonesia, Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Penerbangan sipil di area tersebut menjadi sempit, sementara lalu lintas udara meningkat cepat, yang mengancam lalu lintas internasional. Hal itu yang kemudian pemerintah berencana untuk memindahkan aktivitas bandar udara ini ke bandar udara yang baru.
Rencana tersebut mendapat dukungan dari USAID seperti kucuran dana serta kajian konsep hingga pemilihan lokasi. Awalnya USAID mengkaji sebuah dataran berkontur datar (200-220 Mdpl) yang masih sangat sepi diantara Klapanunggal hingga Jonggol seluas 2.300 ha sebagai lokasi yang cocok untuk berdirinya Bandara Internasional pengganti Bandar Udara Kemayoran tersebut. Lokasi tersebut berjarak sekitar 50 km arah tenggara dari Bandar Udara Kemayoran. Alasan dipilihnya wilayah Jonggol adalah perlunya memperhatikan aspek masa depan dalam pembangunan Jakarta Raya melalui perluasan jangkauan pembangunan Jakarta ke arah luar kota guna mempersiapkan pesatnya pertumbuhan fisik dan ekonomi Jakarta yang tentunya akan berdampak kepada lonjakan populasi di masa yang akan datang. Namun Bappenas tidak dapat menyanggupi usulan lokasi USAID, yakni Jonggol untuk dijadikan pengganti dari Bandar Udara Kemayoran dengan alasan belum terkoneksinya daerah tersebut dengan moda transportasi lain, ditambah jaraknya yang lumayan jauh, akhirnya dipilihlah wilayah perbatasan antara Cengkareng dan Tangerang Utara sebagai lokasi bandar udara yang baru dengan luas lahan 1.800 ha, lebih kecil 500 ha dari lokasi lahan usulan USAID di Jonggol, Bogor.[3]
Pada tanggal 1 Juni 1984, kegiatan operasional Bandar Udara Kemayoran mulai dihentikan. Kemudian disusul penutupan penerbangan domestik pada tanggal 1 Oktober 1984. Saat itu, penumpang yang sudah melakukan check-in di Kemayoran langsung boarding menuju Cengkareng dengan bus untuk menaiki pesawat.[6] Kemayoran resmi dihentikan kegiatan operasionalnya pada tanggal 31 Maret 1985, sehari sebelum beroperasinya Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.[3][5]
Perkembangan setelah bandar udara tidak dioperasikanSunting
Sebelum benar-benar beralih fungsi, Kemayoran pernah menjadi tempat test flight pesawat buatan Industri Pesawat Terbang Nusantara, CN-235 dan sempat menjadi tuan rumah ajang dirgantara bergengsi Indonesian Air Show pada tahun 1986.[7]
Setelah dihentikan kegiatan operasionalnya, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1985, untuk menghindarkan perebutan kewenangan antar instansi terhadap areal bekas bandar udara itu, berdasarkan peraturan itu, kekayaan negara yang merupakan sebagian modal Perum Angkasa Pura I ditarik kembali sebagai kekayaan negara.
Untuk pemanfaatan lebih lanjut, maka dibentuklah Badan Pengelola Komplek Kemayoran (BPKK) berdasarkan Keputusan Presiden RI no. 53 Tahun 1985 jo Keppres No. 73 tahun 1999. Sebagai pelaksana, diunjuklah DP3KK yang melaksanakan pembangunan dengan memanfaatkan pihak swasta di Indonesia. Pembangunan dimulai pada 1990-an dengan rumah susun sederhana di bekas Apron bandar udara dengan nama jalan-jalan yang mengambil nama pesawat seperti Jl. Dakota. Kemudian pembangunan kondominium dan proyek kotabaru Kemayoran yang sempat menuai masalah. Juga sempat diselenggarakan proyek Menara Jakarta (Jakarta Tower) dengan ketinggian 558 meter di depan gedung perkantoran PT Jakarta International Trade Fair Corporation. Namun rencana ini kandas karena badai Krisis Asia pada tahun 1990. Bahkan ironisnya, pada saat krisis ekonomi tersebut, menara ini dijuluki masyarakat sebagai Menara Kesenjangan.
Selain itu, di bekas Bandar Udara Kemayoran juga diselenggarakan Jakarta Fairground Kemayoran (JFK) yang dulu dikenal sebagai Pekan Raya Jakarta (PRJ) yang sebelumnya diselenggarakan di taman Monumen Nasional (Monas) Jakarta yang diselenggarakan setiap hari ulang tahun DKI Jakarta setiap 22 Juni.
Rencana lain, kawasan ini adalah dijadikan sebagai kawasan hutan wisata yang selanjutnya akan dijadikan sebagai suaka margasatwa atau bird sanctuary bagi burung-burung di kawasan ini, namun karena banyaknya proyek konstruksi, maka kawasan bird sanctuary ditempatkan di Pulau Rambut, salah satu dari gugusan Kepulauan Seribu di Teluk Jakarta. Suaka Margasatwa ini juga akan memelihara menara pemandangan serta bekas tower bandar udara yang akan dipertahankan sebagai kawasan situs bersejarah bahwa dahulunya tempat ini adalah Bandar Udara Internasional.
Sementara dua landasan pacu tetap dipertahankan sebagai jalan utama dengan median (pembatas jalan) yang tidak permanen untuk sewaktu waktu digunakan sebagai landasan pacu guna kepentingan militer karena struktur landasannya yang menggunakan konstruksi standar landas pacu bandar udara internasional yang kuat. Pada bekas landas pacu utara-selatan diberi nama Jalan Benyamin Sueb, nama seorang tokoh dan artis serbabisa kelahiran Jakarta yang merupakan warga asli Kemayoran, oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta.
Sesuai dengan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993, bekas menara Air Traffic Controller Kemayoran dijadikan Bangunan Cagar Budaya yang harus dilestarikan. Surat Keputusan tersebut langsung ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Soerjadi Soedirja.[8][9]
Karena Bandar Udara Kemayoran dinilai bersejarah dalam perkembangan kedirgantaraan Indonesia, maka banyak komunitas-komunitas pencinta kedirgantaraan Indonesia yang menginginkan agar bekas bandar udara ini segera dilestarikan, serta dimuseumkan. Mereka adalah Komunitas Tintin Indonesia, Komunitas Save Ex Airport Kemajoran-Kemayoran (KMO), IndoFlyer, dan Komunitas ATCO Indonesia yang bersama-sama membuat petisi lalu akan segera diserahkan kepada Presiden Republik Indonesia dan Gubernur DKI Jakarta.[10]
Pada 31 Mei 2016, PT Angkasa Pura I, Komunitas Save Ex Airport Kemajoran-Kemayoran (KMO), dan Komunitas Tintin Indonesia mengadakan pertemuan untuk membahas rencana pembangunan sebuah Museum Bandar Udara Kemayoran Indonesia di bekas terminal Bandar udara. Gagasan ini rupanya disambut positif oleh Pusat Pengelola Kawasan (PPK) Kemayoran, yang ditindak lanjuti dengan napak tilas ke lokasi pada tanggal 5 Juni 2016.[11]
Dalam budaya populerSunting
Bandar Udara Internasional Kemayoran muncul dalam salah satu episode cerita dalam komik Tintin yakni Penerbangan 714 ke Sydney, dengan menampilkan terminal bandar udara dan menara pemandu lalu lintas (ATC tower). Gambar yang ditampilkan sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Maskapai dan Tujuan SebelumnyaSunting
PenumpangSunting
KargoSunting
Maskapai | Tujuan |
---|---|
Bayu Indonesia Air | Darwin, Singapura |
Merpati Cargo | Darwin, Hong Kong, Kuala Lumpur, Los Angeles, Singapura |
Pelita Cargo | Hong Kong, Jayapura, Singapura |
Penas Air Cargo | Singapura |
GaleriSunting
Letnan A Jacomb-Hood DFC dari Skuadron No. 47 Angkatan Udara Britania Raya sedang bercerita kepada rekannya perihal aksinya menyerang stasiun radio di Surakarta yang dikuasai oleh pejuang kemerdekaan Indonesia kurun 1945-1946.
Kru Skuadron No. 81 Angkatan Udara Britania Raya sedang mempersiapkan Republic P-47 Thunderbolt untuk menghadapi pejuang kemerdekaan Indonesia di Surabaya kurun 1945-1946.
Pesawat pengintai milik TNI Angkatan Udara yang berhasil ditangkap oleh Belanda selama Perang Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948.
Suasana restoran terminal lama Kemayoran di malam hari. Tampak KLM Lockheed Constellation yang terparkir di apron bandar udara sekitar tahun 1952.
Kedatangan Ratu Juliana di Kemayoran pada tanggal 26 Agustus 1971.
CatatanSunting
- ^ a b sekarang dipakai untuk Bandara Manokotak di Dillingham, Alaska, Amerika Serikat[butuh rujukan]
RujukanSunting
Catatan kakiSunting
- ^ Setiati 1980, hlm. 16.
- ^ a b "Kemayoran, Bandara". Diakses tanggal 14 Juli 2012.[pranala nonaktif permanen]
- ^ a b c Fadli Arfan. Kemayoran Journal, first edition, March, 2009.
- ^ "Tuan Tanah Kemayoran". seputarkemayoran. seputarkemayoran.blogspot.com. Diakses tanggal 2010-02-26.
- ^ a b c Sejarah Awal Bandara Kemayoran
- ^ Bandara Internasional Pertama di Indonesia
- ^ Suara Masa Lalu Kemayoran[pranala nonaktif permanen]
- ^ Daftar Bangunan Cagar Budaya di DKI Jakarta
- ^ Surat Keputusan Gubernur Nomor 475 Tahun 1993
- ^ Petisi yang berisi tentang pelestarian Bandar Udara Kemayoran
- ^ AP I Punya Rencana Lain Untuk Bandara Kemayoran[pranala nonaktif permanen]
Daftar pustakaSunting
- Setiati, Eni (1980). Ensiklopedia Jakarta. Jakarta: Lentera Abadi. ISBN 978-979-3535-54-8.
- Majalah Angkasa No. 5 Februari 1992, No. 4 Januari 1996 dan No.2 November 1999.
Lihat pulaSunting
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Kemayoran Airport. |