Bahasa Indonesia gaul
Bahasa Gaul atau Bahasa Indonesia gaul adalah laras bahasa informal dari bahasa Indonesia yang muncul pada dekade 1980-an dan terus berkembang hingga saat ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahasa gaul sebagai ‘dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh komunitas tertentu untuk pergaulan’. Kosakata bahasa ini berasal dari berbagai sumber, seperti dialek Indonesia Jakarta, bahasa prokem, bahasa daerah, dan bahasa asing. Selain itu, bahasa gaul juga menciptakan kosakata baru yang terbentuk melalui kaidah-kaidah tertentu. Dasar dari Bahasa gaul ini adalah bahasa Betawi. Awalnya, bahasa ini digunakan di wilayah Jakarta, namun seiring berjalannya waktu, bahasa ini menyebar ke seluruh Indonesia melalui media massa, terutama televisi dan internet. Bahasa gaul menggantikan penggunaan bahasa prokem yang sebelumnya populer pada tahun 1970-an. Selain mempertahankan pengaruh sejumlah kosakata dari bahasa prokem, ragam Bahasa Indonesia gaul ini juga menerima pengaruh dari bahasa Binan dan bahasa daerah di Indonesia.[4][5][6]
Bahasa Indonesia gaul
| |||||
---|---|---|---|---|---|
Dituturkan di | Indonesia | ||||
Wilayah | Indonesia, khususnya perkotaan | ||||
Penutur | |||||
| |||||
Latin | |||||
Kode bahasa | |||||
ISO 639-3 | – | ||||
Glottolog | cjin1234 (Colloquial Jakarta Indonesian)[1] | ||||
| |||||
Portal Bahasa | |||||
Bahasa Indonesia saat ini juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap banyak bahasa daerah di Indonesia. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki variasi bahasa Indonesia gaul yang khas.
Bahasa ini terbentuk melalui proses pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah, yang kemudian menghasilkan bahasa baru yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Proses ini juga mempermudah penyerapan istilah-istilah dari bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia.
Penamaan
suntingLaras formal dan laras informal dalam bahasa Indonesia sesungguhnya tidak memiliki nama resmi (dikeluarkan pemerintah), karena pemerintah Indonesia hanya mengakui satu bahasa Indonesia, yakni bahasa Indonesia baku.[7] Meskipun demikian, penggunaan istilah bahasa baku untuk bahasa Indonesia formal dan bahasa gaul untuk bahasa Indonesia informal sudah banyak dipakai baik oleh masyarakat umum maupun akademisi dalam negeri[4] dan luar negeri.[8]
Nama "bahasa gaul" ditengarai diperkenalkan pertama kali oleh Debby Sahertian. Penamaan ini terinspirasi dari fenomena maraknya tenda gaul ketika Indonesia mengalami Krisis Moneter pada penghujung dasawarsa 1990-an. Tenda gaul sering didatangi orang-orang untuk bergaul, mengobrol atau merumpi dengan sahabat dan teman-teman. Penamaan ini juga digunakan oleh Debby untuk menamai kamus bahasa percakapan karyanya Kamus Gaul yang sebenarnya sebagian besarnya merupakan bahasa Binan.[9]
Kata "gaul" sendiri meski telah sejak lama menjadi bagian dari kamus bahasa Indonesia, dalam konteks ini, kata gaul diberikan makna yang melebihi maknanya aslinya; ia tidak hanya berarti semacam berinteraksi atau bersosialisasi, melainkan juga terasosiasi dengan citra ramah, supel, modern, canggih dan urban.[10]
Bahasa gaul sebelumnya lebih dikenal sebagai bahasa prokem.[11] Oleh sebab itu, terdapat sebagian kalangan yang masih menyebut bahasa gaul sebagai bahasa prokem, khususnya generasi yang lebih tua, walau bentuknya sudah sedikit banyak berubah dari bahasa prokem yang dikenal pada 1970-an.[12] Selain disebut bahasa gaul dan bahasa prokem, sebagian kalangan kadang menyebut bahasa ini sebagai "bahasa Jakarta" sebagaimana pertama kali muncul dan digunakan di wilayah Jakarta.[13][14][15] Nama-nama lain yang mungkin juga digunakan untuk merujuk bahasa ini meliputi bahasa Indonesia gaul, bahasa Indonesia informal, dan bahasa Indonesia (dialek) Jakarta.[7][5]
Sejarah
suntingAsal usul bahasa gaul dari bahasa ini belum tentu jelas kapan bahasa gaul ini pertama kali digunakan pada percakapan sehari-hari. Namun, penggunaan bahasa gaul di Indonesia dimulai antara tahun 1860 dan 1870. Menurut Ben Anderson, bahasa Indonesia berkembang ke dua arah yang berbeda, yakni bahasa Indonesia baku dan bahasa Indonesia gaul. Ia mengibaratkan bahasa baku sebagai bahasa krama yang "tinggi" dan bahasa gaul sebagai bahasa ngoko yang "rendah". Bahasa Indonesia yang "rendah" ini mengambil banyak pengaruh dari Bahasa Betawi. Penjenjangan bahasa yang diglosik ini sesungguhnya merupakan penggunaan dua dialek yang berbeda dari satu bahasa induk, yaitu bahasa Melayu.[16]
Pengaruh bahasa Betawi terhadap bahasa gaul tidak terlepas dari kehadiran bahasa ini dalam beragam saluran budaya populer Indonesia. Terpaparnya masyarakat Indonesia dengan tayangan-tayangan berbahasa Betawi pada 1970-an menjadi salah satu faktor yang mendukung perkembangan dan penggunaan bahasa gaul secara nasional. Salah satu karya yang paling berkontribusi adalah film-film Benyamin Sueb yang mengangkat budaya dan bahasa Betawi sebagai bagian dari budaya populer nasional.[17][18] Pada 1990-an, karya perfilman penting lainnya yaitu Si Doel Anak Sekolahan yang juga dibawakan dengan bahasa Betawi. Bahasa Betawi di sini kemudian bukan lagi milik orang Betawi saja, melainkan telah menjadi ekspresi kebahasaan bagi orang-orang Jakarta secara umum, terlepas dari suku mana mereka berasal.[6] Banyak orang keliru menyamakan antara bahasa Betawi dan "bahasa gaul" Jakarta karena kedekatan keduanya. Bahasa Betawi dan bahasa gaul merupakan dua bahasa yang berbeda dan memiliki identitas penutur yang berbeda pula. Dikatakan bahwa orang Betawi di Jakarta mampu beralih dari bahasa Betawi ke bahasa gaul ketika berhadapan dengan penutur non-Betawi. Hal ini menandakan adanya batasan dan perbedaan antara keduanya sekalipun merupakan bahasa yang berdekatan.[7]
Meski bahasa gaul menggantikan bahasa prokem, bahasa prokem masih memberikan pengaruh signifikan bagi perbendaharaan bahasa gaul. Awal mula bahasa prokem dapat ditelusuri hingga paruh kedua dasawarsa 1950-an yang banyak dituturkan di kalangan bramacorah, preman dan anak jalanan. Pada dasawarsa berikutnya, bahasa prokem mulai populer di kalangan pemuda perkotaan ibukota. Puncaknya terjadi pada tahun 1970-an ketika Teguh Esha, seorang pengarang dan wartawan, menerbitkan novelnya Ali Topan Anak Jalanan (1972) dan sekuelnya Ali Topan Detektip Partikelir (1973) yang digandrungi kalangan muda waktu itu. Dalam novelnya, Teguh Esha melampirkan senarai kosakata bahasa prokem yang dapat digunakan selayaknya kamus.[19][20] Film populer seperti Catatan Si Boy juga semakin membuat bahasa prokem-bahasa gaul dikenal secara nasional.[21]
Pada 1980-an hingga 1990-an, ragam bahasa non-baku yang agak berbeda mulai digunakan oleh kalangan kelas menengah Jakarta. Bahasa ini kemudian diberi nama 'bahasa gaul'. Sementara itu, unsur-unsur bahasa prokem mulai melebur ke dalam perbendaharaan bahasa gaul.[22] Di sisi lain, bahasa Binan yang dituturkan oleh kalangan pria homoseksual dan waria juga menyumbangkan pengaruh besar terhadap bahasa gaul nasional. Pasca berakhirnya Orde Baru, meresapnya bahasa Binan ke bahasa Indonesia gaul didorong dari tampilnya bahasa ini di berbagai media massa, khususnya televisi. Terbitnya Kamus Gaul oleh Debby Sahertian yang memuat perbendaharaan bahasa Binan juga merupakan lompatan besar yang kian mendorong masuknya banyak kosakata Binan ke dalam perbendaharaan bahasa gaul di tataran nasional.[23][24]
Bahasa gaul menjadi umum digunakan di berbagai lingkungan sosial bahkan dalam media-media populer seperti TV, radio, dan dunia perfilman nasional. Seringkali pula bahasa gaul digunakan dalam bentuk pengumuman-pengumuman yang ditujukan untuk kalangan remaja oleh majalah-majalah remaja populer. Bahasa gaul kemudian menjadi hal tidak terpisahkan dari budaya pop Indonesia dan identitas pemuda perkotaan di Indonesia. Karena jamaknya, bahasa gaul (di samping bahasa daerah masing-masing) merupakan bahasa utama yang digunakan untuk komunikasi lisan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia, kecuali untuk keperluan formal atau acara resmi. Karena itu pula, seseorang mungkin akan merasa canggung untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain menggunakan bahasa Indonesia formal.[22][10]
Ciri kebahasaan
suntingSebagian leksikon dalam bahasa gaul masih berhubungan dengan kata asalnya dari bahasa baku. Dalam hal ini, penutur dalam menebak arti sebuah kata bahasa Indonesia gaul dari kemiripannya dengan bahasa Indonesia baku. Perubahan bunyi dapat berupa pengguguran bunyi, peluluhan bunyi, monoftongisasi dan lain sebagainya. Sebagian lainnya merupakan kata yang sama sekali berbeda untuk arti yang sama atau serupa. Kata ini bisa berupa serapan dari bahasa daerah atau asing, atau merupakan neologisme dalam perkembangan bahasa gaul.
Pembentukan kata
suntingPenghilangan bunyi
suntingBeberapa kosakata dalam bahasa gaul menghilangkan bunyi dari padanan bahasa bakunya.
Beberapa contoh penghilangan bunyi di awal kata:
- Habis → abis
- Memang → emang
- Sudah → udah
Beberapa contoh penghilangan bunyi di tengah kata:
- Lihat → liat
- Bohong → boong
- Kasihan → kasian
- Tahu → tau
Beberapa contoh penghilangan bunyi di akhir kata:
- Jodoh → jodo
- Bodoh → bodo
- Boleh → bole
Monoftongisasi
suntingBeberapa kosakata dalam bahasa gaul menyederhanakan bunyi diftong dari kata bahasa baku menjadi bunyi monoftong.
Monoftongisasi diftong ai menjadi e.
- Pakai → pake
- Cabai → cabe
- Capai → cape(k)
Monoftongisasi diftong au menjadi o.
- Kalau → kalo
- Galau → galo
- Kacau → kaco
Perubahan vokal
suntingBeberapa kosakata dalam bahasa gaul mengubah bunyi vokal dari padanan bahasa bakunya.
Beberapa contoh perubahan bunyi vokal u menjadi o.
- Belum → belom
- Telur → telor
- Kaus → kaos
Beberapa contoh perubahan bunyi vokal i menjadi e.
- Kemarin → kemaren
- Naik → naek
- Baik → baek
Beberapa contoh perubahan bunyi vokal a menjadi e pepet.
- Datang → dateng
- Dekat → deket
- Benar → bener
Perubahan konsonan
suntingBeberapa kosakata dalam bahasa gaul mengubah bunyi konsonan dari padanan bahasa bakunya.
- Zaman → jaman
- Izin → ijin
- Maaf → maap
- Syaraf → sarap
Metatesis
suntingBeberapa kata dalam bahasa gaul merupakan bentuk metatesis dari bahasa baku. Meski demikian, umumnya bentuk aslinya juga diterima dalam bahasa gaul. Metatesis dalam bahasa gaul dapat dilakukan dengan membaca kata dari belakang, menyusun ulang urutan suku kata, menukar bunyi vokal dan lain sebagainya.[25]
- Lucu → ucul
- Bisa → sabi
- Balik → bakil
- Bang → ngab
Hentian glotis
sunting*Tanda )- atau -( Digunakan Untuk Pengkoreksi Keluaran Vokal
Hentian glotis merupakan salah satu ciri yang dimiliki bahasa gaul, khususnya dalam bentuk "aslinya" yang dituturkan di Jakarta. Hentian glotis kadang ditulis menggunakan huruf k di akhir kata atau petik / ' / jika di tengah kata (jarang). Meski demikian hentian glotis lebih sering tidak ditulis dan hanya muncul ketika diucapkan.[25]
- Bisa akan terdengar seperti bisa)-k
- Lucu akan terdengar seperti lucu)-k
- Bete akan terdengar seperti bete)-k
Hentian glotis yang biasanya ditulis ada di kata seperti, cowo-'k', cewe-'k', cue-k', bera-'k' dll.
Pemendekan kata
suntingDalam bahasa gaul, terdapat sejumlah kata yang dihasilkan dari pemendekan dua kata atau lebih.
*tanda 'kutip' dan - strip ('ab'-cd-'efg') digunakan untuk pengkoreksi kata
- Terima kasih → 'Teri'-ma-kasih
- Tidak jelas → ga jelas → gaje-'las'
- Cari perhatian → ca-'ri'-per-'hatian'
- Malas gerak → males gerak → ma-'les'-ger-'ak'
Pemendekan suku kata:
- Banget → b-'ang'-et
- Jangan → jan-'gan'
- Kayak → k-'ay'e-k
- Mohon → m-'oh'-on
Lain-lain
suntingBahasa gaul secara terbatas juga mengenal produksi kata dengan menambahkan bunyi s di belakang kata atau suku kata.[26]
- Ganteng → gan-'teng'-s
- Cantik → can-'tik's
- Bagaimana → gimana → giman-'a'-s
- Santai → san-'tai'-s
Imbuhan
suntingPemberian imbuhan dalam bahasa gaul cukup berbeda dengan imbuhan yang umum dikenal dalam bahasa baku.
Awalan
suntingAwalan ke- dalam bahasa gaul setara dengan awalan ter- dalam bahasa baku.
- Terinjak → keinjek
- Terminum → keminum
Awalan nge- dapat digunakan seperti awalan me- dalam bahasa baku.
- Menjual → ngejual
- Melihat → ngeliat
Sisipan
suntingSisipan -ok- warisan bahasa prokem juga kadang masih dijumpai dalam bahas gaul. Perlu diketahui bahwa sisipan ini tidaklah memberikan perubahan makna kata.
- Berak → b-ok-er
- Bapak → b-ok-ap
- Nyak → ny-ok-ap
- Sini → s-ok-in
- BF/Bokep Film → beep → b-ok-ep
- Tai → t-ok-ai
Leburan
suntingLeburan ng- digunakan di depan kata yang diawali vokal atau huruf k, digunakan seperti awalan me- dalam bahasa baku.
- Mengangkat → nga-'ng'-kat
- Mengebut → 'ng'-ebut
Leburan ny- digunakan di depan kata yang diawali vokal atau huruf s atau c, digunakan seperti awalan me- dalam bahasa baku.
- Mencuci → 'ny'-uci
- Menyukai → 'ny'-ukain
Akhiran
suntingAkhiran -in adalah salah satu fitur paling dikenal dalam bahasa gaul. Dalam bahasa Indonesia baku -in setara dengan akhiran -i atau -kan. Akhiran -in ditengarai merupakan pengaruh dari bahasa Bali dan Betawi.
- Pikirkan → pikir-'in'
- Diajari → diajar-'in'
Akhiran -an dapat berfungsi secara berbeda dengan akhiran -an dalam bahasa baku. Selain bisa membuat kata kerja menjadi kata benda, seperti kata buat menjadi buatan, akhiran -an juga dapat berarti lebih (sebagai pembanding sesuatu).
*Tanda (-(- atau -)-) Adalah Contoh Kata
- Lebih banyak → banyak-'an'. Cth: (-(-Kayaknya porsi lo banyak-'an' dari yang kemaren deh.-)-)
- Lebih kecil → kecil-'an'. Cth: (-(-Ini kayaknya seragam gue jadi kecil-'an'.-)-)
Impitan
suntingImpitan ke- -an meski mirip dengan apa yang digunakan dalam bahasa baku, namun memiliki arti yang berbeda. Ke- -an dapat bermakna 'terlalu'.
- Terlalu panjang → kepanjangan
- Terlalu besar → kebesaran
- Terlalu berpikir → kepikiran
Partikel
suntingBahasa Indonesia gaul memiliki beragam partikel dan merupakan salah satu ciri utama dari bahasa ini. Sih, dong, tuh, dan deh merupakan sebagian dari partikel-partikel bahasa gaul yang dapat memberikan nuansa yang berbeda pada sebuah kalimat. Partikel-partikel ini, walaupun pada umumnya pendek, tetapi mampu menambahkan makna tertentu yang mungkin sulit disampaikan dengan bahasa baku. Kebanyakan partikel mampu memberikan informasi tambahan kepada orang lain seperti tingkat keakraban antara pembicara dan pendengar, suasana hati/ekspresi pembicara, dan suasana pada kalimat tersebut ketika diucapkan.
Beberapa partikel dalam bahasa gaul diambil dari kebiasaan dalam bahasa Betawi, di antaranya deh, dong, dan kok.[27]
Sejumlah partikel dalam bahasa gaul dijelaskan secara ringkas menggunakan kata "Dia datang":
- Dia dateng deh - digunakan untuk mempertegas pernyataan, biasanya dalam nuansa agak terpaksa, tidak setuju dll.
- Dia dateng ding - digunakan untuk menandai bahwa pernyataan tersebut mengoreksi pernyataan sebelumnya, "Dia ternyata datang."
- Dia dateng dong - digunakan untuk mengungkapkan kepastian; dong jika dibaca panjang juga dapat berarti keinginan akan sesuatu
- Dia dateng kan - digunakan untuk meminta penegasan terhadap sebuah pernyataan; kependekan dari kata bukan
- Dia dateng kek - digunakan untuk menyatakan keinginan atau usulan dalam nuansa yang agak kesal, marah dll.
- Dia dateng kok - digunakan untuk meyakinkan seseorang yang mungkin meragukan pernyataan itu
- Dia dateng lah - digunakan untuk mengungkapkan kepastian dengan percaya diri akan kebenaran pernyataan
- Dia dateng loh - digunakan untuk menegaskan bahwa informasi tersebut benar, biasanya dalam nuansa persuasi meyakinkan lawan bicara
- Dia dateng nih - digunakan sebagai penegas bahwa sesuatu sedang terjadi di sini
- Dia dateng sih - digunakan untuk mengungkapan ketidakinginan akan suatu kebenaran pernyataan
- Dia dateng toh - digunakan untuk memberi tahu kebenaran pernyataan kepada orang yang sebelumnya meragukannya
- Dia dateng tuh - digunakan sebagai penegas bahwa sesuatu sedang terjadi di sana
- Dia dateng ya - digunakan untuk mengonfirmasi, memohon dll.
Beberapa partikel juga dapat diletakkan di awal kalimat untuk arti yang berbeda.
- Kok dia dateng? - digunakan sebagai pengganti kata tanya kenapa
- Lah, dia dateng? - digunakan seperti kata seru untuk menyatakan keheranan
- Loh, dia dateng? - digunakan seperti kata seru untuk menyatakan keheranan
Deh
suntingDeh memiliki beberapa fungsi yang akan dijelaskan pada bagian berikut. Partikel ini tidak dapat dipakai di awal kalimat lengkap atau berdiri sendiri.[28][29]
- Deh sebagai "bagaimana kalau."
- Coba dulu deh. (tidak menggunakan intonasi pertanyaan) - Bagaimana kalau dicoba dahulu?
- Besok pagi aja deh. - Bagaimana kalau besok pagi saja?
- Deh sebagai "saya mau."
- Lagi deh. - Saya mau lagi.
- Yang biru itu deh. - Saya mau yang biru itu saja.
- Aku pergi deh. - Saya mau pergi dahulu.
Deng
sunting- Deng digunakan untuk menandai bahwa pernyataan tersebut dibuat untuk membetulkan penyataan sebelumnya. Setara dengan kétang dalam bahasa Sunda.
- Si Coki masuk sekolah deng. - Coki ternyata masuk sekolah.
- Pake uang dia dulu deng kemaren. - Ternyata kemarin memakai uang dia dahulu.
Dong
suntingPartikel dong digunakan sebagai penegas yang halus atau kasar pada suatu pernyataan yang akan diperbuat. Partikel ini tidak dapat dipakai di awal kalimat lengkap atau berdiri sendiri.[29][28]
- Dong sebagai "tentu saja" dan menganggap lawan bicara sudah seharusnya mengetahui kebenaran pernyataan tersebut.
- Sudah pasti dong. - Sudah pasti/tentu saja.
- Yang warna biru dong. - Tentu saja saya mau yang warna biru.
- Dong sebagai penghalus permintaan (dengan pengucapan dan intonasi yang halus juga).
- Boleh bagi dong coklatnya. - Cokelatnya boleh dibagi dengan saya?
- Jangan ke situ-situ lagi dong. - Jangan pergi ke tempat itu lagi.
- Dong sebagai kata perintah atau larangan yang sedikit kasar/seruan larangan.
- Maju dong! - Tolong maju.
- Pelan-pelan dong! - Pelan-pelan saja.
Halah
Partikel halah biasanya digunakan untuk menyepelekan atau meremehkan sesuatu hal. Halah seringkali dihilangkan huruf h-nya menjadi alah.
- Halah
- Halah paling dia cuma pengen deket doang. - Paling tidak dia hanya ingin mengenalmu saja.
- Halah orang kek gitu mau aja dipercaya.
- Alah
- Alah yang punya buah itu ayah aku jadi ambil aja.
- Alah cuma ranking, kalo gak dapat tinggi pun tetep naik kelas.
Kan
suntingPartikel kan merupakan kependekan dari kata 'bukan', tetapi tidak selalu digunakan sebagai kata bukan.[28][29]
- Dipakai untuk meminta pendapat/penyetujuan orang lain (pertanyaan)
- Bagus kan? - Bagus bukan?
- Kan kamu yang bilang? - Bukankah kamu yang bilang demikian?
- Dia kan sebenarnya baik. - Dia sebenarnya orang baik, bukan?
- Jika dirangkai dalam bentuk "kan ... sudah ...", menyatakan suatu sebab yang pasti (pernyataan)
- Kan aku sudah belajar. - Jangan khawatir, aku sudah belajar.
- Dia kan sudah sabuk hitam. - Tidakkah kamu tahu bahwa dia sudah (memiliki tingkatan) sabuk hitam.
- Berdiri sendiri: menyatakan dengan nada kemenangan/kebenaran tentang perbincangan yang mendahului
- Kan! - Lihatlah, bukankah aku sudah bilang demikian
Kek
suntingKek adalah pemendekan dari kata kayak. Selain berfungsi seperti kata kayak, kek juga memiliki fungsi partikel.
- Sinonim dari kata 'seperti'.
- Keknya gua dah liat ini. - Sepertinya aku sudah melihat ini.
- Ini rasanya kek permen karet ya. - Ini rasanya seperti permen karet.
- Menekankan bahwa sesuatu seharusnya dilakukan atau terjadi.
- Jagain adek gue dulu kek, kan gue jadi repot. - Kamu seharusnya menolong menjaga adikku, saya jadi kerepotan.
- Benerin hape gue dulu kek. - Kamu seharusnya membetulkan hape saya dahulu.
Kok
suntingPartikel kok dapat diletakkan di banyak tempat dalam sebuah kalimat. Beberapa kemungkinan peletakan partikel kok dan perbedaan maknanya:[29]
- Kok dia suka banget makan duren. - Kenapa dia suka sekali makan durian. (mempertanyakan keseluruhan pernyataan)
- Dia kok suka banget makan duren. - Dia kenapa suka sekali makan durian. (mempertanyakan dengan penekanan pada subjek)
- Dia suka banget kok makan duren. - Dia sebenarnya suka sekali makan durian. (menegaskan kebenaran pernyataan)
- Dia suka banget makan duren kok. - Dia sebenarnya suka sekali makan durian. (menegaskan kebenaran pernyataan)
- Kata tanya pengganti "kenapa" di awal kalimat pertanyaan.[28]
- Kok kamu telat? - Kenapa kamu terlambat?
- Kok diem aja tuh kucing? - Kenapa kucing itu diam saja?
- Kok dia mukanya ga enak? - Kenapa dia bermuka masam?
- Kok aku ga percaya kamu ya? - Kenapa aku tidak dapat mempercayaimu?
- Kok bisa ya dia dibolehin? - Kenapa dia bisa diperbolehkan, ya?
- Memberi penekanan atas kebenaran pernyataan yang dibuat
- Saya dari tadi di sini kok. - Saya mengatakan dengan jujur bahwa dari tadi saya ada di sini.
- Dia bukan yang ngambil kok. - Saya yakin bahwa dia bukan orang yang mengambil.
- Sebenernya gue suka kok sama elo. - Sebenarnya aku yang menyukaimu.
- Jika kok berdiri sendiri bisa menyatakan keheranan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata
- Kok? - Kenapa (begitu)?
Lah
suntingPartikel lah dalam bahasa gaul berbeda dengan partikel lah dalam bahasa baku. Lah umumnya ditulis terpisah.[29]
- Lah berfungsi untuk mempertegas kebenaran sebuah pernyataan.
- Dia lah yang mestinya benerin.
- Gue sukanya yang cakep lah.
- Lah sebagai ajakan, penegas kalimat persuasi.
- Makan enak lah kita. - Ayo kita makan enak.
- Nongki dulu lah. - Ayo kita nongkrong.
Loh
suntingPartikel loh juga bisa ditulis lo (ejaan KBBI) atau lho. Partikel ini bisa memberikan berbagai macam nuansa ekspresi, seperti kaget atau penekanan.[29]
- Kata seru yang menyatakan keterkejutan. Bisa digabung dengan kata tanya. Tergantung intonasi yang digunakan, partikel ini dapat mencerminkan bermacam-macam ekspresi.
- Lho, kok kamu terlambat? - Kenapa kamu terlambat? (dengan ekspresi heran)
- Loh, apa-apaan ini! - Apa yang terjadi di sini? (pertanyaan retorik dengan ekspresi terkejut/marah)
- Lho, aku kan belum tahu? - Aku sebenarnya belum tahu. (dengan ekspresi tidak bersalah)
- Loh, kenapa dia di sini? - Kenapa dia ada di sini? (dengan ekspresi terkejut)
- Kata informatif, untuk memastikan/menekankan suatu hal.
- Begitu, lho, caranya. - Begitulah caranya.
- Nanti kamu kedinginan, loh. - Nanti kamu akan kedinginan (kalau tidak menggunakan jaket, misalnya).
- Aku mau ikut, lho. - Aku mau ikut, tahu tidak?.
- Ingat, loh, kalau besok libur. - Tolong diingat-ingat kalau besok libur.
- Jangan bermain api, lho, nanti terbakar. - Ingat, jangan bermain api atau nanti akan terbakar.
- Berdiri sendiri: menyatakan keheranan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata
- Loh? - bisa berarti Apa? Kenapa?
Sih
suntingSih dapat memberikan nuansa makna yang cukup banyak dan fleksibel. Partikel ini tidak dapat dipakai di awal kalimat lengkap atau berdiri sendiri.[29]
- Sih sebagai pelembut permintaan atau pertanyaan, dapat membuat pertanyaan terdengar lebih ramah.
- Boleh ga sih kalo aku minta temenin ke sana?
- Hari apa sih yang paling kamu suka?
- Sih sebagai penanda bahwa pembicara sedikit ragu tentang kebenaran pernyataannya sendiri.
- Biasanya sih udah dateng jam segini.
- Katanya sih dia demen sama Jaka.
- Sih sebagai "karena", memiliki hubungan sebab-akibat dengan kejadian sebelumnya.
- Kamu lama sih. - Karena kamu lama (membuat terlambat dsb.)
- Kamu kebanyakan pesennya sih. - Karena kamu pesan terlalu banyak.
- Digunakan tepat setelah sebuah kata tanya yang artinya kurang lebih "sebenarnya ...."
- Tadi dia bilang apa sih? - Sebenarnya apa yang dia katakan tadi?
- Berapa sih harganya? - Sebenarnya berapa harganya?
- Apa sih yang doi mau? - Sebenarnya apa yang dia mau? (dengan ekspresi jengkel)
- Maunya kapan sih? - Sebenarnya kapan yang kamu mau.
- Kata yang mengakhiri satu pernyataan sebelum memulai pernyataan yang bertentangan
- Mau sih, tapi ada syaratnya. - Saya mau tetapi ada syaratnya.
- Aku bisa sih, cuman ada beberapa hal yang bikin ragu. - Saya bisa tetapi ada beberapa yang saya masih ragu-ragu.
- Itu gue sih, tapi gue gak maksud. - Itu sebenarnya saya, tetapi saya tidak bermaksud.
- Kalau aku sih, tenang-tenang saja. - Kalau saya sekarang ini tenang-tenang saja.
Nih
sunting- Kependekan dari "ini"
- Nih balon yang kamu minta. - Ini balon yang kamu minta (sambil menyerahkan barang).
- Nih, saya sudah selesaikan tugasmu. - Ini tugasmu sudah saya selesaikan.
- Ni orang benar-benar tidak bisa dinasihati. - Orang ini benar-benar tidak bisa dinasihati.
- Tergantung intonasi yang digunakan, partikel ini dapat mencerminkan bermacam-macam ekspresi (umumnya tentang keadaan diri sendiri).
- Cape, nih. - Saya sudah lelah. (dengan ekspresi lelah)
- Saya sibuk, nih. - Saya baru sibuk, maaf. (dengan ekspresi menolak tawaran secara halus)
- Sudah siang, nih. - Sekarang sudah siang. Ayo lekas ...
- Untuk memberi penekanan pada subjek orang pertama
- Dia nih yang tahu jawabannya. - Hanya dia yang tahu jawabannya.
- Aku nih sebenarnya anak konglomerat. - Aku ini sebenarnya anak konglomerat.
Toh
suntingToh dapat digunakan untuk menegaskan maksud.
- Kamu toh tetep harus dateng walau gak mau.
- Buku ini toh yang suka kamu bawa-bawa.
Tuh
suntingTuh adalah variasi dari kata itu. Kadang tuh tidak berarti seperti kata asalnya.[29]
- Kependekan dari "itu", menunjuk kepada suatu objek.
- Liat tuh hasil kerjaan lo. - Lihat itu hasil dari pengerjaanmu.
- Tuh orang yang tadi nolongin gue. - Itu orang yang tadi menolongku.
- Tergantung intonasi yang digunakan, partikel ini dapat mencerminkan bermacam-macam ekspresi (umumnya tentang keadaan orang lain).
- Kelihatannya dia sudah sembuh, tuh. - Lihat, tampaknya dia sudah sembuh.
- Tuh, kamu lupa lagi kan? - Lihat, kamu lupa lagi bukan?
- Ada yang mau, tuh. - Lihat, ada yang mau (barang tersebut).
Ya
suntingYa di sini tidak selalu berarti persetujuan "iya". Partikel ya dalam bahasa gaul sering dipakai dan digunakan untuk berbagai macam keperluan.[29]
- Kata tanya yang kurang lebih berarti "apakah benar ...?"
- Kelasnya mulai jam delapan ya? - Apakah benar rapatnya mulai jam delapan?
- Kamu tadi pulang dulu ya? - Apakah benar tadi kamu pulang dulu?
- Kalau bukan ini, ya itu.
- Kalau engga mau, ya engga masalah. - Kalau tidak mau, tidak masalah.
- Di sini kalo engga mendung, ya ujan. - Di sini kalau tidak mendung, hujan.
- Sebagai awal kalimat digunakan tepat setelah sebuah kalimat dengan nada bertanya
- Mahal? Ya jangan beli. - Kalau mahal jangan dibeli.
- Apa? Ya jangan mau dong. - Apa? Kalau begitu jangan mau.
- Apa kamu bilang? Ya dilawan dong. - Apa kamu bilang? Tahu begitu seharusnya kamu melawan.
- Kata iya juga bisa berguna sebagai penghalus sehingga kalimat terdengar lebih ramah.
- Makasih ya buat oleh-olehnya!
- Maaf ya pensilmu kebawa.
- Minta tolong ya ini dititipin pos depan.
Lain-lain
suntingBeberapa partikel lainnya yang mungkin dipakai dalam sebuah perkataan bahasa gaul, tetapi tidak sesering partikel yang sudah dijelaskan:
- Noh dari kata sono, digunakan untuk menegaskan sesuatu terjadi atau ada di kejauhan (tidak di tempat pembicaraan berlangsung).
- Belanja mulu lo, emak lo noh di kampung makan ikan asin. - Kamu belanja terus, ibumu (jauh) di kampung makan ikan asin.
- Mah (pengaruh bahasa Sunda) digunakan untuk memberikan penekanan.
- Ini mah mesinnya yang kena. - Ini (pasti) kena mesin (bukan kena yang lainnya).
- Euy (pengaruh bahasa Sunda) digunakan untuk memberikan penekanan.
- Rame banget euy sekarang. - Ramai sekali sekarang.
Kata seru
suntingBeberapa kata seru yang didapati dalam bahas gaul.
Dasar
suntingKata seru dasar dapat digunakan mengekspresikan kemarahan, situasi bercanda dll.[30]
- Dasar mageran!
- Bego banget dasar!
Eh/heh
sunting- Dapat digunakan untuk menyapa, mirip 'hai' dalam bahasa baku atau 'hey' dalam bahasa Inggris. Penggunaan eh/heh mungkin akan dianggap kurang sopan.
- Eh, namamu siapa? - Hai, namamu siapa?
- Heh, ke sini bentar. - Hai, ke sini sebentar.
- Membetulkan perkataan sebelumnya yang salah.
- Dua ratus, eh, tiga ratus. - Dua ratus, bukan, tiga ratus.
- Biru, eh, kalau gak salah hijau. - Biru, bukan, kalau tidak salah hijau.
- Dapat digunakan untuk mengganti topik pembicaraan.
- Eh, kamu tahu tidak .... - Omong-omong, kamu tahu tidak ....
- Eh, jangan-jangan .... - Hmm ... jangan-jangan ....
Selain 'eh' sebagai sebutan untuk orang kedua, partikel ini biasanya tidak dapat dipakai di akhir kalimat lengkap.
Jah/jiah
suntingDigunakan untuk ekspresi marah, kesal, menggerutu dsb.[31]
- Jah! Bisa-bisaan lo aja kali!
- Jiah! Kena karma kan lo sekarang!
Masa
suntingMasa dapat digunakan untuk menyatakan keragu-raguan, ketidakpercayaan, atau kekecewaan.[30]
- Masa gitu aja gak mau bantuin?
- Dia gak mau bantuin aku masa.
Nah
suntingNah biasanya digunakan untuk membuka topik atau pembicaraan baru, atau sebagai kata seru untuk meminta perhatian/menegaskan pembicaraan.[29]
- Nah, terus dia malah cabut dari kantor.
- Nah! Apa gue bilang kemaren kejadian beneran kan?
Waduh
suntingKata seru waduh dapat digunakan sebagimana kata aduh yang dapat menyatakan tidak sukaan, kebingungan, terkejut dll.[30]
- Waduh! Ujannya deres banget ternyata.
- Waduh! Karcis parkirnya tadi di mana ya?
Wah
suntingKata seru wah dapat digunakan untuk menyatakan ekspresi terkejut, kegembiraan dan kekaguman.[30]
- Wah! Beli mobil baru nih.
- Wah! Makasih buat kadonya ya!
Yah
suntingSelalu menyatakan kekecewaan dan selalu digunakan di awal kalimat atau berdiri sendiri.
- Yah ....
- Yah, kamu sih. - Ini karena kamu.
- Yah, Indonesia kalah lagi - Indonesia kalah lagi (dengan ekspresi kecewa)
- Yah, sudah selesai - Belum-belum sudah selesai.
Pengisi
suntingBahasa gaul memiliki sejumlah pengisi linguistik yang berfungsi sebagai pengisi jeda pembicaraan: menandakan bahwa pembicaraan belum berakhir atau pembicara sedang berpikir/ragu.
- hmm, eee - "Dia kemaren, hmmm, ketauan nyontek."
- Kayak, kek - "Kantin sebelah tenyata kek murah banget, kek gak perlu narik uang, woy."
- Apa - "Si Raka tadi siang minta beliin, apa, bakso goreng, apa, basreng?"
Pengulangan
suntingBeberapa pengulangan kata dalam bahasa gaul memiliki perbedaan dengan bahasa baku. Contoh:
- Gara-gara → gegara
- Bersih-bersih → bebersih
- Perihal Jepang → jejepangan
Serapan
suntingInggris
suntingSerapan bahasa Inggris adalah salah satu penyumbang besar dalam perbendaharaan bahasa gaul. Kata-kata dalam bahasa Inggris kadang diubah sehingga memiliki ejaan yang sesuai dengan ejaan Indonesia atau dibiarkan dalam bentuk aslinya.[17] Beberapa serapan bahasa Inggris yang ejaannya disesuaikan:
- Friend → fren
- Please → plis, banyak dijumpai dalam bentuk plis dong atau plis deh
- Check it out → cekidot
- Babe → beb
- Guys → gais atau gaes
bentuk aslinya, kata-kata bahasa Inggris sering diperlakukan selayaknya kata bahasa Indonesia, sehingga dapat diberi imbuhan. Contoh:[32]
- Bully → di-bully
- Blank → nge-blank
- Update → nge-update
- Clear → nge-clear-in
- Cancel → nge-cancel-in
- Lag → nge-lag
- Bug → nge-bug
Jika bahasa gaul dianggap memuat lebih banyak unsur bahasa Inggris daripada bentuk umumnya, bahasa ini bisa disebut sebagai bahasa Jaksel.[33]
Tionghoa
suntingBahasa gaul mendapatkan cukup banyak kosakata bahasa-bahasa Tionghoa, khususnya bahasa Min Selatan.
- 你 lú → lu
- 我 góa → gue
- 雞婆 ke-pô → kepo
- 賺 choán → cuan
Jawa
suntingBahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah penyumbang kosakata terbesar terhadap bahasa gaul. Banyak di antaranya masuk ke perbendaharaan bahasa gaul melalui bahasa Betawi.
- ꦧꦔꦼꦠ꧀ banget → banget
- ꦒꦼꦣꦺ gedhe → gede
- ꦔꦏꦏ꧀ ngakak → ngakak
Sunda
suntingBeberapa kosakata bahasa Sunda yang mungkin dipakai dalam perbincangan dengan bahasa gaul.
- ᮘᮠᮨᮔᮧᮜ᮪ bahenol → bahenol (seksi)
- ᮎᮨᮔᮂ cenah → cenah (katanya)
- ᮘᮠᮩᮜ baheula → baheula (zaman dahulu)
- ᮏᮧᮙᮣᮧ jomlo → jomblo
Selain kosakata, fatis teh, atuh, heueuh (dieja heeh), mah (atau variasinya seperti ma) juga sering digunakan dalam bahasa gaul.
Peran dan penggunaan
suntingBahasa gaul bukanlah bahasa Indonesia baku meskipun bahasa ini digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari orang Indonesia. James Sneddon, bahasawan yang dikenal dengan penelitian terhadap bahasa Indonesia, mengungkapkan adanya gejala diglosia terhadap bahasa Indonesia. Ragam bahasa tinggi ditempati oleh bahasa Indonesia baku yang telah memiliki standardisasi, sedangkan ragam bahasa rendah ditempati oleh bahasa gaul Jakarta yang hingga saat ini tidak memiliki standardisasi.[7] Gejala penjenjangan bahasa Indonesia ini oleh Ben Anderson disebut sebagai gejala kramanisasi. Bahasa Indonesia yang mulanya egaliter karena tidak mengenal tingkatan bahasa, perlahan berubah menjadi bahasa yang terbagi menjadi dua laras, yakni bahasa krama yang "halus" dan bahasa ngoko yang "kasar". Bahasa Indonesia baku diandaikan sebagai bahasa krama yang tinggi, sopan dan formal, sedangkan bahasa gaul Jakarta diandaikan sebagai bahasa ngoko yang apa adanya, lugu, dan santai.[34][35]
Batas antara bahasa baku dan bahasa gaul tidak selalu kentara. Ada kalanya dalam suasana semi-formal, unsur-unsur bahasa gaul muncul dalam sebuah pembicaraan berbahasa baku. Misalkan dalam sebuah presentasi yang dihadiri oleh mitra kerja seumuran, pembicaraan mungkin hampir sepenuhnya dilakukan dalam bahasa baku, tetapi unsur bahasa gaul kadang akan muncul pada beberapa bagian supaya pembicaraan tidak terkesan terlalu kaku. Sebaliknya, unsur bahasa baku dapat juga hadir dalam pembicaraan santai berbahasa gaul. Hal ini berlaku selayaknya sebuah kontinum bahasa, penuturnya bisa memilih untuk berbicara pada titik mana antara ujung ekstrem bahasa baku dan ujung ekstrem bahasa gaul. Hal ini bergantung sepenuhnya pada pilihan pribadi penutur dalam menghadapi sebuah situasi sosial. Dalam tulisan bahasa baku, umumnya unsur-unsur bahasa gaul ditulis miring sebagaimana menulis unsur bahasa asing seperti bahasa Inggris. Ada kalanya, penulis juga menyertakan terjemahan atau padanannya dalam bahasa baku.[7]
Pemerintah melalui Badan Bahasa sering kali melarang atau tidak menganjurkan penggunaan bahasa gaul, dan mempromosikan bahasa Indonesia baku atau bahasa baku yang baik dan benar sebagai satu-satunya ragam bahasa Indonesia yang sah. Bahasa baku merupakan bahasa utama yang disokong pemerintah untuk penyelenggaraan pemerintahan, pendidikan, media massa, sastra, administrasi, dan hukum di Indonesia. Hal ini membuat bahasa Indonesia baku dianggap sebagai bahasa yang mekanis dan birokratis, kadang juga dikritik sebagai bahasa yang tidak punya jiwa atau tidak kaya rasa yang berjarak dengan penuturnya. Meskipun demikian pada tahun 1980-an, Anton Moeliono, mantan Kepala Badan Bahasa dan salah satu tokoh kunci pengembangan bahasa Indonesia, pernah mengakui secara pribadi tentang pentingnya bahasa gaul di samping bahasa baku. Ia menyadari bahwa bahasa Indonesia baku tidak memiliki ragam percakapan sehari-hari, sehingga bahasa gaul atau bahasa Jakarta dapat mengisi kekosongan ini. Ia juga menghendaki bahwasanya bahasa Jakarta sebaiknya tidak hanya digunakan di wilayah Jakarta saja, melainkan juga di berbagai wilayah lain di Indonesia sebagai bahasa percakapan antar orang Indonesia. Pendapat senada juga datang dari Harimurti Kridalaksana, seorang pakar bahasa dan sastra Indonesia, yang menyarankan pendekatan lebih positif terhadap bahasa gaul dan mengakui potensi penggunaan bahasa gaul dan bahasa baku yang melengkapi satu sama lain.[15][7][10][22][36]
Bahasa Indonesia ragam gaul adalah bahasa pertama yang diajarkan kepada anak-anak dalam keluarga penutur bahasa Indonesia. Orang tua tidak berbicara dalam bahasa baku di rumah. Penguasaan bahasa Indonesia baku baru terjadi ketika anak mempelajarinya di sekolah. Karena utamanya penguasaan bahasa Indonesia baku terjadi dalam ranah pendidikan formal, orang yang tidak mengenyam pendidikan atau tidak sepenuhnya turut serta dalam pendidikan menjadi kesulitan menggunakan bahasa Indonesia baku.[7] Tak jarang peserta didik merasa kebingungan karena bahasa Indonesia yang mereka dapatkan di sekolah (bahasa baku) dengan yang mereka jumpai sehari-hari (bahasa gaul) cukup berbeda.[37]
Bahasa gaul yang tidak terasosiasi dengan pendidikan formal di Indonesia mengakibatkan pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing sedikit atau sama sekali tidak menyertakan bahasa gaul. Bahasa gaul dianggap menyimpang dari bahasa baku yang baik dan benar. Buku-buku kursus bahasa Indonesia pun kebanyakan tidak mengajarkan laras bahasa gaul.[7] Hal ini sering kali membuat bingung orang asing yang sedang mempelajari bahasa Indonesia. Pertanyaan semacam "Mengapa di kelas saya diajari 'lelah', tetapi orang-orang yang saya temui menggunakan kata 'capek'?" mungkin lumrah ditemui dalam kelas-kelas bahasa Indonesia untuk penutur asing. Tidak jarang, meski telah menguasai bahasa Indonesia (baku), penutur asing tetap kesulitan berkomunikasi dengan orang Indonesia di lapangan yang sehari-harinya menggunakan bahasa gaul.[28] Pendapat ini diperkuat oleh André Möller, pemerhati bahasa Indonesia berkebangsaan Swedia, yang menyatakan bahwa salah satu kesulitan penutur asing dalam mempelajari bahasa Indonesia adalah perbedaan antara bahasa resmi (bahasa baku) dan bahasa sehari-hari (bahasa gaul). Perbedaan ini sangat kentara sehingga terkadang terasa seperti dua bahasa yang berlainan.[38]
Dari sebuah wawancara semi-terstruktur yang dilakukan terhadap 11 siswa BIPA UPI tahun ajaran 2013-2014 dari 6 negara yang berbeda (Australia, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Tiongkok, dan Vietnam) didapati bahwa mayoritas siswa menganggap pengajaran bahasa gaul dapat menunjang keterampilan bahasa Indonesia mereka. Para siswa merasa bahasa gaul adalah bahasa komunikasi utama dalam percakapan sehari-hari di luar kelas. Selain itu, pengajaran tentang perbedaan penggunaan bahasa baku dan bahasa gaul dalam berbagai situasi sosial juga dianggap penting.[28]
Standardisasi dan dokumentasi
suntingBahasa gaul, meski menyandang status non-baku dan tidak diakui pemerintah, memperlihatkan gejala menuju standardisasi. Bahasa ini cukup terdokumentasi serta memiliki ejaan dan tata bahasa yang konsisten. Pendapat tentang bahasa gaul sebagai bahasa yang tidak terstruktur atau bahasa yang kacau/rusak adalah sebuah kesalahpahaman. Walaupun demikian Badan Bahasa tidak menunjukkan ketertarikan mengkaji bahasa gaul, entah itu mencatat bahasa gaul ke dalam sebuah kamus ataupun membuat penelitian gramatika bahasa gaul. Bahkan dalam karya-karya tentang tata bahasa baku Indonesia, tidak disebut sama sekali mengenai keberadaan bahasa gaul.[28][7] Meski demikian sedikit dari kata-kata bahasa gaul telah dicatat ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan label bahasa cakap.[39]
Walaupun dalam tataran diglosia berada di bawah posisi bahasa baku, bahasa gaul tetap memiliki prestise dan nama baik di Indonesia karena terasosiasi dengan Jakarta yang urban, kaya, terdidik dan canggih. Bahasa gaul secara tidak langsung jadi memiliki "ragam standar"-nya, yakni bahasa yang dipakai oleh orang Jakarta. Ortografi bahasa gaul juga tidak luput dari kemungkinan pembakuan, seiring dengan penggunaan bahasa gaul dalam beragam terbitan majalah dan buku.[7]
Pengaruh
suntingBahasa gaul dianggap sebagai salah satu dampak Jakartasentrisme terhadap daerah-daerah lain di Indonesia. Tayangan hiburan di televisi yang Jakartasentris membuat sebagian masyarakat di daerah memilih berbicara dalam bahasa gaul Jakarta, alih-alih bahasa daerahnya masing-masing, karena dianggap lebih keren atau lebih berprestise.[40] Bahasa gaul Jakarta disebut telah menggerus keberadaan bahasa Indonesia baku dan bahasa-bahasa daerah. Sebagian kalangan juga menganggap bahasa gaul mengancam keanekaragaman bahasa di Indonesia, terlebih bahasa daerah diberi label buruk, seperti kampungan atau norak, oleh pengguna bahasa gaul Jakarta.[41]
Bahasa gaul tidak hanya dikenal dan digunakan di wilayah Jakarta dan daerah-daerah lain di penjuru Indonesia, tetapi juga mulai dikenal oleh masyarakat Malaysia melalui produk budaya populer Indonesia seperti perfilman dan musik. Sebuah program radio di Kuala Lumpur misalnya diberi nama Carta Baik Banget yang menggunakan kata-kata khas bahasa gaul. Kata lo-gue yang selama ini biasa digunakan oleh kalangan Tionghoa Malaysia, saat ini juga mulai dipakai oleh kalangan Melayu Malaysia. Kata-kata lainnya seperti keren, ngobrol, berpacaran, juga mulai lazim dikenal dan dipakai masyarakat perkotaan Malaysia.[42]
Galeri
sunting-
Buklet JANGAN NGUTIP DARI WIKIPEDIA! menggunakan unsur-unsur bahasa gaul di dalamnya.
Lihat juga
suntingCatatan kaki
sunting- ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Colloquial Jakarta Indonesian". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.
- ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011.
- ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022.
- ^ a b Kridalaksana, Harimurti (2013-05-06). Kamus Linguistik (Edisi Keempat). Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-3570-8.
- ^ a b Rosidi, Ajip (2011-12-01). Badak Sunda dan Harimau Sunda: Kegagalan Pelajaran Bahasa. Dunia Pustaka Jaya. ISBN 978-979-419-572-7.
- ^ a b Foulcher, Keith; Day, Tony (2008). Sastra Indonesia modern: kritik postkolonial. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-87-94615-61-7.
- ^ a b c d e f g h i j Sneddon, J.N. (2003-10-01). "Diglossia in Indonesian". Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia. 159: 519–549. doi:10.1163/22134379-90003741. ISSN 0006-2294.
- ^ West, Beau Patterson & Ryan (2018-09-21). Socio Linguistics (dalam bahasa Inggris). Scientific e-Resources. ISBN 978-1-83947-302-9.
- ^ Torchia, Christopher; Djuhari, Lely (2012-11-27). Indonesian Slang: Colloquial Indonesian at Work (dalam bahasa Inggris). Tuttle Publishing. ISBN 978-1-4629-1057-1.
- ^ a b c Djenar, Dwi Noverini; Ewing, Michael; Manns, Howard (2018-02-19). Style and Intersubjectivity in Youth Interaction (dalam bahasa Inggris). Walter de Gruyter GmbH & Co KG. ISBN 978-1-5015-0070-1.
- ^ "Bahasa Gaul Gitu Looh... | PELITAKU". pelitaku.sabda.org. Diakses tanggal 2021-02-23.
- ^ T.J, Rahma Barokah (2021-01-21). Berfikir Cerdas dengan Bahasa Indonesia. GUEPEDIA. ISBN 978-602-18206-8-1.
- ^ Anderson, Benedict R. O'G (2006). Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia (dalam bahasa Inggris). Equinox Publishing. ISBN 978-979-3780-40-5.
- ^ Rosidi, Ajip. Bus Bis Bas: Berbagai Masalah Bahasa Indonesia; Catatan dan Pandangan Ajip Rosidi. Dunia Pustaka Jaya. ISBN 978-979-419-546-8.
- ^ a b Berenschot, Gerry Klinken dan Ward (2016). In Search of Middle Indonesia: Kelas Menengah Di Kota-kota Menengah. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-928-5.
- ^ Muhadjir (2000). Bahasa Betawi: sejarah dan perkembangannya. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-340-5.
- ^ a b Heryanto, Ariel (2008-06-30). Popular Culture in Indonesia: Fluid Identities in Post-Authoritarian Politics (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 978-1-134-04407-8.
- ^ Wahyuni (2007-05-01). Kompor Mleduk Benyamin S: Perjalanan Karya Legenda Pop Indonesia. Hikmah. ISBN 978-979-1140-75-1.
- ^ Munsyi, Alif Danya (2003). 9 dari 10 kata bahasa Indonesia adalah asing. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-9023-97-1.
- ^ Bahasa!: kumpulan tulisan di Majalah Tempo. Pusat Data dan Analisa Tempo. 2008. ISBN 978-979-9065-29-2.
- ^ Torchia, Christopher; Djuhari, Lely (2007-07-15). Indonesian Idioms and Expressions: Colloquial Indonesian at Work (dalam bahasa Inggris). Tuttle Publishing. ISBN 978-1-4629-1650-4.
- ^ a b c Kirkpatrick, Andy; Liddicoat, Anthony J. (2019-04-17). The Routledge International Handbook of Language Education Policy in Asia (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 978-1-317-35449-9.
- ^ Boellstorff, Tom (2007-04-25). A Coincidence of Desires: Anthropology, Queer Studies, Indonesia (dalam bahasa Inggris). Duke University Press. ISBN 978-0-8223-3991-5.
- ^ Leap, William; Boellstorff, Tom (2004). Speaking in Queer Tongues: Globalization and Gay Language (dalam bahasa Inggris). University of Illinois Press. ISBN 978-0-252-07142-3.
- ^ a b Dewi, Novita Chandra. The Phonological Processes of Metathesis Words in Indonesian Slang Language Used by Jabotabek Teenagers.
- ^ "Macam-macam Bahasa Gaul di Sekolah Jakarta dan Asal-usulnya - Semua Halaman - Hai". hai.grid.id. Diakses tanggal 2021-10-28.
- ^ Firdaus, Winci (2020-06-21). Ranah: Jurnal Kajian Bahasa (Juni 2020): Volume 9, Nomor 1. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
- ^ a b c d e f g Sukmayadi, Vidi. "Dinamika Pengajaran Bahasa Sehari-hari untuk siswa BIPA" (dalam bahasa Inggris).
- ^ a b c d e f g h i j "Session 12 : Informal Particles | Learn Bahasa Indonesia" (dalam bahasa Inggris). 2017-08-16. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-10-29. Diakses tanggal 2021-10-29.
- ^ a b c d "Interjections in Bahasa Indonesia". Indonesian Language Blog | Language and Culture of the Indonesian-Speaking World. 2017-06-01. Diakses tanggal 2021-10-29.
- ^ Gusmulyadi, Hendri. "Apa Jiakh Artinya Dalam Bahasa Gaul, Inilah Apa Itu Jiakh". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2021-10-29.
- ^ Azizah, N. (2018). "Anglicism in Indonesian". doi:10.30605/ETHICALLINGUA.V5I1.736.
- ^ Juddi, Moh Faidol (2019-02-01). KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER. Unpad Press. ISBN 978-602-439-461-5.
- ^ Krisis Masa Kini dan Orde Baru. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 978-602-433-161-0.
- ^ Anderson, Benedict R. O'G (2006). Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia (dalam bahasa Inggris). Equinox Publishing. ISBN 978-979-3780-40-5.
- ^ M.Pd, Sukirman Nurdjan, S. S.; M.Pd, Firman, S. Pd; M.Pd, Mirnawati, S. Pd (2016-08-29). BAHASA INDONESIA UNTUK PERGURUAN TINGGI. Penerbit Aksara TIMUR. ISBN 978-602-73433-6-8.
- ^ T.J, Rahma Barokah (2021-01-21). Berfikir Cerdas dengan Bahasa Indonesia. GUEPEDIA. ISBN 978-602-18206-8-1.
- ^ Möller, André (2019). Ajaib, istimewa, kacau: bahasa Indonesia dari A sampai Z. Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-623-241-021-3.
- ^ Mulya, Pebri. "Kata-kata Gaul yang Kini Sah Masuk KBBI, Ada Mager dan Pansos". RADAR DEPOK. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-02. Diakses tanggal 2021-11-02.
- ^ Artiyono, Sabar. "Lu, Gue, dan Fenomena Jakarta Sentris dalam Berbahasa Indonesia". Kumparan. Diakses tanggal 2019-08-06.
- ^ KSM Eka Prasetya (29 November 2019). "Sikap Jakartasentris dalam berbahasa Indonesia". Kelompok Studi Mahasiswa Eka Prasetya Universitas Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-02.
- ^ Publishing, TEMPO; al, Bambang Bujono et. Bahasa! (dalam bahasa Inggris). Tempo Publishing. ISBN 978-979-9065-63-6.