Penerjemahan Alkitab

Alkitab telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa dan dialek di seluruh dunia. Naskah aslinya diyakini ditulis dalam bahasa Ibrani, Aram dan Yunani Koine (Yunani Kuno), tetapi dalam sejarahnya telah disalin dan diterjemahkan ke dalam sejumlah bahasa di sekitaran Timur Tengah. Setelah para rasul mulai mengabarkan Injil ke tempat-tempat lebih jauh, Alkitab pun diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dialek. Sampai bulan November 2012, Alkitab versi lengkap telah diterjemahkan ke dalam 518 bahasa, dan dalam bentuk sebagian ke dalam 2798 bahasa.[1]

Penerjemahan Alkitab ke bahasa Indonesia dalam sejarah dimulai pada abad ke-17, bersamaan dengan kedatangan orang-orang Eropa (terutama Portugis dan Belanda ke wilayah Nusantara. Namun, ada catatan-catatan kuno, bahwa Kekristenan sudah sampai ke Indonesia pada abad ke-7 atau sebelumnya, melalui Gereja Asiria (Gereja Timur) dan berdiri di dua tempat, diantaranya Pancur (sekarang Deli Serdang) dan Barus (sekarang Tapanuli Tengah) di Sumatra (645 SM)).[2] Menurut penelitian dari pakar-pakar sejarah dan arkeologi lama, Gereja Ortodoks adalah gereja yang pertama hadir dan datang ke Indonesia yang ditandai dengan kehadiran Gereja Nestoria yang merupakan corak Gereja Asiria di daerah Fansur (Barus), di wilayah Mandailing, Sumatera Utara. Namun menurut A.J. Butler M.A., kata Fahsûr seharusnya ditulis Mansûr, yaitu sebuah negara pada zaman kuno yang berada di barat Laut India, terletak di sekitar Sungai Indus. Mansur merupakan negara paling utama yang terkenal di antara orang-orang Arab dalam hal komoditas kamfer (al-kafur).[3]

Perjanjian Lama sunting

Bagian Alkitab Perjanjian Lama utamanya berdasarkan pada Alkitab Ibrani yang digunakan umat Yahudi, dan berbagai denominasi Kristen juga memasukkan kitab-kitab deuterokanonika. Namun terdapat perbedaan urutan kitab-kitab dalam Perjanjian Lama dan Alkitab Ibrani. Alkitab Ibrani atau Tanakh sebagian besar ditulis dalam bahasa Ibrani kuno, dengan beberapa bagian tertentu, terutama dalam Kitab Daniel dan Kitab Ezra, aslinya ditulis dalam bahasa Aram dan dibiarkan tanpa diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani, karena sangat mirip dan sudah dapat dipahami maknanya.

Targum (bahasa Aram) sunting

Beberapa terjemahan awal Taurat Yahudi dimulai sejak Pembuangan ke Babel pada abad ke-6 SM, ketika bahasa Aram menjadi bahasa pergaulan umum (lingua franca) bagi orang-orang Yahudi yang hidup dalam pengasingan di wilayah Mesopotamia dan Timur Tengah. Mengingat semakin banyak orang yang hanya bisa berbicara bahasa Aram dan tidak lagi memahami bahasa Ibrani kuno, maka Targum dibuat agar orang awam dapat memahami Taurat yang masih ditulis dan dibaca dalam bahasa Ibrani di dalam sinagoge-sinagoge.

Septuaginta (bahasa Yunani) sunting

Pada abad ke-3 SM, Aleksandria telah menjadi pusat Yudaisme Helenistik, sehingga bahasa Yunani Koine mulai menjadi bahasa utama para penganut Yahudi di daerah Mesir dan Afrika. Talmud mencatat bahwa firaun Ptolemaios II Philadelphus (memerintah tahun 285-246 SM) menugaskan 72 ahli kitab Yahudi untuk menerjemahkan Alkitab Ibrani, terutama Taurat, ke dalam bahasa Yunani. Lambat laun (diketahui baru lengkap tahun 132 SM), seluruh kitab-kitab juga diterjemahkan menjadi suatu versi yang disebut Septuaginta, suatu nama yang baru populer 600 tahun kemudian, sekitar tahun 354-430 M, "pada zaman Agustinus dari Hippo".[4] Septuaginta (dikenal dengan singkatan "LXX") merupakan terjemahan bahasa Yunani pertama, dan kemudian diterima sebagai teks standar oleh gereja Kristen mula-mula (sejak abad ke-1 M), serta menjadi dasar dari Perjanjian Lama Alkitab Kristen.

Teks Masoret (bahasa Ibrani dengan tanda baca) sunting

Dari abad ke-9 sampai ke-15, sekelompok ahli kitab Yahudi, sekarang dikenal sebagai golongan "Masoret", melakukan perbandingan naskah-naskah Alkitab Ibrani kuno yang masih ada dengan tujuan untuk menjaga keutuhan dan keakuratan penyampaian turun temurun. Teks standar yang dihasilkan disebut Teks Masoret (Inggris: Masoretic Texts, disingkat "MT"). Kelompok Masoret juga menambahkan tanda-tanda baca (terutama huruf-huruf hidup yang disebut niqqud) untuk memudahkan pembacaan bagi orang-orang yang sudah tidak memakai bahasa Ibrani sama sekali, mengingat naskah aslinya hanya mengandung huruf-huruf konsonan. Hal ini membutuhkan pemilihan penafsiran, karena sejumlah kata berbeda maknanya hanya dalam pembacaan huruf hidup. Pada zaman kuno, terdapat sejumlah variasi pembacaan Ibrani, yang sampai sekarang masih dapat ditelusuri antara lain dalam Taurat Samaria dan sejumlah fragmen kuno, yang sempat diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa setempat yang lain.[5]

Perjanjian Baru sunting

Bagian Perjanjian Baru dalam Alkitab Kristen diyakini ditulis dalam bahasa Yunani Koine, meskipun mengandung kata-kata bahasa Aram, dan ada catatan bahwa Injil Matius, misalnya, mula-mula ditulis dalam dialek bahasa Ibrani/Aram.

Pada tahun 331, kaisar Romawi, Konstantinus I, menugaskan Eusebius untuk menyediakan 50 jilid Alkitab bagi gereja di Konstantinopel. Athanasius (Apol. Const. 4) mencatat bahwa juru-juru tulis asal Aleksandria, sekitar 340 orang, menyediakan Alkitab-Alkitab untuk Konstantinus. Tidak banyak lagi diketahui mengenai hal ini, tetapi diduga bahwa upaya ini mendorong kanonisasi Perjanjian Baru dan menghasilkan antara lain versi yang ditemukan dalam Codex Vaticanus Graecus 1209, Codex Sinaiticus dan Codex Alexandrinus. Bersama dengan versi bahasa Suryani, Pesyita, naskah-naskah ini merupakan teks Alkitab tertua yang masih ada sampai sekarang.[6]

Perjanjian Baru diterjemahkan ke dalam bahasa Gotik pada abad ke-4 oleh Ulfilas (atau Wulfila, uskup orang Goth yang sekarang terletak di Bulgaria

Alkitab lengkap sunting

Vulgata (bahasa Latin) sunting

Ketika Roma menjadi pusat agama Kristen dan bahasa Latin merupakan bahasa negara di Kekaisaran Romawi, maka Alkitab, termasuk bagian Perjanjian Lama, diterjemahkan dalam versi yang disebut Vulgata. Hieronimus melakukan penerjemahan PL Vulgata kebanyakan dari teks-teks Ibrani, dan untuk penerjemahan bagian-bagian yang tidak terdapat dalam teks Ibrani maka ia menggunakan teks-teks Yunani dan Aramaik. Versi Vulgata ini kemudian menjadi versi resmi satu-satunya di dalam Gereja Katolik, sampai abad pertengahan, di mana mulai muncul terjemahan bahasa-bahasa di luar Latin.

Bahasa Armenia sunting

Pada abad ke-5, Saint Mesrob menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Armenia.

Pesyita (Bahasa Suryani) dan bahasa-bahasa Afrika sunting

Pada tarikh yang sama pada abad Ke-5 itu, mulai muncul terjemahan ke dalam bahasa Suryani, yaitu Pesyita, bahasa Koptik, bahasa Nubia kuno, bahasa Ge'ez di Etiopia dan bahasa Gregoria. Terjemahan ini sekarang diyakini berasal dari terjemahan yang lebih kuno lagi, misalnya dalam bahasa Suryani dialek Aram, termasuk Pesyita dan Diatessaron, harmoni Injil, serta dalam bahasa Etiopia (bahasa Ge'ez) dan bahasa Latin kuno, yaitu Vetus Latina dan Vulgata.

Abad Pertengahan sunting

 
Codex Gigas dari abad ke-13, disimpan di Swedish Royal Library di Swedia.

Versi resmi Vulgata menjadi satu-satunya yang terus menerus disalin sampai pada abad pertengahan. Jika penyalin zaman kuno membuat kesalahan penyalinan kecil, misalnya keloncatan satu kata atau baris, mereka menulis catatan di tepi halaman ("marginal glosses") pembetulan naskah tersebut. Namun, para penyalin berikutnya kadang tidak jelas apakah catatan itu berupa komentar atau bagian resmi dari naskah. akhirnya, tempat-tempat yang berbeda mengembangkan versi-versi yang agak berbeda, baik dengan adanya tambahan atau pengurangan.

Naskah lengkap Alkitab paling tua saat ini adalah Codex Amiatinus, sebuah versi bahasa Latin Vulgata yang dibuat pada abad ke-8 di Inggris pada biara ganda Monkwearmouth-Jarrow Abbey.

Selama abad pertengahan, penerjemahan dalam bahasa lain dilarang. Meskipun demikian, ada sejumlah potongan terjemahan ke dalam bahasa Inggris kuno, salah satunya yang terkenal adalah bagian Injil Yohanes oleh Bede yang dimuliakan, yang dikatakan mempersiapkannya beberapa saat sebelum kematiannya sekitar tahun 735. Sebuah versi bahasa Jerman Tinggi kuno Injil Matius bertarikh tahun 748. Charlemagne pada sekitar tahun 800 menuntut Alcuin mengenai satu revisi Alkitab bahasa Latin Vulgata. Terjemahan ke dalam Gereja Slavonik kuno dimulai pada tahun 863 oleh Cyril dan Methodius.

Alfred Agung (Alfred the Great) menyebarkan sejumlah bagian Alkitab terjemahan bahasa Inggris pasaran sekitar tahun 900. Ini termasuk Sepuluh Perintah Allah dan Taurat, yang dijadikannya sebagai kata pengantar untuk kitab hukum yang dibuatnya sekitar waktu itu. Kira-kira tahun 990, beredar sebuah versi lengkap dan berdiri sendiri dari keempat Injil dalam bahasa Inggris idiomatik kuno, dalam dialek Saxon Barat; terbitan ini disebut "Injil Wessex" (Wessex Gospels).

Pope Innocent III pada tahun 1199 melarang versi Alkitab yang tidak diakui gereja sebagai reaksi terhadap "penyesatan" dari kelompok Cathar dan Waldensian. Sinode Toulouse dan Tarragona (1234) mengeluarkan larangan pemilikan versi-versi tersebut, meskipun ada bukti sejumlah terjemahan bahasa pasaran diizinkan, sedangkan yang lain diketati.

Terjemahan Alkitab lengkap dalam bahasa Prancis kuno muncul pada akhir abad ke-13. Bagian-bagian terjemahan ini dimasukkan ke dalam edisi Bible historiale yang terkenal. Tidak ada tanda-tanda bahwa terjemahan ini dilarang oleh gereja.[7] Seluruh Alkitab diterjemahkan ke dalam bahasa Ceko (Czech) sekitar tahun 1360.

Terjemahan bahasa Inggris yang terkenal pada abad ke-14 yaitu Wyclif's Bible muncul pada tahun 1383, berdasarkan Vulgata. Versi ini dilarang oleh Sinode Oxford pada tahun 1408. Alkitab bahasa Hungaria dari golongan "Hussite" muncul di pertengahan abad ke-15, dan pada tahun 1478, sebuah terjemahan Catalan dalam dialek Valencia diterbitkan. Banyak bagian Alkitab dicetak oleh William Caxton dalam terjemahan Golden Legend ("Legenda Emas"), dan dalam Speculum Vitae Christi (The Mirror of the Blessed Life of Jesus Christ; "Cermin Hidup Yesus Kristus yang Terberkati").

Periode Reformasi sunting

Cetakan tertua Perjanjian Baru bahasa Yunani muncul pada tahun 1516 dari percetakan Johann Froben oleh Desiderius Erasmus, yang merekonstruksi naskah Yunani dari Teks Bizantin. Ia kadang-kadang menambahi terjemahan Yunani dari bahasa Latin Vulgata dari bagian-bagian yang tidak ada dalam naskah Yunani. Ia menghasilkan empat edisi berikutnya dari naskah ini, yang disebutnya "Textus Receptus". Erasmus adalah penganut Gereje Katolik Roma, tetapi ia lebih suka kepada naskah Teks Bizantin daripada Alkitab resmi bahasa Latin Vulgata, sehingga beberapa pejabat gereja (Katolik Roma) mencurigainya.

Pada tahun 1521, Martin Luther ditempatkan dalam larangan Kekaisaran, dan ia mengasingkan diri ke Wartburg Castle. Selama tinggal di sana, ia menerjemahkan Perjanjian Baru dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Jerman. Naskah ini dicetak pada bulan September 1522. Alkitab bahasa Belanda lengkap pertama, sebagian berdasarkan porsi yang ada dari terjemahan Luther, dicetak di Antwerpen pada tahun 1526 oleh Jacob van Liesvelt.[8]

Terjemahan Modern sunting

Alkitab tetap merupakan buku yang paling banyak diterjemahkan di dunia. Paling sedikit satu kitab dalam Alkitab diterjemahkan ke dalam lebih dari 2700 bahasa di dunia (terdaftar ada 6900 bahasa seluruhnya di dunia),[9] termasuk 680 bahasa di Afrika, 590 di Asia, 420 di Oseania, 420 di Amerika Latin dan Karibean, 210 di Eropa, dan 75 di Amerika Utara. United Bible Societies saat ini sedang membantu lebih dari 600 proyek penerjemahan Alkitab. Alkitab tersedia lengkap atau sebagian bagi 98% penduduk dunia dalam suatu bahasa ibu mereka. United Bible Society mengumumkan bahwa sampai tanggal 31 Desember 2007[10] Alkitab tersedia dalam 438 bahasa, 123 di antaranya meliputi material deuterokanonika di samping Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sedangkan secara terpisah tersedia dalam 1168 bahasa, dan dalam bagian-bagian khusus tersedia dalam 848 bahasa lain, seluruhnya 2,454 bahasa.

Bahasa-bahasa di Indonesia sunting

Teks Alkitab Bahasa Indonesia sudah ada sejak lama. Sejak awal abad ke-17 (tahun 1612 di Batavia) hingga saat ini sudah ada paling sedikit 22 versi lengkap Alkitab yang pernah diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Melayu-Indonesia (modern dan kuno, rendah, dan tinggi),], dan dalam bentuk sebagian saja sudah diterjemahkan ke dalam lebih dari 100 bahasa daerah,[11] sementara beberapa bahasa, misalnya bahasa Jawa dan bahasa Batak, mempunyai lebih dari satu versi.[12] Terjemahan Ruyl ke dalam bahasa Melayu Tinggi merupakan terjemahan Alkitab pertama dalam bahasa non-Eropa.[13][14]

Referensi sunting

  1. ^ Wycliffe
  2. ^ Adolf Heuken, "Chapter One: Christianity in Pre-Colonial Indonesia", dalam A History of Christianity in Indonesia, Jan Aritonang dan Karel Steenbrink (penyunting), hlm. 3-7, Leiden/Boston: Brill, 2008, ISBN 978-90-04-17026-1
  3. ^ Lihat B.T.A. Evetts, MA (ed.), The Churches … hlm. 300.
  4. ^ Sundberg, Albert C., Jr. (2002). "The Septuagint: The Bible of Hellenistic Judaism". Dalam McDonald, Lee Martin; Sanders, James A. The Canon Debate. Hendrickson Publishers. hlm. 72. ISBN 978-1-56563-517-3. 
  5. ^ Menachem Cohen, The Idea of the Sanctity of the Biblical Text and the Science of Textual Criticism in HaMikrah V'anachnu, ed. Uriel Simon, HaMachon L'Yahadut U'Machshava Bat-Z'mananu and Dvir, Tel-Aviv, 1979.
  6. ^ The Canon Debate, McDonald & Sanders editors, 2002, pp. 414-415, for the entire paragraph.
  7. ^ Sneddon, Clive R. 1993. "A neglected mediaeval Bible translation." Romance Languages Annual 5(1): 11-16 [1] Diarsipkan 2011-06-11 di Wayback Machine..
  8. ^ Paul Arblaster, Gergely Juhász, Guido Latré (eds) Tyndale's Testament, Brepols 2002, ISBN 2-503-51411-1, p. 120.
  9. ^ "The Bible in the Renaissance - William Tyndale". Dom Henry Wansbrough. 
  10. ^ United Bible Society (2008). "Statistical Summary of languages with the Scriptures". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-08. Diakses tanggal 2008-03-22. 
  11. ^ (Indonesia) List of local languages of Indonesia with Bible translations
  12. ^ Situs Sejarah Alkitab di Indonesia
  13. ^ "Biblical Literature: Old Testament canon, texts, and versions » Texts and versions » Non-European versions". Encyclopædia Britannica. 2008. 
  14. ^ Kruger, Dr. Th. Muller (1966). Sejarah Gereja Indonesia. Jakarta: Badan Penerbitan Kristen. hlm. 83–97. 

Pranala luar sunting