Waldens (Aliran Kristen)

denominasi Kristen
(Dialihkan dari Waldensian)

Waldens adalah nama bagi sebuah golongan Kristen pengikut Petrus Waldo.[1][2] Gerakan ini muncul sekitar abad ke-12 di Lyon dan juga dikenal dengan sebutan 'Orang-orang Miskin dari Lyon'.[3] Gerakan ini muncul sebelum gerakan Reformasi Protestan dimulai.[2] Oleh karena itu, gerakan ini termasuk ke dalam gerakan pra-Reformasi.[2]

Patung Petrus Waldo
Waldensian Church of Florence, Italy

Ajaran Waldens

sunting

Ajaran Kaum Waldens adalah hidup dalam penyangkalan diri. golongan ini menentang praktik-praktik gereja yang tidak didasarkan pada Alkitab, seperti berdoa kepada orang-orang kudus, pemujaan relikwi, selibat, menolak sumpah dan pekerjaan penumpahan darah. Berikut adalah karakteristik dari pengajaran Kaum Waldens:[4]

  1. Gaya komunal yang sederhana,
  2. Menekankan khotbah di Bukit,
  3. Menginjinkan perempuan berkhotbah,
  4. Menyangkal Purgatory,
  5. Berkhotbah atau membaca Alkitab dalam bahasa sehari-hari,
  6. Memelihara hari Sabat (Sabtu).

Latar Belakang

sunting

Gerakan ini/Waldens muncul sebagai respons atas ketidaksetujuan dan penetangan mereka terhadap gereja Katolik Roma, yang terlalu feodal, bersifat duniawi dan terlalu berkuasa.[5] Bagi kelompok ini, praktik-praktik gereja Katolik yang terjadi pada saat itu tidak berdasarkan dan berlandaskan pada isi-isi Alkitab.[5] Oleh karena itu, Kaum Waldens hadir sebagai kelompok penentang (kontra) yang mengkritik keberadaan yang kaya raya kaum gereja pada saat itu.[5] Bagi Kaum Waldens, gereja harus kembali kepada keberadaannya seperti gereja-gereja yang ada pada zaman gereja mula-mula oleh rasul Petrus.[1] Gerakan Waldensis dipelopori pada abad ke-12 oleh seorang saudagar kaya raya yang merupakan pedagang buah, sayur dan kain dari kota Lyon di Prancis bagian selatan. Saudagar kaya itu bernama Petrus Waldo atau Petrus Valdes.[2] Oleh karena itu, nama sekte ini atau kelompok ini adalah Waldens, diambil dari nama saudagar kaya raya tersebut, Petrus Waldo.

Petrus Waldo melihat dan menilai bahwa praktik-praktik yang dimiliki kaum gerejawi/orang-orang kudus Katolik pada zamannya itu telah menyimpang dari ajaran dan isi Alkitab yang sah/hakiki dan menjadi sangat duniawi.[5] Praktik-praktik yang dimiliki kaum Katolik seperti berdoa kepada orang kudus, pemujaan relikwi, mishnah, selibat, menolak sumpah dan penumpahan darah, ziarah, paraphernalia (seperti air suci dan pakaian rohaniawan gereja) dianggap kurang bahkan, tidak sesuai dengan ajaran Alkitab.[1] Selain itu juga, Waldo melihat kehidupan gereja yang sangat tidak sesuai dengan kehidupan gereja pada masa gereja mula-mula.[1] Baginya, gereja hidup di dalam kekayaan dan nafsu duniawi sehingga akan gagal dalam menggembalakan umat.

Hal ini pula-lah yang membuat kaum Waldens dari Lyon, Prancis muncul dan mengkritik kehidupan gereja pada saat itu. Bagi mereka, kehidupan gereja pada saat itu harus sesuai dengan kehidupan gereja pada masa gereja mula-mula. Oleh karena itu, Kaum Waldens sangat menekankan hidup miskin/sederhana, berpakaian yang baik, percaya Alkitab dan di dalam khotbah-khotbah mereka selalu menyatakan "reinkarnasi gereja". Topik-topik berkaitan atau seputar fenomena kemiskinan menjadi fokus dari khotbah mereka. Gerakan ini dinyatakan di dalam pasar. Pernyataan mereka di pasar seperti berikut, "kamu tidak dapat melayani Dua Ilah, Tuhan dan Mammon".[5] Dari pernyataan ini dapat disimpulkan, bahwa Kaum Waldens anti dengan kehidupan yang duniawi dan berusaha menjadi seorang yang kudus dan dekat dengan tuhan.

Sikap Gereja Katolik terhadap Kaum Waldens

sunting

Hal ini membuat Paus Aleksander III berang sehingga mereka dilarang untuk melakukan praktik berkhotbah, kecuali mendapat persetujuan dari imam setempat atau uskup setempat.[4] Kaum Waldens berada di luar struktur Gereja Katolik, maka Kaum Waldens tidak mendapat pengakuan hirarkis dari Gereja Katolik.[6] Pada tahun 1207, Kaum Waldens kembali lagi ke Gereja Katolik.[7] Akan tetapi, Paus Innocentius III menawarkan pilihan kepaada kaum Waldens, yakni tunduk terhadap Gereja Katolik agar mereka diterima kembali dipangkuan Gereja Katolik.[6] Banyak yang menerima tawaran tersebut, tetapi ada juga yang tidak menerima tawaran itu.[6] Kemudian, pada tahun 1214, Paus mengutuk mereka sebagai kelompok sesat atau bidaah.[6] Pada akhirnya, mereka masuk daftar pencarian atau penyelidikan Inkuisisi pada saat itu.[6]

Pada 22 Juni 2015, setelah suatu kunjungan bersejarah ke tempat ziarah Waldensian di Turin, Paus Fransiskus mewakili Gereja Katolik meminta maaf atas penganiayaan yang mereka alami pada masa lalu. Sang Paus minta maaf atas "sikap dan tindakan yang tidak Kristiani dan bahkan tidak manusiawi" dari Gereja tersebut.[8]

Perkembangan Kaum Waldens

sunting

Ketika Reformasi Protestan muncul di Eropa pada abad 16, Kaum Waldens lebih memilih bergabung dengan Kaum Protestant.[9] Mereka meleburkan diri mereka ke dalam Kelompok Calvinisme dan mereka berpegang teguh pada ajaran Predestenasi.[9] Sejak tahun 1848, mereka diberi kebebasan untuk membuka sebuah seminari di Firenze.[9] Kemudian, pada tahun 1855-1922 dipindahkan ke Roma.[9]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d Wellem Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009. hlm 476.
  2. ^ a b c d Williston Walker A History Of The Christian Church. Edinburgh: T&T Clark LTD.1976. hlm. 229
  3. ^ John Bowden Encyclopedia OF Chritianity. New York: Oxford University Press.2005. hlm.1222
  4. ^ a b Robert C. Walton Charts Of Church History. Grand Rapids, MI: Zondervan Publishing House.1986. hlm. 28
  5. ^ a b c d e Jean Comby How To Read Church History Vol. 1. London: SCM Press Ltd.1985. hlm. 162
  6. ^ a b c d e Stephen Lang J. & Randy Peter Seratus Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia.2007. hlm. 59
  7. ^ Gerald O'C, SJ. & Edward G Farrugia, SJ Kamus Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1996. hlm. 352
  8. ^ (Inggris) "Pope Francis asks Waldensian Christians to forgive the Church". Catholic Herald. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-06-22. Diakses tanggal 2015-08-21. 
  9. ^ a b c d Heuken Ensiklopedi Gereja.Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.2006.hlm. 116.