Palintangan Sunda adalah istilah yang berasal dari bahasa kawi lintang yang memiliki arti bintang. Secara harfiah, palintangan bermakna ilmu perbintangan atau ilmu palak.[1] Palintangan ini masuk dalam kategori pengetahuan tradisional masyarakat Sunda untuk menentukan hari yang baik dan arah mana yang harus ditempuh untuk mencapai satu tujuan.Palintangan di tatar Sunda mempunyai sebutan yang berbeda untuk beberapa daerah. Di daerah Ciwidey Kabupaten Bandung disebut dengan tunduk, di daerah Baduy Provinsi Banten disebut kolejer, dan di daerah Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya disebut dengan tunuk.[2] Orang Sunda sejak zaman duhulu telah mengetahui dunia perbintangan (palintangan), seperti adanya pranata mangsa (aturan musim) untuk menentukan perhitungan waktu sebagai pedoman bercocok tanam. Keterkaitan palintangan dengan tradisi agraris Sunda juga melahirkan penentuan musim dalam satu tahunnya. Palintangan yang hidup dalam kosmologi budaya Sunda itu menunjukkan bahwa manusia sangat akrab dengan kondisi lingkungan alam, termasuk dengan astronomi. Konsep kelahiran, kehidupan, dan kematian, yang juga dialami segenap benda langit, telah merasuki alam pikiran dan jiwa batin manusia. Termasuk masyarakat Sunda yang menjadikan fenomena palintangan sebagai inspirasi dan pedoman dalam melaksanakan hidup dan pencarian eksistensinya sebagai makhluk hidup yang terkait erat dengan lingkungan alam. Kearifan budaya Sunda dalam mencermati dan mengamati alam semesta seperti peredaran Matahari, Bulan, telaah tentang rasi bintang serta penentuan pranata mangsa telah memberi arti yang mewarnai perkembangan ilmu astronomi.[3]

Sistem

sunting

Sistem Palintangan bertumpu pada pola perhitungan hari, pasaran, bulan, tahun, dan nilai-nilai lai yang disebut naktu. Hasil dari Palintangan tersebut akan menghasilkan poe alus (hari baik) atau poe naas (hari sial). Acuan perhitungan hari (Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Juma’at, Sabtu) dan perhitungan pasaran (Kaliwon, Manis, Pahing, Pon, Wage) memiliki nilai pada masing-masing penentuan hari dan pasarannya.[4] Selain itu, palintangan juga dapat dijadikan rujukan menentukan pergerakan matahari. Pada siang hari, pergerakan matahari menuju ke arah timur dan barat, dan pergerakan bulan pada malam hari jadi pedoman bagi manusia untuk menentukan hari dalam perhitungan bulan. Selanjutnya bintang Crux (pari), Biduk, dan Scorpio dapat dijadikan rujukan untuk menunjuk arah selatan, arah tenggara, dan arah utara. Rasi Orion (luku, waluku,wuluku) dipakai dalam menentukan musim atau perhitungan kalender untuk kegiatan bertani atau bercocok tanam. Berdasarkan pada benda angkasa yang telah disebutkan, rasi orion benda yang sangat penting dalam kaitannya dengan kegiatan pertanian.[5]

Naktu adalah perhitungan repok yang diambil dari asal nama aksara dengan angka yang setelah keduanya dijumlahkan akan ketahuan bagus atau tidaknya perhitungan repok tersebut.[6] Naktu berasal dari bahasa arab nuqtah yang artinya perhitungan repok berdasarkan angka. Cara mencari waktu yang baik untuk melaksanakan suatu maksud seperti menikahkan anak, sunat, bepergian, dll. Biasanya dengan menghitung berdasarkan nama yang bersangkutan kalau ditulis dengan aksara Cacarakan ditambah dengan nilai hari yang sudah ada rumusnya. Dari situ akan diketahui kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan maksud tersebut.[7] Perhitungan repok naktu bisa ditentukan dengan rumus berikut.[8]

Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
Angka 4 3 7 8 6 9 5
Pasaran Keliwon Manis Pahing Pon Wage
Angka 8 5 9 7 4

Berdasarkan tabel tersebut jumlah angka hari dan angka pasaran harus berjumlah besar dan tidak bersebrangan dengan kala atau larangan bulan yang sudah ditentukan.[8]

Peredaran bulan, matahari, dan bintang ini, menurut kepercayaan orang Sunda dapat menentukan kala, yaitu sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya atau malapetaka. Kepercayaan mengenai perhitungan tersebut juga dimaksudkan agar tidak mapag kala (menyambut kala) dalam segala perbuatan yang akhirnya dapat merugikan diri sendiri atau sekelompok orang. Kala menurut kepercayaan orang Sunda dapat menempati tempat atau arah mata angin tertentu dan setiap hari kala itu akan berpindah tempat. Menurut perhitungan, tempat kala berada adalah sebagai berikut.

  • Ketika masuk bulan Muharam, Safar, dan Rabiul awal kala berada di sebelah timur lurus, artinya hari yang dilarang adalah Sabtu dan Minggu.
  • Bulan Rabiul akhir, Jumadi Awal, Jumadi akhir, kala berada di sebelah barat lurus dan barat miring, artinya hari yang dilarang adalah Senin dan Selasa.
  • Bulan Rajab, Rewah, Puasa, kala berada di sebelah barat laut dan timur, artinya hari yang dilarang adalah Rabo dan Kamis.
  • Bulan Syawal, Dulqaidah, Rayagung, kala berada di sebelah barat daya, artinya hari yang dilarang adalah Jum'at.[2]

Keberadaan kala itu menuntut atau memberi pengaruh agar manusia dalam segala tindakannya sesuai dengan perhitungan kala. Sehingga memberi hasil yang maksimal untuk mencapai kebahagiaan lahir batin di samping untuk mencapai keseimbangan tujuan yang dikehendaki. Dengan demikian, masyarakat Sunda akan mengetahui kapan saat yang tepat untuk mengolah sawah atau menanam padi. membangun rumah, menentukan hari pemikahan, memberikan nama kepada bayi yang baru lahir, untuk mencari barang yang hilang, dan untuk menentukan watak manusia baik berkaitan dengan nama maupun dari tipologi manusia itu sendiri. Selain itu juga mengetahui arah mana yang membawa keberuntungan dan malapetaka sesuai dengan perhitungan naktu dari kelahiran, nama orang dan tempat tinggal. Demikian pula mengenai tumbal-tumbal serta doa penolak bala dan doa keselamatan.[2]

Misalkan kita akan memanen padi pada hari senin pahing bulan Dulqaidah. Maka berdasarkan perhitungan senin pahing berjumlah 4+9=13. Dan pada bulan Dulqaidah kala berada di sebelah barat daya hari yang dilarang adalah Jum'at. Artinya hari tersebut dibolehkan untuk memanen padi karena jumlah naktu besar dan tidak masuk larangan bulan atau kala. Tapi kalau memilih juma'at pahing yang berjumlah 6+9=15 tetap tidak dibolehkan apabila masih masuk bulan Dulqaidah, meskipun menurut naktu jum'at pahing memiliki jumlah paling besar di antara satu minggu tersebut.

Pranata Mangsa

sunting

Pranata mangsa merupakan istilah untuk kalender pedoman penanggalan tradisional untuk kegiatan bertani atau bercocok tanam. Pedoman ini disusun berdasarkan pengamatan terhadap alam, terutama berkaitan dengan perubahan iklim di bumi dan pergerakan benda-benda angkasa. Dalam satu tahun terbagi dalam 4 mangsa utama yang terbagi kembali menjadi 12 mangsa. jumlah hari di dalam satu periode mangsa berbeda-beda, dimulai dari dari 24 sampai 43 hari. Jumlah hari dalam dua belas periode mangsa bukan hasil pembagian secara sederhana, tapi erat kaitannya dengan adanya pergantian musim. setiap mangsa menunjukan pola alam pada mangsa tersebut. Sedangkan yang dimaksud empat mangsa utama adalah musim katiga (kemarau), musim labuh (peralihan, pancaroba), dan musim ngijih (musim hujan). Pranata mangsa dipakai petani untuk mengawali bercocok tanam yang sesuai dengan kondisi atau perkembangan cuaca. Petani berusaha mengikuti irama musim yang sedang berlangsung supaya usaha pertaniannya sukses. Setiap musim memiliki watak spesifik sebagai reaksi terhadap perilaku mahluk hidup (hewan dan tumbuhan) terhadap dinamika musim atau lintasan benda langit, yaitu bulan dan matahari, bintang dan rasi bintang. Hal ini akan menghasilkan urutan musim dalam kalender Jawa yang juga digunakan oleh masyarakat Sunda.[5]

  • Kasa (pertama)

Mangsa pertama dimulai dari 21 Juni sampai dengan 31 Juli dengan rentang 41 hari. Dilambangkan seperti soyta (daun) dan murca saka ngembanan (kayu-kayuan). Tandanya adalah angin datang dari timur, daun berguguran dari pohonnya, telur jangkrik mulai menetas, siang sangat panas, malam sangat dingin, kondisi tanah panas, bintang ᴡuluku terlihat dari sebelah timur, dan bayangan ke arah selatan. Musim seperti ini, termasuk musim kemarau tidak cocok untuk bercocok tanam.[9]

  • Karo (kedua)

Mangsa kedua dimulai dari tanggal 1 Agustus sampai 23 Agustus dengan rentang ᴡaktu 23 hari. Dilambangkan dengan beutule rengko (tanah belah). Tandanya adalah angin yang datang dari selatan dan utara menuju ke arah barat, siang sangat panas, malam sangat dingin, tanah belah dan kering, sumur dan sungai mengering, puncak pohon mulai tumbuh, seperti pohon karet dan jeruk, bintang ᴡuluku muncul dari arah timur, pohon mangga mulai berbunga. Pada musim ini petani biasanya menanam palaᴡija yang usianya pendek.[9]

  • Katiga (ketiga)

Mangsa ketiga dimulai dari tanggal 24 Agustus sampai 16 September dengan rentang ᴡaktu 24 hari. Tandanya adalah akar mulai ke luar, angin berhembus dari utara, udara dingin namun terasa segar, saatnya panen palaᴡija, petani mulai menanam padi di saᴡah, dan ᴡaktunya memberi pupuk untuk tanaman yang lama tumbuh, seperti durian, rambutan, nangka, dll.[9]

  • Kapat (keempat)

Mangsa keempat dimulai dari tanggal 17 September sampai 11 Oktober dengan rentang ᴡaktu 25 hari. Lambangna gumading resi (bahagia). Tandanya adalah angin memutar datang dari barat sampai turunnya hujan, ᴡaktunya hewan berkaki empat untuk kaᴡin, pohon randu mulai berbuah, petani sibuk panen palaᴡija dan mengolah saᴡah.[9]

  • Kelima

Mangsa kelima dimulai dari tanggal 12 Oktober sampai 7 November dengan rentang ᴡaktu durasi 27 hari. Lambangnya adalah pancuran sumawur ing jagat (musim hujan). Tangarana angin kencang datang dari arah barat atau utara bersamaan dengan musim hujan, pagi dan siang hari biasanya turun hujan, banyak pohon yang runtuh, pohon asem mulai berdaun, petani mulai menanam padi. Bintang ᴡuluku muncul pada sore hari.[9]

  • Kanem (keenam)

Mangsa keenam dimulai dari tanggal 8 November sampai dengan 20 Desember dengan rentang ᴡaktu 43 hari. Lambangnya adalah nikmat roso (senang). Tandanya adalah angin berhembus kencang dari arah barat, musim panen buah-buahan, hujan turun hampir setiap hari, saᴡah sudah harus dirambet (dibersihkan dari gulma), bintang ᴡuluku muncul pada sore hari dan hewan kecil di saᴡah mulai bertelur.[9]

  • Kapitu (ketujuh)

Mangsa ketujuh dimulai dari tanggal 21 Desember sampai 1 Februari dengan rentang ᴡaktu 42 hari. Lambangnya adalah guci pecah ing lautan (guci retak di laut). Tandanya sering hujan yang dapat menyebabkan banjir, saᴡah di daerah pegunungan sudah bisa ditanam padi, angin datang dari barat, udara terasa dingin, air di saᴡah terasa panas, bintang ᴡuluku muncul pada sore hari, hewan kecil di saᴡah mulai bertelur dan jagung atau kacang di huma bisa dipanen.[9]

  • Keᴡolu (delapan)

Mangsa kedelapan dimulai dari tanggal 2 Februari sampai dengan 28 Februari dengan rentang ᴡaktu 27 hari. Lambangnya adalah puspo anjrah (jeroning kayung seungi sakeroning haté). Tandanya angin datang dari arah barat, hujan mulai berkurang, musim ini cocok untuk tanaman yang hidup lama dan padi di huma mulai berkembang.[9]

  • Kasongo (kesembilan)

Mangsa kesembilan dimulai dari tanggal 1 Maret sampai dengan 25 Maret dengan rentang ᴡaktu 25 hari. Lambangnya adalah wedaling wasono (timbul babasaan). Tandanya angin datang dari timur dan kadang-kadang merusak padi yang sedang mekar, hujan mulai berkurang, suara hewan di saᴡah mulai terdengar, padi sudah mulai menguning dan beberapa sudah dipanen.[9]

  • Kasada (kesepuluh)

Mangsa kesepuluh dimulai dari tanggal 26 Maret sampai 17 April dengan rentang ᴡaktu 23 hari. Lambangnya adalah gedong ukeb jeroning kalbu (bangunan hati). Tandanya adalah angin datang dari tenggara, banyak hewan yang berkembang biak, suara burung ramai terdengar, saᴡah yang sudah dipanen dan di sekitarnya sudah ada saᴡah yang kembali diolah atau ditanam padi kembali.[9]

  • Desta (kesebelas)

Mangsa kesebelas dimulai dari tanggal 18 April hingga 10 Mei dengan rentang ᴡaktu 23 hari. Lambangnya adalah pamungkas sinorowedi (patani sibuk panen). Tandanya angin datang dari tenggara, udara dan tanah terasa panas, hama kungkang mulai menghancurkan tanaman di huma atau sawah, daun berguguran, menanam palaᴡija yang umurnya pendek, saᴡah atau huma sudah diolah kembali dan dipanen.[9]

  • Sada (kaduawelas)

Mangsa keduabelas dimulai dari tanggal 11 Mei sampai 21 Juni dengan rentang ᴡaktu 41 hari. Lambangnya adalah tirta syaksing saseno (air meninggalkan tempatnya). Tangarana angin datang dari timur, siang hari terasa panas, gerah, hama padi sangat banyak, dan ᴡaktunya menanam palaᴡija.[9]

Menentukan hari naas, keselamatan, dan rizki

sunting

Tanggal yang dinyatakan sebagai ᴡaktu naas, yaitu sebagai berikut.

  1. Muharam jatuh pada tanggal 3, 12, dan 20
  2. Sapar jatuh pada tanggal l, 10, dan 20
  3. Rabiulawal jatuh pada tanggal 7, ll, dan 15
  4. Rabiulakhir jatuh pada tanggal 3, 10, dan 20
  5. Jumadilawal jatuh pada tanggal 10, ll, dan 6
  6. Jumadilakhir jatuh pada tanggal 3, 10, dan l4
  7. Rajab jatuh pada tanggal 3, 7, dan 10
  8. Rewah jatuh pada tanggal 1, 11, dan 20
  9. Puasa jatuh pada tanggal 9, 20, dan 29
  10. Sawal jatuh pada tanggal 2, l, dan 20
  11. Dulkaidah jatuh pada tanggal 3, 12, dan 20
  12. Rayagung jatuh pada tanggal 2, 6, dan 20

Selain perhitungan tentang pernaasan ada juga tentang pantangan, keselamatan, dan rizki yang terdapat dalam setiap bulan selama satu tahun. Perhitungan ini erat kaitannya dengan kepercayaan tentang adanya kala yang menempati setiap arah mata angin dan selalu bergeser setiap hari. Masyarakat Sunda percaya bila akan bepergian harus nuturkeun kala, yaitu mengikuti kala, misalnya untuk bulan Syawal, Dulkaidah, dan Rayagung disebutkan bahwa hari pantangannya, adalah pada hari Jum’at, keselamatannya pada hari Senin dan Selasa, rizkinya ada di sebelah timur laut karena itu bila ingin mendapatkan rizki harus pergi mengikuti arah ini. Dan jangan mapag kala, yaitu berhadapan dengan kala, karena bila hal ini dilanggar akan mengakibatkan tertimpa oleh hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya diketahui bahwa rizki untuk bulan Syawal, Dulkaidah, dan Rayagung tersebut adalah arah timur laut. maka jangan pergi ke arah yang berlawanan dengan tempat beradanya rizki tersebut. yaitu arah barat laut. Dan yang paling baik harus pergi pada hari Senin atau Selasa, atau dapat juga pergi pada hari lainnya, teapi jangan pada hari Jum'at karena merupakan hari pantangannya, yaitu hari yang bertepatan dengan adanya kala. Bila pergi pada hari pantangannya maka akan mendapatkan sial ataupun hal lainnya yang dapat merugikan diri sendiri.[10]

Adapun tentang perhitungan hari pantangan dan keselamatan, serta rizki menurut kala ini dikelompokkan ke dalam 4 kelompok bulan-bulan yang masing-masing kelompok mempunyai perhitungan yang sama. Keempat kelompok itu, adalah sebagai berikut.

  1. Muharam, Sapar, dan Rabiul awal pantangannya hari Sabtu dan Minggu, untuk keselamatannya ada pada hari Rabu dan Kamis, dan rizkinya berada di arah tenggara.
  2. Rabiul ahir, Jumadil awal, dan Jumadil ahir pantangannya hari Senin dan Selasa, keselamatannya ada pada harj Jum’at, sedangkan rizkinya berada di arah barat laut.
  3. Rajab, Rewah dan Puasa pantangannya terdapat pada hari Rabu dan Kamis, keselamatannya ada pada hari Sabtu dan Minggu, serta untuk rizkinya berada di arah barat daya.
  4. Sawal, Dulkaidah, dan Rayagung pantangannya terdapat pada hari Jum’at dan keselamatannya adalah hari Senin, serta rizkinya berada di arah timur laut.

Dari keempat kelompok bulan itu, maka tempat beradanya rizki pun berpindah-pindah, sesuai dengan perputaran kala. Dimulai dari arah tenggara menuju ke arah barat laut, barat daya, dan timur laut. Dan akhirnya akan kembali lagi ke arah tenggara. Rotasi atau perputaran rizki, tanggal pernaasan, hari pantangan dan hari keselamatan sesuai dengan perputaran bumi mengelilingi matahari.[11]

Hari kelahiran Bayi dan Nasib

sunting

Setiap bayi yang lahir dipercayai mempunyai watak serta nasib masing-masing sesuasi dengan nama hari ketika dia dilahirkan. Tak diketahui mengapa setiap hari mempunyai nabi yang berbeda-beda. Bayi yang lahir pada hari Sabtu jatuh pada Nabi Adam, Minggu jatuh pada Nabi Musa, Senin jatuh pada Nabi Ibrahim, Selasa jatuh pada Nabi Musa, Senin jatuh pada nabi Nuh. Kamis jatuh pada Siti Fatimah. Umuk hari Kamis ini mempunyai pengecualian, yaitu disebutkan bahwa nabinya bemama Siti Fatimah, sedangkan dalam ajaran Islam tidak dikenal nabi wanita. Dalam ramalan ini pengaruh Islam yang sangat dominan. Hal ini terlihat dalam penentuan watak seorang bayi berdasarkan nama salah seorang Nabi yang telah disebutkan tadi. Pembacaan doa-doa setiap hari kelahiran berbeda-beda.[12]

  • Hari Minggu, doanya ya hayu ya kayumu, artinya yang maha hidup dan yang maha berdiri, dibaca sebanyak 500 x.
  • Hari Senin, doanya ya rahmanu ya rahimu artinya yang maha pemurah lagi maha penyayang, dibaca sebanyak 400 x.
  • Hari Selasa, doanya ya malikul qudus, artinya yang merajai dan yang maha suci, dibaca sebanyak 300 x.
  • Hari Rabu, doanya ya basiru ya mutaha, artinya yang maha melihat dan dibaca sebanyak 700 x.
  • Hari Kamis, doanya ya alliyu ya adimu, artinya yang maha tinggi dan yang maha agung, dibaca 800 x.
  • Hari Jum’at, doanya ya kapi ya mugaeni. artinya yang maha memberi kekayaan dibaca sebanyak 600 x.
  • Hari Sabtu, doanya ya pattahu ya rajaku, artinya pembuka pintu rahmat dan pemberi rizki, dibaca 900 x.[12]

Banyaknya pembacaan doa-doa tersebut disesuaikan dengan naktu hari lahir dikalikan 100. Dan doa ini harus dibacakan sambil menghadap ke salah satu arah mata angin yang sesuai dengan tempat beradanya naga. Setiap hari kelahiran mempunyai arah mata angin tempat beradanya naga yang berbeda-beda, yaitu Minggu menghadap ke utara, Sening menghadap ke timur, Selasa menghadap ke tenggaIa, Rabu menghadap ke barat laut, Kamis menghadap ke barat, Jum’at menghadap ke barat daya, Sabtu menghadap ke barat. Jumlah bacaan doa dengan macam-macam doa itu ada hubungannya dengan khasiat dari makna bacaan doa tersebut. Harapannya mudah-mudahan tercapai sifat-sifat Tuhan yang terdapat dalam Asmaul Husna.[13]

Untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak diinginkan, maka dalam menentukan arah menghadapnya rumah (kelak bila dia membangun rumah) harus sesuai dengan patokan yang telah ditentukan, yaitu bagi bayi yang lahir hari Sabtu menghadap ke arah utara, Minggu ke arah timur, Selasa ke arah utara, Kamis ke arah timur. Begitupun hal-hal yang lainnya yang berkaitan dengan benda-benda dan binatangnya. Selain itu diramalkan bahwa setiap hari kelahiran mempunyai suatu penyakit yang dapat disembuhkan dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan tertentu.

  • Hari Sabtu penyakitnya pada perut, obatnya dengan bawang putih,
  • Hari Minggu penyakitnya adalah sakit badan, obatnya minyak wangi dan godong lombok ditumbuk dikompreskan pada ubun-ubun
  • Hari Senin penyakitnya panas dingin obatnya kayu manis merah, asam jawa, garam 3 wuku diaduk kemudian dibalurkan ke seluruh tubuh.
  • Hari Selasa penyakitnya terdapat pada pusar, obatnya bawang putih ditumbuk, dibalurkan pada kepalanya.
  • Hari Rabu penyakitnya terdapat pada perut diobati dengan minyak kelapa hijau
  • Hari Kamis penyakjtnya adalah sakitt kepala dan obatnya bawang putih dimakan atau ditumbuk dengan minyak wangi untuk kemudian dibalurkan ke seluruh tubuh.[13]

Ramalah tentang barang yang hilang

sunting

Untuk meramal barang yang hilang dapat dihitung dari berbagai macam hitungan, tergantung dengan niat orang yang kehilangan barang tersebut. Misalnya siapa orang yang mengambilnya, dibawa ke arah mana barang yang diambilnya. Apakah barang yang hilang itu dapat ditemukan kembali, dan lain-lain. Perhitungannya diambil berdasarkan pertanggalan tahun hijriah, hari pasaran dan waktu kehilangan barang tersebut. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan diuraikan mengenai pedoman perhitungannya.[14]

  • Untuk mengetahui apakah barang yang hilang itu dapat ditemukan kembali atau tidak, perhitungannya menggunakan pembagian angka 4, yaitu tanggal waktu kehilangan dibagi dengan angka 4. Sisa dan hasil pembagiannya merupakan angka penentu perhitungan. Perhitungan dengan membagi angka 4 disebut hitungan panca kaopat. Adapun pedoman perhitungannya adalah sebagai berikut.
  1. Pengucap, lama-kelamaan akan mendapat kabar.
  2. Panyambung, kadang-kadang suka hilang.
  3. Paninggal, akhirnya akan ditemukan kembali.
  4. Pangrungu, lama-kelamaan akan mendapat kabar.[14]
  • Ada pula perhitungan lain untuk mencari kehilangan orang, binatang, atau barang. Perhitungan dan ramalannya hampir sama, hanya istilahnya yang berbeda. Contohnya untuk mencari kehilangan seseorang atau binatang, menggunakan istilah kalang, kalong. kaling, mati. Jika sampai jatuh pada perhitungan mati, orang yang hilang tersebut bernasib sial akan ditemukan dalam keadaan celaka atau mungkin dalam keadaan tewas. Selain dengan menggunakan perhitungan panca kaopat, untuk mengetahui ciri-ciri orang yang mengambil barang dapat pula dilihat dari hari pasaran ketika barang itu hilang.
  1. Manis berarti orang yang mengambilnya mirip trenggiling, orangnya pendiam dan necis.
  2. Pahing berarti yang mengambilnya mirip marmut, orangnya berbadan bidang.
  3. Pon berarti orang yang mengambilnya mirip kura-kura, orangnya pendek dan gemuk.
  4. Wage berarti orang yang mengambilnya mirip monyet, orangnya kecil dan pintar.
  5. Kaliwon berarti orang yang mengambilnya mirip burung kutilang, orang yang mengambilnya teman kita sendiri.[15]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Danadibrata, R.A. 2009. Kamus Umum Basa Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama. Halaman 488
  2. ^ a b c Ekadjati, Edi S. 1984. Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya. Jakarta: Girimukti Pasaka. Halaman 298
  3. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-04-04. Diakses tanggal 2019-04-04. 
  4. ^ "Pola Bilangan Matematis Perhitungan Weton dalam Tradisi Jawa dan Sunda. David Setiadi*), Aritsya Imswatama*) Abstrak - PDF". webcache.googleusercontent.com. Diakses tanggal 2019-04-04. 
  5. ^ a b http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/memperkuat-kemampuan-wilayah/4.pdf
  6. ^ Danadibrata, R.A. 2009. Kamus Umum Basa Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama. Halaman 453
  7. ^ Ajip Rosidi. 2000. Ensiklopedi Sunda (alam, manusia, dan budaya, termasuk budaya Cirebon dan Betawi). Bandung: Pustaka Jaya. Halaman 429
  8. ^ a b https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/wp-content/uploads/sites/24/2018/02/komunitas-tajakembang-full.pdf.
  9. ^ a b c d e f g h i j k l Soeganda, Akip Praᴡira. 2007. Upacara Adat di Pasundan. Bandung: Wahana Iptek Bandung. Halaman 113
  10. ^ Suryaatmana, Emon; Darsa, Undang Ahmad; Erlyane, Ane; Wartini, Tiem (1992-01-01). Paririmbon Sunda (Jawa Barat). Bandung: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 67. 
  11. ^ Suryaatmana, Emon; Darsa, Undang Ahmad; Erlyane, Ane; Wartini, Tiem (1992). Paririmbon Sunda (Jawa Barat). Bandung: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 68. 
  12. ^ a b Suryaatmana, Emon; Darsa, Undang Ahmad; Erlyane, Ane; Wartini, Tiem (1992). Paririmbon Sunda (Jawa Barat). Bandung: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 89. 
  13. ^ a b Suryaatmana, Emon; Darsa, Undang Ahmad; Erlyane, Ane; Wartini, Tiem (1992). Paririmbon Sunda (Jawa Barat). Bandung: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 90. 
  14. ^ a b Suryaatmana, Emon; Darsa, Undang Ahmad; Erlyane, Ane; Wartini, Tiem (1992). Paririmbon Sunda (Jawa Barat). Bandung: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 81. 
  15. ^ Suryaatmana, Emon; Darsa, Undang Ahmad; Erlyane, Ane; Wartini, Tiem (1992). Paririmbon Sunda (Jawa Barat). Bandung: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 83.