Adam Malik
H. Adam Malik Batubara (22 Juli 1917 – 5 September 1984) adalah seorang politikus Indonesia dan mantan jurnalis yang menjabat sebagai wakil presiden ketiga. Sebelumnya ia menjabat sebagai ketua parlemen, menteri luar negeri, presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan jurnalis. Adam Malik ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 6 November 1998 berdasarkan Keppres Nomor 107/TK/1998.[1]
Adam Malik Batubara | |
---|---|
Wakil Presiden Indonesia ke-3 | |
Masa jabatan 23 Maret 1978 – 11 Maret 1983 | |
Presiden | Soeharto |
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-4 | |
Masa jabatan 1 Oktober 1977 – 23 Maret 1978 | |
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia ke-7 | |
Masa jabatan 1 Oktober 1977 – 23 Maret 1978 | |
Presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa | |
Masa jabatan 1971–1972 | |
Menteri Luar Negeri Indonesia ke-11 | |
Masa jabatan 28 Maret 1966 – 23 Maret 1978 | |
Presiden | Soekarno Soeharto |
Menteri Perdagangan Indonesia ke-16 | |
Masa jabatan 13 November 1963 – 27 Agustus 1964 | |
Presiden | Soekarno |
Wakil Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat | |
Masa jabatan 29 Agustus 1945 – Februari 1950 | |
Presiden | Soekarno |
Ketua KNIP | Kasman Singodimedjo |
Informasi pribadi | |
Lahir | Pematangsiantar, Sumatera Utara, Hindia Belanda | 22 Juli 1917
Meninggal | 5 September 1984 Bandung, Jawa Barat, Indonesia | (umur 67)
Partai politik | Golkar |
Suami/istri | Nelly Adam Malik |
Profesi | Politisi |
Tanda tangan | |
Karier militer | |
Pihak | Indonesia |
Dinas/cabang | Gerilyawan Indonesia |
Masa dinas | 1940an |
Pangkat | Komandan |
Pertempuran/perang | Perang dunia kedua Revolusi Nasional Indonesia |
Sunting kotak info • L • B |
Riwayat hidup
suntingLatar belakang
suntingAdam Malik adalah anak dari pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis.[2][3] Ayahnya, Abdul Malik, adalah seorang pedagang kaya di Pematangsiantar.[2] Adam Malik adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara.[2] Adam Malik menempuh pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School Pematangsiantar. Ia melanjutkan di Sekolah Agama Madrasah Sumatera Thawalib Parabek di Bukittinggi, namun hanya satu setengah tahun saja karena kemudian pulang kampung dan membantu orang tua berdagang.[2]
Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik untuk pergi merantau ke Jakarta. Pada usia 20 tahun, ia bersama dengan Abdul Hakim, Djohan Sjahroezah, Soemanang, Albert Manumpak Sipahutar, dan Pandu Kartawiguna memelopori berdirinya Kantor Berita Antara.[3]
Karier
suntingBab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Adam Malik juga aktif dalam pergerakan kebangsaan yang dilakukannya secara autodidak. Pada masa mudanya, ia sudah aktif ikut pergerakan nasional memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1934-1935, ia memimpin Partai Indonesia (Partindo) Pematang Siantar dan Medan.[4]
Pada tahun 1940 hingga 1941, Adam Malik merupakan anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta. Bersamaan dengan itu, ia mengawali karier dengan bekerja sebagai wartawan di Jakarta dan merupakan salah satu pendiri Kantor Berita Antara.[5] Kantor Berita Antara didirikan di Buiten Tijgerstraat 38 Noord Batavia (Jl. Pinangsia II Jakarta Utara) kemudian pindah JI. Pos Utara 53 Pasar Baru, Jakarta Pusat. Sebagai Direktur diangkat Mr. Soemanang, dan Adam Malik menjabat Redaktur merangkap Wakil Direktur. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo. Tahun 1941 sebagai utusan Mr. Soemanang bersama Djohan Sjahroezah datang ke rumah Sugondo Djojopuspito minta agar Soegondo bersedia menjadi Direktur Antara, dan Adam Malik tetap sebagai Redaktur merangkap Wakil Direktur.
Di zaman penjajahan Jepang, Adam Malik juga aktif bergerilya melawan Pemerintahan Jepang dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Pada 1945, menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, ia pernah membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta.
Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen. Tahun 1945-1946 ia menjadi anggota Badan Persatuan Perjuangan di Yogyakarta. Kariernya semakin menanjak ketika menjadi Ketua II Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sekaligus merangkap jabatan sebagai anggota Badan Pekerja KNIP. Pada tahun 1946, Adam Malik mendirikan Partai Rakyat, sekaligus menjadi anggotanya. 1948-1956, ia menjadi anggota dan Dewan Pimpinan Partai Murba. Pada tahun 1956, ia berhasil memangku jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) yang lahir dari hasil pemilihan umum.
Karier Adam Malik di dunia internasional terbentuk ketika diangkat menjadi Duta Besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk negara Uni Soviet dan Polandia. Pada tahun 1962, ia menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah Irian Barat di Washington D.C, Amerika Serikat. Yang kemudian pertemuan tersebut menghasilkan Persetujuan Pendahuluan mengenai Irian Barat. Pada bulan September 1962, ia menjadi anggota Dewan Pengawas Lembaga di lembaga yang didirikannya, yaitu Kantor Berita Antara. Pada tahun 1963, Adam Malik pertama kalinya masuk ke dalam jajaran kabinet, yaitu Kabinet yang bernama Kabinet Kerja IV sebagai Menteri Perdagangan sekaligus menjabat sebagai Wakil Panglima Operasi ke-I Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE). Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam Malik bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Abdul Haris Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.
Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Pada tahun 1964, ia mengemban tanggung jawab sebagai Ketua Delegasi untuk Komisi Perdagangan dan Pembangunan di PBB. Pada tahun 1966, kariernya semakin gemilang ketika menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di kabinet Dwikora II.
Karier murninya sebagai Menteri Luar Negeri dimulai di kabinet Ampera I pada tahun 1966. Pada tahun 1967, ia kembali memangku jabatan Menteri Luar Negeri di kabinet Ampera II. Pada tahun 1968, Menteri Luar Negeri dalam kabinet Pembangunan I, dan tahun 1973 kembali memangku jabatan sebagai Menteri Luar Negeri untuk terakhir kalinya dalam kabinet Pembangunan II. Pada tahun 1971, ia terpilih sebagai Ketua Majelis Umum PBB ke-26, orang Indonesia pertama dan satu-satunya sebagai Ketua SMU PBB. Saat itu dia harus memimpin persidangan PBB untuk memutuskan keanggotaan RRC di PBB yang hingga saat ini masih tetap berlaku. Karier tertingginya dicapai ketika berhasil memangku jabatan sebagai Wakil Presiden RI yang diangkat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1978. Ia merupakan Menteri Luar Negeri RI di urutan kedua yang cukup lama dipercaya untuk memangku jabatan tersebut setelah Dr. Soebandrio. Sebagai Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk penjadwalan ulang utang Indonesia peninggalan Orde Lama.
Pada tanggal 5-8 Agustus 1967, Adam Malik menjadi perwakilan Indonesia di tingkat menteri untuk pertemuan lima negara yang diadakan di Bangkok. Selain Adam Malik, pertemuan ini dihadiri oleh Tun Abdul Razak (Malaysia), Narciso Ramos (Filipina), Thanat Khoman (Thailand) dan S. Rajaratnam (Singapura). Pertemuan ini menghasilkan sebuah kesepakatan pembentukan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara oleh kelima negara pada tanggal 8 Agustus 1967. Kesepakatan ini kemudian disebut Deklarasi Bangkok.[6]
Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, Adam Malik sering mengatakan “semua bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan “semua bisa diatur” itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini “semua bisa di atur” dengan uang.
Akhir hidup
suntingMeninggal dunia
suntingSetelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H. Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker hati. Jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.[7] Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik.
Penghargaan
suntingPada tahun 1982, Adam Malik menerima Dag Hammarskjöld Award dari PBB.[butuh rujukan] Ia juga ditetapkan menjadi pahlawan nasional pada tahun 1998 berdasarkan Keputusan Presiden Indonesia Nomor 107/TK/1998. Keputusan ini diterbitkan pada tanggal 6 Nopember tahun 1998. Nama Adam Malik berada dalam urutan ke-105 dari 156 pahlawan nasional hingga tahun 2010 berdasarkan rilisan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia.[8]
Tanda kehormatan nasional
sunting- Bintang Republik Indonesia Adipradana (10 Maret 1973)[9]
- Bintang Mahaputera Adipurna (23 Maret 1973)[10]
- Bintang Mahaputera Pratama (17 Agustus 1961)[10]
- Satyalancana Pepera (29 April 1977)[11]
Tanda kehormatan luar negeri
sunting- Kamboja :
- Grand Cross of the Royal Order of Sahametrei (1968)[12]
- Malaysia :
- Seri Maharaja Mangku Negara (SMN) – Tun (1970)[13]
- Italia :
- Knight Grand Cross of the Order of Merit of the Italian Republic (OMRI) (1972)[14]
- Perancis :
- Grand Cross of the National Order of Merit (1972)
- Yugoslavia :
- Yugoslav Star with Sash of the Order of the Yugoslav Star (1975)[15][16]
- Korea Selatan :
- Grand Gwanghwa Medal of the Order of Diplomatic Service Merit (1981)[17]
- Filipina :
- Grand Collar of the Order of Lakandula (2017)[18]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia Diarsipkan 2013-08-06 di Wayback Machine., Departemen Sosial RI Online, Januari 2010. Diakses 26 Agustus 2012.
- ^ a b c d Sunudyantoro, Sedikit Nasi, Banyak Minyak Rambut Diarsipkan 2008-12-04 di Wayback Machine., 1 Desember 2008, Copyright 2011 TEMPOinteraktif. Diakses 24 September 2011.
- ^ a b Akhir Matua Harahap, Surat Kabar di Padang Sidempuan ‘Tempo Doeloe’ dan Lahirnya Tokoh-Tokoh Pers Nasional dari Tapanuli Bagian Selatan Diarsipkan 2012-03-31 di Wayback Machine., akhirmh.blogspot.com. Diakses 24 September 2011.
- ^ Andryanto, S. Dian (2022-07-22). "105 Tahun Adam Malik: Wartawan, Menteri Luar Negeri, Wakil Presiden dan Isu Mata-mata CIA". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-11-07.
- ^ Situmorang, N., dna Sudibyo, R. S. (2017). Adam Malik Menembus Empat Zaman: Memperingati 100 Tahun Adam Malik. Jakarta Selatan: Arsip Nasional Republik Indonesia. hlm. 4. ISBN 978-602-6503-10-7.
- ^ Aman (2015). Nugrahini, Kartika N., ed. Sejarah Indonesia Masa Kemerdekaan 1945-1998 (PDF). Yogyakarta: Penerbit Ombak. hlm. 109–110. ISBN 978-602-258-312-7.
- ^ "Membongkar Sejarah Makam Kalibata". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2011-04-27. Diakses tanggal 2023-11-07.
- ^ Pagar, dkk. (September 2020). Sejarah Sosial Kesultanan Langkat (PDF). Jakarta Pusat: Litbangdiklat Press. hlm. 150. ISBN 978-623-91689-9-5.
- ^ "Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia Tahun 1959–Sekarang" (PDF). Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-07-29. Diakses tanggal 2021-06-01.
- ^ a b "Daftar WNI yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003" (PDF). Sekretariat Negara Republik Indonesia. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-08-05. Diakses tanggal 2021-01-20.
- ^ Departemen Dalam Negeri, Indonesia (1976). Mimbar. Indonesia: Departemen Dalam Negeri. hlm. 29.
- ^ Indonesia. Embassy (Cambodia), Nazaruddin Nasution (2002). Indonesia-Cambodia Forging Ties Through Thick and Thin. Kamboja: Embassy of the Republic of Indonesia. hlm. 32. line feed character di
|title=
pada posisi 19 (bantuan) - ^ "Semakan Penerima Darjah Kebesaran, Bintang dan Pingat" (dalam bahasa Melayu). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-19. Diakses tanggal 2021-06-01.
- ^ "MALIK S.E. Adam, Cavaliere di Gran Croce Ordine al Merito della Repubblica Italiana" (dalam bahasa Italia). Diakses tanggal 12 February 2024.
- ^ "Одликувања" (PDF). Službeni list SFRJ (dalam bahasa Makedonia). XXXI (54): 1480. 14 November 1975.
- ^ "Recipient Order of Yugoslav Star". Gentleman's Military Interest Club (dalam bahasa Inggris). 2017-08-11. Diakses tanggal 2024-05-28.
- ^ Chandramatchbox Channel (2023-06-26), Video Kunjungan Kenegaraan Presiden Korea Selatan Chun Doo-Hwan di Indonesia Tahun 1981, diakses tanggal 2024-06-09
- ^ "Roster of Presidential Awardees under Executive Order 236". Official Gazette. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-02. Diakses tanggal 2 July 2022.
Pranala luar
sunting- (Indonesia) Adam Malik Wakil Presiden RI (1978-1983) Diarsipkan 2017-07-06 di Wayback Machine.
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Sri Sultan Hamengkubuwono IX |
Wakil Presiden Republik Indonesia 1978–1983 |
Diteruskan oleh: Umar Wirahadikusumah |
Didahului oleh: K.H. Idham Chalid |
Ketua DPR/MPR 1977–1978 |
Diteruskan oleh: Daryatmo |
Didahului oleh: Subandrio |
Menteri Luar Negeri Indonesia 1966–1978 |
Diteruskan oleh: Mochtar Kusumaatmadja |
Didahului oleh: Suharto |
Menteri Perdagangan Indonesia 1963–1964 |
Diteruskan oleh: Achmad Yusuf |
Jabatan diplomatik | ||
Didahului oleh: Lambertus Nicodemus Palar |
Duta Besar Indonesia untuk Uni Soviet 1960–1964 |
Diteruskan oleh: Manai Sophiaan |
Jabatan baru | Duta Besar Indonesia untuk Polandia 1959–1962 |
Diteruskan oleh: Gustaaf Adolf Maengkom |