Persatuan Islam Tionghoa Indonesia

Organisasi Islam di Indonesia

Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), dahulu dikenal sebagai Pembina Iman Tauhid Islam adalah sebuah organisasi Islam Tionghoa-Indonesia. Organisasi ini didirikan di Jakarta pada tanggal 14 April 1961. PITI tidak bertalian dengan organisasi sosial politik manapun. Ketua Umum PITI periode 2022-2027 yaitu Serian Wijatno, menggantikan Ketum PITI yang lama yaitu H. Anton Medan yang wafat pada Hari Senin, 15 Maret 2021. Serta didukung oleh para pembina yang berpengaruh dalam perkembangan organisasi PITI yakni Erick Thohir, Jusuf Hamka, dan Komisaris Jendral Syafruddin.

Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI)
Tanggal pendirian14 April 1961
TipeOrganisasi Masyarakat Tionghoa (Muslim) Indonesia
TujuanKeagamaan dan sosial
Kantor pusatJL. KH. Guru Mughni kav. C-5 (d/h JL. Karet Kuningan) Jakarta Selatan, Indonesia
Wilayah layanan
Indonesia
Jumlah anggota
100 ribu
Ketua Umum
H. Serian Wijatno
Situs webhttp://www.piti.or.id

Program Kerja PITI adalah menyampaikan tentang (dakwah) Islam khususnya kepada masyarakat keturunan Tionghoa dan pembinaan dalam bentuk bimbingan, kepada muslim Tionghoa dalam menjalankan syariah Islam baik di lingkungan keluarganya yang masih non-muslim dan persiapan berbaur dengan umat Islam di lingkungan tempat tinggal dan pekerjaannya, serta pembelaan/perlindungan bagi mereka yang karena masuk agama Islam, untuk sementara, jadi mempunyai masalah dengan keluarga dan lingkungannya.

PITI sebagai organisasi dakwah sosial keagamaan yang berskala nasional berfungsi sebagai tempat singgah, tempat silaturahmi untuk belajar ilmu agama dan cara beribadah bagi etnis Tionghoa yang tertarik dan ingin memeluk agama Islam serta tempat berbagi pengalaman bagi mereka yang baru masuk Islam.

Program Kerja

sunting

Program PITI adalah menyampaikan tentang (dakwah) Islam khususnya kepada masyarakat keturunan Tionghoa dan pembinaan dalam bentuk bimbingan, kepada muslim Tionghoa dalam menjalankan syariah Islam baik di lingkungan keluarganya yang masih non-muslim dan persiapan berbaur dengan umat Islam di lingkungan tempat tinggal dan pekerjaannya serta pembelaan/perlindungan bagi mereka yang karena masuk agama Islam, untuk sementara, jadi mempunyai masalah dengan keluarga dan lingkungannya.

PITI sebagai organisasi dakwah sosial keagamaan yang berskala nasional berfungsi sebagai tempat singgah, tempat silaturahmi untuk belajar ilmu agama dan cara beribadah bagi etnis Tionghoa yang tertarik dan ingin memeluk agama Islam serta tempat berbagi pengalaman bagi mereka yang baru masuk Islam.

Sejarah

sunting

Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) didirikan di Jakarta, pada tanggal 14 April 1961, antara lain oleh Abdul Karim Oei Tjeng Hien, Abdusomad Yap A Siong dan Kho Goan Tjin, Ahmad Tanoesoedibjo . PITI merupakan gabungan dari persaudaraan Islam Tionghoa (PIT) dipimpin oleh Alm Abdusomad Yap A Siong dan Persaudaraan Muslim Tionghoa (PMT) dipimpin oleh Kho Goan Tjin. PIT dan PTM yang sebelum kemerdekaan Indonesia mula-mula didirikan di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung, masing-masing masih bersifat lokal sehingga pada saat itu keberadaan PIT dan PTM belum begitu dirasakan oleh masyarakat baik muslim Tionghoa dan muslim Indonesia.

Karena itulah, untuk merealisasikan perkembangan ukhuwah Islamiyah di kalangan muslim Tionghoa, maka PIT yang berkedudukan di Medan dan PTM yang berkedudukan di Medan merelakan diri pindah ke Jakarta dengan bergabung dalam satu wadah, yakni PITI.

PITI memiliki faham Ahlussunnah wal Jama'ah metodologinya merujuk dari pemikir ulama salaf (terdahulu) yakni Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur Al Maturidi dalam bidang teologi/Tauhid/ketuhanan, sedangkan dalam bidang fiqh bermazhab Syafi'i. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Syeikh Junaid al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.

Dalam perjalanan sejarah keorganisasiannya, ketika pada era tahun 1960-1970-an khususnya setelah meletusnya Gerakan 30 September (G-30-S) di mana di saat itu Indonesia sedang menggalakkan gerakan pembinaan Persaudaraan dan kesatuan bangsa, nation and character building, simbol-simbol/identitas yang bersifat disosiatif (menghambat pembauran) seperti istilah, bahasa dan budaya asing khususnya Tionghoa dilarang atau dibatasi oleh Pemerintah, PITI terkena dampaknya yaitu nama Tionghoa pada kepanjangan PITI dilarang. Berdasarkan pertimbangan kebutuhan bahwa gerakan dakwah kepada masyarakat keturunan Tionghoa tidak boleh berhenti, maka pada tanggal 15 Desember 1972, pengurus PITI, mengubah kepanjangan PITI menjadi Pembina Iman Tauhid Islam.

Pada bulan Mei 2000, dalam rapat pimpinan organisasi menetapkan kepanjangan PITI dikembalikan menjadi Persatuan Islam Tionghoa Indonesia. Keberadaan Tionghoa di Indonesia mulai mandapat perhatian dan perlindungan pada masa Presiden ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang juga merupakan pimpinan ormas Islam terbesar di dunia yakni Nahdlatul Ulama (NU).

Masjid

sunting

Mulai banyaknya pembangunan masjid-masjid berarsitektur Tiongkok mengikuti jejak pendirian Masjid Cheng Ho di Surabaya dan Pandaan seperti di Purbalingga, Masjid Ja’mi An Naba KH Tan Shin Bie di Purwokerto, Masjid Cheng Ho Sriwijaya di kota Palembang dan kota Semarang, Masjid Cheng Ho Jawa Tengah, dan Islamic Center di kota Kudus.

Pranala luar

sunting