Mazmur adalah nyanyian atau syair puji-pujian kepada Tuhan yang dahulu biasa dilantunkan dalam ibadat-ibadat di Bait Suci dan upacara-upacara kerajaan pada masa Israel Kuno. Mazmur-mazmur yang masih bertahan hingga saat ini dikumpulkan dalam Kitab Mazmur dan digunakan dalam peribadatan dan ritual keagamaan Yahudi dan Kristen modern.[1][2][3]

Salah satu partitur mazmur: Mazmur 129

Etimologi sunting

Kata "Mazmur" dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari kata Arab مَزْمُوْرٌ (mazmūr)[4] yang berhubungan dengan kata Ge'ez መዝሙር (mäzmur), yang juga diserap dari kata Ibrani מִזְמוֹר (mizmor). Kata ini merujuk pada "suara petikan alat musik dawai" dan "lagu yang diiringi oleh alat musik dawai".[5][6][7]

Terjemahan dari kata Ibrani ini ke dalam bahasa Yunani ψαλμός (psalmós) juga berarti harfiah sama. Kata Yunani ini sendiri berasal dari kata ψάλλω (psállō) yang berarti "menyentak" atau "memetik". Kata ini diserap ke dalam bahasa Latin menjadi psalmus dan ke dalam bahasa Inggris menjadi psalm.

Pada perkembangan dewasa ini, kata "mazmur" dan "psalmos" beserta turunannya tersebut dapat diartikan sebagai "kidung, madah, puji-pujian, atau himne yang ditujukan kepada Tuhan".[7]

Sejarah sunting

Penyusunan sunting

Sejarah mazmur yang perdana dapat dilihat dari kisah Hana dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen, khususnya Kitab 1 Samuel pasal 1 dan 2 ketika Hana melantunkan pujian setelah permohonan untuk dikaruniai anak dikabulkan oleh Tuhan Allah (1 Samuel 2:1–10).[2] Sejarah dalam Alkitab lain juga pada Kitab Yunus yang memiliki makna penyelamatan Allah terhadap dirinya dan sebuah bangsa yang bernama Niniwe (Yunus 2:1–9).[2] Mazmur merupakan bagian devosi (pengabdian) dari kehidupan.[1]

Mazmur-mazmur yang paling terkenal adalah dalam masa Raja Daud yang terdapat dalam Kitab Mazmur, merupakan bagian terpanjang dalam Alkitab (mencapai 150 pasal).[8] Raja Israel itu menggubah mazmur dalam cerita puji-pujiannya, keluh-kesahnya, dan suka-dukanya, bersama-sama dengan beberapa gubahan pengarang yang lain, dibukukan dalam Kitab Mazmur.[9] Penggunaan dalam ibadat umum terutama waktu penobatan raja, pernikahan raja dan peperangan.[8] Dalam menyanyikannya diiringi alat musik yang sangat beragam, mulai dari kecapi, gambus, rebana, dan alat musik Israel yang lain.[8]

Pengadopsian dalam Kekristenan sunting

Pada abad ketiga, Tertulianus menyatakan mazmur sebagai bagian penyembahan umat Kristen.[1] Bahkan nyanyian yang identik dengan Raja Daud ini digunakan di awal, di tengah dan di akhir.[1] Kemudian pada sekitar abad 14-15, dalam tradisi monastik dilakukan nyanyian mazmur setiap hari Minggu dan dimasukkan dalam buku devosi, salah satunya Imitation of Christy oleh Thomas Kempis (1280-1471)[1] Sampai saat ini, Gereja Katolik masih menggunakan mazmur dalam ritual ibadahnya.

Tokoh reformasi Protestan, yaitu Martin Luther, memakai mazmur dalam Bahasa Latin sampai dia menerjemahkannya dalam bahasa Jerman agar lebih bermanfaat bagi nyanyian jemaat lokal.[9] nyanyian mazmur zaman reformasi itu dinyanyikan dalam model gregorian.[9] Luther juga bercita-cita untuk membuat nyanyian mazmur dalam strofa yang tetap dan melodi yang lebih sederhana sehingga lebih mudah untuk dinyanyikan di dalam gereja.[9] Salah satu sumbangan Luther terdapat dalam Kidung Jemaat 130.[9] Kemudain di Jerman juga terbit mazmur dalam bahasa Jerman oleh organis Matthias Greiter.[10] Calvin lalu berinisiatif untuk mewujudkan cita-cita Luther agar mazmur dinyanyikan dalam gereja dengan menyusun mazmur dalam bahasa Prancis pada tahun 1939.[10] mengumpulkan para komponis dan penyair untuk menerbitkan karya yang dinamakannya Mazmur Jenewa pada tahun 1562.[9]Prakarsa itu juga melibatkan sahabatnya, Martin Bucer.[10] Penyair-penyair itu di antaranya adalah: Clement Marot ( 1496-1544), Theodore Bazha dan komponis-komponis itu antara lain: Loys Bourgeois, Maestro Pierre.[9][10]

Penelitian sunting

Pada zaman modern, mazmur diteliti kembali oleh ahli bernama Gunkel dan Mowinckel yang menyumbangkan pemikirannya dalam menggolongkan mazmur.[3] Menurut Gunkel, mazmur lebih bersifat menggambarkan pengalaman dan perasaan orang-orang secara religius ketimbang bersifat kultis untuk ibadat.[3] Dalam penggolongan mazmur, Gunkel membagi dalam peristiwa-peristiwa penting kerajaan; penobatan, perkawinan, peringatan-peringatan (berdirinya dinasti), pra dan pasca pertempuran.[3] Golongan yang lain adalah dalam ibadat kultis di Bait Suci yang bersifat profetis, ratapan perorangan dan mazmur litugis.[3]

Di dalam bukunya, John Lamb meneliti mazmur yang digunakan dalam tradisi Yahudi, Tradisi Perjanjian Baru, gereja-gereja di Barat, gereja-gereja Timur, Lutheran, Reformed, Anglikan, dan gereja-gereja Scottish.[1] Dia menemukan bahwa nyanyian mazmur dipakai dalam perayaan perjamuan malam terakhir yang Yesus lakukan bersama murid-murid-Nya.[1] Dalam penelitiannya pula, John Lamb menemukan data dari komputer di Perpustakaan Yale Divinity School dan menemukan 983 buku musik dengan kata kunci "mazmur" dalam judulnya.[1] Selain itu di Sekolah Seminari Luther juga ditemukan 2.199 buku yang berkaitan dengan mazmur.[1]

Penggunaan sunting

Gereja Katolik Roma sunting

Pada zaman modern, penggunaan mazmur dalam Misa Perayaan Ekaristi digunakan dalam liturgi sabda, yaitu pada saat Mazmur Tanggapan di antara Bacaan Pertama dan Bacaan Kedua. Nyanyian mazmur tanggapan ditentukan setiap hari menurut kalender liturgi Katolik.

Gereja-Gereja Protestan sunting

Pentingnya nyanyian mazmur untuk kehidupan gereja adalah sebagai salah satu unsur liturgi (Ibadah secara keseluruhan) dalam kehidupan gereja.[1] Sebagai cikal bakal nyanyian gerejawi, mazmur dijuluki sebagai suara gereja, yaitu mencerminkan realitas kehidupan umat pada zamannya.[1] Mazmur merupakan sendi dari kehidupan gereja dan dalam kebangkitan sebuah negara.[1] Mazmur 23, 84, 90, 100, 130, 150 atau pada banyak bagian lainnya merupakan kenangan dari perasaan seseorang.[1]

Gereja-gereja yang berharap memiliki ikatan persekutuan dengan gereja yang kudus dan am, menjadi satu tubuh di dalam Kristus melalui zaman dan konteksnya, gereja memerlukan mazmur sebagai himne oikumenis.[9] Di sini van Dop menyoroti betapa melalui makna nyanyian mazmur, gereja dapat lebih membangun relasi dengan gereja lain dalam semangat oikumene sebagai satu tubuh gereja milik Kristus.[9]

Pada Masa Calvin, mazmur diterjemahkan ke dalam bahasa setempat dan disederhanakan agar bisa dinyanyikan jemaat dengan maksud agar jemaat tidak menyanyikan lagu-lagu yang tidak sesuai dengan iman Kristen.[10] Hal ini agar bertujuan agar jemaat memiliki lagu-lagu yang sopan, suci, membuat umat berdoa kepada Allah dan mengajarkan kasih Allah sebagai ganti lagu-lagu yang biasanya dinyanyikan jemaat yang mengandung nilai kebusukan dan kemesuman.[10]

Gereja-gereja di Indonesia masih sedikit yang memakai nyanyian mazmur sebagai nyanyian jemaat.[9] Hal ini sangat disayangkan, sehingga seorang tokoh himnologi Inggris bernama Erik Routley mengatakan "Tidak ada yang lebih merugikan ibadah serta lebih menghilangkan kemanusiaan dari ibadah itu daripada mengabaikan mazmur".[9] Pada umumnya, makna nyanyian mazmur lebih "mendarat" di tengah-tengah kenyataan hidup manusia dibanding banyak kidung rohani lainnya yang cenderung membalut kenyataan itu dengan "penghiburan" kepada jemaat.[9]

Kini, dalam Gereja Kristen Indonesia, penggunaan mazmur kembali dihidupkan. Melalui penerbitan buku "Bermazmurlah Bagi Tuhan", Sinode GKI mengajak jemaat untuk mendaraskan kembali mazmur dalam setiap Kebaktian Protestan. mazmur didaraskan dalam Leksionari sesudah Bacaan Pertama dan Sebelum Bacaan Surat - surat (Sebagai Antar Bacaan). Penggunaan Buku nyanyian mazmur ini, telah digunakan di Kebaktian Minggu GKI sejak tanggal 26 Agustus 2012.[11][12] Kitab Mazmur terdiri dari 150 pasal, dan beberapa metode pembacaan alkitab sistematis dan kronologis menggunakan mazmur untuk bacaan harian yang bisa diulang setiap bulan dengan membaca 5 pasal sehari.

Kutipan dalam Perjanjian Baru sunting

Massey Shepherd yang meneliti tentang Alkitab menunjukkan bahwa:

Mazmur ada kaitannya dengan Kristus bagi umat Kristen, sebab jika dalam Perjanjian Lama terdapat mazmur, maka begitu pula dalam Perjanjian Baru yang adalah lanjutan Perjanjian Lama, dan jika dalam Perjanjian Baru terdapat mazmur, maka hal ini berhubungan dengan Kristus.[1] Bukan hanya mazmur sering dikutip dalam Perjanjian Baru, namun juga terdapat dalam setiap tradisi bangsa Israel pada zaman Yesus dan setelah-Nya.[1] Oleh karena itu mazmur merupakan nyanyian yang dianggap juga merupakan pergerakan Kristosentris, yaitu Kristus sebagai pusat ajaran.[1] Dietrich Bonhoeffer menyatakan kepada gereja ketika dia melihat para pemazmur sebagai buku Kristen, yang artinya, salah satu yang berdoa dengan mazmur adalah Kristus.[1] Hal ini dipertegas oleh Luther yang menganggap mazmur sebagai keseluruhan kehidupan orang beriman sebagai warga kerajaan Allah.[1]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s (Inggris) Paul Westermeyer., Te Deum - The Curch and Music, Menneapolis: Ausburg Fortress, 1998
  2. ^ a b c (Indonesia)A. th Keamer., Tafsir Alkitab-Kitab Yunus, Jakarta: BPK Gunung Mulia
  3. ^ a b c d e H.h Rowley., WORSHIP IN ANCIENT ISRAEL, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004
  4. ^ (Indonesia) Arti kata Mazmur dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
  5. ^ Psalm - Ancient Hebrew Research Center
  6. ^ Psalms, biblical literature
  7. ^ a b (Indonesia)http://sejarah.sabda.org/artikel/mazmur.htm
  8. ^ a b c (Indonesia)W. Lasor., Pengantar Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 20017
  9. ^ a b c d e f g h i j k l (Indonesia)H.A. van Dop., Oikumene dalam nyanyian Gereja dalam buku Struggling in Hope, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004
  10. ^ a b c d e f (Indonesia) Rasid Rachman., Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
  11. ^ Mengenal Kitab Mazmur - GKI Pondok Indah
  12. ^ Mazmur-mazmur petang - GKI Surya Utama[pranala nonaktif permanen]

H.A. van Dop., Oikumene dalam nyanyian Gereja dalam buku Struggling in Hope, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004

Pranala luar sunting