Musik

bentuk seni dengan menggunakan nada

Musik (bahasa Yunani: μουσική)[1] adalah nada atau bunyi yang disusun demikian rupa sehingga mengandung ritme, lagu, dan keharmonisan.[2] Musik terdiri dari beberapa unsur, yaitu melodi, harmoni, ritme, dan timbre.[3] Musik termasuk sejenis fenomena intuisi, untuk mencipta, memperbaiki, dan mempersembahkannya dalam suatu bentuk seni (seni musik atau kerawitan). Musik adalah sebuah fenomena unik yang dihasilkan oleh beberapa alat musik.

Musik
Lukisan sebuah vas Yunani kuno yang menggambarkan pelajaran musik (ca 510 SM)
Mediumbunyi
Jenisgenre-genre
Budaya awalbervariasi
Awal berkembangPaleolitikum

Sejarah

sunting

Musik dikenal sejak kehadiran manusia modern Homo sapiens yakni sekitar 180.000 hingga 100.000 tahun yang lalu. Tidak ada yang mengetahui kapan manusia mulai mengenal seni dan musik. Dari penemuan arkeologi pada lokasi-lokasi seperti pada benua Afrika, sekitar 180.000 tahun hingga 100.000 tahun lalu telah ada perubahan evolusi pada otak manusia. Dengan otak yang lebih pintar dari hewan, manusia merancang pemburuan yang lebih terarah sehingga bisa memburu hewan yang besar. Dengan kemampuan otak seperti ini, manusia bisa berpikir lebih jauh hingga di luar nalar dan menggunakan imajinasi dan spiritual. Bahasa untuk berkomunikasi telah terbentuk di antara manusia. Dari bahasa dan ucapan sederhana untuk tanda bahaya dan memberikan nama-nama hewan, perlahan-lahan beberapa kosakata muncul untuk menamakan benda dan memberikan nama panggilan untuk seseorang.


Dalam kehidupan yang berpindah-pindah, manusia purba mungkin mendapat inspirasi untuk mengambil tulang kaki kering hewan buruan yang menjadi makanannya, kemudian meniupnya dan mengeluarkan bunyi. Ada juga yang mendapat inspirasi ketika memerhatikan alam dengan meniup rongga kayu atau bambu yang mengeluarkan bunyi. Kayu dibentuk lubang tiup dan menjadi suling purba.


Manusia menyatakan perasaan takut dan gembira dengan menggunakan suara-suara. Bermain-main dengan suara menciptakan lagu, hymne, atau syair nyanyian kecil yang diinspirasikan oleh kicauan burung. Kayu-kayu dan batuan keras dipukul untuk mengeluarkan bunyi dan irama yang mengasyikkan. Mungkin secara tidak sengaja manusia telah mengetuk batang pohon yang berongga di dalamnya dengan batang kayu yang mengeluarkan bunyi yang keras. Kulit binatang yang digunakan sebagai pakaian diletakkan sebagai penutup rongga kayu yang besar sehingga terciptalah sebuah gendang.

Prasejarah

sunting

Teori prasejarah musik hanya didasarkan pada temuan situs arkeologi paleolitik. Seruling merupakan alat musik yang banyak diutamakan pada zaman prasejarah, yang salah satunya berbentuk seperti shakuhachi yang berasal dari Jepang. Ada seruling Divje Babe yang terbuat dari tulang paha beruang gua, yang diperkirakan sudah digunakan sekitar 40.000 tahun yang lalu. Berbagai jenis seruling dan alat musik yang terbuat dawai atau senar telah ada sejak zaman Peradaban Lembah Sungai Indus, India, yang memiliki salah satu tradisi musik tertua di dunia yang berasal dari kitab Weda. Penemuan terbesar dan tertua dari alat musik pra sejarah berlokasi di Cina, yang bisa dilacak balik ke antara 7000 dan 6600 SM. Lagu-lagu Hurri adalah kumpulan musik tertulis dalam tulisan kuno yang digali dari Hurrian di kota Ugarit yang diperkirakan telah ada sekitar 1400 SM.

Terapi

sunting

Terapi musik adalah proses interpersonal yang menggunakan musik untuk terapi aspek-fisik, emosional, mental, sosial, estetika, dan spiritual untuk membantu pasien dalam meningkatkan atau mempertahankan kesehatan mereka. Dalam beberapa kasus, kebutuhan pasien ditangani langsung melalui musik. Pada kesempatan lain, metode terapi tergantung hubungan yang berkembang di antara pasien dan terapis. Terapi musik ini digunakan untuk individu dari segala usia dan dengan berbagai kondisi, termasuk untuk gangguan kejiwaan, masalah medis, cacat fisik, gangguan sensorik, cacat perkembangan, penyalahgunaan zat, gangguan komunikasi, masalah interpersonal, dan untuk orang-orang yang berada dalam proses penuaan. Terapi juga digunakan untuk meningkatkan konsentrasi belajar, meningkatkan harga diri, mengurangi stres, mendukung latihan fisik, dan memfasilitasi sejumlah aktivitas lainnya yang berhubungan dengan kesehatan.

Salah satu catatan paling awal yang menyebutkan terapi musik berlokasi di (c. 872-950) Al-Farabi. Makna risalah dari Akal menggambarkan efek terapi musik di jiwa.[4] Musik telah lama digunakan untuk membantu orang dalam mengatasi masalah emosi mereka. Pada abad ke-17, sarjana Robert Burton dalam The Anatomy of Melancholy berpendapat bahwa musik dan tari sangat penting dalam mengobati penyakit mental, terutama melankoli.[5] Dalam catatannya disebutkan, musik memiliki "kekuatan yang sangat besar ... untuk mengusir penyakit" dan menyebutnya sebagai "obat sangat ampuh dalam melawan keputusasaan dan melankolis." Burton menunjukkan bahwa pada zaman purbakala, Canus, pemain biola Rhodian, menggunakan musik untuk "membuat seorang pria melankolis bergembira, ... kekasih lebih terpikat, seorang yang religius lebih saleh."[6][7] [8] Pada bulan November 2006, Dr Michael J. Crawford[9] dan koleganya juga menemukan bahwa terapi musik membantu pasien skizofrenia.[10] Dalam Kekaisaran Utsmaniyah, penyakit mental diobati dengan musik.[11]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ "Mousike, Henry George Liddell, Robert Scott, A Greek–English Lexicon, at Perseus". perseus.tufts.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-02-23. Diakses tanggal 27 October 2015. 
  2. ^ "Hasil Pencarian - KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-10-27. Diakses tanggal 2021-10-14. 
  3. ^ Aru, Anggela Marsela W. (2018). E-MODUL SENI BUDAYA Kelas XI (PDF). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. hlm. 10. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-01-29. Diakses tanggal 2021-10-14. 
  4. ^ (Inggris) Amber Haque (2004), "Psychology from Islamic Perspective: Contributions of Early Muslim Scholars and Challenges to Contemporary Muslim Psychologists," Journal of Religion and Health 43 (4): 357–377 [363]
  5. ^ (Inggris) cf. The Anatomy of Melancholy, Robert Burton, subsection 3, on and after line 3,480, "Music a Remedy"
  6. ^ Ismenias the Theban, Chiron the centaur, is said to have cured this and many other diseases by music alone: as now thy do those, saith Bodine, that are troubled with St. Vitus's Bedlam dance. Project Gutenberg's The Anatomy of Melancholy, by Democritus Junior Diarsipkan 2011-05-13 di Wayback Machine.
  7. ^ (Inggris) "Humanities are the Hormones: A Tarantella Comes to Newfoundland. What should we do about it?" Diarsipkan 2015-02-15 di Wayback Machine. by Dr. John Crellin, MUNMED, newsletter of the Faculty of Medicine, Memorial University of Newfoundland, 1996.
  8. ^ Aung, Steven K.H., Lee, Mathew H.M., "Music, Sounds, Medicine, and Meditation: An Integrative Approach to the Healing Arts," Alternative & Complementary Therapies, Oct 2004, Vol. 10, No. 5: 266–270.
  9. ^ Dr. Michael J. Crawford page Diarsipkan 2010-11-28 di Wayback Machine. at Imperial College London, Faculty of Medicine, Department of Psychological Medicine.
  10. ^ Crawford, Mike J. (2006). "Music therapy for in-patients with schizophrenia: Exploratory randomised controlled trial". The British Journal of Psychiatry (2006). 189 (5): 405–409. doi:10.1192/bjp.bp.105.015073. ISSN 0007-1250. PMID 17077429. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-02-09. Diakses tanggal 2012-04-05. Music therapy may provide a means of improving mental health among people with schizophrenia, but its effects in acute psychoses have not been explored 
  11. ^ "Treatment of Mental Illnesses With Music Therapy–A different approach from history" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-12-01. Diakses tanggal 2012-04-05. 

Kepustakaan

sunting

Pranala luar

sunting