Bahasa Jawa Malang

bagian dari rumpun bahasa Austronesia
(Dialihkan dari Bahasa Walikan)

Bahasa Jawa Malang atau Dialek Malang (bahasa Jawa: ꦧꦱꦗꦮꦩꦭꦁ-ꦥꦱꦸꦫꦸꦲꦤ꧀, translit. Båså Jåwå Malang-Pasuruhan) adalah sebuah dialek bahasa Jawa modern dalam rumpun dialek Arekan yang dituturkan di kawasan Malang Raya dan Pasuruan. Dialek Malang banyak digunakan dan dipopulerkan oleh kalangan pemuda, baik dari dalam maupun luar Malang. Dalam percakapan sehari-sehari dialek ini telah menjadi salah satu ciri khas orang Malang. Selain itu, kelompok pendukung klub sepak bola asal Malang, Aremania, juga turut andil dalam mempopulerkan dialek Malang, melalui penggunaannya dalam berbagai bentuk dukungan kepada klub ataupun dalam percakapan sehari-hari.[2]

Bahasa Jawa Malang
Båså Jåwå Malang-Pasuruhan
ꦧꦱꦗꦮꦩꦭꦁ-ꦥꦱꦸꦫꦸꦲꦤ꧀
Dituturkan diIndonesia
Wilayah
EtnisJawa
Penutur
Lihat sumber templat}}
Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman ini
Klasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
Posisi bahasa Jawa Malang dalam dialek-dialek bahasa Jawa Sunting klasifikasi ini

Catatan:

Simbol "" menandai bahwa bahasa tersebut telah atau diperkirakan telah punah
Aksara Jawa
Abjad Pegon
Alfabet Latin
Status resmi
Diatur olehBalai Bahasa Provinsi Jawa Timur
Kode bahasa
ISO 639-3
LINGUIST List
LINGUIST list sudah tidak beroperasi lagi
jav-mal
Glottologmala1493[1]
Lokasi penuturan
Peta
Peta
Perkiraan persebaran penuturan bahasa ini.
Koordinat: 7°58′48″S 112°37′12″E / 7.98000°S 112.62000°E / -7.98000; 112.62000 Sunting ini di Wikidata
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Kosakata

sunting

Beberapa contoh kosakata dalam bahasa Jawa Malang:

Dialek Malang Bahasa Jawa standar Bahasa Indonesia
aku aku saya
koen, riko kowé kamu
arèk bocah, laré anak
yok opo kapriyé, piyé bagaimana
katé arep akan
mene sesuk besok
cek bèn, karebèn, supåyå, amrih agar
ndèk ing di
teko såkå dari
gelek asring, kerep sering
engkok mengko nanti
onok ånå ada
nggae nganggo, nganggé memakai
nyacak njajal mencoba
nyelang nyilih meminjam
njukuk njupuk mengambil
lugur tibå jatuh
tutuk tekan, tutug sampai
singitan ndhelik, singidan bersembunyi
goroh/mbujuk ngapusi berbohong
ndemok ndemek, nyekel memegang
guwak buwang membuang
gurung durung belum
licik jirih penakut
waras bagas waras, sehat sehat
gering lårå, gering sakit
embong dalan jalan
mari bar, rampung selesai
iwak iwak, lawuh ikan, lauk

Bahasa walikan

sunting
 
Sebuah imbauan resmi dari Pemerintah Kota Malang saat pandemi yang ditulis dalam Boso Walikan..
 
Spanduk dengan bahasa walikan di Malang dengan "Soto sehat" yang dibalik suku katanya menjadi "Otos tahes"

Boso walikan atau Osob Kiwalan (bahasa Jawa: ꦄꦱꦧ꧀ꦏꦶꦮꦭꦤ꧀, Asab Kiwalan) adalah bahasa slang khas Malang yang memiliki ciri khas berupa membalikkan posisi huruf pada kosakata bahasa Jawa ataupun bahasa Indonesia pada umumnya, kecuali pada konsonan rangkap, afiks dan gabungan suku kata yang tidak memungkinkan bisa dibalik.[3] Sejarah Boso Ngalam atau bahasa walikan khas Malang berasal dari pemikiran para pejuang tempo doeloe yaitu kelompok Gerilya Rakyat Kota (GRK). Bahasa khusus ini dianggap perlu untuk menjamin kerahasiaan, efektivitas komunikasi sesama pejuang selain juga sebagai pengenal identitas kawan atau lawan. Metode pengenalan ini sangat penting karena pada masa Clash II perang kemerdekaan sekitar akhir Maret 1949 Belanda banyak menyusupkan mata-mata di dalam kelompok pejuang Malang. Mata-mata ini banyak yang mampu berkomunikasi dalam bahasa daerah dengan tujuan menyerap informasi dari kalangan pejuang GRK. Penyusupan ini terutama untuk memburu sisa laskar Mayor Hamid Rusdi yang gugur pada 8 Maret 1949 dalam pertempuran dukuh Sekarputih (sekarang Wonokoyo).

Seorang tokoh pejuang Malang pada saat itu yaitu Suyudi Raharno mempunyai gagasan untuk menciptakan bahasa baru bagi sesama pejuang sehingga dapat menjadi suatu identitas tersendiri sekaligus menjaga keamanan informasi. Bahasa tersebut haruslah lebih kaya dari kode dan sandi serta tidak terikat pada aturan tata bahasa baik itu bahasa nasional, bahasa daerah (Jawa, Madura, Arab, Cina) maupun mengikuti istilah yang umum dan baku. Bahasa campuran tersebut hanya mengenal satu cara baik pengucapan maupun penulisan yaitu secara terbalik dari belakang dibaca kedepan.

Pada saat itu, banyak sekali mata-mata Belanda yang berasal dari orang pribumi sendiri. Otomatis, komunikasi dalam Bahasa Jawa menjadi hal yang riskan karena para mata-mata itu juga pasti akan paham lantas akan membocorkannya pada pihak Belanda. Karena itu para pejuang menggunakan boso walikan untuk mengelabui para mata-mata sekaligus untuk meminimalisir bocornya strategi perjuangan para gerilyawan.

Karena keakraban dan pergaulan sehari-hari maka para pejuang dalam waktu singkat dapat fasih menguasai 'bahasa' baru ini. Sedangkan lawan dan para penyusup yang tidak setiap hari bergaul dengan sendirinya akan kebingungan dan selalu ketinggalan istilah-istilah baru. Maka siapapun yang tidak fasih mempergunakan osob walikan ini pasti bukan dari golongan pejuang dan pendukungnya, sehingga kehadiran para penyusup dapat diketahui dengan cepat serta rahasia komunikasi tetap terjaga.

Karena bahasa ini sangat bebas dan longgar aturannya maka kemungkinan pengembangannya sangat luas untuk itu perlu disepakati beberapa istilah penting dikalangan pejuang. Kesepakatan istilah ini diperlukan juga karena banyak kata penting sulit untuk dibaca terbalik sehingga harus dicari istilah dan padanan yang sesuai namun mudah diingat oleh para pelakunya. Contohnya kata 'Belanda' dalam bahasa Jawa disebut 'Londho' yang cukup sulit dibaca terbalik, maka dicari istilah padanannya yaitu 'Nolo'. Demikian juga dengan 'Polisi' bukan menjadi 'Isilop' namun cukup 'Silop'. Kemudian untuk 'mata-mata' bila dibaca terbalik menjadi 'atam'. Namun untuk menentukan bahwa yang dimaksud dalam istilah tersebut adalah antek Belanda maka ditambahi kata 'keat' dari asal kata 'taek' yang dalam bahasa jawa berarti kotoran. 'Keat Atam' atau kotoran mata dalam bahasa jawa disebut 'ketek' adalah sebutan yang pas untuk para penyusup ini.

Begitu juga dengan nama peralatan perang seperti senjata genggam karena sulit menemukan istilah yang pas maka dipakai kode samaran 'Benduk' dan untuk laras panjang (dowo = panjang dalam bahasa Jawa) disebut 'benduk owod' atau disingkat 'owod' saja. Sedangkan untuk menunjuk masyarakat suku / etnik tertentu disebut 'onet' untuk golongan Cina (asal kata 'cino' dalam bahasa Jawa), 'arudam' untuk madura, 'arab' menjadi 'bara' dan seterusnya. Sedang untuk menyebut diri seseorang digunakan 'uka' = aku, 'ayas' = saya, 'umak' = kamu, 'okir' = riko (kamu dalam bahasa madura).

Sedangkan untuk menyebutkan sesuatu yang baik / bagus digunakan istilah 'nez' dari asal kata bahasa arab 'zen'. Begitu pula dalam menyebut orang tua laki-laki (ayah, Bapak) orang arab biasa menyebut dengan 'abah' atau 'sebeh' yang kemudian menjadi 'ebes'. Istilah 'ebes' kemudian menjadi populer ditujukan sebagai gelar kehormatan tidak resmi kepada para komandan, pemimpin atau pembesar dan pemuka masyarakat yang dituakan oleh segenap masyarakat Malang sampai sekarang.

Namun, boso ngalam bukanlah bahasa sandi karena tetap menggunakan bahasa yang lazim digunakan, hanya cara membacanya yang diubah. Kata yang lazimnya dibaca dari kiri ke kanan dalam boso walikan dibaca dari kanan ke kiri. Bahasa yang bisa dibalik juga bisa berasal dari Bahasa Jawa maupun Bahasa Indonesia. Karena itu pula, boso walikan selalu berkembang karena pasti banyak kata-kata yang bisa dibalik. Namun, tentu tidak semua kata bisa seenaknya dibalik karena hanya kata-kata yang umum saja yang biasanya dibaca secara terbalik. Sebagai contoh, kata "komputer" tidak pernah diucapkan sebagai retupmok karena akan sulit pengucapannya dan tidak lazim digunakan.

Suyudi Raharno pada September 1949 gugur disergap Belanda di suatu pagi buta di pinggiran wilayah dukuh Genukwatu (sekarang Purwantoro) walaupun keadaan pada saat itu sedang gencatan senjata. Seminggu sebelumnya, salah seorang kawan akrabnya yang turut mencetuskan 'osob kera ngalam' yaitu Wasito juga gugur dalam pertempuran di Gandongan (Pandanwangi) sekarang. Saat ini keduanya telah disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Suropati

Sayangnya, sekarang ini makin sedikit kaum muda Ngalam yang mempraktikkan penggunaan boso walikan sehari-hari. Bagaimanapun, boso walikan merupakan ciri khas budaya Malang yang perlu dilestarikan.[4]

Kosakata khas Walikan[5]

sunting

Nama Daerah:

Kata Umum:

  • adapes = sepeda
    • adapes rotom = sepeda motor
    • libom = mobil
  • anamid = dimana
    • aranjep = penjara
    • disjam = masjid
    • hamur = rumah
    • halokes = sekolah
    • hasardam = madrasah
    • hailuk = kuliah
    • rasap = pasar
  • aranet = tentara
    • silup/silop/isilup/isilop = polisi
    • ngonceb = bencong (Indonesia: waria)
    • nolab = balon/pelacur
    • ledom = model
  • asaib = biasa
  • asrob = minum
  • nakam = makan
  • ayahab = bahaya
  • ayas = saya
    • umak = kamu
    • okir = riko/rika (Indonesia: kamu)
  • genaro = orang
    • kera = arek (Jawa standar: bocah)
    • kera licek = arek cilik (Indonesia bocah kecil/anak kecil)
    • nganal = lanang (Indonesia: laki-laki/pria)
    • kodew = wedok (Jawa standar: wadon, Indonesia: perempuan/wanita)
    • ebes = bapak, panggilan hormat tidak formal
    • memes/emes = ibu, panggilan hormat tidak formal
    • sam = mas, paggilan untuk laki-laki  
  • hamur = rumah
  • ibar = rabi (Indonesia: menikah/kawin)
    • ojob = bojo (Indonesia: suami/istri/pacar)
    • ngojob = pacaran
    • oromawut = morotuo (Indonesia: mertua)
  • idrek = kerdi (singkatan dari KERja roDI) *saat ini dimaknai umum sebagai kerja
  • kadit = tidak
    • kadit itreng = tidak tahu
  • komes = semok (Indonesia: seksi)
    • sinam = manis (cantik)
  • kunam = manuk (Indonesia: burung)
  • ladub = budal (Indonesia: berangkat)
    • helom = moleh (Indonesia: pulang)
    • ngalup = pulang (Indonesia: pulang)
    • oket = teko (Indonesia: datang)
    • kelab = balek (Indoneia: kembali)
    • kelab henam = balek maneh (Indonesia: kembali lagi)
  • lokop/lukup = pukul
  • nayamul = lumayan
  • nendes kombet = senden tembok (Indonesia: bersandar di dinding)
  • nganem = menang
    • halak = kalah
  • ngarambes = sembarang (Indonesia : terserah)
  • nuwus = suwun (Indonesia: terimakasih)
  • ojir = uang
  • ongis = singo (Indonesia: Singa)
    • ongis nade : singo edan
  • osob = boso (Indonesia: bahasa)
    • osob kiwalan = boso walikan
    • kowal kawil = wolak walik
  • oyi/ojrit = iyo (Indonesia: ya)
  • rayab = bayar
  • dirayabi = dibayari
  • tahes = sehat
  • ublem = mlebu (Indonesia: masuk)
    • utem = metu (Indonesia: keluar)
  • uklam-uklam = mlaku-mlaku (Indonesia: jalan-jalan)
    • uklam tahes = jalan sehat
  • ulales = selalu
  • utapes = sepatu
  • woles = selow/slow (Indonesia: pelan-pelan/santai)

Contoh kalimat

sunting

Wah lek ngene, ayas kadit unyap ojir. Lha adapes-adapes rotom iku padha kadit rayab blas lek parkir nang kene.
Romanisasi: Wah lek ngene, saya tidak punya ojir(kata lain uang). Lha sepeda-sepeda motor iku padha tidak bayar blas lek parkir nang kene.
Terjemahan: Wah, kalau begini, aku tidak punya uang. Lha sepeda-sepeda motor itu kalau parkir di sini tidak ada yang bayar.

Rujukan

sunting
  1. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Dialek Malang-Pasuruan". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. ; ;
  2. ^ Rachmawaty, Iin (2012). "Lawikan Kera Ngalam di Tengah Arus Globalisasi". Jurnal Lakon. 1 (1): 98–104. doi:10.20473/lakon.v1i1.1922.
  3. ^ Hanggoro, Wahyu Puji (2016-01-01). "Bahasa Walikan Sebagai Identitas Arek Malang". Etnografi. 16 (1): 23–30. ISSN 1411-7258. Diarsipkan dari asli tanggal 2018-10-26. Diakses tanggal 2018-04-14.
  4. ^ http://halomalang.com/serba-serbi/ngalamers-harus-tahu-sejarah-boso-walikan. Diakses 19 April 2014
  5. ^ "Osob Kiwalan atau Bahasa Walikan". 1001indonesia.net. Diakses tanggal 2021-12-17.

Pranala luar

sunting