Kerajaan Singasari

kerajaan di Asia Tenggara
(Dialihkan dari Singhasari)

Kerajaan Singasari (Jawa: ꦱꦶꦁ​ꦲꦱꦫꦶ, translit. Siŋhasāri) atau Kerajaan Tumapel, adalah sebuah kerajaan Hindu-Buddha yang terdapat di Jawa Timur, antara tahun 12221292 yang didirikan oleh Sri Ranggah Rajasa atau biasa disebut Ken Arok. Sejarah kerajaan ini terkait erat dengan sosok Ken Angrok (1222–1227) yang merupakan pendiri Wangsa Rajasa sekaligus kerajaan Tumapel. Lokasi pusat kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.

Kerajaan Singhasāri

1222–1292
Perkembangan Kerajaan Singhasari pada masa pemerintahan Kertanagara.
Perkembangan Kerajaan Singhasari pada masa pemerintahan Kertanagara.
Ibu kotaKutaraja kemudian berganti nama Singhasari
Bahasa yang umum digunakanJawa Kuno, Sanskerta
Agama
Hindu dan Buddha, Animisme, Siwa-Buddha, Tantra Bhairawa
PemerintahanMonarki
Sri/Raja 
• 1222–1227
Ken Arok
• 1227–1248
Anusapati
• 1248–1268
Wisnuwardhana
• 1268–1292
Kertanegara
Sejarah 
• Awal berdiri oleh Pemberontakan Ken Arok
1222
1275–1286
• Ekspedisi Pabali
1282–1284
• Runtuh oleh pemberontakan Jayakatwang dari Gelanggelang
1292
Mata uangKoin emas dan perak
Didahului oleh
Digantikan oleh
krjKerajaan
Kadiri
krjKerajaan
Majapahit
Sekarang bagian dari Indonesia

 Malaysia

 Singapura
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Arca Prajnaparamita ditemukan dekat candi Singosari dipercaya sebagai arca perwujudan Ken Dedes (koleksi Museum Nasional Indonesia). Keindahan arca ini mencerminkan kehalusan seni budaya Singhasari.

Nama Kerajaan sunting

Berdasarkan pada keterangan dalam prasasti Kudadu (1294 M), nama resmi dari kerajaan Singhasari adalah kerajaan Tumapel. Nama Tumapel juga muncul di dalam berita Tiongkok dari Dinasti Yuan yang menyebut Tumapel dengan ejaan Tu-ma-pan. Kakawin Nagarakretagama (1365 M) memperjelas jika sesungguhnya ibu kota Tumapel bernama Kutaraja ketika pertama kali didirikan tahun 1222.[1]

Pada tahun 1253, raja Wisnuwardhana kemudian mengganti nama ibu kota kerajaan menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota dikemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Inilah yang membuat kerajaan Tumapel juga lebih dikenal dengan nama Singasari.[2]

Pendirian Kerajaan sunting

Kitab Pararaton menyebut Tumapel awalnya adalah sebuah daerah bawahan kerajaan Kadiri. Adapun yang menjabat sebagai "akuwu" (setara camat) Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung. Dia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri, yaitu Ken Angrok, Ken Arok kemudian mengangkat dirinya menjadi akuwu Tumapel dan selanjutnya setelah beberapa peristiwa ia juga akan menjadi seorang raja pertama Tumapel dengan bergelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi.

Ken Angrok sesudah membunuh Tunggul Ametung lantas menikahi janda dari Tunggul Ametung yang saat itu sedang mengandung, yaitu Ken Dedes. Anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung ini dikemudian diberi nama Anusapati. Selain beristrikan Ken Dedes, Ken Angrok mempunyai satu istri lagi bernama Ken Umang yang kelak melahirkan anak laki-laki bernama Tohjaya.

Ketika berkuasa, Ken Angrok berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kadiri. Pada 1221, terjadi perseteruan antara Kertajaya, raja Kerajaan Panjalu, dengan kaum brahmana. Para brahmana lantas menggabungkan diri dengan Ken Angrok. Puncak peperangan melawan Kadiri lantas pecah di Desa Ganter pada 1222 yang dimenangkan oleh pihak Tumapel.

Kakawin Nagarakretagama juga turut menyebut tahun yang sama untuk pendirian kerajaan Tumapel, tetapi tidak menyebutkan adanya nama Ken Angrok. Dalam naskah itu, pendiri Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra, sosok yang berhasil mengalahkan Kertajaya, raja Kadiri.

Pada 1253, Wisnuwardhana kemudian mengangkat putranya yang bernama Kertanagara sebagai yuwaraja (putra mahkota) dan mengganti nama ibu kota kerajaan menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Inilah yang membuat kerajaan Tumapel lebih dikenal dengan nama Kerajaan Singhasari.

Penemuan prasasti Mula Malurung di sisi lain memberikan pandangan yang berbeda dengan versi Pararaton, yang selama ini dikenal mengenai sejarah Tumapel. Prasasti yang dikeluarkan Kertanagara tahun 1255 atas perintah Wisnuwardhana itu menyebutkan jika Tumapel didirikan oleh "Rajasa" yang dijuluki "Batara Siwa", setelah menaklukkan Kerajaan Kadiri. Nama ini kemungkinan adalah gelar anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri Tumapel itu dipuja sebagai Siwa. Selain itu, Pararaton juga menyebutkan bahwa Ken Angrok lebih dulu menggunakan julukan Batara Siwa sebelum maju dalam perang melawan Kadiri.

Prasasti itu juga menyatakan jika kerajaan kemudian terpecah menjadi dua sepeninggal Ken Angrok, yaitu Tumapel yang dipimpin oleh Anusapati dan Kadiri yang dipimpin oleh Mahesa Wong Ateleng alias Batara Parameswara. Parameswara digantikan oleh Guningbhaya, kemudian Tohjaya. Sementara itu, Anusapati digantikan oleh Seminingrat yang bergelar Wisnuwardhana. Prasasti itu juga menyebutkan bahwa Tumapel dan Kadiri dipersatukan kembali oleh Seminingrat. Kadiri kemudian menjadi kerajaan bawahan yang dipimpin oleh putranya, yaitu Kertanagara.

Lebih lanjut, prasasti ini menyatakan Tohjaya sebagai raja Kadiri, bukan raja Tumapel. Hal ini memperkuat kebenaran berita dalam Nagarakretagama yang tidak menyebut Tohjaya sebagai raja di Tumapel. Selain itu, pemberitaan dalam Nagarakretagama yang menyebut Kertanagara naik takhta tahun 1254 juga dapat diperdebatkan. Kemungkinannya adalah Kertanagara menjadi raja muda di Kadiri terlebih dahulu, kemudian barulah pada 1268 dia bertakhta di Singasari.

Silsilah Dinasti Rajasa sunting

 
Akuwu Tumapel
 
 
 
Mpu Purwanatha
 
 
 
Dinasti
Rajasa
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tunggul Ametung
 
 
 
Ken Dedes
 
 
 
Ken Arok
 
 
 
Ken Umang
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Anusapati
 
 
 
Mahisa Wonga Teleng
 
 
 
Tohjaya
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Wisnuwardhana
 
 
 
Mahisa Campaka
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Kertanegara
 
 
 
Dyah Lembu Tal
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Gayatri
 
 
 
Raden Wijaya


 
Silsilah Wangsa Rajasa dari sumber prasasti dan naskah kepujanggaan.
 
Silsilah Wangsa Rajasa, keluarga penguasa Singhasari dan Majapahit. Penguasa ditandai dengan blok warna dalam gambar ini.[3]

Ada dua versi dalam mengidentifikasi sejarah Tumapel atau Singhasari, yaitu Pararaton dan Kakawin Nagarakretagama. Perbedaan ini meliputi daftar Wangsa Rajasa yang berkuasa dan angka tahunnya. Wangsa Rajasa sendiri adalah keluarga yang berkuasa di Kerajaan Singhasari dan Majapahit pada kurun abad ke-13 sampai ke-15. Wangsa ini didirikan oleh Ken Angrok pada awal abad ke-13 berdasarkan gelar yang didapatkannya, yaitu "Rajasa". Keluarga kerajaan ini menjadi penguasa Singhasari dan berlanjut hingga Kerajaan Majapahit.

Versi Pararaton sunting

Dikisahkan dalam Pararaton, Anusapati yang merupakan putra Tunggul Ametung dan Ken Dedes ingin membalas dendam terhadap Ken Arok yang telah membunuh ayahnya. Pada 1247, Ken Arok mati di tangan Anusapati yang kemudian berkuasa di Tumapel. Namun, pada 1249 Anusapati tewas dihabisi oleh Tohjaya yang tidak lain adalah anak Ken Arok dari Ken Umang.

Tohjaya naik singgasana sebagai raja Tumapel setelah Anusapati tiada, tetapi takhtanya hanya berlangsung singkat. Pada 1250, pemerintahannya digulingkan oleh pasukan khusus yang dihimpun oleh Ranggawuni atau yang nantinya dikenal sebagai Wisnuwardhana. Wisnuwardhana adalah anak dari Anusapati yang melanjutkan lingkaran dendam dalam takhta Kerajaan Singasari. Wisnuwardhana lantas dinobatkan sebagai raja selanjutnya hingga mewariskan kekuasaan kepada putranya yang bernama Kertanagara.

Berikut daftar raja Tumapel menurut versi Pararaton.

  1. Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi (1222–1247);
  2. Anusapati (1247–1249);
  3. Tohjaya (1249–1250);
  4. Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250–1272);
  5. Kertanagara (1272–1292).

Versi Kakawin Nagarakretagama sunting

Sementara itu, Nagarakretagama tidak menyebut sosok Tunggul Ametung, Ken Angrok, Ken Dedes, Ken Umang, dan Tohjaya maupun pembunuhan di antara penguasa Tumapel. Hal ini dapat dimaklumi karena kitab tersebut berisi pujian untuk Hayam Wuruk, raja Majapahit. Peristiwa berdarah yang menimpa leluhurnya itu dianggap sebagai aib. Namun demikian, dapat diketahui hanya Wisnuwardhana dan Kertanagara saja yang didapati menerbitkan prasasti sebagai bukti kesejarahan mereka.

Menurut Nagarakretagama, penguasa Tumapel yang mengalahkan Kadiri adalah Sri Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra. Rangga Rajasa memiliki putra bernama Anusapati, yang kemudian bertakhta di Tumapel dengan gelar Batara Anusapati. Anusapati digantikan oleh putranya yang bernama Wisnuwardhana pada 1248 dan memerintah hingga 1254. Selanjutnya, raja terakhir Tumapel adalah Kertanagara, putra Wisnuwardhana, yang memimpin hingga meninggal pada 1292. Kematian Kertanegara oleh Jayakatwang bupati Gelanggelang sekaligus mengakhiri riwayat kerajaan ini.

Berikut daftar raja Tumapel menurut versi Nagarakretagama.

  1. Sri Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra (1222–1227);
  2. Anusapati (1227–1248);
  3. Wisnuwardhana (1248–1254);
  4. Kertanagara (1254–1292).

Diagram silsilah di samping ini adalah urutan penguasa dari Wangsa Rajasa yang bersumber dari Pararaton maupun prasasti dan naskah kepujanggaan.

Pemerintahan bersama sunting

Pararaton dan Nagarakretagama menyebutkan adanya pemerintahan bersama antara Wisnuwardhana dan Narasingamurti. Dalam Pararaton disebutkan nama asli Narasingamurti adalah Mahisa Campaka.

Apabila kisah kudeta berdarah dalam Pararaton benar-benar terjadi, maka dapat dipahami maksud dari pemerintahan bersama ini adalah suatu upaya penggabungan atau rekonsiliasi antara Tumapel dan Kadiri yang awalnya terpecah. Wisnuwardhana penguasa Tumapel yang merupakan cucu Tunggul Ametung - Ken Dedes, sedangkan Narasingamurti penguasa Kadiri adalah cucu Ken Arok - Ken Dedes.

Masa Kejayaan sunting

Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Kerajaan Tumapel (1272 - 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa.

Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Melayu. Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti Arca Amoghapasa dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.[4]

Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali.

Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Tumapel meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Tumapel di luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Kerajaan Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.[5]

... 2. Samankana nikaɳ digantara padanabhaya mark i jöɳ nareçwara, ikaɳ sa- (110b) kahawat/ pahaɳ sakahawat malayu pada manunkul adara, muwah sakahawat gurun sakahawat/ bakulapura manaçrayomark, ndatan linen i sunda len/ madura pan satanah i yawa bhakti tan salah. ...

... 2. Begitulah dari empat penjuru orang lari berlindung dibawah Baginda. Seluruh Pahang, segenap Melayu tunduk menekur dihadapan beliau. Seluruh Gurun, segenap Bakulapura lari mencari perlindungan. Sunda Madura tak perlu dikatakan, sebab sudah terang setanah Jawa. ...
— (Kakawin Nagarakretagama, Pupuh 42).

Wilayah kerajaan Tumapel juga meliputi Mojokerto jauh sebelum Majapahit berdiri. Kekuasaan Tumapel di Mojokerto salah satunya dibuktikan dengan Prasasti Gondang. Prasasti Gondang adalah sebuah prasasti in-situ (masih ditempat asli) peninggalan Kerajaan Tumapel yang baru ditemukan pada tahun 2017 silam di tengah persawahan di Dusun Rejoso, Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Prasasti tersebut ditemui oleh warga setempat dan terdapat bacaan dalam bahasa Jawa Kuno yang bertuliskan tahun 1197 saka atau 1275 masehi.[6] Berdasarkan angka tahunnya, prasasti ini dibuat pada masa kekuasaan Raja Kertanegara. Prasasti ini menandakan wilayah yang masuk dalam kekuasaan Singasari yaitu Gresik, Surabaya, Sidoarjo, sampai Mojokerto sebelum berdirinya Kerajaan Majapahit.

Keruntuhan sunting

 
Candi Singhasari dibangun sebagai tempat pemuliaan Kertanegara, raja terakhir Singhasari.

Kerajaan Singhasari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa, akhirnya membuat pertahanan di dalam kerajaan menjadi lemah.

Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang bupati Gelanggelang, yang merupakan ipar dan sekaligus besan dari Kertanagara sendiri, karena ingin membalas dendam terhadap Wangsa Rajasa yang telah merebut kekuasaan dari kerajaan Kediri, serta membunuh keluarga dan leluhurnya. Pemberontakan ini menyebabkan kematian Kertanegara dan runtuhnya kerajaan Tumapel.

Setelah runtuhnya Tumapel, Jayakatwang mengangkat dirinya menjadi raja dan membangun kembali Kerajaan Kediri dengan ibukota di Daha. Riwayat Kerajaan Tumapel pun berakhir.

Hubungan dengan Majapahit sunting

Pararaton, Nagarakretagama, dan prasasti Kudadu mengisahkan Raden Wijaya cucu Narasingamurti yang menjadi menantu Kertanagara lolos dari maut. Berkat bantuan Aria Wiraraja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit.

Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese untuk menaklukkan Jawa. Mereka dimanfaatkan Raden Wijaya untuk mengalahkan Jayakatwang di Kerajaan Kadiri. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa.

Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan Tumapel, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.

Daftar Pejabat sunting

Daftar Raja-raja sunting

No. Maharaja Mulai Jabatan Akhir Jabatan Jabatan
Sebelumnya
Termuat Dalam
1. Ranggah Rajasa 1222 1227 Adipati Tumapel Negarakertagama
2. Anusapati 1227 1248 Prasasti Mula Malurung, Negarakertagama
3. Wisnuwardhana dan Mahisa Campaka 1248 1268 *Pararaton, *Negarakertagama, *Prasasti Mula Malurung
4. Kertanegara 1268 1292 Adipati Daha *Prasasti Mula Malurung, *Prasasti Padang Roco, *Prasasti Wurare

Sumber[7][8]

Daftar Pembantu Pemerintah Pusat sunting

No. Nama Jabatan Jabatan
Sebelumnya
Termuat Dalam
1. Arya Wiraraja Adipati Songennep

(Sekarang Sumenep, Madura)

Demung Kidung Harsawijaya
2. Mpu Raganata Adhyaksa Tumapel Perdana Menteri Kidung Harsawijaya
3. Mahisa Anabrang Laksamana Pararaton, Negarakertagama, Kidung Harsawijaya
4. Mpu Wirakreti Mantri Angabhaya Tumenggung Kidung Harsawijaya
5. Mpu Sentasmreti Pujangga Istana Kidung Harsawijaya
6. Kebo Anengah & Panji Angragani Perdana Menteri & Wakilnya Pararaton, Negarakertagama, Kidung Harsawijaya
7. Mapanji Pati-Pati Dharmmadyaksa Kasaiwan Prasasti Mula Malurung
8. Mapanji Singharsa Sang Ramapati (Juru Bicara) Prasasti Mula Malurung

Sumber[9]

Daftar Adipati sunting

No. Nama Jabatan Jabatan
Sebelumnya
Termuat Dalam
1. Arya Wiraraja Adipati Songennep
(Sekarang Sumenep, Madura)
Demung Kidung Harsawijaya
2. Jayakatwang Adipati Gelang-gelang
(Sekarang Madiun)
Pararaton, Prasasti Mula Malurung
3. Dyah Wijaya Adipati Janggala
(Sekarang Sidoarjo)
Prasasti Mula Malurung

Sumber[10]

Saat Menjadi bawahan Majapahit sunting

Setelah kerajaan Tumapel runtuh, status Tumapel berubah menjadi negeri bawahan dari kerajaan Majapahit yang paling utama. Penguasa Tumapel atau raja bawahan yang memimpin wilayah ini bergelar sebagai Bhre Tumapel[11][12][13]

Bhre Tumapel yang pernah menjabat ialah :

  1. Kertawardhana Dyah Cakradara (1328-1386)
  2. Manggalawardhana (1389-1427)
  3. Kertawijaya (1429-1447)
  4. Suraprabhawa (1447-1466)[14]

Warisan Budaya sunting

Arca sunting

Candi sunting

Prasasti sunting

Kutipan sunting

  1. ^ Komandoko, Gamal (2010). Ensiklopedia Pelajar dan Umum. Pustaka Widyatama. ISBN 9789796103713. 
  2. ^ Anshoriy,Ch, HM Nasruddin (2008-01-01). Neo Patriotisme ; Etika Kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa. Lkis Pelangi Aksara. ISBN 9789791283670. 
  3. ^ Bullough, Nigel (1995). Historic East Java: Remains in Stone. Jakarta: ADLine Communications. hlm. 116–117. 
  4. ^ Reichle, Natasha (2007). Violence and Serenity: Late Buddhist Sculpture from Indonesia (dalam bahasa Inggris). University of Hawaii Press. hlm. 120. doi:10.1515/9780824865474. ISBN 978-0-8248-6547-4. § The Sumatran Image of Amoghapāśa. [...]. It is known from the Nāgarakṛtāgama that eleven years earlier Kṛtanagara had sent a military force to Malāyu. Kṛtanagara was victorious, and, according to the text, “[t]he whole territories of Pahang and Malāyu bowed humbly before him.” 
  5. ^ http://www.spaetmittelalter.uni-hamburg.de/java-history/JavaNK/Java1365.Nagara-Kertagama.Canto.38.3-49.html
  6. ^ Budianto, Enggran Eko (05 Jun 2020). "Prasasti Gondang, Bukti Kekuasaan Kerajaan Singasari di Mojokerto". detikcom. 
  7. ^ "Kitab Pararaton (terjemahan)". majapahitprana.blogspot.com. Diakses tanggal 19 Desember 2021. 
  8. ^ "Terjemahan Lengkap Naskah Manuskrip Nagarakretagama". historynote.wordpress.com. hlm. Pupuh 5 dan 6. Diakses tanggal 19 Desember 2021. 
  9. ^ Mulyana, Slamet (2006). Tafsir sejarah nagarakretagama (dalam bahasa Indonesia). PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 71 – 90. ISBN 978-979-2552-546. 
  10. ^ Teguh Asmar & Nuriah. 1985. PRASASTI KOLEKSI MUSEUM NASIONAL JILID I. Jakarta: Museum Nasional
  11. ^ "Kitab Pararaton (terjemahan)". majapahitprana.blogspot.com. Diakses tanggal 19 Desember 2021. 
  12. ^ "Terjemahan Lengkap Naskah Manuskrip Nagarakretagama". historynote.wordpress.com. hlm. Pupuh 5 dan 6. Diakses tanggal 19 Desember 2021. 
  13. ^ "Silsilah Lengkap Pararaja Majapahit Versi Siwi Sang". siwisang.wordpress.com. Diakses tanggal 17 Juli 2022. 
  14. ^ "Tokoh Majapahit Paling Berpengaruh dalam Prasasti Waringin Pitu 1447 M". kompasiana.com. Diakses tanggal 17 Juli 2022. 

Referensi sunting

  • Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
  • R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
  • Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
  • Vlekke, Bernard H.M. Nusantara. Jakarta:KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Pranala luar sunting

Didahului oleh:
Kadiri
Kerajaan Hindu-Budha
1222–1292
Diteruskan oleh:
Majapahit