Hujjah

(Dialihkan dari Hujja)

Hujjah atau hujjat (Arab: الحجة, translit: al-ḥujjah) adalah istilah yang banyak digunakan di dalam Al-Qur'an dan literatur Islam yang bermakna "tanda, bukti, dalil, alasan," atau "argumentasi". Sehingga kata kerja berhujjah diartikan sebagai "memberikan alasan-alasan". Kadang kala kata hujjah disinonimkan dengan kata burhan,[1] yaitu argumentasi yang valid, sehingga dihasilkan kesimpulan yang dapat diyakini dan dipertanggungjawabkan akan kebenarannya.

Pengertian sunting

Hujjah dalam bahasa artinya keterangan, alasan, bukti, tanda, dalil, atau argumentasi. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an:

Katakanlah: “Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya."

Dari pengertian seperti itulah hujjah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu hujjah naqliyyah dan hujjah ‘aqliyyah.

Klasifikasi sunting

Hujjah naqliyyah sunting

Hujjah naqliyyah adalah suatu keterangan, bukti, alasan, atau argumentasi yang diambil (dinukil) dari firman Allah (Al-Qur'an) dan sunnah rasul-Nya (Hadis) serta sunnah para sahabatnya (yaitu Khulafaur Rasyidin[2]) dan ijma' mereka.

Hujjah ‘aqliyyah sunting

Hujjah ‘aqliyyah adalah keterangan, alasan, bukti, atau argumentasi yang berdasarkan pada hasil pemikiran manusia secara logis dan sistematis. Berfikir seperti inilah yang kemudian menjadikan sebuah metode pengembangan ilmu sebagai salah satu bukti akan berkembangnya konsep epistimologi dalam Islam.

Hal ini dapat dapat dibuktikan dengan cara memperlihatkan bagaimana ilmu itu diturunkan kepada orang, dan untuk menjawab pertanyaan ini tidak bisa dengan hanya melakukan observasi dan eksperimen saja, sebab untuk memulai progam pengkajian, diperlukanlah hipotesis dan untuk bisa sampai pada jumlah hipotesis diperlukanlah adanya proses berfikir dan berimajinasi yang intens, sehingga dari hipotesis tersebut dapat dilakukan observasi dan eksperimen untuk kemudian mendapatkan suatu hasil penelitian atau penemuan-penemuan sekalipun hasil akhirnya masih sangat terbatas.

Penegakan sunting

Itmamul hujjah merupakan sebuah klarifikasi kebenaran dalam bentuk ultimatum akhir yang digunakan untuk menentukan status seseorang. Ini adalah sebuah konsep dalam Islam yang menunjukkan bahwa kebenaran (ajaran agama) telah sepenuhnya dijelaskan oleh Rasulullah dan telah tersampaikan (tersedia) bagi setiap orang sehingga dianggap tidak memiliki alasan untuk menyangkalnya.

Sebagai gelar sunting

Hujjah juga digunakan sebagai gelar Islami, Hujjatul Islam[3] atau Al-Hujjah, yang di antara maknanya "Pembela Islam, diberikan kepada ulama yang berjasa mempertahankan prinsip-prinsip kebenaran Islam dengan argumen yang sulit dipatahkan oleh lawan." atau "Orang yang hapal tiga ratus ribu hadist berserta sanadnya". Umumnya yang digelari dengan ini seperti adalah para imam besar seperti Imam Imam Syafi'i, Imam Ahmad, Ibnul Qayyim,[4] dan lain-lain.

Derivasi sunting

Dari kata hujjah inilah diserap kata hujat ke dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia lebih memiliki makna peyoratif yaitu berarti caci, cela, atau fitnah.[5]

Rujukan sunting

  1. ^ Seperti pada terjemahan Al-Qur'an bahasa Indonesia untuk Surah ke-21 Al-Anbiya: 24 "...Kul hatu burhana-kum..." artinya "...Katakanlah: "Unjukkanlah hujjahmu!.." http://quran.com/21/24
  2. ^ Penggabungan sunnah Khulafa al-Rosyidin ke dalan hujjah naqliyyah itu berdasarkan hadits “Berpeganglah dengan sunnahku dan sunnah khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk”. (HR. Abu Dawud, Turmudzi dan Ibn Hatim dari ayahnya). Juga hadits: “Maka hendaklah kamu berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah al-khulafa al-rasyidin sesudah aku”. (HR. Ahmad bin Hanbal).
  3. ^ http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/01/27/lyg2le-hujjatul-islam-sang-pembela-islam
  4. ^ http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/01/26/lye9lw-hujjatul-islam-ibnu-qayyim-aljauziyah-2habis
  5. ^ https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/hujat