Batuan beku

batuan yang terbentuk akibat pendinginan dan pembekuan magma atau lava

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.

Sebaran provinsi-provinsi geologi di dunia
Singkapan batuan beku vulkanik, Sukabumi, Indonesia.

Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947), Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500–2.500 °C dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan terlarut yang bersifat volatil (air, karbon dioksida, klorin, fluorin, besi, belerang, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatil (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku.

Saat magma mengalami penurunan suhu dalam perjalanan naik ke permukaan bumi, mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan seri reaksi Bowen. Dalam mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu untuk mengetahui karakteristik batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan beku.

Signifikansi geologi sunting

Batuan beku dan metamorf membentuk sekira 90–95% volume bagian atas kerak bumi atau sedalam 15 km.[1]

Batuan beku penting secara geologi karena:

  • Mineral-mineral dan kimia globalnya memberikan informasi tentang komposisi dari mantel, di mana batuan beku tersebut ter-ekstraksi, serta temperatur dan tekanan yang memungkinkan terjadinya ekstraksi ini, dan atau batuan asal yang mencair.
  • Umur absolut dapat diperoleh dengan berbagai jenis penanggalan radiometrik dengan demikian dapat dibandingkan dengan strata geologi yang berdekatan, sehingga urutan waktu kejadian dapat ditentukan.
  • Fitur-fitur mereka merupakan karakteristik lingkungan-lingkungan tektonik tertentu, sehingga memungkinkan rekonstruksi tektonik (lihat tektonika lempeng).
  • Di beberapa situasi tertentu, batuan beku merupakan tempat keberadaan endapan bijih: Seperti contoh, tungsten, timah, dan uranium biasanya diasosiasikan dengan granit dan diorit, sedangkan bijih kromium dan platinum biasanya diasosiasikan dengan gabro.

Morfologi dan setting sunting

Dalam hal keterbentukannya, batuan beku dibagi menjadi tiga: intrusif (plutonik), ekstrusif (vulkanik), dan hipabisal.

Intrusif sunting

 
Pembentukan batuan beku
 
Granit, salah satu batuan beku intrusif (Laboratorium Petromine, Universitas Padjadjaran)

Batuan beku intrusif adalah batuan beku yang membeku dan membatu di bawah permukaan atau di dalam kerak bumi, dikelilingi oleh batuan asal (biasa disebut country rock). Magma mendingin secara perlahan, dan sebagai hasilnya, batuan beku ini berbutir kasar.[2] Butiran mineral di batuan ini dapat dengan mudah diidentifikasi dengan mata telanjang.Batuan intrusi juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan bentuk dan ukuran tubuh intrusi dan hubungannya dengan formasi lain yang diintrusinya. Formasi intrusi yang khas adalah batolit, stok, lakolit, sill dan dike. Ketika magma membeku di dalam kerak bumi, magma mendingin perlahan membentuk batuan bertekstur kasar, seperti granit, gabro, atau diorit.

Lubang inti dari pegunungan utama terdiri dari batuan beku intrusif, biasanya granit. Ketika terkena oleh erosi, inti atau core tersebut (disebut batolit) dapat menempati area besar dari permukaan bumi.

Batuan beku intrusif Berbutir kasaryang terbentuk pada kedalaman di dalam kerak yang disebut sebagai abisal; batuan beku intrusif yang terbentuk di dekat permukaan F 121 18 088 yang disebut hipabisal.

Ekstrusif sunting

Batuan beku ekstrusif, juga dikenal sebagai batuan vulkanik, terbentuk di permukaan kerak sebagai akibat dari pencairan sebagian batuan dalam mantel dan kerak. Batuan beku ekstrusif dingin dan mengeras lebih cepat daripada batuan beku intrusif. Mereka dibentuk oleh pendinginan magma cair di permukaan bumi. Magma, yang dibawa ke permukaan melalui celah atau letusan gunung berapi, membeku pada tingkat yang lebih cepat. Oleh karena batu batuan jenis ini halus, kristalin dan berbutir halus. Basalt adalah batuan beku ekstrusif umum dan membentuk aliran lava (lava flow), lembar lava (sheeting lava) dan dataran tinggi lava (Lava plateau). Beberapa jenis basalt membantu membentuk kolom poligonal lama. Giant's Causeway di Antrim, Irlandia Utara adalah salah satu contohnya.

Batuan cair, dengan atau tanpa kristal ditangguhkan dan gelembung gas, disebut magma. magma naik keatas karena densitas yang lebih rendah dibanding batuan yang mereka ciptakan. Ketika magma mencapai permukaan dari bawah air atau udara, magma disebut lava. Letusan gunung berapi ke udara yang disebut subaerial, sedangkan yang terjadi di bawah laut yang disebut submarin. black smokers dan pematang tengah samudera merupakan contoh dari aktivitas gunung berapi bawah laut.

 
Basalt, salah satu jenis batuan beku ekstrusif bertekstur columnar joint, di Skotlandia.

Volume batuan ekstrusif meletus setiap tahun oleh gunung berapi bervariasi sesuai dengan setting tektonik lempeng. Batuan ekstrusif diproduksi dalam proporsi sebagai berikut:[3]

Magma yang meletus dari sebuah gunung berapi berperilaku sesuai dengan viskositas, ditentukan oleh temperatur, komposisi, dan konten kristal. Magma suhu tinggi, yang sebagian besar komposisinya adalah basaltik, berperilaku dalam cara yang mirip dengan minyak tebal dan, ketika mendingin, seperti karamel. Aliran basalt yang panjang dan tipis dengan permukaan pahoehoe sangat umum terbentuk pada magma jenis ini. Komposisi intermediet magma, seperti andesit, cenderung membentuk cerobong kerucut yang terdiri atas campuran abu, tuf dan lava, dan mungkin memiliki viskositas yang sama dengan molase tebal dan dingin atau bahkan karet saat meletus. Magma felsik, seperti riolit, biasanya meletus pada suhu rendah dan 10.000 kali lebih kental dibandingkan basalt. Gunung berapi dengan magma riolitik umumnya meletus eksplosif, dan aliran lava riolitik biasanya terbatas dalam luasan dan memiliki lereng yang curam, karena magma yang begitu kental.

Magma felsik dan menengah yang meletus sering terjadi secara merusak, dengan ledakan didorong oleh dikeluarkannya gas terlarut-biasanya uap air, juga karbon dioksida. Material piroklastik yang meletus secara eksplosif disebut tefra dan termasuk tuf, aglomerat dan Ignimbrit. Abu vulkanik halus juga meletus dan membentuk deposit abu tuf yang sering dapat menutupi daerah yang luas.

Karena lava mendingin dan mengkristal dengan cepat, batuan ini berbutir halus. Jika pendinginan begitu cepat sehingga mencegah pembentukan bahkan kristal-kristal kecil setelah ekstrusi, batuan yang dihasilkan mungkin sebagian besar kaca/gelas (seperti batuan obsidian). Jika pendinginan lava terjadi lebih lambat, batuan akan kasar.

Karena mineralnya sebagian besar halus, jauh lebih sulit untuk membedakan antara berbagai jenis batuan beku ekstrusif dibandingkan antara berbagai jenis batuan beku intrusif. Umumnya, konstituen mineral halus batuan beku ekstrusif hanya dapat ditentukan dengan pemeriksaan sayatan tipis dari batuan di bawah mikroskop polarisasi, sehingga hanya klasifikasi perkiraan yang dapat dibuat di lapangan.

Hipabisal sunting

Batuan beku hipabisal terbentuk pada kedalaman di antara batuan plutonik dan vulkanik. Batuan ini terbentuk karena pendinginan dan pembekuan yang dihasilkan dari naiknya magma di bawah permukaan bumi. Batuan hipabisal kurang umum dibandingkan batuan plutonik atau vulkanik dan sering membentuk dike, sill, lakolit, lopolit atau pakolit.

Tekstur sunting

Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan.

Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal yang penting, yaitu:

Kristalinitas sunting

Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf.

Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:

  • Holokristalin, yaitu batuan beku di mana semuanya tersusun oleh kristal. Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
  • Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
  • Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.

Granularitas sunting

Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:

Fanerik/fanerokristalin sunting

Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:

  • Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
  • Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1–5 mm.
  • Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5–30 mm.
  • Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.

Afanitik sunting

Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan dengan mata biasa sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisis mikroskopis dapat dibedakan:

  • Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
  • Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
  • Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.

Bentuk kristal sunting

Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:

  • Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
  • Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
  • Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.

Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:

  • Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
  • Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi yang lain.
  • Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi yang lain.
  • Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.

Hubungan antar kristal sunting

Hubungan antar kristal (relasi) didefinisikan sebagai hubungan antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua:

Equigranular sunting

Yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:

  • Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.
  • Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.
  • Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.

Inequigranular sunting

Yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain (yang lebih kecil) disebut massa dasar yang bisa berupa kristal atau gelas. Inequigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:

  • Faneroporfiritik, yaitu apabila kristal-kristal penyusun massa dasar dapat terlihat jelas dengan mata atau lup.
  • Porfiroafanitik, yaitu apabila kristal penyusun massa dasar tidak dapat terlihat dengan mata atau lup.

Struktur sunting

Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya:

  • Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.
  • Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:
  • Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.
  • Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur.
  • Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
  • Amigdaloidal, yaitu struktur di mana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
  • Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.
  • Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture) dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting joint (kekar berlembar).

Komposisi mineral sunting

Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, cukup dengan mempergunakan indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna, mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:[4]

Klasifikasi batuan beku sunting

Tabel di bawah merupakan klasifikasi batuan beku yang biasa dipakai di Indonesia.Untuk detail lebih lanjut lihat Diagram QAPF.

Komposisi
Keterjadian Felsik Intermediet Mafik Ultramafik
Intrusif Granit Diorit Gabro Peridotit
Extrusif Riolit Andesit Basal Komatit
Silikat penting pembentuk batuan
Felsic Intermediate Mafik Ultramafik
Berbutir kasar Granit Diorit Gabro Peridotit
Berbutir menengah Diabas
Berbutir halus Riolit Andesit Basal Komatit

Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya, kandungan SiO2, dan indeks warna. Dengan demikian dapat ditentukan nama batuan yang berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang sama, menurut dasar klasifikasinya.

Klasifikasi berdasarkan cara terjadinya sunting

Menurut Rosenbusch (1877–1976) batuan beku dibagi menjadi:

  • Effusive rock, untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan.
  • Dike rock, untuk batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.
  • Deep seated rock, untuk batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T. Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.

Klasifikasi berdasarkan kandungan SiO2 sunting

Menurut (C.L. Hugnes, 1962), yaitu:

  • Batuan beku asam, apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah riolit, granit dan dasit.
  • Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52%–66%. Contohnya adalah andesit dan diorit.
  • Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45%–52%. Contohnya adalah basalt dan gabro.
  • Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya adalah peridotit, dunit, dan komatiit.

Klasifikasi berdasarkan indeks warna sunting

Menurut ( S.J. Shand, 1943), yaitu:

  • Batuan leukokratik, apabila mengandung kurang dari 30% mineral mafik.
  • Batuan mesokratik, apabila mengandung 30%–60% mineral mafik.
  • Batuan melanokratik, apabila mengandung lebih dari 60% mineral mafik.

Sedangkan menurut S.J. Ellis (1948) juga membagi batuan beku berdasarkan indeks warnanya sebagai berikut:

  • Holofelsik, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.
  • Felsik, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
  • Mafelsik, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.
  • Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.

Pranala luar sunting

Referensi sunting

  1. ^ Prothero, Donald R.; Schwab, Fred (2004).Sedimentary geology: an introduction to sedimentary rocks and stratigraphy (2nd ed.). New York: Freeman. p. 12. ISBN 978-0-7167-3905-0.
  2. ^ "What are igneous rocks?". www.usgs.gov. Diakses tanggal 2021-01-25. 
  3. ^ Fisher, R. V. & Schmincke H.-U., (1984) Pyroclastic Rocks, Berlin, Springer-Verlag
  4. ^ Bell 2013, hlm. 99.

Daftar Pustaka sunting

Bell, F. G. (2013). Engineering In Rock Masses. Amsty: Elsevier. ISBN 9781483105192.