Batu

(Dialihkan dari Batuan)

Batu adalah benda alam yang tersusun atas kumpulan mineral penyusun kerak bumi yang menyatu secara padat maupun berserakan. Pembentukan batu merupakan hasil proses alam. Di dalam batu dapat terkandung satu atau beberapa jenis mineral.[1] Batu dapat terbentuk melalui proses kristalisasi magma, sedimentasi, maupun metamorfisme. Dari proses pembentukan tersebut, jenis batu dibedakan menjadi batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf.[2] Dalam bangunan batuan biasanya dipakai untuk membuat pondasi, kemampuan batu kali untuk menahan beban berat sangat diunggulkan sampai masa ini.

Batuan yang terletak di taman Garden of the Gods di Colorado Springs, Colorado, Amerika Serikat.

Jenis sunting

Batuan umumnya diklasifikasikan berdasarkan komposisi mineral dan kimia, dengan tekstur partikel unsur dan oleh proses yang membentuk mereka. Ciri-ciri ini mengklasifikasikan batuan menjadi beku, sedimen, dan metamorf. Mereka lebih diklasifikasikan berdasarkan ukuran partikel yang membentuk mereka. Transformasi dari satu jenis batuan ke batuan yang lain digambarkan oleh model geologi.

Pengkelasan ini dibuat dengan berdasarkan:

  1. Kandungan mineral yaitu jenis-jenis mineral yang terdapat di dalam batu ini.
  2. Tekstur batuan, yaitu ukuran dan bentuk hablur-hablur mineral di dalam batu.
  3. Struktur batuan, yaitu susunan hablur mineral di dalam batu.
  4. Proses pembentukan

Berdasarkan proses pembentukannya sunting

Batuan beku sunting

Batuan beku merupakan batuan yang terbentuk dari pendinginan lava yang kemudian membeku. Batuan beku dapat ditemukan di dalam perut bumi maupun di permukaan bumi.[3] Batuan beku dapat dibedakan menjadi batuan plutonik dan batuan vulkanik. Batuan plutonik terbentuk dari pendinginan magma di kerak bumi dan kristalisasi secara perlahan. Salah satu contoh batuan plutonik adalah granit. Batuan vulkanik terbentuk melalui pembekuan magma di permukaan bumi saat masih berbentuk lava. Contoh batuan vulkanik adalah batu apung dan basal.[4]

Batuan beku mengandung silikat dan gas yang berasal dari magma. Jumlah kristal magma yang terbentuk menjadi batuan beku dipengaruhi oleh lokasi pembekuan magma. Semakin mendekati permukaan bumi, jumlah kristal magma akan semakin sedikit. Perpindahan kristal magma dipengaruhi oleh arus konveksi yang menggerakkan magma ke rekahan, sesar, atau bidang pelapisan. Berkurangnya jumlah magma yang mengkristal di permukaan bumi terjadi karena cepatnya proses pendinginan. Batuan beku di permukaan bumi memiliki rekahan dan lubang-lubang gas sehingga lebih mudah lapuk. Porositas batuan beku relatif tinggi dan memiliki kandungan air tanah yang cukup banyak. Batuan beku umumnya berbentuk pejal, keras dan menyatu. Derajat pelapukan, frekuensi dan sifat-sifat rekahan menjadi penentu tingkat porositas dan kandungan air tanahnya. Selain itu, porositas dan kandungan air tanah dari batuan beku ditentukan oleh geologi regional khususnya zona sesar.[5]

Batuan sedimen sunting

 
Batuan di sepanjang sungai di dekat Orosí, Kosta Rika.

Batuan sedimen atau batuan endapan merupakan batuan yang terbentuk dari hasil sedimentasi bahan mineral yang telah mengalami erosi dan lapuk menjadi semen. Proses sedimentasi batuan sedimen terjadi pada suhu normal.[3] Di permukaan bumi, komposisi batuan sedimen meliputi 65% batu lempung, 20%-25% batu pasir dan 10%-15% batuan karbonat. Batu lempung dapat dibedakan menjadi batu lumpur, batu serpih, dan batu lanau. Sedangkan batu karbonat dapat dibedakan menjadi gamping dan batu kapur magnesian.[4]

Batuan metamorf sunting

Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk melalui perubahan metaformisme dari batuan beku atau batuan sedimen. Perubahan terjadi karena adanya pengaruh suhu tinggi.[3] Tekanan dan suhu yang mempengaruhi pembentukan batuan metamorf melebihi tekanan dan suhu pembentukan batuan beku dan batuan sedimen sehingga mampu mengubah mineral asal menjadi mineral lain.[4]

Batuan metamorf termasuk media pembawa air yang buruk. Tingkat pelapukannya menjadi penentu utama dari tingkat porositasnya. Selain itu, porositas batu metamorf ditentukan oleh pola, sifat dan frekuensi rekahan. Semakin dalam lokasi batuan metamorf, porositasnya semakin rendah.[6]

Penampakan sunting

 
Batuan lepasan yang dapat kita temui di pinggir sungai.

Batuan terdapat di dalam perut bumi maupun di permukaan bumi. Penampakan batuan sebagian besar berada di perut bumi dan hanya sedikit yang tampak di permukaan bumi. Batuan yang ada di perut bumi berukuran besar dan terhubung dengan perut bumi. Batuan yang ada di permukaan bumi memiliki ukuran yang beragam dan dapat diamati secara langsung. Kegiatan pembuatan jalan atau terowongan membuat batuan yang ada di permukaan bumi dapat berpindah ke tempat lain. Perpindahan batuan di permukaan bumi juga dapat terjadi karena adanya bantuan dari air, angin dan salju dan melalui proses pelapukan dan erosi.[7]

Siklus sunting

Batu jenis apapun dapat mengalami perubahan bentuk dari satu jenis batuan ke jenis batuan lainnya. Di dalam perut bumi, batu dapat meleleh karena memperoleh energi panas. Lelehan batu dapat membeku kembali dan membentuk batuan beku. Di permukaan bumi, pelapukan batu akan membuat batuan berpindah dan terendap sehingga membentuk batuan sedimen. Sedangkan batuan yang mengalami pemanasan dan penekanan suhu akan berubah menjadi batuan metamorf.[8]

Kegunaan sunting

Pertanian sunting

Unsur utama yang membentuk batu adalah mineral, sedangkan batuan merupakan bahan utama penyusun tanah. Dalam pertanian, tanah merupakan tempat pertumbuhan tanaman. Hal-hal mendasar yang perlu diketahui dalam pertanian yaitu pengetahuan secara rinci mengenai sifat-sifat tanah dan tanaman, khususnya pada bidang ilmu tanah. Sebagian besar permukaan bumi tersusun atas batuan sedimen yang merupakan batuan hasil daur ulang dari batuan lain yang pernah terbentuk sebelumnya. Batuan sedimen terbentuk melalui proses sedimentasi. Sedimentasi diawali dengan pelapukan batu secara mekanis maupun kimiawi. Hasil pelapukan kemudian mengalami pengangkutan dan pengendapan. Selama proses pelapukan, komponen penyusun batuan terpisah menjadi ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah mengalami proses eksogenik berikutnya.[9]

Sebagai tempat hidup dari tanaman, tanah terbentuk melalui proses pelapukan batuan. Ukuran butir batuan mempengaruhi kecepatan proses pembentukan tanah. Proses pentanahan semakin cepat terjadi jika butiran batu semakin kecil dan halus. Proses pentanahan umumnya terjadi secara cepat pada batuan vulkanik resen yang berukuran halus dan memiliki banyak unsur hara. Sebaliknya, tanah terbentuk dalam waktu yang sangat lama pada batuan berusia tua yang telah mengalami pemadatan tanah. Unsur hara merupakan penentu dari perkembangan tanaman. Batuan yang menjadi tanah sangat penting bagi perkembangan tanaman.[10]

Batu mulia sunting

Batu mulia adalah batu yang dimuliakan sifat-sifatnya.[11] Suatu bahan dapat digolongkan sebagai batu mulia jika memiliki keindahan dan ketahanan sebagai perhiasan. Sifat ini harus ada setelah bahan tersebut diolah dan diproses menjadi barang.[12] Beberapa bahan ini meliputi bebatuan berbahan mineral atau dari senyawa organik.[13] Dibutuhkan waktu ribuan hingga ratusan juta tahun sampai batu mulia dapat terbentuk. Faktor yang mempengaruhi pembentukannya adalah tekanan, suhu dan kandungan mineral di dalam Bumi. Warna, bentuk dan tingkat kekerasan dari batu mulia sangat beragam. Ketiga sifat ini yang membedakan masing-masing jenis batu mulia.[11] Suatu bahan tidak dapat dikategorikan sebagai batu mulia apabila mudah pecah atau retak akibat gigitan. Pengujian kelayakan suatu bahan sebagai batu mulia juga menggunakan jarum uji permata.[14]

Penemuan batu mulia diawali dari penyusuran di sungai-sungai dan pantai-pantai. Ukuran batu mulia yang ditemukan hanya seukuran kerikil dengan beragam jenis warna. Setelah teknologi manusia berkembang, batu mulia dicari melalui pertambangan di daerah-daerah tertentu secara teratur. Orang-orang Mesir Kuno diketahui telah menambang batu mulia di Semenanjung Sinai dan Aswan. Di Semenanjung Sinai, mereka menambang batu pirus. Sementara di Aswan mereka menambang batu kecubung. Penduduk Mesir Kuno juga diketahui telah mengadakan kegiatan impor batu lapis lazuli dari Badakhshan yang terletak di Afganistan.[15]

Produk hasil pengolahan dan pemolesan batu mulia disebut sebagai batu permata dan dijadikan sebagai perhiasan. Jenisnya ada dua, yaitu batu permata mulia dan batu permata setengah mulia. Jenis batu permata mulia antara lain mirah delima, zamrud, berlian dan safir. Dalam skala Mohs, tingkat kekerasannya mulai dari 7,5–10 dengan harga jual yang sangat tinggi. Sementara jenis batu permata setengah mulia antara lain batu lapis lazuli, batu kecubung, batu giok, batu kuarsa, batu akik, batu bacan, batu kalimaya, batu kyanite dan batu labradorite.[11] Perdagangan batu permata telah dilakukan di seluruh dunia pada akhir abad ke-19. Penyebarannya melalui Konstantinopel, India dan Afrika Selatan sejak awal abad ke-17.[16] Harga batu mulia ditentukan oleh kepekatan dan ketajaman warnanya. Semakin pekat dan tajam sebuah batu mulia, maka harganya semakin mahal.[17] Perbandingan laut untuk harga batu mulia adalah kelangkaannya. Batu mulia yang sangat langka memiliki harga yang sangat mahal.[18]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Warmada dan Titisari 2004, hlm. 59.
  2. ^ Warmada dan Titisari 2004, hlm. 59-60.
  3. ^ a b c Lumbanraja 2012, hlm. 35.
  4. ^ a b c Zuhdi 2019, hlm. 9.
  5. ^ Prastistho, dkk. 2018, hlm. 4.
  6. ^ Prastistho, dkk. 2018, hlm. 5.
  7. ^ Lumbanraja 2012, hlm. 36.
  8. ^ Zuhdi 2019, hlm. 10.
  9. ^ Warmada dan Titisari 2004, hlm. 3.
  10. ^ Warmada dan Titisari 2004, hlm. 3-4.
  11. ^ a b c Fitri, Yuni Rahma (2015). 1001 Aksesori dari Batu Mulia: Ensiklopedi dan Tutorial Craft. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 5. ISBN 978-602-03-2646-7. 
  12. ^ Sujatmiko (2015). Hardiman, Intarina, ed. 100 Cerita Batu Mulia Indonesia. Jakarta: Penerbti PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 5. ISBN 978-602-03-1746-5. 
  13. ^ Malam, John (2005). Raharjo, B., dan Eddy, M. H., ed. Seri Intisari Ilmu: Planet Bumi. Diterjemahkan oleh Mart, Terry. Erlangga for Kids. hlm. 33. 
  14. ^ Arnaldo, M., dan Muslim, B. Ragam Pesona Batu Nusantara: Mengenal Jenis dan Prospek Bisnis Batu Mulia. Jakarta: Wahyumedia. hlm. 6–7. ISBN 979-795-996-1. 
  15. ^ Paramita, Mahardi (2008). Kemilau Batu Permata: Pengenalan, Asal-usul, Sifat dan Keasliannya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 12. ISBN 978-979-223-790-0. 
  16. ^ Hakim, Ariful (2015). Hobi dan Investasi Batu Mulia. Jakarta: Kanaya Press. hlm. 84. ISBN 978-602-9173-39-0. 
  17. ^ Yusuf, F., dan Dewi, A. (2009). Little Pink Book. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 102. ISBN 978-979-22-4818-0. 
  18. ^ Schulz, B., Wegener, A., dan Zinner, C. (2006). Tau Gak Sih? Mengapa Langit Biru? dan Mengapa-Mengapa Lainnya yang Sering Ditanyakan Anak. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 109. ISBN 979-22-1494-1. 


Daftar pustaka sunting

  1. Lumbanraja, Jamalam (2012). Geologi, Petrologi, dan Mineralogi Tanah. Bandar Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung. ISBN 978-979-8510-36-6. 
  2. Prastistho, dkk. (2018). Hubungan Struktur Geologi dan Sistem Air Tanah (PDF). Yogyakarta: LPPM UPN “Yogyakarta” Press. ISBN 978-602-5534-11-9. 
  3. Warmada, I. W., dan Titisari, A. D. (2004). Agromineralogi: Mineralogi untuk Ilmu Pertanian (PDF). Yogyakarta: Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik UGM. 
  4. Zuhdi, Muhammad (2019). Buku Ajar Pengantar Geologi (PDF). Mataram: Penerbit Duta Pustaka Ilmu. ISBN 978-623-7004-21-9.  [pranala nonaktif permanen]