Astra International

perusahaan asal Indonesia
(Dialihkan dari Astra)

PT Astra International Tbk. (IDX: ASII) adalah sebuah konglomerat multinasional[4] yang berkantor pusat di Jakarta, Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1957 dengan nama PT Astra International, Inc. oleh Tjia Kian Tie, Liem Pen Hong, Parulian Nainggolan, Datu Parulas Nainggolan dan Saut Guru Pamosik Nainggolan.[5] Pada tahun 1990, perseroan ini mengubah namanya menjadi PT Astra International Tbk,[6] setelah resmi melantai di Bursa Efek Jakarta pada tanggal 4 April 1990. Per 30 Juni 2018, mayoritas saham Astra dimiliki oleh Jardine Cycle & Carriage Ltd. (konglomerasi milik keluarga Keswick dari Skotlandia) sebesar 50,11%.[6]

PT Astra International Tbk.
Sebelumnya
PT Astra International, Inc. (1957–1990)
Publik
Kode emitenIDX: ASII
IndustriKonglomerat
Didirikan20 Februari 1957; 67 tahun lalu (1957-02-20)
PendiriTjia Kian Tie
William Soerjadjaja
Liem Peng Hong
Parulian Nainggolan
Datu Parulas Nainggolan
Saut Guru Pamosik Nainggolan
Kantor pusatMenara Astra, Jakarta, Indonesia
Wilayah operasi
Indonesia
Tokoh kunci
Djony Bunarto Tjondro[1]
(Direktur Utama)
Prijono Sugiarto[2]
(Komisaris Utama)
Jasa
PendapatanKenaikan Rp 316,56 triliun (2023)[3]
Kenaikan Rp 33,83 triliun (2023)[3]
Total asetKenaikan Rp 455,6 triliun (2023)[3]
Total ekuitasKenaikan Rp 261,5 triliun (2023)[3]
PemilikJardine Cycle & Carriage Limited (50,11%)
Publik (49,89%)
Karyawan
126.717 (tidak termasuk di perusahaan asosiasi, 2020)[3]
Anak usahaLihat anak usaha
Situs webwww.astra.co.id

Perseroan berdomisili di Jakarta, Indonesia, dengan kantor pusat berada di Menara Astra, Jalan Jenderal Sudirman setelah sebelumnya menempati Gedung AMDI yang berada di Jalan Gaya Motor Raya No. 8, Sunter II, Jakarta.[6] Ruang lingkup kegiatan Perseroan seperti yang tertuang dalam anggaran dasarnya adalah perdagangan umum, perindustrian, jasa pertambangan, pengangkutan, pertanian, pembangunan dan jasa konsultasi. Ruang lingkup kegiatan utama entitas anak meliputi perakitan dan penyaluran mobil, sepeda motor dengan suku cadangnya, penjualan dan penyewaan alat berat, pertambangan dan jasa terkait, pengembangan perkebunan, jasa keuangan, infrastruktur dan teknologi informasi.[6]

Sampai dengan Desember 2017, Grup Astra memperkerjakan lebih dari 218.000 karyawan di 212 perusahaan, anak perusahaan, dan entitas asosiasi.[7] Jumlah ini bertumbuh hingga 221.719 per 30 Juni 2018.[6]

Sejarah

sunting
 
Logo Astra International sejak didirikan pada tahun 1957 hingga 1999

Astra International pada awalnya didirikan oleh Tjia Kian Liong (William Soerjadjaja), Tjia Kin Joe (Benyamin), dan Liem Peng Hong pada tahun 1950-an.[8] Perusahaan ini pada awalnya menempati sebuah toko di Jalan Sabang no. 36A, Jakarta. Nama Astra sendiri diusulkan oleh Kian Tie, adik Kian Liong, dalam bahasa Latin yang berarti bintang.[9] Ketiga pendirinya kemudian mendaftarkan nama Astra International Inc. ke notaris Sie Khwan Djioe pada tanggal 20 Februari 1957 dengan modal sejumlah 2,5 juta rupiah.[9]

Pada awal berdirinya, perusahaan ini menjadi distributor dan importir limun merek Prim Club Kornet CIP. Selain produk impor, ada juga produk lokal dari Bandung seperti pasta gigi Fresh O Dent dan pasta gigi Odol Dent. Bisnis usahanya yang lain meliputi pengiriman fosfat alumunium, bohlam lampu, dan mengekspor kopra serta minyak goreng.[9] Namun belakangan, hanya Kian Liong yang mengelola Astra, karena Kian Tie bekerja di Palembang sementara Pang Hong dengan bisnisnya yang lain. Saham-saham perusahaan pun seluruhnya beralih ke tangan Kian Liong pada 1961.[9] Setelah itu, Astra memasuki babak baru. Pada masa-masa sulit Demokrasi Terpimpin orde lama Presiden Soekarno, antara 1962 hingga 1964, Astra sempat menjadi pemasok lokal proyek pembangunan Waduk Jatiluhur.[9]

Memasuki tahun 1965, di tengah situasi ekonomi yang buruk, Kian Liong mencoba mempertahankan perusahaannya agar bisa tetap hidup. Ia kemudian memindahkan kantornya dari Jalan Sabang ke Jalan Juanda III no 8.[9] Pada tahun 1966, Astra menjadi importir 80 ribu ton aspal dari Marubeni, Jepang untuk membangun jalan. Perusahaan ini juga mendapat pinjaman dana dari USAID sebesar $2,9 juta untuk mengimpor apapun, termasuk truk-truk dari Amerika Serikat. Ia mengimpor 800 unit truk merek Chevrolet buatan General Motors Co. dan menjualnya kepada Pemerintah.[8] Sayangnya, Astra tak bisa mengimpor lebih banyak lagi truk-truk dari General Motors karena ia dianggap melanggar dan tidak memahami ketentuan USAID yang melarang perusahaan untuk memasok ke pemerintahan.

Pada tahun 1969, Astra mengalihkan usahanya ke Jepang. Hideo Kamio, salah seorang mantan manager di Gaya Motor sewaktu zaman Jepang, juga bersikeras truk-truk Toyota yang akan masuk Indonesia harus dirakit di Gaya Motor. Saat itu, Gaya Motor sudah dipegang oleh William. Maka, Astra melalui PT Gaya Motor pun menjadi agen tunggal Toyota.[10]

Mulai tahun 1970, Astra secara perlahan-lahan ditunjuk menjadi distributor dari berbagai hasil produksi Jepang, di antaranya menjadi distributor tunggal sepeda motor Honda serta distributor alat-alat perkantoran produksi Fuji Xerox di Indonesia. Untuk mendukung produksi di Indonesia, Astra juga mendirikan PT Federal Motor (kini PT Astra Honda Motor) untuk menjadi pabrik perakitan sepeda motor Honda di Indonesia pada tahun 1971.[11]

Astra memasuki bisnis perdagangan dan penyewaan alat berat melalui pendirian PT United Tractors pada tahun 1972. Sementara itu, Astra juga ditunjuk menjadi agen tunggal pemasaran produk-produk Daihatsu pada tahun 1973, hingga mendirikan PT Daihatsu Indonesia (kini PT Astra Daihatsu Motor) pada tahun 1978.[11]

Lebih lanjut dari penunjukkan Astra sebagai distributor kendaraan bermotor Toyota, Astra kemduian mendirikan ventura bersama dengan Toyota Motor Corporation di Jepang, yaitu perusahaan PT Toyota-Astra Motor (TAM) pada tahun 1971, yang menjadi perusahaan distribusi kendaraan bermerek Toyota di Indonesia. TAM kemudian meluncurkan mobil Toyota Kijang pertama pada tahun 1977, salah satu tipe mobil keluarga pionir di Indonesia.[11]

Pada tahun 1990, Astra melalukan penawaran umum perdana atas 30 juta lembar sahamnya di Bursa Efek Jakarta (kini Bursa Efek Indonesia). Kepemilikan keluarga Soeryadjaya dalam perusahaan miliknya ini, sayangnya tidak berlangsung lama pasca-IPO. Beberapa saat setelah IPO, bisnis keuangan anak Wiliam, Edward Soeryadjaya bernama Bank Summa, mengalami krisis yang hebat akibat terlalu banyak meminjamkan kredit pada pihak berelasi dan properti, sehingga kredit macetnya mencapai 70%. Pada tahun 1992, kredit macet Bank Summa sudah mencapai Rp 1,2 triliun dan utangnya sebesar Rp 500 miliar (dari aset Rp 1,6 triliun).[12] Akhirnya, Summa pun tidak terselamatkan dan dilikuidasi pemerintah pada 14 Desember 1992.[13]

Meskipun Summa adalah bisnis anaknya, justru William yang tampil di depan memenuhi kewajibannya;[14] ia menjual seluruh saham Astra (100 juta lembar) milik keluarganya untuk menyelesaikan dana nasabah dan berbagai masalah eks-Summa. Saham Astra ia jual kepada konsorsium yang terdiri dari badan-badan pemerintah dan sejumlah konglomerat, seperti Eka Tjipta Widjaja, Prajogo Pangestu, Bob Hasan dan Salim Group pada 15 Januari 1993, yang kemudian bersama-sama publik menjadi pengendali baru Astra.[15][16] Di tahun 1996, hampir saja Astra jatuh ke tangan raja kretek Putera Sampoerna yang saat itu membeli 15,8% saham di perusahaan ini dan hampir dinaikkannya menjadi 25%, namun ditolak oleh pemerintah, elit yang dekat dengan Cendana dan pemegang saham perusahaan Putera, HM Sampoerna.[16] Putera akhirnya melepas sahamnya di tahun 1997 ke tangan Bob (Nusamba).[17]

Kepemilikan oleh para konglomerat itu tetap berlangsung hingga 1998, saat mereka semua diterjang krisis moneter hebat yang melanda Indonesia. Banyak saham Astra seperti dari Salim, Prajogo dan Bob Hasan diserahkan ke BPPN, mencapai 40% dari total saham Astra.[18] Tidak lama setelah penyerahan saham itu, pada 1999 pemerintah segera memerintahkan BPPN untuk menjual sahamnya.[19] Penjualan itu dilakukan dengan skema tender, yang diikuti oleh beberapa calon seperti Jardine Cycle & Carriage (bersama Batavia Investment Management Ltd., Lazard Asia Fund, PT Bhakti Investama dan Government of Singapore Investment Corp), Gilbert Global Equity Partners, dan Newbridge Capital (bersama Chase Asia Equity Partners, PT Nusantara Investment Fund, Batavia Investment Fund dan PT Saratoga Investama Sedaya).[20] Namun, pada akhirnya, Newbridge yang sudah menggandeng perusahaan anak William (Saratoga) gagal dan Jardine menjadi pemenang pada 25 Maret 2000 senilai US$ 506 juta,[21] yang menandai berubahnya kepemilikan Astra ke tangan asing sampai saat ini.

Pada tahun 2004, Astra bekerja sama dengan Standard Chartered Bank melakukan pengambilalihan atas Bank Permata, sebuah bank hasil merger dari lima bank yang berada di bawah pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yaitu PT Bank Bali Tbk, PT Bank Universal Tbk (yang juga pernah dimiliki oleh Astra), PT Bank Prima Express, PT Bank Artamedia, dan PT Bank Patriot. Kepemilikan gabungan Astra bersama dengan Standard Chartered Bank mencapai 89,12% sejak 2006 hingga 2020.[22]

Saat ini, sebanyak 50,11 persen saham Astra International dikuasai oleh Jardine Cycle & Carriage Limited, sebuah perusahaan yang berbasis di Singapura.[6]

Pada tahun 2016, Astra meluncurkan lini bisnisnya yang ketujuh, yaitu lini bisnis properti.[23]

Anak usaha

sunting

Hingga tahun 2023, berikut ini anak-anak usaha dari Astra Internasional:[3][24]

Otomotif
  • PT Astra Otoparts Tbk.
  • PT Astra Digital Internasional
  • PT Arya Kharisma
  • PT Astra Autoprima
  • PT Astra Auto Trust
  • PT Astra Multi Trucks Indonesia
  • PT Fuji Technica Indonesia
  • PT Gaya Motor
  • PT Inti Pantja Press Industri
  • PT Pulogadung Pawitra Laksana
  • PT Tjahja Sakti Motor
Jasa keuangan
Alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi
Agribisnis
Infrastruktur dan logistik
Teknologi informasi
Properti
  • PT Menara Astra (Astra Property)
  • PT Astra Land Indonesia (usaha patungan dengan Hongkong Land)
  • PT Brahmayasa Bahtera
  • PT Samadista Karya
Platform digital
Kesehatan

Perusahaan patungan

sunting

Hingga akhir tahun 2022, berikut ini perusahaan patungan yang didirikan oleh Astra International bersama sejumlah mitranya[24]:

  1. PT Toyota-Astra Motor (50%)
  2. PT Hitachi Astemo Mfg (50%)
  3. PT Astra Daihatsu Motor (31,87%)
  4. PT Isuzu Astra Motor Indonesia (50%)
  5. PT UD Astra Motor Indonesia (50%)
  6. PT Traktor Nusantara (50%)
  7. PT Astra Honda Motor (50%)
  8. PT Toyota Astra Financial Services (50%)
  9. PT Komatsu Astra Finance (50%)
  10. PT Bank Jasa Jakarta (50%)
  11. PT Astra Welab Digital Arta (50%)

Direktur Utama

sunting

Berikut daftar direktur utama PT. Astra International Tbk. sejak 1984.

No. Direktur Utama Awal Akhir Ket.
1

Theodore Permadi Rachmat

1984

1998

[25]

2

Rini Soemarno

1998
2000

[26]

3

Theodore Permadi Rachmat

2000

2002

4

Budi Setiadharma

2002`

2005

5

Michael Dharmawan Ruslim

2005

2010

6

Prijono Sugiarto

2010

2020

7

Djony Bunarto Tjondro

2020

Petahana

[27]

Referensi

sunting
  1. ^ "Dewan Direksi". PT Astra International Tbk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-28. Diakses tanggal 18 November 2021. 
  2. ^ "Dewan Komisaris". PT Astra International Tbk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-09-22. Diakses tanggal 18 November 2021. 
  3. ^ a b c d e f "Laporan Tahunan 2020" (PDF). PT Astra International Tbk. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-10-15. Diakses tanggal 18 November 2021. 
  4. ^ "Astra International | Jardine Cycle & Carriage". Jardine Cycle & Carriage (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-08-23. Diakses tanggal 2018-08-23. 
  5. ^ "ASTRA group. - Free Online Library". www.thefreelibrary.com. Diakses tanggal 2022-03-16. 
  6. ^ a b c d e f PT Astra International Tbk, "Laporan Keuangan Konsolidasian 30 Juni 2018 Tidak Diaudit", https://www.astra.co.id/Public/Files/Astra%20Account%20June%202018.pdf Diarsipkan 2018-08-23 di Wayback Machine.
  7. ^ "Our Companies > Astra International | Jardines". www.jardines.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-08-23. 
  8. ^ a b 1972-, Pambudi, Teguh Sri,. Man of honor : kehidupan, semangat, dan kearifan William Soeryadjaya. Jakarta. ISBN 9789792290974. OCLC 829199021. 
  9. ^ a b c d e f Matanasi, Petrik. "Sejarah Jatuh Bangun PT Astra Bersama William Soeryadjaya". Tirto.id. Diakses tanggal 2018-07-29. 
  10. ^ Bisuk., Siahaan, (2000). Industrialisasi di Indonesia : sejak rehabilitasi sampai awal reformasi. Bandung: Penerbit ITB. ISBN 9799299195. OCLC 45891398. 
  11. ^ a b c PT Astra International Tbk, "Inspirasi 60 Tahun Astra: Memberdayakan Keunggulan Internal (Laporan Tahunan 2017)", https://www.astra.co.id/Public/Files/AstraInternational_AR_2017_Final_17May2018.pdf Diarsipkan 2018-08-23 di Wayback Machine.
  12. ^ The Politics of Economic Liberalization in Indonesia: State, Market and Power
  13. ^ Kisah William Soeryadjaya Bangun Astra, Tumbang Terseret Bank Summa
  14. ^ Sejarah Jatuh Bangun PT Astra Bersama William Soeryadjaya
  15. ^ Asian Development Experience Vol. 2: The Role of Governance in Asia
  16. ^ a b Liem Sioe Liong's Salim Group
  17. ^ Kiat Putera Sampoerna, Melepas Kepemilikan Saham Tembakau
  18. ^ Historia Bisnis: Jatuhnya Saham Astra (ASII) ke BPPN
  19. ^ Kerja Tuntas, Kerja Ikhlas (SC)
  20. ^ Profil dan Perjalanan William Soeryadjaya - Jilid IV
  21. ^ JP/Singapore's CCL wins Astra stake
  22. ^ Pasific, Bullseye Asia. "Sekilas PermataBank". www.permatabank.com. Diakses tanggal 2018-08-23. 
  23. ^ Yakub,, Liman,. Astra : on becoming pride of the nation. Jakarta. ISBN 9786020337906. OCLC 981509019. 
  24. ^ a b "Struktur Grup". Jakarta: PT Astra Internasional Tbk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-04. Diakses tanggal 18 November 2021. 
  25. ^ Indonesia, Data. "Profil Theodore Rachmat". Dataindonesia.id. Diakses tanggal 2023-03-24. 
  26. ^ Silaban, Martha Warta (2019-02-20). "Cerita Rini Soemarno Saat Bantu Astra Jadi Perusahaan Publik". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-03-24. 
  27. ^ TV, CNBC Indonesia. "Sah! Djony Bunarto Tjondro Resmi Jadi Presiden Direktur Astra". CNBC Indonesia. Diakses tanggal 2023-03-24. 

Pranala luar

sunting