Xi Wangmu

dewi masyarakat Tiongkok

Xi Wangmu (Hsi Wang-mu; Hanzi=西王母; p=Xī Wángmǔ; w=Hsi1 Wang2-mu3; bahasa Jepang: Seiōbo; lit. Ibu Ratu dari Barat) adalah sesosok dewi masyarakat Tiongkok yang telah dikenal semenjak masa lampau. Informasi sejarah mengenai dirinya telah ada dalam inskripsi tulang orakel pada abad ke-15 SM yang mencatat sebuah persembahan untuk "Ibu Barat".[1] Meskipun inskripsi-inskripsi tersebut menunjukkan bahwa penyembahan kepadanya jauh sebelum Taoisme terorganisasi, ia sering kali diasosiasikan dengan Taoisme. Dari namanya saja, beberapa karakter pentingnya ditunjukkan: ia adalah keluarga kerajaan, wanita, dan diasosiasikan dengan arah Barat.[2]

Infobox orangXi Wangmu

Edit nilai pada Wikidata
Nama dalam bahasa asli(zh) 西王母 Edit nilai pada Wikidata
Celebration (en) TerjemahkanMitologi Tiongkok Edit nilai pada Wikidata
Xiwangmu beserta para pelayannya pada sebuah bendera di dekat Kaohsiung, Taiwan

Ia dikenal dalam mitologi Tiongkok sebagai Dewi yang mengatur Surga bagian Barat dan juga dikenal sebagai Ratu para Dewi yang menjaga dan mengatur para dewi. Ada anggapan yang menyatakan ia adalah permaisuri Yu Huang Da Di.[3] Ia adalah salah satu dewata penting dalam legenda kuno Tiongkok dan dibawa para imigran hingga ke Asia Tenggara[4] bahkan Amerika.[5] Meningkatnya popularitas Ibu Ratu dari Barat, serta kepercayaan bahwa dirinya adalah pemberi kekayaan, umur panjang, dan kebahagiaan abadi dimulai semenjak sekitar abad ke dua SM, saat wilayah Tiongkok bagian Utara dan Barat dikenal lebih baik karena dibukanya Jalur Sutra.[6]

Xi Wang Mu dahulu dikenal sebagai seorang wanita yang berbahaya berkuku harimau dan berekor seperti macan tutul, yang menyebarkan penyakit menular. Ditempat kediamannya, di Surga bagian Barat, ia menjaga kebun buah persik (yang berbunga setiap 3000 tahun) dan obat-obatan guna kelangsungan hidup keabadian para dewa dan dewi. Hsi Wang Mu ditemani oleh seekor burung Phoenix. Cerita mengenai Hsi Wang Mu diceritakan pertama kali sekitar 1766-1122 SM (masa Dinasti Shang) dimana ia digambarkan sebagai seorang Dewi pencipta yang memerintah seorang diri.

Nama dan gelar

sunting

Gelar resmi yang diberikan Taoisme kepada Xiwangmu adalah Yao Chi Jin Mu (Yao-chih Chin-mu; Hanzi =瑤池金母; w=Yao2-ch'ih2 Chin1-mu3; p=Yáochí Jīnmǔ; lit. Ibu Emas dari Danau Bercahaya). Dalam artikel berbahasa Inggris, ia juga disebut sebagai Golden Mother.[4]

Penulis biografi sejarah dari Dinasti Tang menyebutnya:

  • Chin-mu Yuan-chun
  • Penguasa Primordial, Ibu Logam (Emas)
  • Ibu Logam (Emas) dari Gunung Kura-kura
  • Ia dari Sembilan Numina dan Mukzizat Agung
*Kemekaran Bunga Barat yang Disempurnakan Keajaibannya dan Gua Yin yang Paling Akhir Berharga.

Masyarakat umum dan penyair dari Dinasti Tang menyebutnya lebih sederhana sebagai Ibu Ratu, Ibu Ilahi, atau Amah (lit. nenek, panggilan yang menunjukkan kedekatan).

Pada masa modern ini, ia kerap kali disebut Wangmu Niangniang (Wang-mu Niang-niang; Hanzi=王母娘娘; w=Wang2-mu3 Niang2-niang0; p=Wángmǔ Niángniang; Hokkien=Ong Bo Nio Nio).[3]

Sejarah

sunting

Penggambaran

sunting

Nama Ibu Ratu disebutkan pertama kali dalam inskripsi Tulang Orakel dari Dinasti Shang (1766-1122 B.C.). Salah satu inskripsi-inskripsi tersebut menuliskan:

"Pembuatan retakan pada hari ke-9, hari 9; kami meramalkan, jika kita memberikan persembahan untuk ibu timur dan ibu barat, akan ada persetujuan."

Ibu Barat merujuk pada dewata kuno yang tinggal di barat. Sifat-sifat alamiah dewi Ibu dari Dinasti Shang tersebut masih belum jelas, tetapi dipandang sebagai kekuatan hebat yang pantas menerima ritual dari masyarakat Shang.

Xi Wang Mu diciptakan dari intisari yang paling murni dari hawa langit bagian barat dan lahir di tempat yang disebut “Yi Chuan”, dengan nama keluarga Hou. Nama kecilnya adalah Hui alias Wan Jin. Ia adalah penguasa langit bagian barat. Ia bersama Dong Wang Gong, yang diciptakan dari intisari hawa langit bagian timur (penguasa langit timur), merupakan lambang Yin dan Yang. Kedua unsur ini bekerjasama menciptakan langit dan bumi beserta makhluk di dalam semesta. Jadi kedua unsur inilah yang menjadi asas yang paling hakiki dari kehidupan, dan merupakan nafas dari segala makhluk hidup.[3]

Buku Book of Pillow karya Ge Hong menyebutkan bahwa Tuhan tertinggi adalah Yuanshi Tianzun, yaitu Pangu yang telah sempurna. Ia telah ada sebelum penciptaan Surga dan Bumi. Setelah penciptaan, ia tinggal di Gunung Kapital Giok yang berada di pusat surga. Napas vital Taonya melahirkan Ibu Suci Primordial. Keduanya berpasangan dan melahirkan Kaisar Fushang serta Xi Wangmu.[4]

Zhuangzi

sunting

Salah satu referensi paling pertama dari Xi Wangmu berasal dari penulis Taoisme bernama Zhuangzi (sekitar abad ke empat SM):

"Ibu Ratu dari Barat memperolehnya..." (_Tao) "..._dan mengambil kedudukan di Shao kuang. Tak seorang pun tahu asal mula dia; tak seorang pun tahu bagaimana akhir dia."[2]

Zhuangzi menggambarkan Xi Wangmu sebagai salah satu dewata tertinggi, artinya ia telah memperoleh keabadian dan kekuatan ilahi. Zhuangzi juga menegaskan bahwa Xiwangmu berkedudukan pada sebuah rentetan pegunungan spiritual di barat, dan menduga dirinya tidak hanya memiliki koneksi dengan surga, tetapi juga arah barat.

Penggambaran dari Dinasti Han

sunting

Pada masa Dinasti Han, kedudukan Xi Wangmu meningkat lebih tinggi dan dihubungkan dengan kepercayaan mengenai keabadian. Buku Taois Dinasti Han yang berjudul Buku Master Huainan menyebutkan bahwa Yi meminta obat keabadian kepada Xi Wangmu, tetapi Chang’e istrinya mencuri obat tersebut. Setelah menelannya, Chang’e terbang ke bulan. Kisah tersebut menjelaskan mengapa Xi Wangmu sangat dihubungkan dengan kepercayaan mengenai keabadian. Bersama dengan Dong Wang Gong, keduanya dikelilingi sosok-sosok bersayap digambarkan pada permukaan cermin tembaga Dinasti Han, menyignifikasikan bahwa ia menjadi pusat bagi mereka yang memiliki aspirasi untuk Terbang menuju Keabadian.[4]

Catatan dari Dinasti Tang

sunting

Selama Dinasti Tang (18 Juni 618-4 Juni 907), karya sastra tumbuh subur di Tiongkok (periode ini dikenal dengan sebutan "masa keemasan sastra Tiongkok "). Pada periode ini, Ibu Ratu menjadi tokoh yang sangat populer dalam sastra. Mitologinya tercatat dalam puisi-puisi Quan Tangshi, sebuah kumpulan puisi yang selamat (dari yang diperkirakan sekitar of 50,000 tulisan dari masa itu) dari Dinasti Tang.[7]

Setelah jatuhnya Dinasti Tang (sekitar 910 - 920), seorang guru Taois Shang-ching dan penulis kronikel pengadilan yang bernama Tu Kuang-ting menulis sebuah biografi agiografikal Xi Wangmu sebagai bagian dari tulisannya yang berjudul "Yung ch'eng chi hsien lu" ("Catatan Kumpulan Transenden dari Kota Bertembok Kokoh "). Catatan ini menjadi sumber informasi paling komplet mengenai persepsi masyarakat Tang terhadap Xīwángmǔ.[8]

Perubahan kultus pada masa Dinasti Ming dan Qing

sunting

Pada masa Dinasti Ming dan Qing, kepercayaan yang beredar di masyarakat mengenai Xi Wangmu mengalami perubahan. Sebagian mempercayainya sebagai Ibu Mulia yang Tidak Dilahirkan dan memujanya sebagai Dewi Tertinggi. Hal tersebut berpengaruh terhadap kepercayaan penduduk dan membentuk beberapa kepercayaan baru pada beberapa sekte.[4]

Kultus

sunting

Ikonografi dan penggambaran

sunting
 
Festival Persik Ibu Ratu dari Barat, lukisan Tiongkok dari Dinasti Ming di awal abad ke-17, artis tidak diketahui

Xi Wangmu biasanya digambarkan mengadakan pertemuan pada istananya istananya di Gunung Kunlun (mitologi), gunung suci umat Taoisme yang dianggap berada wilayah barat Tiongkok ( Pegunungan Kunlun pada masa modern dinamakan berdasarkan gunung ini). Pegunungan Gun Lun mempunyai keliling 1000 li atau 333 mil. Istananya yang dikelilingi oleh benteng dari emas dan batu mulia dipercaya merupakan surga yang sempurna dan komplet. Paviliun di sebelah kanannya merupakan tempat bermukim para dewa, yang terbagi menjadi beberapa golongan menurut warna pakaian yang mereka kenakan, yaitu merah, biru, hitam, ungu, kuning, dan warna alam. Disini terdapat sebuah air mancur besar yang dibangun dari bermacam-macam batu mulia dan disebut Yao Chi atau Telaga Zamrud. Pesta buah persik atau Pan Tao Hui diselenggarakan disini dengan dihadiri para dewata, dan sebagai pilar kosmis sehingga para dewa dan manusia bisa berkomunikasi.[3][9]

Di istananya, ia dikelilingi oleh rombongan dewi-dewi terkemuka dan para pelayan spiritual. Meskipun tidak semua percaya bahwa kebunnya ditumbuhi pepohonan persik panjang umur yang akan berbuah setiap tiga ribu tahun sekali,[9] beberapa percaya bahwa halamannya di Gunung Kunlun berada di dekat kebun Persik Keabadian. Dimanapun lokasi persik tersebut, Xi Wangmu secara umum dikenal menyuguhkan buah-buah persik tersebut kepada para tamunya, yang akan membuat berumur panjang. Hari pesta tersebut ditetapkan sebagai hari lahir Xi Wang Mu, para dewa berkumpul untuk memberi selamat kepadanya.[3]

Ia biasanya mengenakan mahkota khusus yang digantungi Persik Keabadian.

"Payung-payung kebesaran penuh hiasan, kami mencapai ekstrimitas kronogram; Mengendarai kabut, aku berkelana menuju Puncak Pusara Angin Tinggi. Putri Primordial Tertinggi turun melalui pintu bagian dalam yang terbuat dari giok; Ibu Ratu membuka Istana Permata-birunya. Masyarakat langit-Betapa Ramainya! Sebuah pertemuan megah di dalam Aula Pertemuan Sian. Pertunjukan-pertunjukan yang hadir menampilkan Lagu-lagu Awan; Intonasi yang dihasilkan mengisi Ruang Maha Kosong. Setiap seribu tahun, buah persik ungunya masak; Setiap empat kalpa, melon supernaturalnya berbuah lebat. Musik ini berbeda dari yang dimainkan dalam perjamuan di alam liar --- Sangat ramah-tamah, dan benar-benar tak terbatas " (Wu Yun. CTS. 4942).[10]

Sebenarnya berdasarkan "Shan Hai Jing" yang ditulis pada masa Dinasti Zhou, Xiwangmu digambarkan sebagai dewi yang buas bergigi serta berekor macan tutul, tinggal di gua, suka memangsa manusia, dan mengirim wabah penyakit ke dunia. Setelah diadopsi ke dalam panteon Taoisme, ia dipuja sebagai dewi hidup dan keabadian; sebagai nyonya bangsawan paruh baya berwajah cantik dan berwibawa, dilayani para bidadari yang memayungi dan menyuguhkan buah tao, duduk di singgasana atau mengendarai burung fenghuang.[11]

Tempat berziarah

sunting

Berdasarkan catatan Biografi Kaisar Mu, masyarakat percaya bahwa Danau Tianchi (lit. Kolam Surgawi) di Xinjiang adalah Kolam Zamrud milik Xi Wangmu. Juga ada beberapa tempat terkenal lain yang biasanya menjadi tujuan berziarah kepada Xi Wangmu, misalnya Gunung Thian Shan dan Pegunungan Kunlun.[4]

Xiwangmu dan para wanita Dinasti Tang

sunting

Karena menjadi perwujudan Yin, dewi tertinggi, dan pemimpin para Transenden wanita, Xi Wangmu dipandang memiliki hubungan spesial dengan semua wanita. Pada bagian pendahuluan hagiografi Tu Kuang-ting, ia mengurutkan daftar fungsi-fungsi penting Xi Wangmu:[8]

"Di surga, di bawah surga, di ketiga alam, dan di kesepuluh arah,
semua wanita yang menuju ketransendensian dan memperoleh Tao tergantung kepadanya."(CMYC)[8]

Xi Wangmu dipercaya mengurusi semua wanita Taois di seluruh alam semesta, baik dalam hal menyembpurnakan maupun sebagai pengaspirasi. Para penulis Tang sering menyebutkan dalam puisi mengenai wanita Taois. Dalam penglihatan Shang Ch'ing, sebagaimana ditulis oleh Tu, ia merupakan hakim guru, pendaftar, dan pelindung umat wanita. Wujudnya merefleksikan definisi Tu.

Ibu Ratu sangat dihormati oleh para wanita Tiongkok yang menentang norma sosial mengenai wanita harus selalu tunduk. Bagi mereka, Xi Wangmu dipandang sebagai "dewi penuh kuasa dan merdeka yang mempresentasikan Yin tertinggi dan mengontrol keabadian serta kehidupan setelah kematian".[12]

Kultus di Taiwan

sunting

Sebelum tahun 1950an, kultus Xi Wangmu masih belum terkenal di Taiwan. Semenjak berdirinya aliran Zi Hui Tang, pemujaannya mulai meluas.

Taiwan memiliki tradisi sendiri mengenai Xi Wangmu, dan theogonianya mirip dengan Taoisme. Kultus Xi Wangmu terbelah menjadi dua tradisi besar semenjak Dinasti Qing, yang pertama adalah tradisi Taoisme dan yang lain adalah tradisi masyarakat. Tradisi Taoisme menetapkan posisinya yang semula dalam theogonia Taoisme, sementara tradisi masyarakat lebih tidak sistematik dan tidak dibatasi theogonia Taoisme. Keberadaan Charity Hall yang tersebar di Taiwan menjadi penanda berkembangnya kultus Golden Mother di negara tersebut.[4]

Aliran Buddha Sejati

sunting

Dalam agama Buddha, khususnya aliran Tantrayana Zhen Fo Zhong atau Aliran Buddha Sejati, Yao Chi Jin Mu adalah dewi yang pertama kali membuka mata Mulacarya Lu Sheng Yen.[5]

Kisah dan legenda

sunting

Xiwangmu dan Laozi

sunting

Dalam teks Tu Kuang-ting, setelah memperkenalkan Xiwangmu, ia juga memasukkan naratif pertemuan Xi Wangmu dengan berbagai pahlawan legendaris Tiongkok. Salah satunya mengisahkan pertemuan Xi Wangmu dengan Laozi (Catatan: Laozi yang dimaksudkan dalam teks tersebut adalah dewa Tuan Lao):[8]

"Pada tahun ke-25 pemerintahan Kaisar Chao dari dinasti Chou (1028 BCE) ..." "...Tuan Lao dan manusia yang telah mencapai kesadaran bernama Yin Hsi pergi berkelana..." "...untuk kepentingan mereka, Ibu Ratu dari Barat menjelaskan Naskah Kemurnian Konstan dan Tenang." (CMYC, 24159)

Dalam naskah ini, Xiwangmu menjadi atasan Laozi dan dianggap sebagai penulis tertinggi Dao De Jing. Dikotomi ini merupakan karakteristik Taoisme aliran Shang Ch'ing, sekte Taoisme yang memuja sang dewi dimana Tu Kuang-ting merupakan guru di sana.[8] Terdapat versi lain pertemuan Xiwangmu dan Laozi dalam sastra Tang. Versi ini merupakan versi tradisional dan menyebutkan Xi Wangmu sebagai bawahan Laozi, menyebutnya "Tuan Primordial" (gelar dalam wujud manifestasinya yang tertinggi) dan memberi hormat kepada sang nabi.[10]

Ibu Ratu dan para pemimpin Tiongkok

sunting
 
Xi Wangmu ("Ibu Ratu dari Barat"), sesosok dewi Taois, mendekorasi piring porselin dari Dinasti Qing, model famille-rose, periode Kaisar Yongzheng, 1725 M

Yu Agung

sunting

Xunzi, sebuah literatur tata negara dari abad ketiga SM yang ditulis oleh pengikuti Konfusius, menuliskan bahwa "Yu belajar kepada Ibu Ratu dari Barat". Kalimat tersebut merujuk kepada Yu Agung, pendiri legendaris Dinasti Xia, dan memposisikan Xi Wangmu sebagai guru dari Yu. Dipercaya bahwa ia memberi Yu legitimasi dan hak untuk memerintah serta teknik yang dibutuhkan untuk memerintah.[2] Fakta bahwa Xi Wangmu telah mengajari Yu memberinya kekuatan yang besar, karena menurut pemikiran masyarakat Tiongkok, sesosok guru pastilah lebih tua dan lebih bijaksana daripada muridnya.

Raja Mu dari Dinasti Zhou

sunting

Mungkin salah satu kisah pertemuan antara dewa dengan pemimpin manusia yang paling terkenal adalah antara Raja Mu dari Zhou dengan Xi Wangmu. Ada beberapa versi yang berbeda, tetapi semua menyebutkan bahwa Raja Mu, salah satu raja terhebat dari Dinasti Zhou, melakukan perjalanan bersama dengan delapan suruhannya menuju wilayah paling barat kerajaan. Setelah mengumpulkan kedelapan suruhan dan melihat batas dari kerajaannya, itu akan membuktikan bahwa ia memiliki Mandat dari Surga. Dalam perjalannya, ia bertemu dengan Xi Wangmu di Gunung Kunlun (gunung dalam legenda). Mereka terlibat percintaan dan Raja Mu berharap dapat memperoleh keabadian, tetapi pada akhirnya ia harus kembali ke dunia manusia tanpa menjadi abadi. Hubungan antara Xi Wangmu dengan Raja Mu dianggap sebagai hubungan guru Tao dengan muridnya (Bernard: hal. 206).[2] Xi Wangmu menurunkan ajaran rahasia atas permintaannya, tetapi Raja Mu sebagai murid telah gagal dan akhirnya meninggal sebagaimana manusia biasa.

Raja pertama Dinasti Qin

sunting

Raja pertama Dinasti Qin, Qin Shi Huang, menyatukan negara-negara yang berperang di Tiongkok menggunakan strategi dan diplomasi militer yang brilian untuk mengontrol wilayah paling luas yang pernah dikuasi Tiongkok sepanjang sejarah. Ia juga memerintahkan para pekerja untuk menyatukan bagian-bagian tembok yang telah dibangun sehingga menjadi Tembok Raksasa Tiongkok. Meskipun begitu, sejarah mengenalnya sebagai raja -maupun pencari keabadian- yang gagal. Qin memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Xi Wangmu dan memperoleh kehebatan darinya, tetapi ia malah menyia-nyiakan hal itu (Bernard: hal. 207)[2] dan meninggal tanpa Mandat dari Surga. Kisah hidupnya yang tidak berkesemp[atan untuk bertemu dengan Xi Wangmu menjadi peringatan kepada umat manusia: betapapun besarnya usaha untuk mengejar keabadian, kini ia telah meninggal dan tidak dapat berbicara lagi. Sastrawan dari abad kesembilan bernama Zhunag Nanjie menulis:

"Napas kehidupannya telah pergi, ia tidak akan pernah lagi berbicara;
Tulang-belulang putihnya dikubur dalam, pegunungan malam berubah menjadi sian" (Quan Tangshi, 2836)[7]

Raja Wu dari Han

sunting
 
Ibu Ratu dari Barat, tembikar, abad kedua, Dinasti Han

Legenda mengenai Raja Wu dari Han atau Han Wudi, raja Dinasti Han yang sering berperang, dan Xi Wangmu mengatakan bahwa keduanya bertemu pada masa puncak pemerintahannya, saat Xi Wangmu mengunjunginya di malam Tujuh-Tujuh, malam pertemuan antara pria biasa dengan wanita langit.[2] Saat Xi Wangmu berkunjung, ia mengadakan perjamuan makan sambil memberikan pelajaran khusus untuk Raja Mu, kemudian pergi. Raja Wu, sebagaimana Raja Mu sebelumnya, gagal mempraktikkan ajaran tersebut sehingga ia meninggal sebagaimana manusia biasa. Keseluruhan kisah tersebut diceritakan dalam tulisan Li Qi yang berjudul "Lagu-lagu Xi Wangmu ":

"Ia yang Terkenal akan Seni Perangnya berpuasa dan berpantang di dalam basilikanya yang digunakan untuk Menerima Kilauan; Saat ia berdiri tegak dengan tangan terlipat, tiba-tiba Xi Wangmu datang dan menemuinya. Panji-panji pelangi gilang-gemilang: keretanya yang ditarik qilin, Dengan payung-payung kebesaran berbulu melambai-lambai dan kipas-kipas pegar. Jemarinya menggenggam buah-buah pear, ia memberikannya kepada raja untuk dimakan; Dengan tujuan untuk dapat memperpanjang hidup serta berkuasa atas kosmos. Di atas kepalanya ia mengenakan mahkota dengan sembilan bintang; Ia memimpin sekelompok pemuda giok, kemudian duduk menghadap ke selatan. "Engkau mau mendengar kata-kata pentingku? Sekarang aku akan menyampaikannya kepadamu." Raja kemudian membakar hio dan memohon agar diskusi dapat berlangsung. "Jika engkau dapat menjernihkan jiwa duniawimu dan melepaskan ketiga tubuh, Selanjutnya engkau pastilah akan berbincang-bincang denganku di istana Ia yang Termasyur Surgawi." Memalingkan kepalanya, ia berkata kepada gadis pelaya, Dong Shuangcheng, "Angin telah selesai; engkau dapat memainkan Cloud Harmony Mouth Organ." Awan-awan aurora merah dan matahari putih, dengan kehadiran tegas, tidak bergerak; Tujuh naga dan lima fenghuang menyambut mereka tidak dalam suatu formasi. Betapa mengecewakan! Ia terlalu ambisius dan arogan; para dewata tidak puas, Tetapi menghela napas dan atas jejak kaki kuda-kudanya dan bekas jalur kereta-keretanya. Dalam jalur perjalanannya yang tertutupi, lonceng-lonceng lagu menjadi sulit untuk melihat kehadiran malam; Pada istana yang dalam, bebungaan persik dan plum menjadi bersalju. Sekarang aku memandangi lampu giok biruku yang bercabang; Naga bergelungnya menyemburkan api saat cahaya hampir padam.(Quan Tangshi 750)[7]

Kultur populer

sunting

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Cahill, Suzanne E. (1993). "Transcendence & Divine Passion: The Queen Mother of the West in Medieval China", Stanford University Press. 1993.
  2. ^ a b c d e f Bernard, Elizabeth and Moon, Beverly. (2000). "Goddesses Who Rule", Oxford University Press, New York, New York.
  3. ^ a b c d e Dewa Dewi Kelenteng. 1 Maret 2011. Akses= 30 Maret 2013. DEWI PENGUASA LANGIT BARAT DAN TIMUR (XI WANG MU DAN DONG WANG GONG).
  4. ^ a b c d e f g Liu Zhongyu. Translator: Chen Xia. Akses= 28 April 2013. Belief in the Golden Mother Diarsipkan 2011-11-18 di Wayback Machine.. Dharma Center 'BUNDA MULIA'. Jakarta, Indonesia.
  5. ^ a b Lu Sheng Yen. Yao Chi Jin Mu – Golden Mother.
  6. ^ Mair, Victor H. (2006). "Contact and Exchange in the Ancient World". University of Hawai'i Press, Honolulu, Hawaii.
  7. ^ a b c Quan Tangshi (Complete Tang Poetry Anthology). 1967. Taibei: Fuxing.
  8. ^ a b c d e Tu Kuang-ting, (850-933). Chin-mu Yuan-chun (The Primordial Ruler, Metal Mother), from Yung-cheng Chi-hsien Lu, c .early 10th century. (abbrev. CMYC)
  9. ^ a b Dien, Dora Shu-Fang. (2003). "Empress Wu Zetian in Fiction and in History: Female Defiance in Confucian China". Nova Science Publishers Inc, Hauppauge, New York.
  10. ^ a b Chuan Tang-shih, Fu Hsing. Taipei. 1967 (abbrev. CTS)
  11. ^ Bidang Litbang PTITD/Matrisia Jawa Tengah. 2007. Pengetahuan Umum tentang Tridharma. Semarang: Penerbit Benih Bersemi.
  12. ^ Cahill, Suzanne. (1986). "Performers and Female Taoist Adepts: Hsi Wang Mu as the Patron Deity of Women in Medieval China." Journal of the American Oriental Society 106, 155-168.

Pranala luar

sunting
  • Wang, Robin. "Images of Women in Chinese Thought and Culture: Writings from the Pre-Qin Period through the Song Dynasty". Hackett Publishing Company. 2003
  • Cahill, Suzanne E. "Transcendence & Divine Passion: The Queen Mother of the West in Medieval China", Stanford University Press. 1993.
  • 300 Tang poems. AFPC. http://www.afpc.asso.fr/wengu/wg/wengu.php?l=Tangshi Diarsipkan 2007-09-27 di Wayback Machine.
  • Zeisler, Bettina (2010). “East of the Moon and West of the Sun? Approaches to a Land with Many Names, North of Northern India and South of Khotan.” In: The Earth Ox Papers. Special Issue. The Tibet Journal, Autumn 2009 vol XXXIV n 3-Summer 2010 vol. SSSV n. 2. Edited by Roberto Vitali. Library of Tibetan Works and Archives, Dharamsala, H.P., India. pp. 371–463.
  • 坤元觀 Diarsipkan 2018-08-15 di Wayback Machine.
  • Transcendence and Divine Passion: The Queen Mother of the West in Medieval China, oleh Dr. Suzanne Elizabeth Cahill, Stanford University Press, ISBN 0-8047-2584-5
  • Chinese Mythology: An Introduction, Anne Birrell, 1999, Penerbit: Johns Hopkins University Press, ISBN 0-8018-6183-7