Tyrannosaurus

Genus tyrannosaurid dari periode Kapur Akhir

Tyrannosaurus[nb 1] adalah sebuah genus dinosaurus teropoda yang tergolong ke dalam klad Coelurosauria. Spesies Tyrannosaurus rex (sering dijuluki T. rex atau T-Rex; "rex" berarti "raja" dalam bahasa Latin) adalah salah satu teropoda besar yang paling dikenal oleh khalayak luas. Tyrannosaurus hidup di sebuah benua yang dikenal dengan nama Laramidia, yang kini telah berubah menjadi Amerika Utara bagian barat. Tyrannosaurus jauh lebih tersebar daripada hewan-hewan Tyrannosauridae lainnya. Fosil-fosil Tyrannosaurus telah ditemukan di berbagai formasi geologi dari zaman Kapur Akhir sekitar 68 hingga 65 juta tahun yang lalu.[2] Tyrannosaurus merupakan salah satu dinosaurus nonburung terakhir sebelum terjadinya peristiwa kepunahan Kapur–Paleogen.

Tyrannosaurus
Rentang waktu: Kapur Akhir (Maastrichtium), 68–65 jtyl
Tengkorak Tyrannosaurus rex yang disimpan di Palais de la Découverte, Paris
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Domain: Eukaryota
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Klad: Dinosauria
Klad: Saurischia
Klad: Theropoda
Famili: Tyrannosauridae
Subfamili: Tyrannosaurinae
Klad: Tyrannosaurini
Genus: Tyrannosaurus
Osborn, 1905
Spesies tipe
Tyrannosaurus rex
Osborn, 1905
Spesies lain
Sinonim
Sinonim genus
  • Dinotyrannus
    Olshevsky & Ford, 1995
  • Dynamosaurus
    Osborn, 1905
  • Manospondylus
    Cope, 1892
  • Nanotyrannus
    Bakker, Williams & Currie, 1988
  • Stygivenator
    Olshevsky, 1995
  • Tarbosaurus?
    Maleev, 1955
Sinonim spesies

Seperti hewan-hewan Tyrannosauridae lainnya, Tyrannosaurus adalah seekor karnivora bipedal dengan tengkorak besar yang diseimbangkan oleh ekornya yang berat dan panjang. Tyrannosaurus memiliki tungkai belakang yang kuat dan besar, sementara tungkai depannya pendek dan hanya memiliki dua jari. Spesimen Tyrannosaurus yang paling lengkap memiliki panjang 14 m,[3] tinggi 4 m di bagian panggul (titik tertinggi Tyrannosaurus karena hewan ini tidak dapat berdiri tegak),[4] dan menurut perkiraan yang paling modern mempunyai massa antara 8,4 hingga 14 ton.[3][5][6] Meskipun terdapat teropoda-teropoda lain dengan besar tubuh yang dapat menyaingi atau bahkan melebihi Tyrannosaurus rex, Tyrannosaurus masih menjadi salah satu predator darat terbesar yang pernah ditemukan dan diperkirakan memiliki gigitan terkuat di antara semua hewan yang hidup di darat.[7][8] Di lingkungannya, Tyrannosaurus rex merupakan karnivora terbesar, sehingga kemungkinan besar mereka adalah predator puncak yang memangsa Hadrosauridae, herbivora-herbivora seperti Ceratopsia dan Ankylosauria, dan mungkin juga Sauropoda.[9] Terdapat beberapa ahli yang meyakini bahwa Tyrannosaurus murni adalah seekor pemakan bangkai. Perdebatan mengenai jati diri Tyrannosaurus sebagai predator puncak atau pemakan bangkai merupakan salah satu perdebatan terpanjang dalam ilmu paleontologi. Sebagian besar ahli paleontologi saat ini berpegang pada kesimpulan bahwa Tyrannosaurus adalah seekor predator yang juga memakan bangkai.[10]

Sejauh ini telah ditemukan lebih dari 50 spesimen Tyrannosaurus rex, dan beberapa di antaranya hampir lengkap. Jaringan lunak dan protein telah didapati pada paling tidak satu spesimen. Berkat jumlah fosil yang berlimpah, peneliti dapat menyelidiki berbagai aspek biologisnya, termasuk sejarah kehidupan dan biomekanikanya. Perilaku makan, fisiologi, dan kecepatan potensial Tyrannosaurus rex merupakan beberapa subjek yang masih diperdebatkan. Taksonominya juga kontroversial, karena beberapa ilmuwan menganggap Tarbosaurus bataar dari Asia sebagai spesies Tyrannosaurus yang kedua, sementara yang lainnya menganggap Tarbosaurus sebagai genus yang terpisah. Beberapa genera Tyrannosauridae yang lain dari Amerika Utara juga telah disinonimkan dengan Tyrannosaurus.

Deskripsi

sunting
 
Perbandingan besar tubuh Tyrannosaurus (biru) dengan teropoda-teropoda raksasa lainnya

Tyrannosaurus rex adalah salah satu karnivora darat terbesar sepanjang masa. Spesimen lengkap yang disimpan di Museum Sejarah Alam Field, Chicago, dengan kode FMNH PR2081 dan dijuluki Sue, memiliki panjang 14 m[3] dan tinggi 4 m di panggulnya.[4] Menurut kajian-kajian terkini, Tyrannosaurus juga diperkirakan memiliki massa antara 8,4 ton sampai 14 ton saat masih hidup.[3][5][6] Sementara itu, pada tahun 2019, spesimen yang bernama Scotty (RSM P2523.8, disimpan di Royal Saskatchewan Museum) dilaporkan memiliki panjang 13 m, dan massanya diperkirakan sebesar 8,8 ton.[11][12] Tidak semua spesimen Tyrannosaurus ditemukan dalam keadaan dewasa. Sebelumnya, rata-rata massa Tyrannosaurus dewasa berubah-ubah seiring berjalannya waktu, dari yang paling rendah sebesar 4,5 ton [13][14] hingga yang paling tinggi dapat melebihi 7,2 ton,[15] sementara perkiraan paling modern berkisar antara 5,4 ton dan 8,0 ton.[3][16][17][18][19] Hutchinson et al. (2011) menemukan bahwa massa maksimal Sue berkisar antara 9,5 hingga 18,5 ton, meskipun mereka menyatakan bahwa perkiraan tertinggi dan terendah yang mereka buat didasarkan pada model yang memiliki batas kesalahan yang besar dan mereka dengan sengaja memasukkan perkiraan-perkiraan yang dianggap "terlalu kurus, terlalu gemuk, atau terlalu tidak proporsional"; dari sini mereka memperkirakan rata-rata massa Sue sebesar 14 ton.[3] Packard et al. (2009) menguji metode perkiraan massa dinosaurus pada gajah dan menyimpulkan bahwa metode-metode tersebut cacat dan menghasilkan perkiraan yang berlebihan; maka dari itu, massa Tyrannosaurus dan dinosaurus-dinosaurus lainnya mungkin jauh lebih rendah daripada yang telah diperkirakan.[20] Perkiraan lainnya menunjukkan bahwa spesimen-spesimen Tyrannosaurus terbesar yang telah ditemukan memiliki massa yang mendekati[5] atau melampaui 9 ton.[3][6]

 
Restorasi T. rex dengan kulit bersisik dan bulu yang lebih jarang

Mengingat bahwa jumlah spesimen Tyrannosaurus yang telah ditemukan relatif sedikit, sementara pada zaman masa hidupnya jumlah Tyrannosaurus jauh lebih banyak, sangat mungkin bahwa sebenarnya terdapat spesimen yang lebih besar daripada "Sue", tetapi individu-individu yang lebih besar ini mungkin tidak akan pernah ditemukan akibat tidak lengkapnya catatan fosil.[21] Holtz juga berpendapat bahwa "sangat masuk akal untuk menduga bahwa terdapat individu-individu yang 10, 15, atau bahkan 20 persen lebih besar ketimbang Sue dalam populasi T. rex manapun."[22]

Leher Tyrannosaurus rex melengkung seperti huruf S sebagaimana teropoda-teropoda lainnya. Leher tersebut pendek dan berotot untuk menopang kepala yang besar. Tungkai depannya hanya memiliki dua jari yang bercakar,[23] ditambah dengan tulang metakarpus kecil yang merupakan sisa jari ketiga.[24] Di sisi lain, tungkai belakangnya jika dibandingkan dengan besar tubuhnya merupakan salah satu yang terpanjang di antara semua teropoda. Ekornya berat dan panjang, kadang-kadang mengandung lebih dari empat puluh vertebra untuk menyeimbangkan kepala yang besar dengan tubuhnya. Untuk menyeimbangi massa tubuhnya yang amat besar, banyak tulang di tengkorak Tyrannosaurus yang berongga, sehingga mengurangi massa tanpa melemahkan kekuatannya.[23]

 
Tengkorak salah satu spesimen Tyrannosaurus (AMNH 5027)

Tengkorak spesimen Sue (salah satu yang terbesar) memiliki panjang 1,52 m.[4] Fenestra (bukaan) besar di tengkorak tersebut mengurangi massa dan menyediakan ruang untuk otot, seperti yang dapat diamati pada teropoda-teropoda karnivora lainnya. Namun, terdapat pula banyak perbedaan antara tengkorak Tyrannosaurus dengan tengkorak teropoda-teropoda non-Tyrannosauridae yang besar. Bagian belakang tengkorak Tyrannosaurus sangat lebar, tetapi moncongnya sangat kecil, sehingga mereka memiliki penglihatan binokular yang amat baik.[25][26] Tulang-tulang di bagian tengkorak Tyrannosaurus sangat besar, sementara tulang hidung dan beberapa tulang lainnya saling tergabung, sehingga tidak memungkinkan pergerakan di antara tulang-tulang tersebut; namun banyak dari antara tulang-tulang ini yang mengalami pneumatisasi (memiliki rongga-rongga udara yang kecil), yang membuat tulang-tulang tersebut lebih lentur serta lebih ringan. Ciri-ciri ini beserta dengan ciri-ciri lainnya yang memperkuat tengkorak merupakan bagian dari proses evolusi Tyrannosauridae yang semakin menguatkan gigitan mereka yang melampaui gigitan segala jenis dinosaurus non-Tyrannosauridae.[7][8][27] Ujung rahang atas berbentuk U (kebanyakan karnivora non-Tyrannosauridae memiliki rahang atas berbentuk V), sehingga menambah jumlah jaringan dan tulang yang dapat dicabik oleh seekor Tyrannosaurus dalam satu gigitan, meskipun pada saat yang sama juga meningkatkan tekanan di gigi depan.[28]

Gigi Tyrannosaurus rex bersifat heterodon (memiliki bentuk yang berbeda-beda).[23][29] Gigi pramaksila di bagian depan rahang atas tersusun secara padat, berbentuk D di penampang melintang, memiliki tonjolan-tonjolan (ridges) yang memperkuat di permukaan bagian belakang, merupakan gigi seri, dan melengkung ke arah belakang. Bentuk D di penampang melintang, tonjolan-tonjolan yang memperkuat, serta lengkungan ke arah belakang mengurangi risiko gigi patah ketika Tyrannosaurus sedang menggigit dan menarik sesuatu. Gigi-gigi lainnya kuat dan lebih mirip dengan pisang ketimbang belati, memiliki sela-sela yang lebih lebar, dan juga mempunyai tonjolan yang memperkuat.[30] Gigi di rahang atas lebih besar ketimbang gigi-gigi lainnya kecuali gigi-gigi di bagian belakang rahang bawah. Gigi Tyrannosaurus terbesar yang telah ditemukan sejauh ini diperkirakan memiliki panjang 30,5 cm (termasuk akar giginya saat hewan tersebut masih hidup), dan ini merupakan gigi terbesar dari antara semua dinosaurus karnivora yang pernah ditemukan.[31]

Kulit dan kemungkinan bulu

sunting
 
Model kepala "tradisional" T. rex yang memiliki kulit telanjang dan rahang yang tak berbibir. Model ini disimpan di Museum Sejarah Alam Wina

Meskipun tidak terdapat bukti langsung yang menunjukkan bahwa Tyrannosaurus rex memiliki bulu, saat ini banyak ilmuwan yang meyakini bahwa T. rex memiliki bulu-bulu paling tidak di beberapa bagian tubuhnya,[32] karena keberadaan bulu telah ditemukan pada spesies-spesies terkait. Mark Norell dari Museum Sejarah Alam Amerika menjelaskan bahwa "Bukti mengenai keberadaan bulu pada T. rex (paling tidak pada masa tertentu dalam kehidupannya) sama banyaknya dengan bukti mengenai keberadaan rambut pada Australopithecine seperti Lucy."[33]

Bukti pertama yang mendukung keberadaan bulu pada Tyrannosauridae berasal dari spesies Dilong paradoxus yang bertubuh kecil. Spesies tersebut ditemukan di Formasi Yixian, Tiongkok, pada tahun 2004. Seperti teropoda-teropoda lainnya yang ditemukan di Yixian, kerangka fosil tersebut memiliki lapisan filamen yang diakui sebagai pendahulu bulu.[34] Semua impresi kulit Tyrannosauridae besar yang telah ditemukan menunjukkan bukti akan adanya sisik, sehingga peneliti yang mengkaji Dilong menduga bahwa bulu memiliki korelasi negatif dengan ukuran tubuh; dalam kata lain, hewan-hewan muda mungkin memiliki bulu, tetapi kemudian bulunya rontok dan mereka hanya memiliki sisik saat sudah besar dan tidak lagi membutuhkan insulasi untuk tetap hangat.[34] Penemuan-penemuan berikutnya menunjukkan bahwa beberapa Tyrannosauridae besar bahkan memiliki bulu yang menutupi sebagian besar tubuh mereka, sehingga membantah hipotesis bahwa bulu terkait dengan ukuran tubuh.[35]

 
Model Tyrannosaurus di Polandia yang dilengkapi dengan bulu dan sisik, serta rahang yang berbibir

Impresi-impresi kulit salah satu spesimen Tyrannosaurus rex yang dijuluki "Wyrex" (BHI 6230) ditemukan di Montana pada tahun 2002.[36] Spesimen ini dan beberapa spesimen Tyrannosauridae lainnya memiliki paling tidak potongan-potongan kecil sisik,[37] sementara spesimen lainnya (seperti Yutyrannus huali yang memiliki panjang lebih dari 9 m dan massa sekitar 1.400 kg) memiliki bulu di berbagai bagian tubuhnya, yang merupakan indikasi kuat bahwa seluruh tubuhnya ditutupi bulu.[35] Kemungkinan tingkat persebaran bulu di tubuh Tyrannosauridae berubah-ubah seiring dengan perubahan ukuran tubuh, menghangatnya iklim, atau faktor-faktor lainnya.[35] Pada tahun 2017, berdasarkan impresi kulit yang ditemukan di ekor, ilium, dan leher spesimen "Wyrex" (BHI 6230) dan Tyrannosauridae lainnya yang berkerabat dekat, terdapat kemungkinan bahwa Tyrannosauridae yang bertubuh besar memiliki tubuh yang bersisik, dan jika terdapat bulu, bulu tersebut terbatas di bagian atas (dorsal).[38]

Hasil penelitian dari tahun 2016 menunjukkan bahwa teropoda-teropoda besar seperti Tyrannosaurus memiliki gigi yang ditutupi bibir sebagaimana kadal-kadal modern dan tidak seperti buaya yang tidak memiliki bibir sama sekali. Penarikan kesimpulan ini didasarkan pada keberadaan enamel; menurut penelitian tersebut, enamel dibutuhkan agar hewan-hewan ini tetap terhidrasi, dan masalah ini sama sekali tidak dihadapi oleh hewan-hewan yang hidup di air seperti buaya, atau hewan yang tidak bergigi seperti burung.[39][40]

Setelah membandingkan tekstur tulang Daspletosaurus dengan hewan-hewan Crocodilia yang ada saat ini (contoh: buaya dan aligator), hasil penelitian Thomas D. Carr et al. dari tahun 2017 menemukan bahwa Tyrannosaurus memiliki sisik yang besar dan datar di moncong mereka. Di tengah-tengah sisik tersebut terdapat potongan-potongan kecil yang mengalami keratinisasi. Pada hewan-hewan Crocodilia, potongan-potongan semacam itu melapisi serangkaian neuron sensorik yang dapat mendeteksi berbagai macam stimulus.[41][42] Mereka mengusulkan bahwa Tyrannosaurus mungkin juga memiliki serangkaian neuron sensorik di bawah sisik-sisik wajah mereka, dan organ sensorik ini kemungkinan berfungsi untuk mengenali objek, mengukur suhu sarang mereka, dan mengangkat telur dan tetasan dengan lembut.[43]

Sejarah riset

sunting
 
Restorasi kerangka Tyrannosaurus yang dibuat oleh William D. Matthew dari tahun 1905, yang merupakan rekonstruksi pertama Tyrannosaurus yang pernah dipublikasikan.[44]

Henry Fairfield Osborn, kepala Museum Sejarah Alam Amerika, memberi nama Tyrannosaurus rex pada 1905. Nama genusnya berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani τυράννος (tyrannos, artinya "tiran") dan σαύρος (sauros, berarti "kadal"). Osborn memakai kata Latin rex (artinya "raja") untuk nama spesifiknya. Maka dari itu, nama lengkapnya dapat diterjemahkan menjadi "raja kadal tiran", yang melambangkan besar tubuh hewan tersebut dan dugaan bahwa mereka mendominasi lingkungan hidupnya pada masanya.[45]

Temuan-temuan terawal

sunting
 
Spesimen tipe Dynamosaurus imperiosus

Gigi yang kelak diidentifikasikan sebagai gigi Tyrannosaurus rex ditemukan pada tahun 1874 oleh Arthur Lakes di dekat Golden, Colorado. Pada awal era 1890-an, John Bell Hatcher mengumpulkan fosil-fosil postkranium di Wyoming timur. Fosil-fosil tersebut awalnya diyakini berasal dari salah satu spesies Ornithomimus (O. grandis), tetapi sekarang dianggap sebagai fosil Tyrannosaurus rex. Sementara itu, beberapa bagian vertebra ditemukan oleh Edward Drinker Cope di Dakota Selatan bagian barat pada tahun 1892; temuan ini dianggap sebagai fosil Manospondylus gigas, tetapi beberapa juga telah diakui sebagai fosil Tyrannosaurus rex.[46]

Barnum Brown, asisten kurator Museum Sejarah Alam Amerika, menemukan sebagian dari kerangka Tyrannosaurus rex di Wyoming timur pada tahun 1900. H. F. Osborn awalnya menamakannya Dynamosaurus imperiosus dalam sebuah makalah dari tahun 1905. Brown kembali menemukan beberapa bagian kerangka di Formasi Hell Creek di Montana pada 1902. Osborn memakai holotipe ini untuk mendeskripsikan Tyrannosaurus rex di dalam makalah yang juga mendeskripsikan D. imperiosus.[45] Pada tahun 1906, Osborn mengakui bahwa keduanya adalah spesies yang sama, dan kemudian memilih Tyrannosaurus sebagai nama yang sah.[47] Kerangka yang awalnya disebut Dynamosaurus kini disimpan di Museum Sejarah Alam, London.[48]

Secara keseluruhan, Brown menemukan lima kerangka Tyrannosaurus yang tidak lengkap. Pada tahun 1941, hasil temuan Brown dari tahun 1902 dijual kepada Museum Sejarah Alam Carnegie di Pittsburgh, Pennsylvania. Temuan keempat dan terbesar Brown, yang juga berasal dari Hell Creek, kini disimpan di Museum Sejarah Alam Amerika, New York.[49]

Manospondylus

sunting
 
Ilustradi spesimen tipe (AMNH 3982) Manospondylus gigas

Spesimen fosil pertama yang telah diberi nama dan dapat dikaitkan dengan Tyrannosaurus rex terdiri dari dua vertebra yang tidak lengkap (salah satunya sudah hilang) yang ditemukan oleh Edward Drinker Cope pada tahun 1892. Cope merasa yakin bahwa vertebra-vertebra ini berasal dari seekor dinosaurus "agathaumid" (Ceratopsidae), dan ia menamainya Manospondylus gigas, yang berarti "vertebra berpori raksasa", yang mengacu kepada bukaan-bukaan untuk pembuluh darah yang ia temukan di tulang tersebut.[46] Fosil M. gigas kemudian diidentifikasikan sebagai teropoda ketimbang Ceratopsidae, dan H.F. Osborn sudah mengakui kemiripan di antara M. gigas dan Tyrannosaurus rex semenjak tahun 1917. Akibat tidak lengkapnya vertebra Manospondylus, Osborn tidak menyamakan kedua genera tersebut.[50]

Pada Juni 2000, Black Hills Institute telah mengidentifikasi tempat penemuan spesimen tipe M. gigas di Dakota Selatan dan berhasil menggali tulang-tulang Tyrannosaurus lainnya di sana. Tulang-tulang tersebut dianggap sebagai tulang-tulang individu yang sama, dan identik dengan Tyrannosaurus rex.[51] Menurut Peraturan Internasional bagi Tata Nama Zoologi (ICZN), Manospondylus gigas harus lebih diprioritaskan daripada Tyrannosaurus rex, karena nama tersebut muncul terlebih dahulu. Namun, edisi keempat ICZN, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2000, menyatakan bahwa "pemakaian nama yang umum harus diutamakan" ketika "sinonim atau homonim yang digunakan terlebih dahulu tidak lagi digunakan sebagai nama yang sah setelah tahun 1899" dan "sinonim atau homonim yang dipakai sesudahnya telah digunakan untuk takson tertentu sebagai nama yang dianggap sah dalam setidaknya 25 karya, diterbitkan oleh setidaknya 10 penulis dalam rentang waktu 50 tahun sebelumnya ..."[52] Tyrannosaurus rex dianggap sebagai nama yang sah berdasarkan prasyarat-prasyarat ini dan kemungkinan besar akan digolongkan sebagai nomen protectum ("nama yang dilindungi") menurut ICZN jika nama tersebut suatu saat akan diterbitkan secara resmi. Manospondylus gigas kemudian akan dianggap sebagai nomen oblitum ("nama yang terlupakan").[53]

Spesimen terkenal

sunting
 
Spesimen Sue, Museum Sejarah Alam Field, Chicago

Seorang paleontolog amatir yang bernama Sue Hendrickson menemukan kerangka Tyrannosaurus raksasa yang nyaris lengkap (sekitar 85%) di Formasi Hell Creek di dekat Faith, Dakota Selatan, pada tanggal 12 Agustus 1990. Spesimen tersebut dinamai Sue untuk menghormati penemunya, tetapi hak miliknya kemudian diperebutkan. Pada tahun 1997, sengketa ini diselesaikan dan hak miliknya diberikan kepada Maurice Williams, pemilik lahan tempat penemuan fosil tersebut. Koleksi fosil tersebut dibeli oleh Museum Sejarah Alam Field melalui sebuah proses lelang dengan harga $7,6 juta, sehingga menjadi kerangka dinosaurus termahal. Para petugas di museum tersebut menghabiskan lebih dari 25.000 jam orang kerja untuk mengeluarkan batu-batuan dari tulang-tulangnya.[54] Tulang-tulangnya dikirim ke New Jersey dan lalu disusun. Hasil susunan tersebut kemudian dicopot dan lalu dikirim kembali ke Chicago untuk disusun ulang. Kerangka tersebut mulai dipamerkan kepada khayalak umum pada tanggal 17 Mei 2000 Stanley Field Hall di Museum Sejarah Alam Field. Hasil penelitian terhadap tulang-tulang Sue menunjukkan bahwa spesimen ini mencapai besar maksimalnya pada usia 19 tahun dan menjemput ajal pada usia 28 tahun, sehingga Sue adalah Tyrannosaurus dengan rentang hidup terpanjang yang telah ditemukan.[55] Dugaan bahwa Sue mati akibat gigitan di belakang kepala masih belum terbukti. Meskipun hasil penelitian berikutnya menunjukkan indikasi-indikasi patologi di kerangka tersebut, tak ada tanda-tanda gigitan yang telah ditemukan.[23][56] Kerusakan di bagian belakang tengkorak kemungkinan disebabkan oleh sesuatu yang terjadi setelah kematiannya. Terdapat pula dugaan bahwa Sue mungkin mati akibat kelaparan setelah terkena infeksi parasit yang berasal dari daging yang terkontaminasi; infeksi yang dihasilkan akan memicu peradangan di tenggorokan, dan Sue akhirnya akan mati kelaparan karena tidak lagi dapat menelan makanan. Hipotesis ini diperkuat dengan adanya lubang-lubang yang ujungnya halus di tengkoraknya, mirip dengan lubang pada burung-burung yang terserang parasit serupa.[57]

 
"Sue", AMNH 5027, "Stan", dan "Jane", dibandingkan dengan manusia.

Seekor Tyrannosaurus lain yang dijuluki Stan (untuk menghormati paleontolog amatir Stan Sacrison) ditemukan di Formasi Hell Creek di dekat Buffalo, Dakota Selatan, pada musim semi tahun 1987. Spesimen ini tidak dikumpulkan hingga tahun 1992, karena sebelumnya dikira sebagai kerangka Triceratops. Kelengkapan spesimen Stan kurang lebih sebesar 63% dan spesimen tersebut disimpan di Black Hills Institute of Geological Research, Hill City, Dakota Selatan, setelah dibawa ke berbagai tempat pada tahun 1995 dan 1996.[36] Tulang-tulang Tyrannosaurus ini juga didapati memiliki tanda-tanda patologi, termasuk tulang rusuk yang patah (dan telah pulih), leher yang patah (dan juga telah pulih), serta lubang besar di belakang kepalanya, yang kurang lebih seukuran dengan gigi Tyrannosaurus.[58]

 
Kerangka Bucky dan replika kerangka Stan di Museum Anak-Anak Indianapolis

Pada tahun 2001, kerangka Tyrannosaurus muda dengan kelengkapan 50% ditemukan di Formasi Hell Creek, Montana, oleh seorang petugas dari Museum Sejarah Alam Burpee di Rockford, Illinois. Spesimen ini dijuluki Jane dan awalnya dikira sebagai kerangka Nanotyrannus kerdil pertama yang ditemukan, tetapi hasil penelitian kemudian menunjukkan bahwa kemungkinan besar spesimen tersebut adalah spesimen Tyrannosaurus muda.[59] Spesimen tersebut adalah contoh spesimen muda paling lengkap yang telah ditemukan sejauh ini. Jane telah diteliti oleh Jack Horner, Pete Larson, Robert Bakker, Greg Erickson, dan beberapa paleontolog terkenal lainnya, berkat keunikan usianya. Kerangka Jane kini dipamerkan di Museum Sejarah Alam Burpee, Rockford, Illinois.[60][61]

Klasifikasi

sunting

Tyrannosaurus adalah genus tipe dari superfamili Tyrannosauroidea, famili Tyrannosauridae, dan subfamili Tyrannosaurinae; dalam kata lain, genus Tyrannosaurus menjadi standar bagi para paleontolog untuk memutuskan apakah spesies lain akan dimasukkan ke dalam kelompok yang sama. Genus-genus lain yang tergolong ke dalam subfamili Tyrannosaurinae meliputi Daspletosaurus dari Amerika Utara dan Tarbosaurus dari Asia,[62][63] dan keduanya kadang-kadang disinonimkan dengan Tyrannosaurus.[64] Tyrannosauridae sebelunya sempat dianggap sebagai keturunan teropoda-teropoda besar dari masa sebelumnya seperti megalosaurus dan carnosaurus, tetapi kini Tyrannosauridae dikelompokkan bersama dengan hewan-hewan dari klad Coelurosauria yang umumnya lebih kecil.[28]

 
Diagram yang menampilkan perbedaan antara tengkorak Tarbosaurus (A) dan Tyrannosaurus (B)

Pada tahun 1955, paleontolog Soviet Evgeny Maleev menamakan spesies baru, Tyrannosaurus bataar, yang berasal dari Mongolia.[65] Pada tahun 1965, spesies tersebut berganti nama menjadi Tarbosaurus bataar.[66] Meskipun namanya sudah diganti, hasil-hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa Tarbosaurus bataar merupakan takson saudara Tyrannosaurus rex,[63] dan sering dianggap sebagai spesies Tyrannosaurus di Asia.[28][67][68] Pendeskripsian ulang tengkorak Tarbosaurus bataar kemudian menunjukkan bahwa tengkoraknya jauh lebih sempit daripada Tyrannosaurus rex; saat menggigit, persebaran tekanan pada tengkoraknya juga sangat berbeda dan lebih mirip dengan gigitan Alioramus (salah satu genus Tyrannosauridae di Asia).[69]

Sebuah analisis kladistik terkait menemukan bahwa Alioramus-lah yang menjadi takson saudara Tarbosaurus dan bukan Tyrannosaurus; jika hasil analisis ini benar, maka Tarbosaurus dan Tyrannosaurus sebaiknya tetap dipisahkan.[62] Penemuan dan pendeskripsian genus Qianzhousaurus pada tahun 2014 membantah hasil analisis ini dan menunjukkan bahwa Alioramus sepatutnya masuk ke dalam klad Alioramini.[70][71] Penemuan genus Tyrannosauridae lain yang disebut Lythronax semakin membuktikan bahwa Tarbosaurus dan Tyrannosaurus memiliki hubungan kekerabatan yang dekat, sehingga Tarbosaurus dan Tyrannosaurus membentuk sebuah klad bersama-sama dengan sebuah genus Tyrannosauridae lainnya di Asia yang dinamai Zhuchengtyrannus, sementara Lythronax merupakan takson saudara genus-genus ini.[72][73] Hasil penelitian Steve Brusatte, Thomas Carr et al. dari tahun 2016 juga menunjukkan bahwa Tyrannosaurus kelihatannya merupakan pendatang dari Asia, dan ada kemungkinan bahwa mereka adalah keturunan Tarbosaurus. Hasil penelitian ini juga mengindikasikan bahwa Tyrannosaurus mungkin telah mengakibatkan kepunahan Tyrannosauridae lainnya di Amerika Utara akibat persaingan.[74] Temuan lain dari tahun 2006 mengindikasikan bahwa Tyrannosaurus raksasa mungkin sudah ada di Amerika Utara paling tidak dari masa 75 juta tahun lalu. Belum diketahui secara pasti apakah spesimen ini tergolong ke dalam Tyrannosaurus rex, merupakan spesies baru Tyrannosaurus, atau sebuah genus baru yang masih misterius.[75]

Fosil-fosil Tyrannosauridae yang ditemukan di formasi-formasi yang sama dengan Tyrannosaurus rex awalnya digolongkan sebagai takson terpisah, termasuk Aublysodon dan Albertosaurus megagracilis,[76] yang kemudian dinamai Dinotyrannus megagracilis pada tahun 1995.[77] Fosil-fosil tersebut sekarang dianggap sebagai Tyrannosaurus rex muda.[78] Pengecualiannya adalah sebuah tengkorak kecil namun nyaris lengkap dari Montana dengan panjang 60 cm. Tengkorak tersebut aslinya digolongkan sebagai salah satu spesies Gorgosaurus (G. lancensis) oleh Charles W. Gilmore pada tahun 1946,[79] namun kemudian disebut sebagai sebuah genus baru, Nanotyrannus.[80] Para paleontolog saat ini masih memperdebatkan apakah N. lancensis memang terpisah dari Tyrannosaurus rex. Beberapa menganggap tengkorak tersebut merupakan tengkorak T. rex muda.[81] Tidak terdapat terlalu banyak perbedaan di antara kedua spesies tersebut, tetapi jumlah gigi N. lancensis lebih banyak, sehingga beberapa ilmuwan menyarankan agar tetap memisahkan kedua genus tersebut hingga penelitian dan penemuan-penemuan baru dapat menjelaskan hal tersebut.[63][82]

 
Holotipe Nanotyrannus lancensis, mungkin merupakan seekor Tyrannosaurus muda

Berikut adalah kladogram Tyrannosauridae berdasarkan hasil analisis filogenetik yang dilakukan oleh Loewen et al. pada tahun 2013.[72]

Tyrannosauridae
Albertosaurinae

Gorgosaurus libratus 

Albertosaurus sarcophagus

Tyrannosaurinae

Tyrannosauridae Dinosaur Park

Daspletosaurus torosus 

Tyrannosauridae Two Medicine

Teratophoneus curriei

Bistahieversor sealeyi

Lythronax argestes 

Tyrannosaurus rex 

Tarbosaurus bataar 

Zhuchengtyrannus magnus

Paleobiologi

sunting

Riwayat hidup

sunting
 
Sebuah grafik yang menunjukkan kurva pertumbuhan massa tubuh dibandingkan dengan usia (Tyrannosaurus ditandai dengan warna hitam, yang lainnya adalah dinosaurus-dinosaurus Tyrannosauridae). Data diambil dari Erickson et al., 2004

Penemuan beberapa spesimen Tyrannosaurus rex muda telah memungkinkan penelitian perubahan ontogenesis pada spesies tersebut. Berkat spesimen-spesimen ini, para ilmuwan juga dapat memperkirakan rentang kehidupan Tyrannosaurus, serta menentukan seberapa cepat dinosaurus tersebut dapat tumbuh. Individu terkecil yang telah ditemukan (LACM 28471, "teropoda Yordania") diperkirakan hanya memiliki massa 30 kg, sementara salah satu yang terbesar, seperti FMNH PR2081 (Sue), kemungkinan bermassa 5.650 kg. Analisis histologi terhadap tulang-tulang Tyrannosaurus rex menunjukkan LACM 28471 hanya berusia 2 tahun saat mati, sementara Sue menjemput ajal saat berumur 28 tahun, yang mungkin mendekati rentang kehidupan maksimal Tyrannosaurus.[16]

Histologi juga memungkinkan penentuan usia spesimen lainnya. Kurva pertumbuhan kemudian dapat dibuat dengan membandingkan massa spesimen dengan usianya. Kurva pertumbuhan Tyrannosaurus rex berbentuk seperti huruf S: yang masih muda memiliki massa di bawah 1.800 kg sampai sekitar usia 14 tahun, dan kemudian massa tubuhnya naik secara drastis. Pada fase pertumbuhan eksponensial ini, massa seekor Tyrannosaurus rex muda setiap tahunnya bertambah dengan rata-rata 600 kg untuk kurun waktu empat tahun. Pada usia 18 tahun, kurva mendatar kembali, yang menunjukkan bahwa pertumbuhan telah melambat. Sebagai gambaran, perbedaan massa Sue yang berusia 28 tahun dengan spesimen dari Kanada yang berumur 22 tahun (RTMP 81.12.1) hanya sebesar 600 kg.[16] Hasil penelitian histologi dari tahun 2004 memperkuat temuan-temuan ini dengan menunjukkan bahwa pertumbuhan yang cepat mulai melambat pada usia 16 tahun.[83]

 
Spesimen Tyrannosaurus muda yang berusia 11 tahun (diberi nama Jane) dengan spesimen dewasa di belakang. Kerangka-kerangka ini disimpan di Museum Sejarah Alam Burpee

Hasil penelitian Hutchinson et al. pada tahun 2011 memperkuat temuan-temuan ini, walaupun laju pertumbuhannya ternyata lebih tinggi daripada yang sebelumnya diperkirakan, yaitu 1.790 kg setiap tahunnya pada masa pertumbuhan eksponensial.[3] Penelitian tersebut mengurangi secara signifikan perbedaan antara laju pertumbuhan aktual dengan laju pertumbuhan yang diperkirakan untuk hewan sebesar itu.[3] Perubahan laju pertumbuhan secara mendadak pada akhir masa pertumbuhan mungkin menunjukkan kematangan fisik, sebuah hipotesis yang didukung oleh penemuan jaringan meduler pada tulang paha spesimen Tyrannosaurus rex yang berusia antara 16 hingga 20 tahun dari Montana (MOR 1125, juga dikenal sebagai B-rex). Jaringan meduler hanya ditemukan pada burung betina selama ovulasi, sehingga kemungkinan B-rex sudah berada dalam usia reproduksi.[84] Penelitian lebih lanjut memperkirakan usia 18 tahun untuk spesimen ini.[85] Pada tahun 2016, Mary Higby Schweitzer dan Lindsay Zanno et al. akhirnya berhasil membuktikan bahwa jaringan lunak pada tulang paha MOR 1125 adalah jaringan meduler. Temuan ini memastikan bahwa spesimen tersebut adalah seekor betina. Penemuan jaringan tulang meduler pada Tyrannosaurus mungkin akan sangat membantu upaya penentuan jenis kelamin spesies dinosaurus lainnya, karena susunan kimiawi jaringan meduler sangat jelas menunjukkan jenis kelamin hewan tersebut.[86] Sebagai perbandingan, Tyrannosauridae lainnya memiliki laju pertumbuhan yang hampir mirip, walaupun jika dibandingkan secara proporsional laju pertumbuhan mereka lebih rendah karena ukuran tubuh dewasa mereka juga lebih kecil.[87]

Lebih dari setengah spesimen Tyrannosaurus rex yang telah ditemukan tampaknya mati dalam waktu enam tahun setelah matang secara seksual. Secara keseluruhan, tingkat kematian pada bayi Tyrannosaurus tinggi, dan lalu tingkat kematian pada Tyrannosaurus muda relatif rendah. Tingkat kematian naik lagi setelah mereka matang secara seksual, salah satunya akibat tekanan reproduksi.[87] Menurut salah satu hasil penelitian, terdapat kemungkinan bahwa kelangkaan fosil Tyrannosaurus rex muda diakibatkan oleh tingkat kematian Tyrannosaurus muda yang rendah; hewan-hewan tersebut tidak mati dalam jumlah yang besar pada usia tersebut, sehingga semakin kecil kemungkinan fosilisasi.[87] Kelangkaan ini juga dapat disebabkan oleh ketidaklengkapan catatan fosil atau kecenderungan para kolektor fosil untuk mencari spesimen yang lebih besar.[87] Sementara itu, Gregory S. Paul menduga bahwa Tyrannosaurus bereproduksi secara cepat dan mati muda, tetapi mengaitkan rentang kehidupan mereka yang pendek dengan lingkungan hidup mereka yang berbahaya.[88]

Dimorfisme seksual

sunting
 
Kerangka-kerangka yang dipasang dalam posisi sedang berkawin di Museum Jura Asturias

Seiring dengan meningkatnya jumlah spesimen yang telah ditemukan, para ilmuwan mulai menganalisis variasi di tingkatan individual dan menemukan dua jenis tubuh yang berbeda, mirip dengan yang telah ditemukan pada beberapa spesies teropoda lainnya. Salah satu dari kedua bentuk ini lebih kokoh, sehingga disebut bentuk yang 'tegar' (robust), sementara yang lainnya diberi julukan 'langsing' atau 'ramping' (gracile). Beberapa perbedaan morfologis di antara kedua bentuk tersebut digunakan untuk menganalisis dimorfisme seksual pada spesies Tyrannosaurus rex, dan bentuk yang 'tegar' diduga merupakan bentuk tubuh betina. Sebagai contoh, panggul beberapa spesimen yang 'tegar' tampaknya lebih lebar, kemungkinan agar telur bisa lewat.[89] Morfologi 'tegar' juga diduga berkorelasi dengan tulang chevron yang lebih kecil di ekor pertama vertebra, seolah-olah agar telur dapat keluar dari saluran reproduksi, seperti yang pernah dilaporkan terjadi pada buaya (walaupun sebenarnya salah).[90]

Dalam beberapa tahun terakhir, bukti yang menunjukkan keberadaan dimorfisme seksual semakin melemah. Sebuah penelitian dari tahun 2005 melaporkan bahwa klaim-klaim sebelumnya mengenai keberadaan dimorfisme seksual pada anatomi chevron buaya merupakan suatu kesalahan, sehingga menimbulkan keraguan terhadap keberadaan dimorfisme serupa pada spesies Tyrannosaurus rex.[91] Sebuah chevron berukuran penuh ditemukan di ekor pertama vertebra Sue, seekor individu yang sangat tegar, yang menyiratkan bahwa tulang tersebut tak dapat digunakan untuk memisahkan dua bentuk yang berbeda. Pada spesimen-spesimen Tyrannosaurus rex yang ditemukan di wilayah yang terbentang dari Saskatchewan hingga New Mexico, perbedaan antar individu mungkin lebih menunjukkan variasi yang diakibatkan oleh geografi ketimbang dimorfisme seksual. Perbedaan juga dapat disebabkan oleh usia, dan berdasarkan dugaan ini individu-individu yang 'tegar' merupakan hewan-hewan yang lebih tua.[23]

Hanya ada satu spesimen Tyrannosaurus rex yang telah terbukti memiliki jenis kelamin tertentu. Pengujian B-rex menemukan jaringan lunak di dalam beberapa tulang. Beberapa jaringan tersebut telah diidentifikasikan sebagai jaringan meduler, yaitu sebuah jaringan khusus yang hanya ada pada burung modern sebagai sumber kalsium untuk memproduksi cangkang telur selama ovulasi. Hanya burung betina yang dapat bertelur, sehingga jaringan meduler hanya ada pada betina, walaupun jantan juga dapat menghasilkan jaringan tersebut jika disuntikkan dengan hormon reproduksi betina seperti estrogen. Hal ini merupakan indikasi yang sangat kuat bahwa B-rex adalah seekor betina, dan kemungkinan ia mati saat ovulasi.[84] Penelitian terkini menunjukkan bahwa jaringan meduler tak pernah ditemukan pada buaya, yang diduga merupakan kerabat terdekat dinosaurus saat ini selain burung. Namun demikian, keberadaan jaringan meduler pada burung dan dinosaurus teropoda semakin memperkuat bukti hubungan evolusioner yang dekat di antara keduanya.[92]

Postur

sunting
 
Rekonstruksi Tyrannosaurus dengan postur yang sejalan dengan pemahaman modern

Saat ini museum-museum, karya-karya seni, dan film-film menggambarkan Tyrannosaurus rex dengan tubuh yang kurang lebih sejajar dengan tanah dan ekor yang panjang untuk menyeimbangkan kepala.

Seperti halnya dinosaurus-dinosaurus bipedal lainnya, Tyrannosaurus rex dulunya digambarkan berpostur dengan sudut sekitar 45 derajat dari garis lurus dan ekor yang menyentuh tanah, mirip dengan kangguru. Konsep ini dapat ditilik kembali ke rekonstruksi Hadrosaurus dari tahun 1865 buatan Joseph Leidy, yang merupakan orang pertama yang menggambarkan dinosaurus dengan postur bipedal.[93] Pada tahun 1915, dengan keyakinan bahwa Tyrannosaurus berdiri tegak, Henry Fairfield Osborn, mantan kepala Museum Sejarah Alam Amerika, semakin menyebarkan gagasan ini dengan memamerkan kerangka Tyrannosaurus rex yang disusun dengan postur tegak di museum yang ia kepalai. Fosil tersebut berdiri dengan postur seperti ini selama 77 tahun hingga akhirnya dibongkar pada tahun 1992.[94]

Pada tahun 1970, para ilmuwan mulai menyadari bahwa postur semacam ini tidaklah benar, karena postur tersebut akan mengakibatkan dislokasi atau melemahkan beberapa sendi, termasuk pinggul dan sambungan antara kepala dengan koluma vertebra.[95] Ketidakakuratan postur yang dipamerkan di Museum Sejarah Alam Amerika telah menginspirasi penggambaran-penggambaran serupa di film-film dan lukisan-lukisan (seperti lukisan dinding terkenal karya Rudolph Zallinger yang berjudul The Age of Reptiles di Museum Sejarah Alam Peabody, Universitas Yale),[96] hingga era 1990-an, ketika film-film seperti Jurassic Park mulai memperkenalkan postur yang lebih akurat kepada khalayak umum.[97]

Lengan

sunting
 
Lengan depan mungkin dipakai oleh T. rex untuk bangun dari posisi beristirahat, seperti yang terlihat pada kerangka ini (spesimen Bucky)

Saat Tyrannosaurus rex pertama kali ditemukan, tulang lengan atas merupakan satu-satunya bagian dari tungkai depan yang diketahui keberadaannya.[45] Dalam upaya untuk memasang kerangka yang dipamerkan untuk umum pada tahun 1915, Osborn menggunakan tungkai depan yang berjari tiga seperti pada Allosaurus.[50] Setahun sebelumnya, Lawrence Lambe sudah mendeskripsikan tungkai depan dengan dua jari pada Gorgosaurus yang berhubungan dekat dengan Tyrannosaurus.[98] Hal ini dianggap sebagai indikasi kuat bahwa Tyrannosaurus rex memiliki tungkai depan yang serupa, tetapi hipotesis ini baru dipastikan kebenarannya setelah lengan-lengan depan Tyrannosaurus rex pertama yang lengkap ditemukan pada spesimen MOR 555 ("Wankel rex") pada tahun 1989.[49] Sue juga memiliki lengan yang lengkap.[23] Lengan Tyrannosaurus rex relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan besar tubuhnya secara keseluruhan; panjang lengan tersebut hanya 1 m, dan beberapa ahli menganggapnya sebagai organ vestigial. Namun, tulang-tulang di lengan Tyrannosaurus memiliki ruang yang besar untuk otot, sehingga kemungkinan lengan ini sangat kuat. Hal ini sudah diakui paling tidak dari tahun 1906 oleh Osborn, yang menduga bahwa lengan tersebut dipakai untuk memegang pasangan saat sedang bersetubuh.[47] Terdapat pula dugaan bahwa tungkai depan digunakan untuk membantu Tyrannosaurus bangun dari posisi beristirahat.[95]

 
Diagram yang menggambarkan anatomi lengan

Terdapat pula kemungkinan bahwa lengan dipakai untuk menahan mangsa yang sedang melawan. Hipotesis ini tampaknya didukung oleh analisis biomekanikal. Tulang-tulang lengan Tyrannosaurus rex memiliki tulang kortikal yang sangat tebal, yang telah dianggap sebagai bukti bahwa tulang-tulang tersebut mampu menahan beban yang berat. Otot biceps brachii Tyrannosaurus rex dewasa dapat mengangkat beban sebesar 199 kg, dan otot-otot lainnya (seperti otot brakialis) juga akan semakin memperkuat pergerakan fleksi siku. Otot biceps T. rex 3,5 kali lebih kuat daripada otot biceps manusia. Namun, pergerakan lengan Tyrannosaurus rex cukup terbatas; sendi bahu hanya memungkinkan pergerakan 40 derajat, sementara sendi siku hanya memungkinkan 45 derajat. Sebagai perbandingan, sendi bahu Deinonychus memungkinkan pergerakan 80 derajat dan sendi sikunya memungkinkan pergerakan 130 derajat, sementara lengan manusia dapat berputar 350 derajat pada bagian bahu dan dapat digerakkan hingga 165 derajat pada bagian siku. Secara keseluruhan, lengan Tyrannosaurus mungkin berevolusi untuk menahan mangsa yang berusaha melawan, mengingat lengannya memiliki tulang dan otot yang kuat serta pergerakan yang cukup terbatas. Dalam deskripsi ilmiah pertama lengan Tyrannosaurus, paleontolog Kenneth Carpenter dan Matt Smith menolak gagasan bahwa lengan Tyrannosaurus sama sekali tidak berguna atau bahwa mereka murni merupakan pemakan bangkai.[99]

Menurut paleontolog Steven Stanley dari Universitas Hawaii, lengan Tyrannosaurus rex digunakan untuk mencakar mangsa, khususnya oleh dinosaurus muda karena lengan mereka tumbuh lebih lambat bila dibandingkan dengan anggota tubuh mereka yang lain, sehingga Tyrannosaurus rex muda akan memiliki lengan yang secara proporsional lebih panjang bila dibandingkan dengan Tyrannosaurus rex dewasa.[100]

Jaringan lunak

sunting

Pada Maret 2005, Mary Higby Schweitzer et al. mengumumkan bahwa mereka berhasil memperoleh jaringan lunak dari rongga meduler di tulang tungkai seekor Tyrannosaurus rex yang telah terfosilisasi. Tulang tersebut sebelumnya telah dibongkar secara sengaja selama proses pengangkutan dan kemudian tak disimpan dalam keadaan yang normal, karena Schweitzer memang ingin menyelidiki jaringan lunaknya.[101] Fosil yang disebut spesimen Museum of the Rockies bernomor 1125 (MOR 1125) ini sebelumnya digali dari Formasi Hell Creek. Setelah bagian-bagian mineralnya dikeluarkan, terlihat keberadaan pembuluh darah dan matriks tulang. Selain itu, mikrostruktur yang mengingatkan pada sel darah ditemukan di dalam matriks dan pembuluh tersebut. Struktur tersebut mirip dengan sel dan pembuluh darah burung unta. Tidak diketahui secara pasti apakah jaringan-jaringan ini masih terjaga berkat proses fosilisasi yang normal, dan apakah jaringan-jaringan tersebut memang jaringan dinosaurus yang asli, sehingga mereka sangat berhati-hati dalam membuat klaim terkait dengan keterjagaan jaringan lunak.[102] Jika memang asli, protein-protein yang masih ada dapat dipakai untuk menebak secara tidak langsung beberapa isi DNA dinosaurus, karena setiap protein umumnya dihasilkan oleh gen tertentu. Ketiadaan penemuan-penemuan sebelumnya mungkin disebabkan oleh asumsi ilmuwan bahwa jaringan lunak tidak mungkin terjaga sampai sekarang, maka dari itu mereka tidak mencoba mencarinya. Semenjak itu, dua Tyrannosaurus dan satu Hadrosaurus didapati memiliki struktur yang seperti jaringan.[101] Penelitian terhadap sebagian dari jaringan tersebut menunjukkan bahwa burung berkerabat lebih dengan dengan Tyrannosaurus daripada hewan-hewan modern lainnya.[103]

 
Tulang paha T. rex (MOR 1125). Dari sini diperoleh peptida dan matriks tulang yang telah didemineralisasi

Menurut hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal Science pada April 2007, Asara et al. menyimpulkan bahwa tujuh sisa protein kolagen yang telah ditemukan di tulang Tyrannosaurus rex sangat mirip dengan yang ada pada ayam. Penemuan protein pada fosil yang berusia puluhan juta tahun beserta sisa-sisa protein serupa yang ditemukan pada tulang mastodon yang berusia paling tidak 160.000 tahun telah memutarbalikkan pandangan para ilmuwan sebelumnya dan mengalihkan perhatian para paleontolog dari yang hanya berburu tulang menjadi juga berkecimpung pada bidang biokimia. Sebelum penemuan-penemuan ini, mereka mengasumsikan bahwa fosilisasi akan menggantikan semua jaringan-jaringan dengan mineral. Paleontolog Hans Larsson dari Universitas McGill, yang tidak ikut serta dalam penelitian ini, menyebutnya sebagai "tonggak sejarah" dan menyatakan bahwa penemuan ini membuat dinosaurus "masuk ke dalam bidang biologi molekuler dan sungguh dapat membawa paleontolog ke dunia modern".[104]

Keberadaan jaringan lunak telah dipertanyakan oleh Thomas Kaye dari Universitas Washington et al. pada tahun 2008. Mereka menegaskan bahwa apa yang sebenarnya berada di dalam tulang Tyrannosaurus tersebut adalah biofilm yang dihasilkan oleh bakteri yang melapisi kekosongan yang sebelumnya diisi oleh pembuluh dan sel darah.[105] Mereka juga menemukan bahwa apa yang sebelumnya diidentifikasikan sebagai sisa-sisa sel darah (akibat keberadaan besi) sebenarnya adalah framboid, yaitu butiran-butiran mineral mikroskopik yang mengandung besi. Mereka menemukan butiran-butiran serupa di fosil-fosil dari berbagai periode, termasuk fosil kelompok moluska Ammonoidea. Pada Ammonoidea, besi yang dikandung oleh butiran-butiran ini berada di tempat yang tidak memiliki hubungan apapun dengan darah.[106] Namun, Schweitzer sangat mengkritik klaim-klaim Kaye dan berpendapat bahwa tak ada bukti yang mendukung pernyataan bahwa biofilm dapat memproduksi tabung-tabung yang bercabang dan berongga seperti yang ditemukan pada hasil penelitian Schweitzer.[107] San Antonio, Schweitzer dan rekan-rekannya juga menerbitkan sebuah analisis pada tahun 2011 mengenai bagian kolagen mana saja yang telah ditemukan, dan mereka lalu menyimpulkan bahwa bagian dalam koil (coil) kolagen-lah yang telah terjaga, dan ini sesuai dengan apa yang akan terjadi setelah degradasi protein jangka panjang.[108] Hasil penelitian yang lain turut menentang pengidentifikasian jaringan lunak sebagai biofilm dan memastikan penemuan "struktur yang bercabang seperti pembuluh" di dalam tulang yang telah terfosilisasi.[109]

Termoregulasi

sunting

Pada tahun 2014, tidak diketahui secara pasti apakah Tyrannosaurus adalah hewan yang endotermik (berdarah panas) atau ektotermik (berdarah dingin). Seperti kebanyakan dinosaurus lainnya, Tyrannosaurus telah lama diasumsikan memiliki sistem metabolisme ektotermik. Gagasan dinosaurus yang ektotermik ditentang oleh ilmuwan-ilmuwan seperti Robert T. Bakker dan John Ostrom pada tahun-tahun awal "Renaisans Dinosaurus" yang bermula pada akhir era 1960-an.[110][111] Tyrannosaurus rex sendiri diklaim sebagai hewan endotermik, yang menyiratkan bahwa mereka memiliki gaya hidup yang sangat aktif.[14] Semenjak itu, beberapa ahli paleontologi mencoba mencari tahu bagaimana Tyrannosaurus dapat meregulasi suhu tubuhnya. Bukti histologi berupa laju pertumbuhan yang tinggi pada Tyrannosaurus rex muda bila dibandingkan dengan mamalia dan burung memperkuat hipotesis bahwa Tyrannosaurus memiliki metabolisme yang tinggi. Seperti halnya mamalia dan burung, kurva pertumbuhan Tyrannosaurus rex menunjukkan bahwa pertumbuhan hewan ini hampir seluruhnya terbatas pada yang belum dewasa, ketimbang pertumbuhan tidak terbatas yang timbul pada kebanyakan vertebrata lainnya.[83]

Rasio isotop oksigen pada tulang yang terfosilisasi terkadang dimanfaatkan untuk menentukan suhu pada saat tulang tersebut terendapkan, karena rasio antara isotop-isotop tertentu memiliki korelasi dengan suhu. Dalam satu spesimen, rasio isotop pada tulang dari bagian-bagian tubuh yang berbeda menunjukkan perbedaan suhu yang tidak lebih dari 4 hingga 5 °C (7 sampai 9 °F) antara tulang punggung dengan tulang kering. Perbedaan suhu yang kecil antara bagian utama tubuh dengan ujung-ujungnya diklaim oleh paleontolog Reese Barrick dan geokimiawan William Showers sebagai pertanda bahwa Tyrannosaurus rex memiliki suhu tubuh internal yang konstan (homeotermik) dan laju metabolismenya berada di antara laju metabolisme reptil ektotermik dengan mamalia endotermik.[112] Ilmuwan-ilmuwan lain berpendapat bahwa rasio isotop oksigen pada fosil yang telah ditemukan tidak menunjukkan rasio yang sama pada masa lampau, dan mungkin mengalami perubahan selama atau setelah proses fosilisasi (diagenesis).[113] Barrick dan Showers mencoba mempertahankan kesimpulan mereka dalam makalah-makalah berikutnya, dan mereka berhasil menemukan hasil yang sama pada dinosaurus teropoda lainnya yang berasal dari benua yang berbeda dan hidup sepuluh juta tahun lebih awal (Giganotosaurus).[114] Terdapat pula bukti-bukti yang menunjukkan bahwa dinosaurus Ornithischia juga memiliki sistem homeotermik, sementara kadal-kadal Varanidae dari formasi geologi yang sama tidak memilikinya.[115] Jika Tyrannosaurus rex memang terbukti memiliki sistem homeotermik, bukan berarti bahwa mereka adalah hewan endotermik. Termoregulasi semacam itu juga dapat dijelaskan oleh sistem gigantotermik, seperti yang timbul pada beberapa spesies penyu saat ini.[116][117][118]

Jejak kaki

sunting
 
Jejak kaki yang mungkin merupakan jejak kaki Tyrannosaurus di New Mexico.

Dua jejak kaki yang telah mengalami fosilisasi dan ditemukan secara terpisah telah dianggap sebagai jejak kaki Tyrannosaurus rex untuk sementara waktu. Jejak yang pertama didapati di Philmont Scout Ranch, New Mexico, pada tahun 1983 oleh geolog Amerika Charles Pillmore. Awalnya jejak ini diduga merupakan jejak kaki seekor dinosaurus Hadrosauridae, tetapi setelah diperiksa, jejak kaki tersebut memiliki "tumit" besar yang sebelumnya belum pernah ditemukan pada jejak kaki dinosaurus dari subordo Ornithopoda, serta sisa-sisa jempol jari kaki dalam bentuk jari keempat yang mirip dengan kuku samping (dewclaw). Jejak kaki tersebut awalnya dipublikasikan sebagai iknogenus Tyrannosauripus pillmorei pada tahun 1994 oleh Martin Lockley dan Adrian Hunt. Lockley dan Hunt merasa bahwa kemungkinan besar jejak ini dibuat oleh seekor Tyrannosaurus rex, dan jika benar ini adalah jejak kaki pertama Tyrannosaurus yang pernah ditemukan. Jejak tersebut dibuat di sebuah dataran lumpur basah yang tervegetasi pada masa hidup Tyrannosaurus yang menghasilkan jejak tersebut. Panjangnya mencapai 83 cm dan lebarnya 71 cm.[119]

Jejak kaki kedua pertama kali dilaporkan pada tahun 2007 oleh paleontolog Britania Phil Manning. Jejak tersebut ditemukan di Formasi Hell Creek di Montana dan memiliki panjang 72 cm, sehingga lebih pendek daripada jejak kaki yang dideskripsikan oleh Lockley dan Hunt. Masih belum jelas apakah jejak tersebut benar-benar merupakan jejak kaki Tyrannosaurus, tetapi hanya terdapat dua teropoda besar di Formasi Hell Creek, yaitu Tyrannosaurus and Nanotyrannus.[120][121]

Sejumlah jejak kaki di Glenrock, Wyoming, yang berasal dari zaman Kapur Akhir telah ditemukan di Formasi Lance. Jejak-jejak ini dideskripsikan oleh Scott Persons, Phil Currie et al. pada Januari 2016, dan diyakini merupakan jejak-jejak seekor Tyrannosaurus rex muda atau dinosaurus Nanotyrannus lancensis yang masih meragukan status klasifikasinya. Dari ukuran dan posisi jejak-jejak kaki tersebut, hewan tersebut diyakini berjalan dengan kecepatan 2,8 hingga 5 mil (4,5 hingga 8 km) per jam dan diperkirakan memiliki tinggi 1,56 m sampai 2,06 m.[122][123][124] Hasil kajian yang kemudian diterbitkan pada tahun 2017 meningkatkan perkiraan kecepatan hewan tersebut sebesar 50-80%.[125]

Pergerakan

sunting
Femur (tulang paha)
Tibia (tulang kering)
Metatarsus (tulang kaki)
Falang (tulang ruas jari)
Anatomi tungkai kanan T. rex

Para ilmuwan telah membuat berbagai perkiraan kecepatan maksimal Tyrannosaurus. Kebanyakan berkisar pada angka 11 m/detik (40 km/jam), tetapi beberapa perkiraan dapat menaksir hingga serendah 5 m/detik (18 km/jam).[126] Hutchinson dan Garcia pada tahun 2002 membuat pemodelan yang menunjukkan bahwa Tyrannosaurus dewasa membutuhkan otot ekstensor (otot yang menyebabkan pelurusan) dengan massa yang tidak masuk akal besarnya, sehingga mereka merasa bahwa Tyrannosaurus dan dinosaurus-dinosaurus besar lainnya tidak dapat berlari atau bergerak dengan kecepatan tinggi.[127] Farlow et al. (1995) juga berpendapat bahwa Tyrannosaurus dengan massa 5,4 hingga 7,3 ton akan mengalami luka yang sangat parah jika jatuh saat sedang bergerak cepat, karena badannya akan jatuh ke tanah dengan perlambatan sebesar 6 g (enam kali percepatan gravitasi) dan tungkai depannya tak dapat mengurangi dampaknya.[17] Walaupun begitu, jerapah dapat bergerak dengan kecepatan 50 km/jam meskipun leher mereka bisa patah jika terjadi kecelakaan.[128][129] Maka dari itu, terdapat kemungkinan bahwa Tyrannosaurus juga dapat bergerak cepat jika diperlukan dan harus menanggung risiko semacam itu.[130]

 
Kaki T. rex dibandingkan dengan kaki Allosaurus. Perhatikan bahwa kaki T. rex memiliki arktometatarsus yang terlihat seperti segitiga di tengah-tengah metatarsus

Di sisi lain, terdapat pula ilmuwan yang merasa bahwa Tyrannosaurus dapat berlari (seluruh tungkai berada di udara). Sebagai contoh, Holtz (1998) menyatakan bahwa komponen distal (tulang kering, tulang kaki, dan jari kaki) di tungkai belakang Tyrannosauridae dan kerabat-kerabat dekatnya jauh lebih panjang daripada tulang pahanya bila dibandingkan dengan teropoda-teropoda lainnya; selain itu, Tyrannosauridae dan kerabat-kerabat dekat mereka memiliki tulang kaki yang saling bertautan dan dapat menghantarkan gaya lokomosi dari kaki ke tungkai bawah secara lebih efektif daripada teropoda-teropoda dari masa yang lebih awal. Maka dari itu, ia menyimpulkan bahwa Tyrannosauridae dan kerabat-kerabat dekatnya merupakan teropoda-teropoda besar yang paling cepat.[131] Selain itu, Eric Snively dan Anthony P. Russel pada tahun 2003 mengajukan hipotesis bahwa arktometatarsus (bagian tengah metatarsus yang tampak seperti segitiga atau terlihat "menyempit") dan ligamen yang elastis telah memperkuat kaki Tyrannosauridae dengan meningkatkan stabilitas dan resistensi, sehingga menyiratkan (tetapi tidak menunjukkan) kecepatan yang lebih tinggi daripada teropoda-teropoda besar yang tidak memiliki arktometatarsus.[132]

Pada Juli 2017, hasil penelitian William Sellers et al. yang diterbitkan di jurnal PeerJ menemukan bahwa seekor Tyrannosaurus dewasa tak dapat berlari akibat beban kerangka yang sangat besar. Penelitian tersebut memakai teknologi komputer terbaru untuk menguji temuan-temuan mereka. Massa yang mereka gunakan untuk perhitungan mereka merupakan perhitungan yang tidak berlebihan, yaitu 7 ton. Model tersebut menunjukkan bahwa kecepatan di atas 11 mil/jam (18 km/jam) mungkin akan meremukkan tulang-tulang tungkai Tyrannosaurus.[133] Hasil penelitian lain yang diterbitkan pada Juli 2017 oleh Miriam Hirt et al., yang terbit di jurnal Nature Ecology & Evolution, menemukan bahwa kecepatan tertinggi Tyrannosaurus adalah sekitar 17 mil/jam (27 km/jam). Selain itu, menurut perhitungan mereka, hewan besar seperti Tyrannosaurus akan kehabisan energi sebelum mencapai kecepatan tertinggi secara teoretis. Penelitian ini sendiri juga menganalisis dinosaurus-dinosaurus lainnya yang meliputi Triceratops, Velociraptor, dan Brachiosaurus, serta berbagai hewan modern seperti gajah, cheetah, dan kelinci. Perhitungan dalam penelitian ini diklaim dapat memperkirakan kecepatan tertinggi hewan dengan tingkat keakuratan yang hampir mencapai 90% dan bisa dipakai untuk hewan yang masih ada maupun yang telah punah.[134][135]

Sementara itu, Tyrannosaurus mungkin membutuhkan sekitar satu hingga dua detik hanya untuk berputar 45°,[136] sementara manusia untuk berputar seperti itu hanya memerlukan sepersekian detik. Faktor yang mempersulit Tyrannosaurus adalah inersia rotasional, karena kebanyakan massa Tyrannosaurus cukup berjarak dari pusat gravitasinya, seperti halnya manusia yang mengangkut kayu yang lebih berat secara horizontal — walaupun sebenarnya Tyrannosaurus dapat mengurangi rata-rata jarak tersebut dengan melengkungkan punggung dan ekornya serta dengan mendekatkan kepala dan tungkai depannya dengan tubuhnya, sebagaimana para pesepatu luncur di es yang mendekatkan tangan mereka dengan tubuh mereka agar dapat berputar dengan lebih cepat.[137]

Otak dan indra

sunting
 
Dengan rongga mata yang menghadap ke depan, Tyrannosaurus memiliki penglihatan binokular yang baik (spesimen Sue).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lawrence Witmer dan Ryan Ridgely dari Universitas Ohio menyimpulkan bahwa Tyrannosaurus memiliki pergerakan mata dan kepala yang terkoordinasi dan relatif cepat, kemampuan untuk melacak gerakan mangsa dari jarak jauh dengan memanfaatkan suara-suara berfrekuensi rendah, serta indra penciuman yang kuat.[138] Hasil penelitian yang diterbitkan oleh Kent Stevens dari Universitas Oregon juga menemukan bahwa Tyrannosaurus memiliki penglihatan yang tajam. Dengan melakukan uji perimetri terhadap rekonstruksi-rekonstruksi wajah beberapa dinosaurus (termasuk Tyrannosaurus), penelitian tersebut mendapati bahwa Tyrannosaurus memiliki ruang binokular sebesar 55° (melebihi elang-elang modern). Selain itu, ia memperkirakan bahwa Tyrannosaurus memiliki penglihatan yang 13 kali lebih tajam daripada manusia, sehingga mereka dapat mengenai suatu objek sebagai objek yang terpisah dari jarak hingga 6 km, sementara pada manusia hanya 1,6 km.[25][26][139]

 
Cetakan otak Tyrannosaurus di Museum Australia, Sydney.

Tyrannosaurus memiliki bulbus olfaktori dan saraf olfaktori yang sangat besar bila dibandingkan dengan besar otak mereka, dan organ-organ tersebut meningkatkan daya penciuman dinosaurus ini. Oleh sebab itu, kemungkinan mereka dapat mencium bau bangkai dari jarak yang jauh. Indra penciuman pada Tyrannosaurus mungkin dapat dibandingkan dengan indra penciuman burung hering pada masa modern. Penelitian bulbus olfaktori Tyrannosaurus rex sendiri menunjukkan bahwa mereka memiliki indra penciuman yang paling baik dari antara 21 spesies dinosaurus nonburung yang dijadikan sampel.[140]

Hasil penelitian Grant R. Hurlburt, Ryan C. Ridgely dan Lawrence Witmer yang diterbitkan pada tahun 2013 telah memperkirakan Encephalization Quotient (EQ) Tyrannosaurus, dan hasilnya dinosaurus ini memiliki ukuran otak relatif terbesar dari antara semua dinosaurus nonburung dewasa kecuali beberapa dinosaurus Maniraptoriformes kecil (Bambiraptor, Troodon, dan Ornithomimus). Penelitian tersebut juga menemukan bahwa ukuran otak relatif Tyrannosaurus masih berada di dalam ambang batas ukuran otak relatif reptil modern, dan perbedaan yang paling tinggi hanya 2 deviasi standar di atas rata-rata EQ reptil. Sementara itu, perkiraan rasio massa otak besar terhadap massa otak secara keseluruhan pada Tyrannosaurus berkisar antara 47,5 hingga 49,53 persen. Menurut penelitian tersebut, ini melebihi perkiraan terendah pada burung-burung modern (44,6 persen), tetapi masih mendekati aligator paling kecil yang matang secara seksual (yang berkisar antara 45,9–47,9 persen).[141]

Strategi makan

sunting
 
Bekas-bekas gigi Tyrannosaurus di tulang berbagai dinosaurus herbivora

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Karl Bates dan Peter Falkingham dari tahun 2012 menunjukkan bahwa Tyrannosaurus memiliki gigitan yang paling kuat dari antara semua hewan-hewan darat yang pernah ada. Mereka mendapati bahwa kekuatan gigitan gigi belakang seekor Tyrannosaurus dewasa berkisar antara 35.000 hingga 57.000 N.[142][143][144] Perkiraan yang jauh lebih tinggi dibuat oleh profesor Mason B. Meers dari Universitas Tampa pada tahun 2003. Menurut hasil penyelidikannya, kekuatan gigitan dinosaurus ini dapat mencapai 183.000 hingga 235.000 N.[8] Sementara itu, Greg Erikson dan Paul Gignac memperkirakan dalam hasil penelitiannya dari tahun 2017 yang diterbitkan di jurnal Scientific Reports bahwa kekuatan gigitan Tyrannosaurus berkisar antara 8.526 N hingga 34.522 N dan tekanan giginya antara 718 hingga 2.974 MPa. Dengan kekuatan seperti ini, Tyrannosaurus dapat melumatkan tulang-tulang dengan menggigit berkali-kali, sehingga mereka bisa memanfaatkan bangkai dinosaurus besar secara utuh dan memperoleh garam-garam mineral dan sumsum dalam tulang yang tidak bisa didapatkan oleh karnivora-karnivora yang lebih kecil.[145] Penelitian yang dilakukan oleh Stephan Lautenschlager et al. dari Universitas Bristol juga menemukan bahwa Tyrannosaurus dapat membuka rahangnya hingga 80 derajat, sebuah adaptasi yang memungkinkan berbagai macam sudut yang dibutuhkan untuk memberikan kekuatan kepada gigitan hewan tersebut.[146][147]

Perdebatan mengenai apakah Tyrannosaurus adalah seekor predator atau pemakan bangkai sudah diperdebatkan sedari dulu seperti halnya perdebatan mengenai lokomosi. Lambe (1917) mendeskripsikan kerangka Gorgosaurus yang merupakan kerabat dekat Tyrannosaurus dan menyimpulkan bahwa hewan tersebut murni merupakan hewan pemakan bangkai, karena gigi Gorgosaurus tidak menunjukkan tanda-tanda sudah sering terpakai; kesimpulan ini lalu juga diasumsikan berlaku untuk Tyrannosaurus.[148] Argumen tersebut tidak lagi dianggap serius, karena gigi-gigi teropoda berganti dengan cepat. Sementara itu, semenjak penemuan Tyrannosaurus yang pertama, kebanyakan ilmuwan berspekulasi bahwa hewan tersebut adalah hewan predator; seperti predator-predator besar pada masa ini, Tyrannosaurus akan memakan bangkai atau mencuri hewan yang dibunuh predator lainnya jika ada kesempatan.[149]

Paleontolog Jack Horner merupakan salah satu pendukung utama gagasan bahwa Tyrannosaurus murni merupakan hewan pemakan bangkai dan sama sekali tidak aktif berburu,[49][150][151] meskipun Horner sendiri mengaku bahwa ia tak pernah menuangkan gagasan ini dalam bentuk literatur ilmiah yang telah melalui proses penilaian sejawat dan salah satu niatan utamanya adalah untuk mendidik khalayak umum (terutama anak-anak) mengenai bahaya penarikan asumsi dalam sains (seperti anggapan bahwa T. rex adalah seekor pemburu) tanpa berlandaskan bukti.[152] Namun demikian, Horner mengajukan beberapa argumen dalam literatur populer yang ia terbitkan untuk mendukung hipotesis pemakan bangkai murni:

  • Lengan Tyrannosaurus pendek bila dibandingkan dengan predator-predator lain yang telah ditemukan. Horner berpendapat bahwa lengan tersebut terlalu pendek untuk mencengkeram mangsa.[153]
  • Tyrannosaurus memiliki bulbus olfaktorius dan saraf olfaktori yang besar (relatif dengan besar otak mereka). Fakta ini menunjukkan bahwa mereka memiliki indra penciuman yang sangat kuat dan dapat mencium bau dari jarak jauh, seperti burung hering modern. Penelitian terhadap bulbus olfaktorius dinosaurus menunjukkan bahwa Tyrannosaurus mempunyai indra penciuman yang paling kuat dari antara 21 dinosaurus yang dijadikan sampel.[154] Para penentang hipotesis pemakan bangkai menggunakan contoh hering dari sudut pandang yang berlawanan, dan mereka berpendapat bahwa hipotesis tersebut tidak mungkin benar karena hewan-hewan modern yang secara eksklusif menjadi pemakan bangkai adalah burung-burung besar yang terbang meluncur, yang memiliki indra yang kuat dan cara terbang yang menghemat energi untuk mengarungi wilayah yang luas.[155] Para peneliti dari Glasgow menyimpulkan bahwa ekosistem yang kaya seperti Serengeti saat ini akan menghasilkan cukup bangkai untuk teropoda pemakan bangkai yang besar, tetapi teropoda ini harus berdarah dingin agar kalori yang diperoleh dari bangkai lebih besar daripada kalori yang dihabiskan saat mencari bangkai. Mereka juga mengusulkan bahwa ekosistem modern seperti Serengeti mungkin tak memiliki hewan pemakan bangkai yang besar di daratan karena burung-burung besar saat ini melakukan pekerjaan tersebut dengan lebih efisien, sementara teropoda-teropoda besar pada zaman dahulu tak menghadapi persaingan relung ekologi dengan burung-burung besar.[156]
  • Gigi Tyrannosaurus dapat melumatkan tulang, sehingga mereka bisa memperoleh makanan (sumsum tulang) sebanyak mungkin dari sisa-sisa bangkai. Karen Chin dan koleganya menemukan fragmen-fragmen tulang di dalam koprolit (feses yang telah mengalami fosilisasi) yang menurut mereka adalah koprolit Tyrannosaurus, tetapi mereka juga menambahkan bahwa gigi Tyrannosaurus tidak cocok untuk mengunyah tulang secara sistematis seperti yang dilakukan oleh hiena untuk memperoleh sumsum tulang.[157]
  • Beberapa mangsa potensial Tyrannosaurus dapat bergerak dengan cepat, sehingga bukti yang menunjukkan bahwa Tyrannosaurus itu berjalan dan bukannya berlari dapat menjadi indikasi bahwa hewan tersebut adalah hewan pemakan bangkai.[150][158] Di sisi lain, analisis terkini menunjukkan bahwa meskipun Tyrannosaurus lebih lambat ketimbang predator-predator darat yang besar pada masa modern, kecepatan mereka mungkin cukup untuk memangsa dinosaurus Hadrosauridae dan Ceratopsia yang besar.[127]

Terdapat bukti lain yang menunjukkan bahwa Tyrannosaurus adalah hewan pemburu. Posisi rongga mata Tyrannosaurus membuat matanya mengarah ke depan, sehingga mereka memiliki penglihatan binokular yang agak lebih baik ketimbang elang modern. Horner juga menunjukkan bahwa garis keturunan Tyrannosaurus memiliki riwayat peningkatkan penglihatan binokular secara terus menerus. Seleksi alam tidak akan menghasilkan tren jangka panjang seperti ini jika Tyrannosaurus memang murni merupakan hewan pemakan bangkai, karena hewan semacam itu tidak membutuhkan persepsi kedalaman yang kuat.[25][26] Pada hewan-hewan modern, penglihatan binokular biasanya didapati pada predator.

 
Kerusakan pada ekor vertebra Edmontosaurus annectens di gambar ini (disimpan di Museum Alam dan Sains Denver) mengindikasikan bahwa hewan tersebut pernah digigit oleh seekor Tyrannosaurus

Kerangka dinosaurus Edmontosaurus annectens dari Montana ditemukan memiliki bekas luka gigitan Tyrannosaurus di ekor vertebranya. Fakta bahwa luka tersebut sudah pulih sepertinya menunjukkan bahwa Edmontosaurus itu berhasil selamat dari serangan Tyrannosaurus, atau dalam kata lain upaya Tyrannosaurus untuk memangsanya.[159] Terdapat pula bukti yang menunjukkan interaksi agresif antara Triceratops dengan Tyrannosaurus dalam bentuk bekas gigitan Tyrannosaurus di tulang skuamosal (tulang leher berjumbai) dan salah satu tanduk kepala Triceratops tersebut; tanduk yang digigit juga rusak dan menunjukkan pertumbuhan tulang baru setelah terjadinya kerusakan tersebut. Tidak diketahui secara pasti interaksi semacam apa yang terjadi di antara keduanya, karena masing-masing dapat menjadi hewan yang memulai agresi.[160] Mengingat bahwa luka-luka Triceratops akhirnya pulih, Triceratops tampaknya berhasil selamat dari perjumpaan tersebut dan mampu mengatasi serangan Tyrannosaurus. Paleontolog Peter Dodson bahkan memperkirakan bahwa jika terjadi pertarungan di antara keduanya, Triceratops lebih unggul dan dapat mempertahankan diri dengan menggunakan tanduk-tanduknya yang tajam untuk mengakibatkan luka yang fatal di tubuh Tyrannosaurus.[161]

Saat memeriksa spesimen Sue, paleontolog Pete Larson menemukan fibula dan ekor vertebra yang patah tetapi sudah pulih, tulang-tulang wajah yang memiliki bekas luka, dan gigi Tyrannosaurus lain yang tertanam di leher vertebra. Jika benar, ini adalah bukti kuat yang menunjukkan perilaku agresif di antara sesama Tyrannosaurus, tetapi masih belum diketahui apakah ini diakibatkan oleh persaingan memperebutkan makanan dan pasangan atau tindakan kanibalisme secara aktif.[162] Penyelidikan yang lebih terkini terhadap luka-luka tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan dari "luka" ini sebenarnya adalah infeksi dan bukan cedera atau kerusakan pada fosil setelah kematian, dan luka-luka yang memang ada terlalu sedikit untuk digeneralisasi sebagai indikasi konflik antar Tyrannosaurus.[150] Beberapa peneliti berpendapat bahwa jika Tyrannosaurus merupakan hewan pemakan bangkai, harus ada dinosaurus lain yang menjadi predator puncak pada zaman Kapur Akhir di Amerasia. Mangsa-mangsa utama pada masa itu adalah dinosaurus Marginocephalia dan Ornithopoda besar. Dinosaurus-dinosaurus Tyrannosauridae lainnya memiliki banyak sekali kemiripan dengan Tyrannosaurus, sehingga hanya dinosaurus Dromaeosauridae dan Troodontidae kecil yang dapat menjadi predator puncak. Berdasarkan premis-premis ini, pendukung hipotesis pemakan bangkai mengusulkan bahwa besar tubuh dan kekuatan Tyrannosaurus memungkinkan mereka untuk mencuri mangsa yang telah dibunuh oleh para predator yang lebih kecil,[158] meskipun mereka mungkin menghadapi kesulitan dalam menemukan cukup daging untuk dimakan karena kalah jumlah dengan teropoda-teropoda yang lebih kecil.[163] Sebagian besar ahli paleontologi saat ini menganggap Tyrannosaurus sebagai predator aktif sekaligus pemakan bangkai seperti kebanyakan karnivora besar.[10]

 
Dua gigi dari rahang bawah spesimen MOR 1125, "B-rex", menunjukkan ragam ukuran gigi pada seekor individu

Tyrannosaurus mungkin memiliki air liur yang mengandung bakteri untuk membunuh mangsanya. Hipotesis ini mula-mula dicetuskan oleh William Abler.[164] Abler menyelidiki rongga di antara gerigi gigi Tyrannosauridae dan menemukan potongan daging dengan bakteri, sehingga gigitan Tyrannosaurus mungkin rawan infeksi seperti halnya gigitan komodo. Namun, semua jenis air liur mengandung bakteri yang mungkin berbahaya, sehingga kemungkinan penggunaan air liur sebagai strategi menangkap mangsa masih dapat diperdebatkan.

Tyrannosaurus dan kebanyakan teropoda lainnya mungkin memakan bangkai dengan gerakan kepala lateral seperti hewan-hewan Crocodilia. Kepala Tyrannosaurus sendiri tak bisa digerakkan seperti Allosauroidea akibat sendi yang datar di leher vertebra.[165]

Kanibalisme

sunting

Hasil penelitian Currie, Horner, Erickson dan Longrich pada tahun 2010 telah dianggap sebagai bukti keberadaan kanibalisme pada genus Tyrannosaurus.[166] Mereka mengkaji beberapa spesimen Tyrannosaurus dengan bekas-bekas gigi di tulang-tulang yang diduga diakibatkan oleh Tyrannosaurus lain. Bekas-bekas gigi tersebut ditemukan di tulang lengan atas, tulang kaki, dan metatarsus, dan bekas-bekas ini dianggap sebagai bukti pemakanan bangkai secara oportunistik ketimbang luka yang disebabkan oleh pertarungan antar Tyrannosaurus. Currie et al. berpendapat bahwa jika mereka berhadapan dengan satu sama lain, akan sulit bagi mereka untuk membungkuk dan menggigit kaki lawannya, sehingga memperkuat kemungkinan bahwa gigitan tersebut dilakukan saat Tyrannosaurus yang lain sudah menjadi bangkai. Bekas-bekas gigitan tersebut juga didapati di bagian-bagian tubuh dengan jumlah daging yang relatif sedikit. Maka dari itu, kemungkinan besar Tyrannosaurus memang memakan bangkainya karena bagian yang memiliki lebih banyak daging sudah dimangsa. Dari penemuan-penemuan ini, terbuka juga kemungkinan bahwa dinosaurus-dinosaurus Tyrannosauridae lainnya juga mempraktikkan kanibalisme.[166] Pada saat yang sama, bukti lain yang menunjukkan kanibalisme pada Tyrannosaurus telah ditemukan, seperti fosil berusia 66 juta tahun yang berasal dari Wyoming timur dengan bekas gigitan dari teropoda besar, dan pada masanya hanya terdapat dua teropoda besar di tempat ditemukannya fosil tersebut, yaitu T. rex dan Nanotyrannus lancensis (yang masih diragukan statusnya sebagai spesies tersendiri dan diduga merupakan Tyrannosaurus muda).[167]

Perilaku berkelompok

sunting
 
Kerangka-kerangka yang berasal dari kelompok usia yang berbeda-beda, Los Angeles Natural History Museum

Philip J. Currie dari Universitas Alberta mengusulkan bahwa Tyrannosaurus mungkin merupakan hewan yang hidup berkelompok. Currie membandingkan Tyrannosaurus rex dengan spesies Tarbosaurus bataar dan Albertosaurus sarcophagus yang menurutnya juga hidup berkelompok.[168] Untuk memperkuat klaimnya, ia menyebut penemuan tiga kerangka Tyrannosaurus rex di Dakota Selatan yang saling berdekatan.[169] Berdasarkan hasil CT scan, Currie menyatakan bahwa Tyrannosaurus dapat memiliki perilaku kompleks semacam itu, karena otaknya tiga kali lebih besar daripada yang semestinya untuk hewan sebesar itu. Currie menyatakan bahwa rasio otak terhadap massa tubuh pada Tyrannosaurus lebih tinggi daripada buaya dan tiga kali lebih besar daripada dinosaurus pemakan tumbuhan seperti Triceratops. Currie meyakini bahwa Tyrannosaurus memiliki kecerdasan enam kali lipat ketimbang kebanyakan dinosaurus dan reptil lainnya.[168][170] Banyak mangsa yang memiliki pertahanan yang kuat, seperti Triceratops dan Ankylosaurus, sehingga Tyrannosaurus mungkin perlu berburu secara berkelompok. Currie menduga bahwa Tyrannosaurus muda dan dewasa akan berburu bersama: yang muda akan mengejar mangsa, sementara yang dewasa akan membunuhnya, sesuai dengan analogi hewan-hewan yang berburu secara berkelompok pada masa modern.[168]

Hipotesis perburuan berkelompok yang diajukan oleh Currie telah menuai kritikan yang tajam dari para ilmuwan lain. Brian Switek, yang menulis untuk surat kabar The Guardian pada tahun 2011,[171] menyatakan bahwa hipotesis Currie tidak disajikan sebagai hasil penelitian yang diterbitkan di dalam jurnal ilmiah yang telah melalui penilaian sejawat, tetapi disebarkan oleh media dalam bentuk acara televisi dan buku yang berjudul Dino Gangs. Switek juga menyatakan bahwa argumen Currie berlandaskan pada analogi dengan spesies yang berbeda, sementara bukti yang menunjukkan aktivitas perburuan berkelompok pada T. bataar masih belum diterbitkan dan ditinjau dalam konteks ilmiah. Menurut Switek dan para ilmuwan lain yang ikut serta dalam diskusi tentang program televisi Dino Gangs, bukti yang menunjukkan perburuan berkelompok pada Tarbosaurus dan Albertosaurus masih lemah dan didasarkan pada asumsi terhadap beberapa kerangka, padahal terdapat penjelasan-penjelasan alternatif yang telah digagas (seperti kekeringan atau banjir yang membuat beberapa spesimen mati di satu tempat). Selain itu, Switek juga menekankan bahwa di tempat penemuan tulang Albertosaurus terdapat bukti yang menunjukkan peristiwa banjir semacam itu. Switek berkata, "tulang-belulang saja tidak cukup untuk merekonstruksi perilaku dinosaurus. Konteks geologis tempat penemuan tulang-tulang tersebut – rincian yang rumit mengenai lingkungan pada zaman dahulu kala dan laju zaman prasejarah – sangat diperlukan dalam proses penyelidikan kehidupan dan kematian dinosaurus,"[171] dan ia juga menegaskan bahwa Currie mula-mula harus menjelaskan bukti geologis dari tempat penemuan Tyrannosaurus lainnya sebelum menarik kesimpulan mengenai perilaku sosial. Switek merasa bahwa klaim-klaim sensasional yang disebarkan oleh media seputar acara Dino Gangs merupakan "hiperbol yang memuakkan", dan ia juga menekankan bahwa perusahaan produksi yang bertanggung jawab atas program tersebut, yaitu Atlantic Productions, memiliki rekam jejak buruk dengan membuat klaim-klaim yang dibesar-besarkan tentang penemuan-penemuan fosil baru, terutama klaim kontroversial terkait dengan Darwinius yang digembar-gemborkan sebagai nenek moyang manusia, padahal sebenarnya merupakan kerabat lemur.[171]

Meskipun begitu, pada tahun 2014, McCrea et al. menyajikan bukti-bukti berupa jejak-jejak kaki yang terfosilisasi di British Columbia timur laut, Kanada, yang ditinggalkan oleh tiga ekor Tyrannosaurus yang sedang menuju ke arah yang sama.[172][173]

Patologi

sunting
 
Restorasi kepala seekor individu (berdasarkan spesimen MOR 980) dengan infeksi parasit

Pada tahun 2001, Bruce Rothschild et al. menerbitkan sebuah kajian yang menyelidiki bukti keberadaan fraktur stres dan avulsi tendon pada dinosaurus teropoda dan implikasinya terhadap perilaku mereka. Fraktur stres disebabkan oleh trauma berulang dan bukan hanya satu kejadian saja, sehingga fraktur pada dinosaurus tersebut kemungkinan besar dipicu oleh perilaku yang biasa dilakukan. Dari 81 tulang kaki Tyrannosaurus yang diperiksa dalam kajian tersebut, terdapat satu yang memiliki fraktur stres, sementara dari antara 10 tulang tangan sama sekali tidak ada fraktur stres. Para peneliti hanya menemukan avulsi tendon pada Tyrannosaurus dan Allosaurus. Cedera avulsi meninggalkan sebuah lubang kecil di tulang lengan atas spesimen Sue, yang tampaknya terletak di permulaan otot deltoideus atau teres major. Keberadaan cedera avulsi yang terbatas pada tungkai depan dan pundak pada Tyrannosaurus dan Allosaurus menunjukkan bahwa teropoda-teropoda tersebut memiliki sistem otot yang lebih rumit dan berbeda secara fungsional daripada burung. Para peneliti menyimpulkan bahwa avulsi tendon Sue mungkin disebabkan oleh mangsa yang mencoba mempertahankan diri. Maka dari itu, keberadaan fraktur stres dan avulsi tendon secara umum menjadi bukti yang memperkuat pernyataan bahwa Tyrannosaurus mencari mangsa dengan "sangat aktif" dan bukan hewan yang terbatas sebagai pemakan bangkai.[174]

Sebuah kajian tahun 2009 menunjukkan bahwa lubang-lubang pada tengkorak beberapa spesimen yang sebelumnya diduga disebabkan oleh serangan dari Tyrannosaurus lain ternyata dipicu oleh parasit yang mirip dengan Trichomonas yang sering menyerang burung.[175] Sementara itu, bukti yang menunjukkan adanya serangan dari Tyrannosaurus lain telah ditemukan oleh Joseph Peterson et al. pada seekor Tyrannosaurus muda yang dijuluki Jane. Peterson dan timnya menemukan bahwa tengkorak Jane menunjukkan bekas luka tusuk di rahang atas dan moncongnya, yang mereka yakini disebabkan oleh Tyrannosaurus muda lainnya. Hasil CT scan terhadap tengkorak Jane kemudian memastikan hipotesis ini, yang menunjukkan bahwa luka-luka tusuk ini dipicu oleh cedera traumatik dan kemudian luka-luka ini pulih.[176] Tim tersebut juga menyatakan bahwa cendera di tengkorak Jane secara struktural berbeda dari lesi-lesi yang dipicu oleh parasit seperti yang ditemukan pada Sue; selain itu, mereka menjelaskan bahwa Jane mengalami cedera di wajahnya, sementara parasit yang menyerang Sue menyebabkan lesi-lesi di rahang bawah.[177]

Paleoekologi

sunting
 
Tyrannosaurus dan hewan-hewan lain dari Formasi Hell Creek

Tyrannosaurus hidup pada waktu Maastricht pada zaman Kapur Akhir. Mereka tersebar dari Kanada di utara hingga wilayah Texas dan New Mexico di Laramidia selatan. Pada masa itu, Triceratops merupakan herbivora utama di bagian utara wilayah persebaran Tyrannosaurus, sementara di bagian selatan herbivora utamanya adalah Alamosaurus. Fosil-fosil Tyrannosaurus telah ditemukan di berbagai ekosistem, termasuk daratan subtropis dan setengah kering di pedalaman dan pesisir.

Beberapa fosil Tyrannosaurus yang terkenal ditemukan di Formasi Hell Creek. Pada waktu Maastricht, wilayah tersebut bersifat subtropis, dengan iklim hangat dan basah. Floranya kebanyakan terdiri dari tumbuhan berbunga, selain juga meliputi pohon-pohon seperti Metasequoia dan Araucaria. Tyrannosaurus tinggal di ekosistem yang sama dengan Triceratops; dinosaurus dari famili Ceratopsia seperti Nedoceratops, Tatankaceratops, dan Torosaurus; hadrosaurus seperti Edmontosaurus annectens dan mungkin juga salah satu spesies Parasaurolophus; dinosaurus berperisai seperti Denversaurus, Edmontonia, dan Ankylosaurus; dinosaurus-dinosaurus dari famili Pachycephalosauria seperti Pachycephalosaurus, Stygimoloch, Sphaerotholus, dan Dracorex; dinosaurus dari genus Thescelosaurus; serta teropoda Ornithomimus, Struthiomimus, Orcomimus, Acheroraptor, Dakotaraptor, Richardoestesia, Paronychodon, Pectinodon, dan Troodon.[178]

Formasi lain yang mengandung fosil-fosil Tyrannosaurus adalah Formasi Lance di Wyoming. Pada masa hidup Tyrannosaurus, wilayah tersebut diduga merupakan daerah sungai berawa yang mirip dengan daerah Pesisir Teluk Amerika Serikat. Faunanya sangat mirip dengan Hell Creek, tetapi dengan Struthiomimus sebagai pengganti kerabatnya, Ornithomimus. Dinosaurus Ceratopsia kecil yang disebut Leptoceratops juga hidup di wilayah tersebut.[179]

Di wilayah persebaran selatannya, Tyrannosaurus hidup bersama dengan titanosaurus Alamosaurus; dinosaurus dari famili Ceratopsia yang disebut Torosaurus, Bravoceratops dan Ojoceratops; hadrosaurus yang terdiri dari Edmontosaurus, Kritosaurus, dan mungkin juga Gryposaurus; nodosaurus Glyptodontopelta; dinosaurus dari famili Oviraptoridae yang disebut Ojoraptosaurus; dan mungkin juga termasuk teropoda Troodon dan Richardoestesia; serta pterosaurus Quetzalcoatlus.[180] Kawasan tersebut diduga didominasi oleh dataran semi-kering di pedalaman setelah menyusutnya Western Interior Seaway akibat penurunan permukaan air laut.[181]

Tyrannosaurus mungkin juga hidup di wilayah Lomas Coloradas di Sonora, Meksiko. Meskipun kurang bukti berupa kerangka, enam gigi yang patah dan copot telah dibandingkan dengan genus-genus teropoda lainnya, dan tampaknya identik dengan gigi Tyrannosaurus. Jika benar, temuan ini menunjukkan bahwa persebaran Tyrannosaurus lebih luas dari yang sebelumnya telah diperkirakan.[182]

Terdapat pula kemungkinan bahwa Tyrannosaurus awalnya adalah spesies dari Asia yang pindah ke Amerika Utara sebelum berakhirnya zaman Kapur.[183]

Dalam budaya populer

sunting

Sejak pertama kali diperikan pada 1905, Tyrannosaurus rex menjadi spesies dinosaurus paling dikenal dalam masyarakat. Dinosaurus ini juga merupakan satu-satunya dinosaurus yang nama ilmiah lengkapnya (Tyrannosaurus rex) dikenal luas oleh masyarakat. Singkatan ilmiahnya (T. rex) pun sering digunakan oleh khalayak umum.[23] Robert T. Bakker dalam bukunya yang berjudul The Dinosaur Heresies, menjelaskan bahwa nama seperti "Tyrannosaurus rex tidak tertahankan untuk diucapkan."[14]

Referensi

sunting

Catatan

  1. ^ Dilafalkan /tɪˌrænəˈsɔːrəs, t-/ dalam bahasa Inggris, yang berarti "kadal tiran", merupakan gabungan dua kata dalam bahasa Yunani Kuno, yaitu "tyrannos" (τύραννος) yang artinya "tiran", dan "sauros" (σαῦρος) yang bermakna "kadal"[1]

Rujukan

  1. ^ "Tyrannosaurus". Online Etymology Dictionary. 
  2. ^ Hicks, J. F.; Johnson, K. R.; Obradovich, J. D.; Tauxe, L.; Clark, D. (2002). "Magnetostratigraphy and geochronology of the Hell Creek and basal Fort Union Formations of southwestern North Dakota and a recalibration of the Cretaceous–Tertiary Boundary" (PDF). Geological Society of America Special Papers. 361: 35–55. doi:10.1130/0-8137-2361-2.35. ISBN 0-8137-2361-2. 
  3. ^ a b c d e f g h i Hutchinson, J. R.; Bates, K. T.; Molnar, J.; Allen, V.; Makovicky, P. J. (2011). "A Computational Analysis of Limb and Body Dimensions in Tyrannosaurus rex with Implications for Locomotion, Ontogeny, and Growth". PLoS ONE. 6 (10): e26037. doi:10.1371/journal.pone.0026037. PMC 3192160 . PMID 22022500. 
  4. ^ a b c "Sue Fact Sheet" (PDF). Sue at the Field Museum. Field Museum of Natural History. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-08-18. 
  5. ^ a b c Hartman, Scott (7 Juli 2013). "Mass estimates: North vs South redux". Scott Hartman's Skeletal Drawing.com. Diakses tanggal 24 Agustus 2013. 
  6. ^ a b c Therrien, F.; Henderson, D. M. (2007). "My theropod is bigger than yours ... or not: estimating body size from skull length in theropods". Journal of Vertebrate Paleontology. 27 (1): 108–115. doi:10.1671/0272-4634(2007)27[108:MTIBTY]2.0.CO;2. ISSN 0272-4634. 
  7. ^ a b Snively, Eric; Henderson, Donald M.; Phillips, Doug S. (2006). "Fused and vaulted nasals of tyrannosaurid dinosaurs: Implications for cranial strength and feeding mechanics" (PDF). Acta Palaeontologica Polonica. 51 (3): 435–454. Diakses tanggal 8 Oktober 2008. 
  8. ^ a b c Meers, Mason B. (Agustus 2003). "Maximum bite force and prey size of Tyrannosaurus rex and their relationships to the inference of feeding behavior". Historical Biology. 16 (1): 1–12. doi:10.1080/0891296021000050755. 
  9. ^ Switeck, Brian (13 April 2012). "When Tyrannosaurus Chomped Sauropods". Smithsonian Media. Diakses tanggal 24 Agustus 2013. 
  10. ^ a b "Time to Slay the T. rex Scavenger "Debate"". National Geographic. 16 Juli 2013. Archived from the original on 2018-07-12. Diakses tanggal 2018-09-14. 
  11. ^ Persons, W. Scott; Currie, Philip J.; Erickson, Gregory M. (21 March 2019). "An Older and Exceptionally Large Adult Specimen of Tyrannosaurus rex". The Anatomical Record. doi:10.1002/ar.24118. ISSN 1932-8486. 
  12. ^ Lyle, Andrew (22 March 2019). "Paleontologists identify biggest Tyrannosaurus rex ever discovered". Folio, University of Alberta. Diakses tanggal 25 March 2019. 
  13. ^ Anderson, J. F.; Hall-Martin, A. J.; Russell, Dale (1985). "Long bone circumference and weight in mammals, birds and dinosaurs". Journal of Zoology. 207 (1): 53–61. doi:10.1111/j.1469-7998.1985.tb04915.x. 
  14. ^ a b c Bakker, Robert T. (1986). The Dinosaur Heresies. New York: Kensington Publishing. hlm. 241. ISBN 0-688-04287-2. OCLC 13699558. 
  15. ^ Henderson, D. M. (1 January 1999). "Estimating the masses and centers of mass of extinct animals by 3-D mathematical slicing". Paleobiology. 25 (1): 88–106. 
  16. ^ a b c Erickson, Gregory M.; Makovicky, Peter J.; Currie, Philip J.; Norell, Mark A.; Yerby, Scott A.; Brochu, Christopher A. (2004). "Gigantism and comparative life-history parameters of tyrannosaurid dinosaurs". Nature. 430 (7001): 772–775. doi:10.1038/nature02699. PMID 15306807. 
  17. ^ a b Farlow, J. O.; Smith, M. B.; Robinson, J. M. (1995). "Body mass, bone 'strength indicator', and cursorial potential of Tyrannosaurus rex". Journal of Vertebrate Paleontology. 15 (4): 713–725. doi:10.1080/02724634.1995.10011257. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-10-23. 
  18. ^ Seebacher, Frank (2001). "A new method to calculate allometric length–mass relationships of dinosaurs". Journal of Vertebrate Paleontology. 21 (1): 51–60. CiteSeerX 10.1.1.462.255 . doi:10.1671/0272-4634(2001)021[0051:ANMTCA]2.0.CO;2. 
  19. ^ Christiansen, Per; Fariña, Richard A. (2004). "Mass prediction in theropod dinosaurs". Historical Biology. 16 (2–4): 85–92. doi:10.1080/08912960412331284313. 
  20. ^ Boardman, T. J.; Packard, G. C.; Birchard, G. F. (2009). "Allometric equations for predicting body mass of dinosaurs". Journal of Zoology. 279 (1): 102–110. doi:10.1111/j.1469-7998.2009.00594.x. 
  21. ^ Hone, David (2016). The Tyrannosaur Chronicles. Bedford Square, London: Bloomsbury Sigma. hlm. 145–146. ISBN 978-1-4729-1125-4. 
  22. ^ Switek, Brian (17 Oktober 2013). "My T. Rex Is Bigger Than Yours". National Geographic. Diakses tanggal 5 Februari 2017. 
  23. ^ a b c d e f g Brochu, C.R. (2003). "Osteology of Tyrannosaurus rex: insights from a nearly complete skeleton and high-resolution computed tomographic analysis of the skull". Society of Vertebrate Paleontology Memoirs. 7: 1–138. doi:10.2307/3889334. JSTOR 3889334. 
  24. ^ Lipkin, Christine; Carpenter, Kenneth (2008). "Looking again at the forelimb of Tyrannosaurus rex". Dalam Carpenter, Kenneth; Larson, Peter E. Tyrannosaurus rex, the Tyrant King (Life of the Past). Bloomington: Indiana University Press. hlm. 167–190. ISBN 0-253-35087-5. 
  25. ^ a b c Stevens, Kent A. (Juni 2006). "Binocular vision in theropod dinosaurs". Journal of Vertebrate Paleontology. 26 (2): 321–330. doi:10.1671/0272-4634(2006)26[321:BVITD]2.0.CO;2. 
  26. ^ a b c Jaffe, Eric (1 Juli 2006). "Sight for 'Saur Eyes: T. rex vision was among nature's best". Science News. 170 (1): 3–4. doi:10.2307/4017288. JSTOR 4017288. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-09-29. Diakses tanggal 6 Oktober 2008. 
  27. ^ Erickson, G.M.; Van Kirk, S.D.; Su, J.; Levenston, M.E.; Caler, W.E.; Carter, D.R. (1996). "Bite-force estimation for Tyrannosaurus rex from tooth-marked bones". Nature. 382 (6593): 706–708. doi:10.1038/382706a0. 
  28. ^ a b c Holtz, Thomas R. (1994). "The Phylogenetic Position of the Tyrannosauridae: Implications for Theropod Systematics". Journal of Palaeontology. 68 (5): 1100–1117. JSTOR 1306180. 
  29. ^ Smith, J. B. (Desember 2005). "Heterodonty in Tyrannosaurus rex: implications for the taxonomic and systematic utility of theropod dentitions". Journal of Vertebrate Paleontology. 25 (4): 865–887. doi:10.1671/0272-4634(2005)025[0865:HITRIF]2.0.CO;2. 
  30. ^ Douglas, K.; Young, S. (1998). "The dinosaur detectives". New Scientist. Diakses tanggal 16 Oktober 2008. One palaeontologist memorably described the huge, curved teeth of T. rex as 'lethal bananas' 
  31. ^ "Sue's vital statistics". Sue at the Field Museum. Field Museum of Natural History. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 September 2007. Diakses tanggal 15 September 2007. 
  32. ^ Hone, D. (2012) "Did Tyrannosaurus rex have feathers?" The Guardian, 17 Oktober 2012. Diakses 8 Agustus 2013.
  33. ^ Keim, B. (2012). "Giant Feathered Tyrannosaur Found in China." Wired, 4 April 2012. Diakses 8 Agustus 2013.
  34. ^ a b Xing Xu; Norell, Mark A.; Xuewen Kuang; Xiaolin Wang; Qi Zhao; Chengkai Jia (7 Oktober 2004). "Basal tyrannosauroids from China and evidence for protofeathers in tyrannosauroids". Nature. 431 (7009): 680–684. doi:10.1038/nature02855. PMID 15470426. 
  35. ^ a b c Xing Xu; Wang, Kebai; Ke Zhang; Qingyu Ma; Xing, Lida; Sullivan, Corwin; Dongyu Hu; Shuqing Cheng; Shuo Wang (5 April 2012). "A gigantic feathered dinosaur from the Lower Cretaceous of China" (PDF). Nature. 484: 92–95. doi:10.1038/nature10906. PMID 22481363. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 17 April 2012. 
  36. ^ a b Larson, Neal L. (2008). "One hundred years of Tyrannosaurus rex: the skeletons". Dalam Larson, Peter; Carpenter, Kenneth. Tyrannosaurus Rex, The Tyrant King. Bloomington, IN: Indiana University Press. hlm. 1–55. ISBN 978-0-253-35087-9. 
  37. ^ Paul, Gregory S. (2008). "The extreme lifestyles and habits of the gigantic tyrannosaurid superpredators of the Late Cretaceous of North America and Asia". Dalam Carpenter, Kenneth; Larson, Peter E. Tyrannosaurus rex, the Tyrant King (Life of the Past). Bloomington: Indiana University Press. hlm. 316. ISBN 0-253-35087-5. 
  38. ^ Bell, P. R., Campione, N. E., Persons, W. S., Currie, P. J., Larson, P. L., Tanke, D. H., & Bakker, R. T. (2017). Tyrannosauroid integument reveals conflicting patterns of gigantism and feather evolution. Biology Letters, 13(6), 20170092.
  39. ^ Reisz, R. R.; Larson, D. (2016). "Dental anatomy and skull length to tooth size ratios support the hypothesis that theropod dinosaurs had lips". 4th Annual Meeting, 2016, Canadian Society of Vertebrate Palaeontology. ISSN 2292-1389. 
  40. ^ Kassam, A. Tyrannosaurus rouge: lips may have hidden T rex's fierce teeth. The Guardian, 21 Mei 2016.
  41. ^ Leitch, Duncan B.; Catania, Kenneth C. (2012-12-01). "Structure, innervation and response properties of integumentary sensory organs in crocodilians". Journal of Experimental Biology (dalam bahasa Inggris). 215 (23): 4217–4230. doi:10.1242/jeb.076836. ISSN 0022-0949. PMID 23136155. 
  42. ^ Di-Poï, Nicolas; Milinkovitch, Michel C. (2013-07-02). "Crocodylians evolved scattered multi-sensory micro-organs". EvoDevo. 4: 19. doi:10.1186/2041-9139-4-19. ISSN 2041-9139. 
  43. ^ Carr, Thomas D.; Varricchio, David J.; Sedlmayr, Jayc C.; Roberts, Eric M.; Moore, Jason R. (2017-03-30). "A new tyrannosaur with evidence for anagenesis and crocodile-like facial sensory system". Scientific Reports (dalam bahasa Inggris). 7: 44942. doi:10.1038/srep44942. ISSN 2045-2322. 
  44. ^ "The First Tyrannosaurus Skeleton, 1905". Linda Hall Library of Science, Engineering and Technology. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 September 2006. Diakses tanggal 3 Agustus 2008. 
  45. ^ a b c Osborn, H. F. (1905). "Tyrannosaurus and other Cretaceous carnivorous dinosaurs". Bulletin of the AMNH. New York City: American Museum of Natural History. 21 (14): 259–265. hdl:2246/1464.  Diakses 6 Oktober 2008.
  46. ^ a b Breithaupt, Brent H.; Southwell, Elizabeth H.; Matthews, Neffra A. (18 Oktober 2005). "In Celebration of 100 years of Tyrannosaurus rex: Manospondylus gigas, Ornithomimus grandis, and Dynamosaurus imperiosus, the Earliest Discoveries of Tyrannosaurus Rex in the West". Abstracts with Programs. 2005 Salt Lake City Annual Meeting. 37. Geological Society of America. hlm. 406. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-30. Diakses tanggal 8 Oktober 2008. 
  47. ^ a b Osborn, Henry Fairfield; Brown, Barnum (1906). "Tyrannosaurus, Upper Cretaceous carnivorous dinosaur". Bulletin of the AMNH. New York City: American Museum of Natural History. 22 (16): 281–296. hdl:2246/1473. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-12-21. Diakses tanggal 6 Oktober 2008. 
  48. ^ Breithaupt, Brent H.; Southwell, Elizabeth H.; Matthews, Neffra A. (2006). Lucas, S. G.; Sullivan, R. M., ed. "Dynamosaurus imperiosus and the earliest discoveries of Tyrannosaurus rex in Wyoming and the West" (PDF). New Mexico Museum of Natural History and Science Bulletin. 35: 258. The original skeleton of Dynamosaurus imperiosus (AMNH 5866/BM R7995), together with other T. rex material (including parts of AMNH 973, 5027, and 5881), were sold to the British Museum of Natural History (now The Natural History Museum) in 1960. This material was used in an interesting 'half-mount' display of this dinosaur in London. Currently the material resides in the research collections. 
  49. ^ a b c Horner, John R.; Lessem, Don (1993). The complete T. rex. New York City: Simon & Schuster. ISBN 0-671-74185-3. 
  50. ^ a b Osborn, H. F. (1917). "Skeletal adaptations of Ornitholestes, Struthiomimus, Tyrannosaurus". Bulletin of the American Museum of Natural History. New York City: American Museum of Natural History. 35 (43): 733–771. hdl:2246/1334.  Diakses 8 Oktober 2008.
  51. ^ Anonymous, 2000. "New discovery may endanger T-Rex's name" The Associated Press. 13 Juni 2000.
  52. ^ Ride, W. D. L. (1999). "Article 23.9 – Reversal of Precedence". International code of zoological nomenclature. London: International Commission on Zoological Nomenclature. ISBN 0-85301-006-4. OCLC 183090345. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-06-09. Diakses tanggal 2018-03-06. 
  53. ^ Taylor, Mike (27 Agustus 2002). "So why hasn't Tyrannosaurus been renamed Manospondylus?". The Dinosaur FAQ. Diakses tanggal 8 Oktober 2008. 
  54. ^ "Preparing Sue's bones". Sue at the Field Museum. The Field Museum. 2007. Diakses tanggal 24 Oktober 2014. 
  55. ^ Erickson, G., Makovicky, P. J., Currie, P. J., Norell, M., Yerby, S., Brochu, C. A. (26 Mei 2004). "Gigantism and life history parameters of tyrannosaurid dinosaurs". Nature. 430 (7001): 772–775. Bibcode:2004Natur.430..772E. doi:10.1038/nature02699. PMID 15306807. 
  56. ^ Brochu, C. A. (Desember 2003). "Lessons From A Tyrannosaur: The Ambassadorial Role Of Paleontology". PALAIOS. 18 (6): 475–476. doi:10.1669/0883-1351(2003)018<0475:LFATTA>2.0.CO;2. ISSN 0883-1351. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-02-22. Diakses tanggal 2018-03-08. 
  57. ^ Devitt, Terry (30 September 2009). University of Wisconsin-Madison, ed. "Was Mighty T. Rex 'Sue' Felled By A Lowly Parasite?". ScienceDaily. Diakses tanggal 27 Juni 2015. 
  58. ^ Fiffer, Steve (2000). "Jurassic Farce". Tyrannosaurus Sue. W. H. Freeman and Company, New York. hlm. 121–122. ISBN 0-7167-4017-6. 
  59. ^ Currie, PJ; Huru, JH; Sabath, K (2003). "Skull structure and evolution in tyrannosaurid dinosaurs" (PDF). Acta Palaeontologica Polonica. 48 (2): 227–234. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2006-05-28. Diakses tanggal 16 Oktober 2008. 
  60. ^ Henderson, M (2005). "Nano No More: The death of the pygmy tyrant". Dalam Henderson, M. The origin, systematics, and paleobiology of Tyrannosauridae. Dekalb, Illinois: Northern Illinois University Press. 
  61. ^ "Visit Jane the Dinosaur at the Burpee Museum, Rockford, Illinois". Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 Mei 2008. Diakses tanggal 16 Oktober 2008. 
  62. ^ a b Currie, Philip J.; Hurum, Jørn H.; Sabath, Karol (2003). "Skull structure and evolution in tyrannosaurid dinosaurs" (PDF). Acta Palaeontologica Polonica. 48 (2): 227–234. Diakses tanggal 8 Oktober 2008. 
  63. ^ a b c Holtz, Thomas R., Jr. (2004). "Tyrannosauroidea". Dalam Weishampel, David B.; Dodson, Peter; Osmólska, Halszka. The dinosauria. Berkeley: University of California Press. hlm. 111–136. ISBN 0-520-24209-2. 
  64. ^ Paul, Gregory S. (1988). Predatory dinosaurs of the world: a complete illustrated guide. New York: Simon and Schuster. hlm. 337-8. ISBN 978-0-671-61946-6. OCLC 18350868. 
  65. ^ Maleev, E. A. (1955). diterjemahkan oleh F. J. Alcock. [Gigantic carnivorous dinosaurs of Mongolia] Parameter |trans-title= membutuhkan |title= (bantuan). Doklady Akademii Nauk SSSR (PDF) (dalam bahasa Rusia). 104 (4): 634–637 https://web.archive.org/web/20191211124644/https://paleoglot.org/files/Maleev_55a.pdf |archive-url= tidak memiliki judul (bantuan). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-12-11. Diakses tanggal 2018-03-11. 
  66. ^ Rozhdestvensky, AK (1965). "Growth changes in Asian dinosaurs and some problems of their taxonomy". Paleontological Journal. 3: 95–109. 
  67. ^ Carpenter, Kenneth (1992). "Tyrannosaurids (Dinosauria) of Asia and North America". Dalam Mateer, Niall J.; Pei-ji Chen. Aspects of nonmarine Cretaceous geology. Beijing: China Ocean Press. ISBN 978-7-5027-1463-5. OCLC 28260578. 
  68. ^ Carr, Thomas D.; Williamson, Thomas E.; Schwimmer, David R. (Maret 2005). "A New Genus and Species of Tyrannosauroid from the Late Cretaceous (Middle Campanian) Demopolis Formation of Alabama". Journal of Vertebrate Paleontology. 25 (1): 119–143. doi:10.1671/0272-4634(2005)025[0119:ANGASO]2.0.CO;2. 
  69. ^ Hurum, Jørn H.; Sabath, Karol (2003). "Giant theropod dinosaurs from Asia and North America: Skulls of Tarbosaurus bataar and Tyrannosaurus rex compared" (PDF). Acta Palaeontologica Polonica. 48 (2): 161–190. Diakses tanggal 8 Oktober 2008. 
  70. ^ Lü, J; Yi, L; Brusatte, SL; Yang, L; Li, H; Chen, L (7 Mei 2014). "A new clade of Asian late Cretaceous long-snouted tyrannosaurids". Nature Communications. 5: 3788. doi:10.1038/ncomms4788. PMID 24807588.  
  71. ^ "Pinocchio rex dinosaur found in China adds to tyrannosaur family". CBC News (dalam bahasa Inggris). 7 Mei 2014. Diakses tanggal 2017-11-10. 
  72. ^ a b Loewen, M.A.; Irmis, R.B.; Sertich, J.J.W.; Currie, P. J.; Sampson, S. D. (2013). Evans, David C, ed. "Tyrant Dinosaur Evolution Tracks the Rise and Fall of Late Cretaceous Oceans". PLoS ONE. 8 (11): e79420. doi:10.1371/journal.pone.0079420. PMC 3819173 . PMID 24223179. 
  73. ^ Vergano, Dan (7 November 2013). "Newfound "King of Gore" Dinosaur Ruled Before T. Rex". National Geographic. Diakses tanggal 2017-11-10. 
  74. ^ Geggel, Laura (29 Februari 2016). "T. Rex Was Likely an Invasive Species". Live Science. Diakses tanggal 2017-11-10. 
  75. ^ Urban, Michael A.; Lamanna, Matthew C. (Desember 2006). "Evidence of a giant Tyrannosaurid (Dinosauria: Theropoda) from the upper Cretaceous (?Campannian) of Montana" (PDF). Annals of Carnegie Museum. 75 (4): 231–235. doi:10.2992/0097-4463(2006)75[231:EOAGTD]2.0.CO;2. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-10-27. Diakses tanggal 2017-11-10. 
  76. ^ Paul, Gregory S. (1988). Predatory dinosaurs of the world: a complete illustrated guide. New York: Simon and Schuster. hlm. 228. ISBN 978-0-671-61946-6. OCLC 18350868. 
  77. ^ Olshevsky, George (1995). "The origin and evolution of the tyrannosaurids". Kyoryugaku Saizensen [Dino Frontline]. 9–10: 92–119. 
  78. ^ Carr, T. D.; Williamson, T. E. (2004). "Diversity of late Maastrichtian Tyrannosauridae (Dinosauria: Theropoda) from western North America". Zoological Journal of the Linnean Society. 142 (4): 479–523. doi:10.1111/j.1096-3642.2004.00130.x. 
  79. ^ Gilmore, C. W. (1946). "A new carnivorous dinosaur from the Lance Formation of Montana". Smithsonian Miscellaneous Collections. 106: 1–19. 
  80. ^ Bakker, R. T.; Williams, M.; Currie, P. J. (1988). "Nanotyrannus, a new genus of pygmy tyrannosaur, from the latest Cretaceous of Montana". Hunteria. 1 (5): 1–30. 
  81. ^ Carr, TD (1999). "Craniofacial ontogeny in Tyrannosauridae (Dinosauria, Theropoda)". Journal of Vertebrate Paleontology. 19 (3): 497–520. doi:10.1080/02724634.1999.10011161. 
  82. ^ Currie, Philip J. (2003). "Cranial anatomy of tyrannosaurid dinosaurs from the Late Cretaceous of Alberta, Canada" (PDF). Acta Palaeontologica Polonica. 42 (2): 191–226. Diakses tanggal 9 Oktober 2008. 
  83. ^ a b Horner, J. R.; Padian, K. (September 2004). "Age and growth dynamics of Tyrannosaurus rex". Proceedings: Biological Sciences. 271 (1551): 1875–80. doi:10.1098/rspb.2004.2829. PMC 1691809 . PMID 15347508. Diakses tanggal 5 Oktober 2008. 
  84. ^ a b Schweitzer MH, Wittmeyer JL, Horner JR (Juni 2005). "Gender-specific reproductive tissue in ratites and Tyrannosaurus rex". Science. 308 (5727): 1456–60. doi:10.1126/science.1112158. PMID 15933198. Diakses tanggal 5 Oktober 2008. 
  85. ^ Lee, Andrew H.; Werning, Sarah (2008). "Sexual maturity in growing dinosaurs does not fit reptilian growth models". Proceedings of the National Academy of Sciences. 105 (2): 582–587. doi:10.1073/pnas.0708903105. PMC 2206579 . PMID 18195356. 
  86. ^ Schweitzer MH, Zheng W, Zanno L, Werning S, Sugiyama T (2016). "Chemistry supports the identification of gender-specific reproductive tissue in Tyrannosaurus rex". Scientific Reports. 6 (23099). doi:10.1038/srep23099. 
  87. ^ a b c d Erickson GM, Currie PJ, Inouye BD, Winn AA (Juli 2006). "Tyrannosaur life tables: an example of nonavian dinosaur population biology". Science. 313 (5784): 213–7. doi:10.1126/science.1125721. PMID 16840697. 
  88. ^ Paul, Gregory S. (2008). "Chapter 18: The Extreme Life Style and Habits of the Gigantic Tyrannosaurid Superpredators of the Cretaceous North America and Asia". Dalam Larson, Peter L.; Carpenter, Kenneth. Tyrannosaurus, The Tyrant King. Indiana University Press. hlm. 307–345. ISBN 978-0-253-35087-9. Diakses tanggal 14 September 2013. 
  89. ^ Carpenter, Kenneth (1992). "Variation in Tyrannosaurus rex". Dalam Kenneth Carpenter; Philip J. Currie. Dinosaur Systematics: Approaches and Perspectives. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 141–145. ISBN 0-521-43810-1. 
  90. ^ Larson, P.L. (1994). "Tyrannosaurus sex. In: Rosenberg, G.D. & Wolberg, D.L. Dino Fest". The Paleontological Society Special Publications. 7: 139–155. 
  91. ^ Erickson GM, Kristopher Lappin A, Larson P (2005). "Androgynous rex – the utility of chevrons for determining the sex of crocodilians and non-avian dinosaurs". Zoology (Jena, Germany). 108 (4): 277–86. doi:10.1016/j.zool.2005.08.001. PMID 16351976. Diakses tanggal 8 Oktober 2008. 
  92. ^ Schweitzer MH, Elsey RM, Dacke CG, Horner JR, Lamm ET (April 2007). "Do egg-laying crocodilian (Alligator mississippiensis) archosaurs form medullary bone?". Bone. 40 (4): 1152–8. doi:10.1016/j.bone.2006.10.029. PMID 17223615. Diakses tanggal 8 Oktober 2008. 
  93. ^ Leidy, J (1865). "Memoir on the extinct reptiles of the Cretaceous formations of the United States". Smithsonian Contributions to Knowledge. 14: 1–135. 
  94. ^ "Tyrannosaurus". American Museum of Natural History. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 Desember 2008. Diakses tanggal 16 Oktober 2008. 
  95. ^ a b Newman, BH (1970). "Stance and gait in the flesh-eating Tyrannosaurus". Biological Journal of the Linnean Society. 2 (2): 119–123. doi:10.1111/j.1095-8312.1970.tb01707.x. 
  96. ^ "The Age of Reptiles Mural". Yale University. 2008. Diakses tanggal 16 Oktober 2008. 
  97. ^ Ross, R. M.; Duggan-Haas, D.; Allmon, W. D. (2013). "The Posture of Tyrannosaurus rex: Why Do Student Views Lag Behind the Science?". Journal of Geoscience Education. 61: 145–160. Bibcode:2013JGeEd..61..145R. doi:10.5408/11-259.1. 
  98. ^ Lambe, L. M. (1914). "On a new genus and species of carnivorous dinosaur from the Belly River Formation of Alberta, with a description of the skull of Stephanosaurus marginatus from the same horizon". Ottawa Naturalist. 27: 129–135. 
  99. ^ Carpenter, Kenneth; Smith, Matt (2001). "Forelimb Osteology and Biomechanics of Tyrannosaurus rex". Dalam Tanke, Darren; Carpenter, Kenneth. Mesozoic vertebrate life. Bloomington: Indiana University Press. hlm. 90–116. ISBN 0-253-33907-3. 
  100. ^ Stanley, Steven (23 Oktober 2017). "EVIDENCE THAT THE ARMS OF TYRANNOSAURUS REX WERE NOT FUNCTIONLESS BUT ADAPTED FOR VICIOUS SLASHING". Geological Society of America Abstracts with Programs. 49 – via GSA Annual Meeting. 
  101. ^ a b Fields, Helen (Mei 2006). "Dinosaur Shocker". Smithsonian Magazine. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-10-14. Diakses tanggal 2 Oktober 2008. 
  102. ^ Schweitzer, Mary H.; Wittmeyer, Jennifer L.; Horner, John R.; Toporski, Jan K. (Maret 2005). "Soft-tissue vessels and cellular preservation in Tyrannosaurus rex". Science. 307 (5717): 1952–5. Bibcode:2005Sci...307.1952S. doi:10.1126/science.1108397. PMID 15790853. Diakses tanggal 2 Oktober 2008. 
  103. ^ Rincon, Paul (12 April 2007). "Protein links T. rex to chickens". BBC News. Diakses tanggal 2 Oktober 2008. 
  104. ^ Vergano, Dan (13 April 2007). "Yesterday's T. Rex is today's chicken". USA Today. Diakses tanggal 8 Oktober 2008. 
  105. ^ Kaye, Thomas G.; Gaugler, Gary; Sawlowicz, Zbigniew (Juli 2008). Stepanova, Anna, ed. "Dinosaurian Soft Tissues Interpreted as Bacterial Biofilms". PLoS ONE. 3 (7): e2808. doi:10.1371/journal.pone.0002808. PMC 2483347 . PMID 18665236. 
  106. ^ "New Research Challenges Notion That Dinosaur Soft Tissues Still Survive" (Siaran pers). Newswise. 24 Juli 2008. Diakses tanggal 8 Oktober 2008. 
  107. ^ "Soft tissue in fossils still mysterious" (Siaran pers). ScienceNews. 29 Juli 2008. Diakses tanggal 17 September 2018. 
  108. ^ San Antonio, James D.; Schweitzer, Mary H.; Jensen, Shane T.; Kalluri, Raghu; Buckley, Michael; Orgel, Joseph P. R. O. (2011). Van Veen, Hendrik W., ed. "Dinosaur Peptides Suggest Mechanisms of Protein Survival". PLoS ONE. 6 (6): e20381. doi:10.1371/journal.pone.0020381. PMC 3110760 . PMID 21687667. 
  109. ^ Peterson, Joseph E.; Lenczewski, Melissa E.; Scherer, Reed P. (12 Oktober 2010). "Influence of Microbial Biofilms on the Preservation of Primary Soft Tissue in Fossil and Extant Archosaurs". PLoS ONE. 5 (10): e13334. Bibcode:2010PLoSO...513334P. doi:10.1371/journal.pone.0013334. PMC 2953520 . PMID 20967227. Diakses tanggal 30 Maret 2012. [T]he interpretation of preserved organic remains as microbial biofilm [is] highly unlikely 
  110. ^ Bakker, Robert T. (1968). "The superiority of dinosaurs" (PDF). Discovery. 3 (2): 11–12. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 9 September 2006. Diakses tanggal 7 Oktober 2008. 
  111. ^ Bakker, Robert T. (1972). "Anatomical and ecological evidence of endothermy in dinosaurs" (PDF). Nature. 238 (5359): 81–85. Bibcode:1972Natur.238...81B. doi:10.1038/238081a0. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 9 September 2006. Diakses tanggal 7 Oktober 2008. 
  112. ^ Barrick, Reese E.; Showers, William J. (Juli 1994). "Thermophysiology of Tyrannosaurus rex: Evidence from Oxygen Isotopes". Science. New York City. 265 (5169): 222–224. doi:10.1126/science.265.5169.222. PMID 17750663. Diakses tanggal 7 Oktober 2008. 
  113. ^ Trueman, Clive; Chenery, Carolyn; Eberth, David A.; Spiro, Baruch (2003). "Diagenetic effects on the oxygen isotope composition of bones of dinosaurs and other vertebrates recovered from terrestrial and marine sediments". Journal of the Geological Society. 160 (6): 895–901. doi:10.1144/0016-764903-019. 
  114. ^ Barrick, Reese E.; Showers, William J. (Oktober 1999). "Thermophysiology and biology of Giganotosaurus: comparison with Tyrannosaurus". Palaeontologia Electronica. 2 (2). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-05-17. Diakses tanggal 7 Oktober 2008. 
  115. ^ Barrick, Reese E.; Stoskopf, Michael K.; Showers, William J. (1999). "Oxygen isotopes in dinosaur bones". Dalam James O. Farlow; M. K. Brett-Surman. The Complete Dinosaur. Bloomington: Indiana University Press. hlm. 474–490. ISBN 0-253-21313-4. 
  116. ^ Paladino, Frank V.; Spotila, James R.; Dodson, Peter (1999). "A blueprint for giants: modeling the physiology of large dinosaurs". Dalam James O. Farlow; M. K. Brett-Surman. The Complete Dinosaur. Bloomington: Indiana University Press. hlm. 491–504. ISBN 0-253-21313-4. 
  117. ^ Chinsamy, Anusuya; Hillenius, Willem J. (2004). "Physiology of nonavian dinosaurs". Dalam David B. Weishampel; Peter Dodson; Halszka Osmólska. The dinosauria. Berkeley: University of California Press. hlm. 643–659. ISBN 0-520-24209-2. 
  118. ^ Seymour, Roger S. (2013-07-05). "Maximal Aerobic and Anaerobic Power Generation in Large Crocodiles versus Mammals: Implications for Dinosaur Gigantothermy". PLOS ONE. 8 (7): e69361. doi:10.1371/journal.pone.0069361. ISSN 1932-6203. 
  119. ^ Lockley, MG; Hunt, AP (1994). "A track of the giant theropod dinosaur Tyrannosaurus from close to the Cretaceous/Tertiary boundary, northern New Mexico". Ichnos. 3 (3): 213–218. doi:10.1080/10420949409386390. 
  120. ^ "A Probable Tyrannosaurid Track From the Hell Creek Formation (Upper Cretaceous), Montana, United States". 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-12-14. Diakses tanggal 2018-03-22. 
  121. ^ Manning, P. L.,; Ott, C.; Falkingham, P. L. (2009). "The first tyrannosaurid track from the Hell Creek Formation (Late Cretaceous), Montana, U.S.A.". PALAIOS. 23: 645–647. doi:10.2110/palo.2008.p08-030r. 
  122. ^ D. Smith, Sean; S. Persons, W.; Xing, Lida (2016). "A Tyrannosaur trackway at Glenrock, Lance Formation (Maastrichtian), Wyoming". Cretaceous Research. 61 (1): 1–4. doi:10.1016/j.cretres.2015.12.020. 
  123. ^ Perkins, Sid (2016). "You could probably have outrun a T. rex". Palaeontology. doi:10.1126/science.aae0270. 
  124. ^ Walton, Traci (2016). "Forget all you know from Jurassic Park: For speed, T.rex beats velociraptors". USA Today. Diakses tanggal 13 Maret 2016. 
  125. ^ Ruiz, J. (2017). Comments on “A tyrannosaur trackway at Glenrock, Lance Formation (Maastrichtian), Wyoming” (Smith et al., Cretaceous Research, v. 61, pp. 1–4, 2016), Cretaceous Research, doi: 10.1016/j.cretres.2017.05.033
  126. ^ Hutchinson, J.R. (2004). "Biomechanical Modeling and Sensitivity Analysis of Bipedal Running Ability. II. Extinct Taxa" (PDF). Journal of Morphology. 262 (1): 441–461. doi:10.1002/jmor.10240. PMID 15352202. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-10-31. 
  127. ^ a b Hutchinson JR, Garcia M (Februari 2002). "Tyrannosaurus was not a fast runner". Nature. 415 (6875): 1018–21. doi:10.1038/4151018a. PMID 11875567. 
  128. ^ "Giraffe". WildlifeSafari.info. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-06-12. Diakses tanggal 29 April 2006. 
  129. ^ "Chronological History of Woodland Park Zoo – Chapter 4". Diakses tanggal 24 Oktober 2014. 
  130. ^ Alexander, R.M. (7 Agustus 2006). "Dinosaur biomechanics". Proc Biol Sci. 273 (1596): 1849–1855. doi:10.1098/rspb.2006.3532. PMC 1634776 . PMID 16822743. 
  131. ^ Holtz, Thomas R. (1 Mei 1996). "Phylogenetic taxonomy of the Coelurosauria (Dinosauria; Theropoda)". Journal of Paleontology. 70 (3): 536–538. Diakses tanggal 3 Oktober 2008. 
  132. ^ Snively, Eric, Russell, Anthony P. (2003) "Kinematic Model of Tyrannosaurid (Dinosauria: Theropoda) Arctometatarsus Function" Journal of Morphology255(2)215–227. doi:10.1002/jmor.10059
  133. ^ Sellers, William I.; Pond, Stuart B.; Brassey, Charlotte A.; Manning, Philip L.; Bates, Karl T. (2017-07-18). "Investigating the running abilities of Tyrannosaurus rex using stress-constrained multibody dynamic analysis". PeerJ (dalam bahasa Inggris). 5. doi:10.7717/peerj.3420. ISSN 2167-8359. 
  134. ^ "Why Tyrannosaurus was a slow runner and why the largest are not always the fastest". ScienceDaily (dalam bahasa Inggris). 17 Juli 2017. Diakses tanggal 2017-11-10. 
  135. ^ Hirt, MR; Jetz, W; Rall, BC; Brose, U (Agustus 2017). "A general scaling law reveals why the largest animals are not the fastest". Nature ecology & evolution. 1 (8): 1116–1122. doi:10.1038/s41559-017-0241-4. PMID 29046579. 
  136. ^ Hutchinson JR, Ng-Thow-Hing V, Anderson FC (Juni 2007). "A 3D interactive method for estimating body segmental parameters in animals: application to the turning and running performance of Tyrannosaurus rex". Journal of Theoretical Biology. 246 (4): 660–80. doi:10.1016/j.jtbi.2007.01.023. PMID 17363001. 
  137. ^ Carrier, David R.; Walter, Rebecca M.; Lee, David V. (15 November 2001). "Influence of rotational inertia on turning performance of theropod dinosaurs: clues from humans with increased rotational inertia". Journal of Experimental Biology. Company of Biologists. 204 (22): 3917–3926. PMID 11807109. 
  138. ^ Witmer, Lawrence M.; Ridgely, Ryan C. (September 2009). "New Insights Into the Brain, Braincase, and Ear Region of Tyrannosaurs (Dinosauria, Theropoda), with Implications for Sensory Organization and Behavior". The Anatomical Record. 292 (9): 1266–1296. doi:10.1002/ar.20983. 
  139. ^ Stevens, Kent A. (1 April 2011) The Binocular Vision of Theropod Dinosaurs. Diakses 29 Juli 2013.
  140. ^ "T. Rex brain study reveals a refined 'nose'". Calgary Herald. 28 Oktober 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-06. Diakses tanggal 29 Oktober 2008. 
  141. ^ Hurlburt, Grant S.; Ridgely, Ryan C.; Witmer, Lawrence M. (5 Juli 2013) [This volume originated in a conference held on September 16–18, 2005, titled 'The Origin, Systematics, and Paleobiology of Tyrannosauridae,' and sponsored by the Burpee Museum of Natural History and Northern Illinois University]. "Chapter 6: Relative size of brain and cerebrum in Tyrannosaurid dinosaurs: an analysis using brain-endocast quantitative relationships in extant alligators". Dalam Parrish, Michael J.; Molnar, Ralph E.; Currie, Philip J.; Koppelhus, Eva B. Tyrannosaurid Paleobiology (Life of the Past). Indiana University Press. hlm. 134–154. ISBN 978-0-253-00947-0. Diakses tanggal 20 Oktober 2013. 
  142. ^ Switek, Brian (Oktober 2012). "The Tyrannosaurus Rex's Dangerous and Deadly Bite". Smithsonian Institution. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-12-04. Diakses tanggal 2018-04-10. 
  143. ^ Bates, K. T.; Falkingham, P.L. (2012-02-29). "Estimating maximum bite performance in Tyrannosaurus rex using multi-body dynamics". Biological Letters. doi:10.1098/rsbl.2012.0056. 
  144. ^ Crispian Scully, (2002) Oxford Handbook of Applied Dental Sciences, Oxford University Press –ISBN 978-0-19-851096-3 hlm. 156
  145. ^ Gignac, Paul M.; Erickson, Gregory M. (2017-05-17). "The Biomechanics Behind Extreme Osteophagy in Tyrannosaurus rex". Scientific Reports (dalam bahasa Inggris). 7 (1). doi:10.1038/s41598-017-02161-w. ISSN 2045-2322. 
  146. ^ "Estimating cranial musculoskeletal constraints in theropod dinosaurs | Open Science". Rsos.royalsocietypublishing.org. 2015-11-04. Diakses tanggal 2015-12-23. 
  147. ^ "The better to eat you with? How dinosaurs' jaws influenced diet". Science Daily. 3 November 2015. Archived from the original on 2015-11-04. Diakses tanggal 2018-09-14. 
  148. ^ Lambe, L. B. (1917). "The Cretaceous theropodous dinosaur Gorgosaurus". Memoirs of the Geological Survey of Canada. 100: 1–84. doi:10.4095/101672. 
  149. ^ Farlow, J. O. & Holtz, T. R. (2002). "The fossil record of predation in dinosaurs" (PDF). Dalam Kowalewski, M. & Kelley, P.H. The Fossil Record of Predation. The Paleontological Society Papers. 8. hlm. 251–266. Diarsipkan dari versi asli (pdf) tanggal 2008-10-31. 
  150. ^ a b c Horner, J.R. (1994). "Steak knives, beady eyes, and tiny little arms (a portrait of Tyrannosaurus as a scavenger)". The Paleontological Society Special Publication. 7: 157–164. 
  151. ^ Amos, J. (31 Juli 2003). "T. rex goes on trial". BBC. 
  152. ^ "Sound file" (MP3). Media.libsyn.com. Diakses tanggal 2015-12-23. 
  153. ^ Amos, Jonathan (2003-07-31). "Science/Nature | T. rex goes on trial". BBC News. Diakses tanggal 2015-12-23. 
  154. ^ "T. Rex brain study reveals a refined 'nose'". Calgary Herald. 28 Oktober 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-06. Diakses tanggal 29 Oktober 2008. 
  155. ^ Paul, G. S. (1988). Predatory Dinosaurs of the World. Simon and Schuster. ISBN 0-671-61946-2. OCLC 18350868. 
  156. ^ Ruxton, GD; Houston, DC (April 2003). "Could Tyrannosaurus rex have been a scavenger rather than a predator? An energetics approach". Proceedings: Biological Sciences. 270 (1516): 731–3. doi:10.1098/rspb.2002.2279. PMC 1691292 . PMID 12713747. Diakses tanggal 5 Oktober 2008. 
  157. ^ Chin, Karen; Tokaryk, Timothy T.; Erickson, Gregory M.; Calk, Lewis C. (18 Juni 1998). "A king-sized theropod coprolite". Nature. 393 (6686): 680–682. doi:10.1038/31461.  Summary at Monastersky, R. (20 Juni 1998). "Getting the scoop from the poop of T. rex". Science News. 153 (25): 391. doi:10.2307/4010364. JSTOR 4010364. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 Mei 2013. 
  158. ^ a b Walters, Martin (1995). Bloomsbury Illustrated Dictionary of Prehistoric Life (Bloomsbury Illustrated Dictionaries). Godfrey Cave Associates Ltd. ISBN 1-85471-648-4. 
  159. ^ Carpenter, K. (1998). "Evidence of predatory behavior by theropod dinosaurs". Gaia. 15: 135–144. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 November 2007. Diakses tanggal 5 Desember 2007. 
  160. ^ Happ, John; Carpenter, Kenneth (2008). "An analysis of predator–prey behavior in a head-to-head encounter between Tyrannosaurus rex and Triceratops". Dalam Carpenter, Kenneth; Larson, Peter E. Tyrannosaurus rex, the Tyrant King (Life of the Past). Bloomington: Indiana University Press. hlm. 355–368. ISBN 0-253-35087-5. 
  161. ^ Dodson, Peter, The Horned Dinosaurs, Princeton Press. hlm. 19
  162. ^ Tanke, Darren H.; Currie, Philip J. (1998). "Head-biting behavior in theropod dinosaurs: paleopathological evidence" (PDF). Gaia (15): 167–184. ISSN 0871-5424. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-02-27. 
  163. ^ Carbone, Chris; Turvey, Samuel T.; Bielby, Jon (26 Januari 2011). "Intra-guild Competition and its Implications for One of the Biggest Terrestrial Predators, Tyrannosaurus rex". Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences. 278: 2682–2690. doi:10.1098/rspb.2010.2497. PMC 3136829 . PMID 21270037. 
  164. ^ 1999. The teeth of the Tyrannosaurus. Scientific American 281: 40–41.
  165. ^ Snively, Eric.; Cotton, John R.; Ridgely, Ryan; Witmer, Lawrence M. (2013). "Multibody dynamics model of head and neck function in Allosaurus (Dinosauria, Theropoda)". Palaeontologica Electronica. 16 (2). 
  166. ^ a b Longrich N R., Horner J.R., Erickson G.M. & Currie P.J. (2010), "Cannibalism in Tyrannosaurus rex", Public Library of Science.
  167. ^ Perkins, Sid (29 Oktober 2015). "Tyrannosaurs were probably cannibals". sciencemag.org. Diakses tanggal 2 November 2015. 
  168. ^ a b c "Dino Gangs". Discovery Channel. 2011-06-22. Archived from the original on 2012-01-19. Diakses tanggal 2012-01-19. 
  169. ^ Collins, Nick (22 Juni 2011). "Tyrannosaurus Rex 'hunted in packs'". The Telegraph. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-09-19. Diakses tanggal 23 Maret 2014. 
  170. ^ Wallis, Paul (2012-06-11). "Op-Ed: T. Rex pack hunters? Scary, but likely to be true". Digitaljournal.com. Diakses tanggal 2015-12-23. 
  171. ^ a b c Switek, Brian (25 Juli 2011). "A bunch of bones doesn't make a gang of bloodthirsty tyrannosaurs". The Guardian. Diakses tanggal 21 Juni 2015. 
  172. ^ Sample, Ian (23 Juli 2014). "Researchers find first sign that tyrannosaurs hunted in packs". The Guardian. Diakses tanggal 28 Juli 2014. 
  173. ^ McCrea, R. T. (2014). "A 'Terror of Tyrannosaurs': The First Trackways of Tyrannosaurids and Evidence of Gregariousness and Pathology in Tyrannosauridae". PLoS ONE. 9 (7): e103613. Bibcode:2014PLoSO...9j3613M. doi:10.1371/journal.pone.0103613. PMC 4108409 . PMID 25054328. 
  174. ^ Rothschild, B., Tanke, D. H., and Ford, T. L., 2001, Theropod stress fractures and tendon avulsions as a clue to activity: In: Mesozoic Vertebrate Life, edited by Tanke, D. H., and Carpenter, K., Indiana University Press, hlm. 331–336.
  175. ^ Wolff EDS, Salisbury SW, Horner JR, Varricchi DJ (2009). Hansen, Dennis Marinus, ed. "Common Avian Infection Plagued the Tyrant Dinosaurs". PLoS ONE. 4 (9): e7288. doi:10.1371/journal.pone.0007288. PMC 2748709 . PMID 19789646. Diakses tanggal 1 November 2009. 
  176. ^ Peterson, Joseph E.; Henderson, Michael D.; Sherer, Reed P.; Vittore, Christopher P. (November 2009). "Face Biting On A Juvenile Tyrannosaurid And Behavioral Implications". PALAIOS. 24 (11): 780–784. doi:10.2110/palo.2009.p09-056r. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-08-11. 
  177. ^ Parisi, Tom (2 November 2009). "The terrible teens of T. rex NIU scientists: Young tyrannosaurs did serious battle against each other". Northern Illinois University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 Agustus 2013. Diakses tanggal 10 Agustus 2013. 
  178. ^ Estes, R., and P. Berberian. 1970. Paleoecology of a late Cretaceous vertebrate community from Montana. Breviora volume 343, 35 halaman
  179. ^ Derstler, Kraig (1994). "Dinosaurs of the Lance Formation in eastern Wyoming". Dalam Nelson, Gerald E. (ed.). The Dinosaurs of Wyoming. Wyoming Geological Association Guidebook, 44th Annual Field Conference. Wyoming Geological Association. hlm. 127–146.
  180. ^ Weishampel, David B.; Barrett, Paul M.; Coria, Rodolfo A.; Loeuff, Jean Le; Xu Xing; Zhao Xijin; Sahni, Ashok; Gomani, Elizabeth M. P.; Noto, Christopher R. (2004). "Dinosaur Distribution". Dalam Weishampel, David B.; Dodson, Peter; Osmólska, Halszka. The Dinosauria (edisi ke-2nd). Berkeley: University of California Press. hlm. 574–588. ISBN 0-520-24209-2. 
  181. ^ Jasinski, S. E., Sullivan, R. M., & Lucas, S. G. (2011). Taxonomic composition of the Alamo Wash local fauna from the Upper Cretaceous Ojo Alamo Formation (Naashoibito Member) San Juan Basin, New Mexico. Bulletin, 53, 216–271.
  182. ^ Serrano-Brañas; et al. (2015). "Tyrannosaurid teeth from the Lomas Coloradas Formation, Cabullona Group (Upper Cretaceous) Sonora, México". Cretaceous Research. 49: 163–171. doi:10.1016/j.cretres.2014.02.018. 
  183. ^ Brusatte, Stephen L.; Carr, Thomas D. (2016). "The phylogeny and evolutionary history of tyrannosauroid dinosaurs". Scientific Reports. 6. doi:10.1038/srep20252. 

Bacaan lanjutan

sunting
  • Farlow, J. O.; Gatesy, S. M.; Holtz, T. R., Jr.; Hutchinson, J. R.; Robinson, J. M. (2000). "Theropod Locomotion". American Zoologist. The Society for Integrative and Comparative Biology. 40 (4): 640–663. doi:10.1093/icb/40.4.640. 

Pranala luar

sunting
Pameran