Sungai

aliran air besar

Sungai, kali, atau wai (disebut juga sebagai bengawan; Inggris: river) adalah aliran air di permukaan besar dan berbentuk memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara).[1] Sungai merupakan tempat mengalirnya air secara gravitasi menuju ke tempat yang lebih rendah. Arah aliran sungai sesuai dengan sifat air mulai dari tempat yang tinggi ke tempat rendah. Sungai bermula dari gunung atau dataran tinggi menuju ke danau atau lautan.

Sungai Ciliwung, salah satu sungai di Jakarta
Sungai Amazon (biru tua) dan sungai yang mengalir ke dalamnya (biru sedang).
Titik awal saking aliran tukad ring gunung.
Gambar radar dari sungai metana dan etana sepanjang 400-kilometer (250 mi) di dekat kutub utara bulan Saturnus, Titan

Salah satu jenis sungai yang terletak di bawah tanah, disebut sebagai "underground river". Misalnya sungai bawah tanah di Gua Hang Soon Dong di Vietnam, sungai bawah tanah di Yucatan di Meksiko, sungai bawah tanah di Gua Pindul di kabupaten Gunung Kidul, DIY, Indonesia.

Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Melalui sungai merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Pengujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai.

Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu juga berasal dari lelehan es/salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.

Kemanfaatan terbesar sebuah sungai adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai.

Berdasarkan peta klasifikasi DAS Nasional, secara keseluruhan Indonesia memiliki 42.210 daerah aliran sungai yang disusun sebagai basis untuk menentukan kebijakan penyelenggaraan dalam pengelolaan DAS dimana penentuan tersebut didasarkan pada beberapa kriteria seperti kondisi lahan (lahan kritis, penutupan lahan, erosi), kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan konservasi tanah dan air, serta pemanfaatan ruang wilayah.[2]

Bagian dari Sungai sunting

Hulu sungai sunting

Artikel utama: Hulu sungai

Kebanyakan sungai berawal dari anak sungai berarus deras yang mengalir melintasi tanah lapang atau hutan bertebing terjal. Sungai-sungai di tebing berbatu, pohon yang bergantungan, dan percikan air menciptakan dunia yang berbeda-beda: tepi sungai yang lembab dan rindang, penuh dengan tumbuhan hijau, dasar sungai dengan air yang deras menyapu hampir semua tumbuhan dan hewan, kecuali hewan yang mampu menempel dengan erat. Sewaktu banjir seluruh komunitas tumbuhan dan hewan mungkin tersapu bersih. Namun benih baru dan spora akan cepat tumbuh, sedangkan makhluk-makhluk yang merangkak keluar dari balik batu berjuang agar dapat kembali mencapai hulu sungai.

Kadang-kadang, beberapa sungai kecil bergabung dan membentuk sungai dengan aliran yang lebih besar. Namun, pertemuan semacam ini terjadi saat anak sungai memiliki lebar kurang dari 5 meter, sementara sungai pada umumnya lebih lebar. Semakin besar dan lebar sungai, semakin lambat arus airnya, menciptakan kondisi yang memungkinkan pertumbuhan tumbuhan di tepi sungai. Terlepas dari situasinya, tepi sungai merupakan habitat yang cocok untuk berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Di daerah sungai yang memiliki lereng curam, kelembaban tanah di sepanjang tepi sungai bervariasi, menjadi lebih basah di dekat air dan semakin kering seiring kenaikan ketinggian. Oleh karena itu, sering kali terjadi pemisahan wilayah pertumbuhan berbagai jenis tumbuhan. Tumbuhan seperti iris dan pisang air tumbuh di dekat tepi sungai yang lebih rendah, sementara tumbuhan rami air dan balsam serta jenis bunga lainnya tumbuh sedikit lebih tinggi di atasnya.[3]

Muara sungai sunting

Artikel utama: Muara sungai

Akhirnya aliran sungai berujung juga. Tepiannya melebar menjadi pantai dan aliran pasang surut air asin mulai mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan Bentangan terakhir dari sungai ini disebut muara. Di sinilah aliran sungai melambat dan partikel lumpur yang masih bercampur aduk mengendap ke dasar dan tepi sungai. Air yang mulai terpengaruh pasang surut dan berombak biasanya sangat keruh sehingga tumbuhan air jarang ditemui karena tumbuhan ini tidak akan mendapat cukup sinar untuk berfotosintesis. Sedikit sekali hewan dan tumbuhan yang dapat beradaptasi dengan variasi kadar garam di dalam air Tetapi, hewan yang mampu tidak akan memiliki banyak saingan, sehingga dapat ditemui dalam jumlah yang besar Spesimen di bawah ini semuanya dikumpulkan dari muara sungai untuk memberikan gambaran tentang jenis hewan dan tumbuhan yang dapat ditemukan di sana.[3]

Banyak muara diapit dataran luas yang berparit dan berlorong. Tanah bergaram ini memiliki populasi tumbuhan yang khas, dan merupakan habitat terlarang bagi banyak tumbuhan. Dalam sehari air laut pasang dua kali dan membanjiri rawa melalui celah drainase dan kandungan garamnya mengendap ke dalam tanah dan lumpur. Setelah pasang usai, penguapan membuat garam tadi tertinggal di muara. Di musim semi air pasang membanjiri seluruh rawa dengan air laut. Namun pada saat air surut beberapa jam kemudian, hujan yang lebat mengubah permukaannya menjadi habitat yang hampir benar-benar berair tawar. Tumbuhan yang hidup di rawa payau ini telah mampu beradaptasi dengan kondisi kadar garam yang sering berubah tadi.

Jenis-jenis Sungai sunting

Menurut jumlah airnya:[1]

 
Sungai Kapuas di Pulau Kalimantan yang airnya selalu penuh sepanjang tahun.
  1. Sungai permanen - yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito, dan Mahakam di Kalimantan, sungai Musi dan sungai Indragiri di Sumatra.
     
    Sungai Bengawan Solo di Pulau Jawa yang kering saat musim kemarau.
  2. Sungai periodik - yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya sedikit. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa, misalnya Bengawan Solo dan sungai Opak di Jawa Tengah, sungai Progo dan sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta, serta sungai Brantas di Jawa Timur.
  3. Sungai intermittent atau sungai episodik - yaitu sungai yang mengalirkan airnya pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau airnya kering. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba dan sungai Batanghari di Sumatra.
  4. Sungai ephemeral - yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Pada hakikatnya, sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.

Menurut genetiknya:

  1. Sungai konsekuen yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan kemiringan lereng.
  2. Sungai subsekuen yaitu sungai yang aliran airnya tegak lurus dengan sungai konsekuen.
  3. Sungai obsekuen yaitu anak sungai subsekuen yang alirannya berlawanan arah dengan sungai konsekuen.
  4. Sungai insekuen yaitu sungai yang alirannya tidak teratur atau terikat oleh lereng daratan.
  5. Sungai resekuen yaitu anak sungai subsekuen yang alirannya searah dengan sungai konsekuen.
  6. Sungai andesen yaitu sungai yang kekuatan erosi ke dalamnya mampu mengimbangi pengangkatan lapisan batuan yang dilalui.
  7. Sungai anaklinal yaitu sungai yang arah alirannya mengalami perubahan karena tidak mampu mengimbangi pengangkatan lapisan batuan.

Menurut sumber airnya:

  1. Sungai hujan yaitu sungai yang berasal dari air hujan. Banyak dijumpai di pulau Jawa serta kawasan Nusa Tenggara.
  2. Sungai gletser yaitu sungai yang berasal dari melelehnya es. Banyak dijumpai di negara-negara yang beriklim dingin, seperti sungai Gangga di India dan sungai Rhein di Jerman.
  3. Sungai campuran yaitu sungai yang berasal dari air hujan dan lelehan es. Dapat dijumpai di Papua, contohnya sungai Digul dan sungai Mamberamo.

Manajemen Sungai sunting

 
Tanggul di sepanjang sebuah sungai di Johor, Malaysia.

Sungai sering kali dikendalikan atau dikontrol supaya lebih bermanfaat atau mengurangi dampak negatifnya terhadap kegiatan manusia.[4]

  1. Bendung dan Bendungan dibangun untuk mengontrol aliran, menyimpan air atau menghasilkan energi.
  2. Tanggul dibuat untuk mencegah sungai mengalir melampaui batas dataran banjirnya.
  3. Kanal-kanal dibuat untuk menghubungkan sungai-sungai untuk mentransfer air maupun navigasi
  4. Badan sungai dapat dimodifikasi untuk meningkatkan navigasi atau diluruskan untuk meningkatkan rerata aliran.

Manajemen sungai merupakan aktivitas yang berkelanjutan, karena sungai cenderung untuk mengulangi kembali modifikasi buatan manusia. Saluran yang dikeruk akan kembali mendangkal, mekanisme pintu air akan memburuk seiring waktu berjalan, tanggul-tanggul dan bendungan sangat mungkin mengalami rembesan atau kegagalan yang dahsyat akibatnya. Keuntungan yang dicari dalam manajemen sungai sering kali "impas" bila dibandingkan dengan biaya-biaya sosial ekonomis yang dikeluarkan dalam mitigasi efek buruk dari manajemen yang bersangkutan. Sebagai contoh, di beberapa bagian negara berkembang, sungai telah dikungkung dalam kanal-kanal sehingga dataran banjir yang datar dapat bebas dan dikembangkan. Banjir dapat menggenangi pola pembangunan tersebut sehingga dibutuhkan biaya tinggi, dan sering kali makan korban jiwa.

Banyak sungai kini semakin dikembangkan sebagai wahana konservasi habitat, karena sungai termasuk penting untuk berbagai tanaman air, ikan-ikan yang bermigrasi dan menetap, serta budidaya tambak, burung-burung, dan beberapa jenis mamalia.

Dampak eksploitasi berlebihan pada ekosistem sungai sunting

Eksploitasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti "pengusahaan; pendayagunaan; pemanfaatan untuk keuntungan sendiri"; "pengisapan"; "pemerasan (tenaga manusia)". Eksploitasi dalam bahasa Inggris (exploitation) berarti "politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang atau terlalu berlebihan terhadap suatu subyek, hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan, serta kompensasi kesejahteraan." Eksploitasi berlebihan terjadi ketika sumber daya yang dikonsumsi telah berada pada tingkat yang tidak berkelanjutan.

Tidak hanya ekosistem darat yang dapat mengalami eksploitasi berlebihan. Ekosistem akuatik seperti laut, sungai, danau, dan perairan lainnya dapat mengalami hal yang serupa. Eksploitasi sumber daya akuatik dapat berupa penangkapan organisme laut secara berlebihan. Penangkapan organisme laut (seperti ikan konsumsi maupun ikan hias) dan pengambilan terumbu karang dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan di ekosistem laut.[5][6]

Organisme yang beragam hidup di terumbu karang. Namun, terumbu karang demikian rapuh terhadap kerusakan karena pertumbuhannya lambat, mudah terganggu, dan hanya hidup pada perairan yang dangkal, hangat, dan bersih.

Terumbu karang hanya dapat hidup pada perairan dengan suhu 18 — 30 °C. Kenaikan suhu sebesar 1 °C dari batas maksimum dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang. Rusaknya terumbu karang akan menyebabkan hilangnya tempat tinggal bagi organisme yang ada pada ekosistem terumbu karang.

Ancaman lain yang dapat mengganggu ekosistem perairan adalah penggunaan ekosistem perairan sebagai daerah wisata. Penetapan daerah wisata perairan dapat dikatakan sebagai eksploitasi karena apabila daerah wisata tersebut tidak dikelola dengan balk maka akan mengganggu keberadaan organisme yang ada di ekosistem tersebut. Sebagai contoh, daerah wisata pantai di Bali atau wilayah Jakarta bagian utara yang ekosistem alaminya telah terganggu oleh aktivitas manusia yang berlebihan. Kedua pantai tersebut telah tercemar oleh sampah yang dibuang pengunjung tempat wisata tersebut.

Indikator Pencemaran di Sungai sunting

Kualitas air di sungai dapat secara akurat diukur melalui berbagai uji ilmiah, yang memperhitungkan faktor-faktor seperti pH, kejernihan air, dan suhu. Selain itu, ada juga indikator alamiah yang dapat memberikan petunjuk mengenai tingkat pencemaran suatu perairan.[7]

Indikator Kehidupan sunting

Kehadiran atau ketiadaan berbagai tanaman dan hewan dapat berfungsi sebagai indikator pencemaran. Tanaman air dan hewan-hewan air menjadi sangat sensitif terhadap perubahan kualitas air. Jika habitat air tidak sehat, serangga seringkali menjadi yang pertama menghilang dari lingkungan tersebut. Contohnya, lalat sehari, kepinding batu, dan beberapa jenis kumbang terbukti sangat peka terhadap pencemaran.

Kemungkinan Hilangnya Spesies sunting

Penting untuk dicatat bahwa beberapa spesies ikan seperti trout dan minnow hanya dapat hidup di dalam air bersih, sementara spesies lain seperti ikan mas dan karper, yang lebih tahan terhadap berbagai jenis pencemaran. Hilangnya spesies-spesies ini bisa menjadi indikasi yang sangat kuat tentang pencemaran air.

Pertumbuhan Tanaman sunting

Pencemaran air juga memengaruhi pertumbuhan tanaman di dalam air. Kebanyakan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik di perairan yang tercemar. Kualitas air yang menurun akan menghambat pertumbuhan tanaman air, yang pada gilirannya akan berdampak pada seluruh ekosistem sungai tersebut.

Nama-nama daerah sunting

Sungai disebut dalam beragam istilah di Indonesia:

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b Nailufar, Nibras Nada. Nailufar, Nibras Nada, ed. "Pengertian dan Jenis-jenis Sungai". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-12-30. 
  2. ^ Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan. "Refleksi KLHK 2021: Capaian Pemulihan Daerah Aliran Sungai Dan Rehabilitasi Hutan - Kementerian LHK". Refleksi KLHK 2021: Capaian Pemulihan Daerah Aliran Sungai Dan Rehabilitasi Hutan - Kementerian LHK. Diakses tanggal 2023-06-12. 
  3. ^ a b Parker, Steve (2010). Eyewitness kolam dan sungai : ensiklopedia tematis. Jakarta: Erlangga. ISBN 978-979-075-815-5. 
  4. ^ Allan, J.D. 1995. Stream Ecology: structure and function of running waters. Chapman and Hall, London. Pp. 388.
  5. ^ Angelier, E. 2003. Ecology of Streams and Rivers. Science Publishers, Inc., Enfield. Pp. 215.
  6. ^ ”Biology Concepts & Connections Sixth Edition”, Campbell, Neil A. (2009), page 2, 3 and G-9. Retrieved 2010-06-14.
  7. ^ Parker, Steve (2010). Eyewitness kolam dan sungai : ensiklopedia tematis. Jakarta: Erlangga. hlm. 64. ISBN 978-979-075-815-5.

Bacaan lanjutan sunting