Kekaisaran Romawi Barat

kerajaan di Eropa Selatan
(Dialihkan dari Romawi Barat)

Kekaisaran Romawi Barat adalah nama yang diberikan kepada Kekaisaran Romawi sebelah barat setelah pembagiannya oleh Diocletian. Bagian ini memiliki perbedaan sosial yang banyak dengan Kerajaan Romawi Timur; di mana yang Timur bertuturkan bahasa Yunani dan kemudian mengikuti Gereja Ortodoks Timur dan Monofisitisme; dan yang Barat bertuturkan bahasa Latin dan kemudian mengikuti Katolik Roma.

Kekaisaran Romawi Barat

Senatus Populusque Romanus
Imperium Romanum
285–480
Bendera Western Roman Empire
Labarum
(the usual type
according to coins)
Kekaisaran Romawi Barat pada tahun 418 M
Kekaisaran Romawi Barat pada tahun 418 M
StatusDivisi barat Kekaisaran Romawi kerajaan imperial
a
Ibu kotaMediolanum
(286–402)

Ravenna
(402–476)
Bahasa yang umum digunakanLatin
Agama
Agama Romawi sebelum 380
Kekristenan (Agama negara) setelah 380
PemerintahanOtokrasi,
Tetrarki
(293–313)
Kaisar 
• 395–423
Honorius
• 475–476
Romulus Augustulus
Konsul 
• 395
Flavius Anicius Hermogenianus Olybrius, Flavius Anicius Probinus
• 476
Basiliscus, Flavius Armatus
LegislatifSenat Romawi
Era SejarahAntikuitas klasik
• Divisi Diocletianus
285
• Divisi setelah Konstantinus I
337
• Divisi oleh Valentinian I
364
• Divisi setelah Theodosius I
395
• Deposisi Romulus Augustus
476
• Pembunuhan Julius Nepos
480
Luas
395[1]2.000.000 km2 (770.000 sq mi)
Mata uangMata uang Romawi
Didahului oleh
Digantikan oleh
ksrKekaisaran
Romawi
Kerajaan Italia (476–493)
krjKerajaan
Visigoth
Domini Soissons
Domini Moor
Kerajaan Roma-Britania
krjKerajaan
Burundi
krjKerajaan
Franka
krjKerajaan
Vandal
Alamannia
krjKerajaan
Suebic Galicia
Armorica
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Pada kedua garis tersebut kekaisaran ini benar-benar terpisah, yang timur Helenistik berhasil tetap bersatu, berpusat di sekitar budaya Yunani (dan tetap melihat dirinya sebagai "Roma" asli). Yang Timur telah bersatu, paling tidak secara budaya, sejak saat penaklukan Alexander Agung pada abad ke-4. Sementara ini, yang barat, meskipun berhubungan dengan Latin, tetapi terdiri dari budaya yang banyak dan kurang bersatu yang telah terasimilasi oleh orang Roma.

Sejarah sunting

Pembentukan sunting

Ketika Diokletianus berkuasa sebagai Kaisar Romawi, terjadi kekacauan akibat persoalan agama. Di akhir masa pemerintahannya, Diokletianus memberikan gagasan untuk meninggikan posisi Kaisar Romawi hingga setingkat dengan Dewa. Gagasan ini ditentang oleh rakyat Kekaisaran Romawi yang pada masa itu telah menganut Kekristenan. Meskipun banyak terjadi penyiksaan dan pembunuhan terhadap penduduk yang menentang gagasan Diokletianus, kerusuhan tetap terjadi karena bentrokan terus-menerus. Akhirnya, Kaisar Diokletianus turun tahta pada tahun 305 M. Kekaisaran Romawi akhirnya mengalami konflik dan persaingan politik di kalangan para penguasanya. Konflik ini menyebabkan Kekaisaran Romawi terbagi menjadi dua, yaitu Kekaisaran Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur. Kekaisaran Romawi Barat menguasai wilayah Eropa Barat, sedangkan Kekaisaran Romawi Timur menguasai wilayah Eropa Timur dan Asia.[2]

Diokletianus akhirnya menetapkan dua orang Augustus. Satu memerintah di Kekaisaran Romawi Barat dan satunya lagi memerintah di Kekaisaran Romawi Timur. Posisi Augustus di Kekaisaran Romawi Barat diberikan kepada Maximianus. Sementara Diokletianus menjadi Augustus di Kekaisaran Romawi Timur. Kekaisaran Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur juga masing-masing memiliki penguasa di bidang kemiliteran yang disebut Caesar.[3]

Pemisahan Kekaisaran Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur sepenuhnya pada masa Kaisar Theodosius I.[4] Pembagian Kekaisaran Romawi menjadi Kekaisaran Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur secara resmi sekitar tahun 395 M.[5] Kekaisaran Romawi Barat menetapkan ibu kota di Milan, sementara Kekaisaran Romawi Timur menetapkan ibu kota di Konstantinopel.[5] Terbentuknya Kekaisaran Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur mengakhiri Kekaisaran Romawi.[6] Wilayah kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat mencakup Eropa Barat.[7]

Akhir kekuasaan sunting

Selama abad ke-4 hingga ke-5 Masehi, bangsa Jerman melakukan serangan bertubi-tubi ke Kekaisaran Romawi Barat.[8] Suku Goth menyerang Roma pada tahun 410. Roma akhirnya hancur setelah menerima serangan lain dari suku Vandal.[9] Kekaisaran Romawi Barat berakhir sekitar tahun 476 Masehi akibat serbuan dari bangsa-bangsa barbar.[10] Romulus Augustus yang menjadi kaisar muda Kekaisaran Romawi Barat diberhentikan dari tahta oleh Odoaker. Kerajaan-kerajaan orang barbar yang menjadi provinsi-provinsi dalam supremasi Kaisar Romawi Barat kemudian tidak lagi mengakui kekuasaan politik Kekaisaran Romawi Barat di Eropa Barat.[11] Setelah kekalahan Kekaisaran Romawi Barat, wilayah Eropa Barat dikuasai oleh orang Franka dari bangsa Jerman yang kemudian mendirikan Kerajaan Franka.[12]

Berakhirnya kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat memperkuat kedudukan Paus dan mengawali perkembangan monarki kepausan.[13] Selain itu, berakhirnya kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat juga mengawali Abad Pertengahan di Eropa.[14]

Kaisar sunting

Romulus Augustus sunting

Romulus Augustus adalah kaisar terakhir dari Kekaisaran Romawi Barat.[15] Ia mulai berkuasa sejak tanggal 31 Oktober 475 Masehi ketika baru berusia 12 tahun. Romulus Augustus memperoleh julukan sebagai Romulus Augustulus yang berarti Romulus si Augustus kecil. Masa kekuasaannya hanya berlangsung selama 10 bulan ketika ia akhirnya diberhentikan dari tahta oleh Odoaker pada tanggal 4 September 476 Masehi. Romulus Augustus diasingkan dari wilayah Kekaisaran Romawi Barat. Pengasingannya mengakhiri Kekaisaran Romawi Barat sekaligus mengakhiri peradaban Romawi Kuno.[16]  

Referensi sunting

  1. ^ Taagepera, Rein (1979). "Size and Duration of Empires: Growth-Decline Curves, 600 B.C. to 600 A.D". Social Science History. Duke University Press. 3 (3/4): 24. doi:10.2307/1170959. JSTOR 1170959. 
  2. ^ Abdul Hakim, Manshur (2017). Bangsa Romawi dan Perang Akhir Zaman [Ghuribat Ar-Rum Dzat Al-Qurun]. Diterjemahkan oleh Irham, Masturi. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 83. ISBN 978-979-592-767-9. 
  3. ^ Wellem, F. D. (2003). Riwayat Hidup Singkat dalam Sejarah Gereja. Jakarta: Gunung Mulia. hlm. 65–66. ISBN 979-687-138-6. 
  4. ^ Susmihara (2017). Hasaruddin, ed. Sejarah Peradaban Dunia 1 (PDF). Makassar: Alauddin University Press. hlm. 102. ISBN 978-602-237-662-0. 
  5. ^ a b Khamdan, Muh (2022). Wiharyani, ed. Politik Identitas dan Perebutan Hegemoni Kuasa: Kontestasi dalam Politik Elektoral di Indonesia. Serang: Penerbit A-Empat. hlm. 47. ISBN 978-623-6289-66-2. 
  6. ^ Situmorang, Jonar T. H. (2014). Sejarah Gereja Umum. Yogyakarta: Penerbit ANDI. hlm. 261. ISBN 978-979-29-3770-1. 
  7. ^ Gozali, Djoni Sumardi (2020). Ifrani dan Amin, M. E., ed. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum: Civil Law, Common Law, dan Hukum Adat (PDF). Bandung: Penerbit Nusa Media. hlm. 44. ISBN 978-602-6913-85-2. 
  8. ^ Sani, Ridwan Abdullah (Juli 2020). Utusan Terakhir dan Fitnah Dajjal. Malang: Inteligensia Media. hlm. 11. ISBN 978-623-6548-01-1. 
  9. ^ Situmorang, Jonas (2017). Mengenal Agama Manusia. Yogyakarta: Penerbit ANDI. hlm. 327. ISBN 978-979-29-5769-3. 
  10. ^ Diamond, Jared (2022). Upheaval. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 6. ISBN 978-602-481-849-4. 
  11. ^ Marzuki, Peter Mahmud (September 2021). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana. hlm. 225. ISBN 978-979-1486-53-8. 
  12. ^ Sani, Ridwan Abdullah (Januari 2022). Utusan Terakhir: Kajian Lintas Kitab Suci. Deli Serdang: LARISPA. hlm. 15. ISBN 978-602-6552-85-3. 
  13. ^ Martasudjita, Emanuel (April 2021). Teologi Inkulturasi: Perayaan Injil Yesus Kristus di Bumi Indonesia. Sleman: Penerbit PT Kanisius. hlm. 84. ISBN 978-979-21-7034-4. 
  14. ^ Soedarmo, U. Runalan (2012). Prayoga, D., dan Nurholis, E., ed. Eropa: Dari Peradaban Pulau Kreta sampai dengan Munculnya Gerakan Reformasi dan Kontra Reformasi (PDF). Ciamis: UNIGAL Press. hlm. 1. ISBN 978-602-17135-0-1. 
  15. ^ Salle (Agustus 2018). Muzakkir, Abd. Kahar, ed. Urgensi Kemandirian Kekuasaan Kehakiman. Makassar: CV. Social Politic Genius. hlm. 133. ISBN 978-602-5522-19-2. 
  16. ^ Rizem Aizid (2018). Rusdianto, ed. Sejarah Terlengkap Peradaban Dunia. Yogyakarta: Noktah. hlm. 521. ISBN 978-602-5781-01-8. 

Pranala luar sunting