Sinode menurut sejarah adalah sidang majelis Gereja yang lazimnya diselenggarakan untuk memutuskan perkara doktrin, tadbir, atau pengajuan permohonan resmi. Pada zaman modern, kata ini sering kali digunakan sebagai sebutan bagi badan pengurus Gereja tertentu, bersidang maupun tidak bersidang. Adakalanya kata ini juga digunakan sebagai sebutan bagi Gereja yang dipimpin oleh suatu sinode.

Sinode Keuskupan Kraków pada 1643, dipimpin oleh Uskup Piotr Gembicki

Kata "sinode"[1] berasal dari kata σύνοδος (sinodos) dalam bahasa Yunani yang berarti "sidang majelis" atau "muktamar", semakna dengan kata concilium (konsili) dalam bahasa Latin. Mula-mula sinode adalah muktamar para uskup, dan sampai sekarang masih digunakan sebagai sebutan bagi muktamar para uskup dalam Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Oriental, dan Gereja Ortodoks Timur.

Kadang-kadang frasa "sinode umum" atau "konsili umum" digunakan sebagai sebutan bagi konsili oikumene (muktamar waligereja sedunia). Kata "sinode" juga digunakan sebagai sebutan bagi majelis permusyawaratan uskup-uskup tertinggi dalam Gereja-Gereja Ortodoks Timur bertaraf swakepala (bahasa Yunani: αὐτοκεφαλία, autokefalia). Tata kelola Gereja-Gereja Katolik Timur bertaraf kebatrikan dan keuskupan agung utama juga dipercayakan kepada suatu sinode tetap.

Penggunaan istilah sinode dalam berbagai persekutuan Gereja

sunting

Gereja Ortodoks

sunting

Di kalangan Gereja Ortodoks, sinode para uskup adalah sidang majelis para uskup di tiap-tiap Gereja swatantra. Sinode para uskup merupakan sarana utama untuk memilih uskup-uskup dan menetapkan tertib hukum gerejawi antarkeuskupan.

 
Sobor Suci 1917, setelah Santo Tikhon terpilih menjadi Batrik Moskwa

Sobor (bahasa Slavi Gereja: съборъ, sidang majelis) adalah pertemuan resmi atau muktamar para uskup bersama utusan-utusan dari kalangan rohaniwan dan umat awam sebagai perwujudan Gereja untuk membahas perkara-perkara iman, kesusilaan, tata ibadat, serta tertib hukum dan budaya dalam kehidupan sehari-hari.[2] Sinode di Gereja-Gereja Barat juga mirip dengan sobor namun lazimnya terbatas untuk kalangan para uskup saja.[2]

Istilah sobor digunakan sebagai padanan bagi kata "sinode" oleh Gereja Ortodoks Timur di negara-negara penutur Rumpun bahasa Slavi (Gereja Ortodoks Rusia, Gereja Ortodoks Ukraina, Gereja Ortodoks Bulgaria, Gereja Ortodoks Serbia, Gereja Ortodoks Makedonia), dan digunakan pula oleh Gereja Ortodoks Rumania (Gereja Ortodoks Timur di Rumania, salah satu negara penutur rumpun bahasa Romawi).

Sidang majelis

sunting

Utusan-utusan dari kalangan rohaniwan dan umat awam diikutsertakan guna menelaah mufakat Gereja mengenai perkara-perkara penting; meskipun demikian, para uskup merupakan majelis tinggi dalam sobor, dan keputusan mereka tidak dapat diganggu gugat oleh umat awam.

Menurut keterangan dalam naskah Tawarikh Rus Kiev, sobor pertama Gereja Slavi Timur diselenggarakan di Kiev pada 1051. Semenjak itu sobor diselenggarakan secara berkala; salah satu sobor yang istimewa adalah sobor 1415 yang menetapkan pembentukan metropolia tersendiri bagi jemaat-jemaat di wilayah Kadipaten Agung Lituania.[2]

Sidang-sidang sobor yang penting dalam Sejarah Gereja Ortodoks Rusia adalah:

Seorang uskup boleh saja menyelenggarakan sobor di keuskupan yang dipimpinnya. Sobor tingkat keuskupan ini diselenggarakan untuk membahas perkara-perkara penting, dan dihadiri oleh utusan-utusan dari kalangan rohaniwan, biara-biara, serta paroki-paroki di wilayah keuskupan yang bersangkutan. Sobor semacam ini dapat diselenggarakan setahun sekali atau hanya bila dirasa perlu.

Gereja Katolik

sunting

Dalam Gereja Katolik, istilah sinode dan konsili secara teoretis bermakna sama, karena meskipun berasal dari dua bahasa yang berbeda, yakni bahasa Yunani dan bahasa Latin, kedua-duanya berarti muktamar otoritatif para uskup demi kepentingan tadbir Gereja di bidang ajaran (iman dan kesusilaan) atau tata kelola (tata tertib atau hukum). Meskipun demikian, pada zaman modern, sinode dan konsili dijadikan sebutan khusus bagi bentuk-bentuk tertentu dari muktamar para uskup, sehingga makna kedua istilah ini tidak lagi benar-benar berpadanan. Pada umumnya sinode diselenggarakan tiga tahun sekali, sehingga disebut sebagai "sidang umum biasa" (Sidang Umum Biasa Sinode Para Uskup). Akan tetapi, sinode-sinode "luar biasa" (Sidang Umum Luar Biasa Sinode Para Uskup) dapat saja diselenggarakan untuk membahas permasalahan-permasalahan tertentu. Ada pula sinode-sinode "istimewa" yang diselenggarakan demi kepentingan Gereja di wilayah atau kawasan geografis tertentu, misalnya sinode istimewa yang diselenggarakan pada 10-24 Oktober 2010 untuk membahas masalah-masalah yang dihadapi Gereja di Timur Tengah (Sidang Istimewa Sinode Para Uskup untuk Timur Tengah).

Sinode para uskup

sunting

Jika "sinode" dan "konsili" biasanya mengacu pada suatu pertemuan tidak tetap, maka istilah "Sinode Para Uskup"[3] digunakan sebagai sebutan bagi suatu badan tetap[4][5] yang dibentuk pada 1965 sebagai badan penasihat Sri Paus. Sinode para uskup menyelenggarakan sidang-sidang yang menghimpun uskup-uskup dan pemimpin-pemimpin tarekat yang dipilih oleh konferensi-konferensi waligereja atau serikat-serikat pemimpin tarekat, atau yang ditunjuk oleh Sri Paus, guna memberi suara atas proposal-proposal (propositiones) yang akan diajukan untuk dipertimbangkan oleh Sri Paus, dan yang pada praktiknya digunakan oleh Sri Paus sebagai dasar pembuatan "imbauan apostolik pascasinode" Sri Paus mengenai tema-tema yang dibahas. Meskipun boleh menyuarakan kehendak bersama, sinode para uskup tidak mengeluarkan keputusan, kecuali jika diberi wewenang untuk itu oleh Sri Paus dalam kasus-kasus tertentu, dan sekalipun telah diberi wewenang untuk itu, keputusan sinode para uskup masih harus meminta pengesahan dari Sri Paus.[6] Sri Paus berkedudukan sebagai ketua sidang atau pihak yang berwenang menunjuk ketua sidang, pihak yang berwenang menentukan agenda sidang, serta pihak yang berwenang membuka, menunda, dan mengakhiri sidang.

Tema-tema sinode Katolik modern:

  • "Uskup: Pelayan Injil Yesus Kristus untuk pengharapan dunia", tema Sidang Umum Biasa Sinode Para Uskup ke-10, 1998
  • "Ekaristi: Sumber dan puncak dari hidup dan misi Gereja", tema Sidang Umum Biasa Sinode Para Uskup ke-11, 2005
  • "Firman Allah dalam hidup dan misi Gereja", tema Sidang Umum Biasa Sinode Para Uskup ke-12, 2008
  • "Evangelisasi baru untuk menyebarkan iman Kristen", tema Sidang Umum Biasa Sinode Para Uskup ke-13, 2012
  • "Tantangan-tantangan pastoral keluarga dalam konteks evangelisasi", tema Sidang Umum Luar Biasa Sinode Para Uskup, 2014

Konsili

sunting

Muktamar-muktamar para uskup di wilayah Kekaisaran Romawi sudah diselenggarakan semenjak pertengahan abad ke-3 Masehi. Konsili Nikea I yang diselenggarakan pada 325 Masehi terhitung sebagai muktamar para uskup yang kedua puluh. Sesudah konsili ini, masih ada ratusan lagi penyelenggaraan muktamar para uskup sampai abad ke-6. Muktamar-muktamar para uskup yang diselengarakan atas persetujuan kaisar dan yang sering kali dihadiri pula olehnya, disebut sebagai muktamar yang "oikumene", artinya "sedunia" (dunia yang dikenal oleh masyarakat di belahan dunia barat kala itu).[7] Dalam hukum kanon Gereja Katolik sekarang ini, istilah "konsili" lazimnya digunakan sebagai sebutan bagi muktamar-muktamar yang diselenggarakan tidak secara berkala, dan dihadiri oleh seluruh uskup yang senegara, sekawasan, atau sedunia, dengan maksud untuk membahas dan menetapkan aturan-aturan yang bersifat mengikat. Penjelasan mengenai konsili dalam hukum kanon adalah sebagai berikut:

  • Konsili oikumene adalah muktamar yang diselenggarakan tidak secara berkala, dan yang dihadiri oleh segenap uskup dalam persekutuan dengan Sri Paus, dan yang bersama-sama dengan Sri Paus merupakan kewenangan legislatif tertinggi dari Gereja sejagat (kanon 336). Hanya Sri Paus yang berhak menyelenggarakan, menunda, dan membubarkan suatu konsili oikumene; Sri Paus juga memimpin jalannya konsili oikumene atau memilih orang lain untuk memimpin serta menentukan agenda (kanon 338). Kekosongan Takhta Suci secara otomatis menunda jalannya suatu konsili oikumene. Hukum-hukum atau ajaran-ajaran yang dikeluarkan oleh suatu konsili oikumene memerlukan konfirmasi dari Sri Paus, yakni satu-satunya pihak yang berhak mengundang-undangkan hukum-hukum atau ajaran-ajaran itu (kanon 341). Peran Sri Paus dalam suatu konsili oikumene adalah salah satu ciri khas Gereja Katolik.
  • Konsili-konsili paripurna, yakni muktamar-muktamar segenap uskup yang senegara (termasuk negara yang hanya merupakan satu provinsi gerejawi), diselenggarakan oleh konferensi waligereja nasional.
  • Konsili-konsili provinsial, yang dihadiri uskup-uskup dalam satu provinsi gerejawi yang lebih kecil daripada suatu negara, diselenggarakan oleh uskup metropolit dengan persetujuan sebagian besar uskup sufragan dalam provinsi gerejawi yang bersangkutan.

Konsili paripurna dan konsili provinsial digolongkan sebagai konsili partikuler. Konsili partikuler adalah konsili yang dihadiri oleh segenap uskup yang sewilayah (termasuk uskup-uskup koajutor dan uskup-uskup auksilier) serta para waligereja lainnya yang mengepalai gereja-gereja partikular di wilayah yang sama (misalnya para abas teritorial dan para vikaris apostolik). Setiap peserta memiliki hak suara dalam perumusan keputusan konsili. Selain itu, ada pula pihak-pihak yang menurut hukum termasuk bagian dari majelis konsili namun hanya selaku penasihat, yakni para vikaris jenderal dan vikaris uskup, para rektor universitas Katolik, para dekan fakultas teologi dan hukum kanon, para pemimpin tarekat religius yang telah dipilih untuk menghadiri konsili oleh seluruh pemimpin tarekat religius di wilayah gerejawi yang bersangkutan, para rektor seminari yang dipilih untuk menghadiri konsili oleh seluruh rektor seminari di wilayah gerejawi yang bersangkutan, dan dua orang anggota dari setiap dewan kapitel katedral, dewan rohaniwan, atau dewan pastoral di wilayah gerejawi yang bersangkutan (kanon 443). Pihak yang berhak menyelenggarakan konsili juga boleh memilih orang-orang tertentu sebagai wakil umat beriman (termasuk umat awam) untuk ikut serta dalam konsili selaku penasihat.

Muktamar-muktamar lintas negara yang dihadiri oleh seluruh uskup di kawasan tertentu juga disebut konsili, misalnya Konsili-konsili Kartago yang dihadiri oleh seluruh uskup di Afrika Utara.

Pada Abad Pertengahan, ada beberapa konsili yang disebut konsili legatina, yakni konsili yang diselenggarakan di bawah pimpinan seorang utusan paus, bukan oleh paus atau uskup.[8]

Sinode

sunting

Sinode-sinode Gereja-Gereja Katolik Ritus Timur sama saja dengan sinode-sinode di Gereja-Gereja Ortodoks, yakni sarana untuk memilih uskup-uskup dan mengundangkan hukum-hukum gerejawi lintas keuskupan. Meskipun demikian, istilah sinode dalam hukum kanon Ritus Latin digunakan sebagai sebutan bagi muktamar-muktamar yang bersifat representatif, tematis, non-legislatif (tidak merumuskan aturan, hanya sekadar merumuskan saran) atau campuran dari sifat-sifat itu, atau muktamar-muktamar yang tidak memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai "konsili", misalnya:

  • Sinode keuskupan, yakni muktamar tidak tetap dari para rohaniwan dan umat awam di suatu gereja partikuler yang diselenggarakan oleh uskup pemimpin keuskupan yang bersangkutan (atau oleh prelatus lain jika gereja partikuler yang bersangkutan bukan sebuah keuskupan) untuk memutuskan perkara-perkara hukum. Hanya uskup yang memiliki wewenang legislatif; peserta sinode keuskupan lainnya hanya berhak mengajukan usul atau memberikan saran. Menurut hukum, orang-orang yang harus diundang menghadiri sebuah sinode keuskupan adalah semua uskup koadjutor atau uskup auksilier, para vikaris jenderal dan vikaris uskup, para officialis (pejabat mahkamah keuskupan), para dekan keuskupan ditambah satu orang imam dari masing-masing wilayah yang dipimpin seorang dekan keuskupan, dewan rohaniwan, para kanonik dari dewan katedral (jika ada), rektor seminari, beberapa pemimpin tarekat religius dalam wilayah keuskupan yang bersangkutan, dan umat awam yang dipilih oleh dewan pastoral keuskupan yang bersangkutan, meskipun uskup boleh mengundang pihak-pihak lain atas kehendaknya sendiri untuk menghadiri sinode (kanon 463).

Konferensi waligereja

sunting

Konferensi waligereja nasional adalah salah satu hasil dari Konsili Vatikan II. Konferensi waligereja nasional adalah badan tetap yang beranggotakan seluruh uskup Ritus Latin di negara tertentu dan pihak-pihak lain yang menurut hukum setara dengan para uskup (yakni para abas teritorial). Uskup-uskup dari Gereja-Gereja sui juris lain dan para nuncio menurut hukum bukanlah anggota konferensi waligereja, namun konferensi waligereja boleh mengundang mereka sebagai penasihat maupun sebagai peserta dengan hak suara (kanon 450).

Jika konsili (kanon 445) dan sinode keuskupan (kanon 391 dan 466) memiliki wewenang legislatif paripurna dalam lingkup kewenangannya masing-masing, maka konferensi waligereja hanya boleh mengeluarkan aturan-aturan pelengkap bilamana diberi kewenangan untuk itu oleh hukum kanon atau oleh maklumat dari Takhta Suci. Selain itu, setiap aturan pelengkap harus disetujui oleh dua pertiga anggota konferensi dan dikaji oleh Takhta Suci (kanon 455) agar berkekuatan hukum. Tanpa kewenangan dan kajian tersebut, konferensi waligereja hanya bersifat deliberatif dan tidak memiliki wewenang atas para waligereja atau keuskupan yang menjadi anggotanya.

Gereja Anglikan

sunting

Di gereja-gereja yang tergabung dalam persekutuan Anglikan, sinode adalah muktamar majelis gereja yang dipilih oleh rohaniwan dan umat awam. Sebagian besar gereja Anglikan memiliki hierarki sinode yang bersifat kewilayahan. Dalam hierarki kewilayahan ini, sinode tertinggi adalah Sinode Umum; para uskup, rohaniwan, dan umat awam merupakan "majelis-majelis" di dalam sinode ini.

Sinode keuskupan diselenggarakan oleh seorang uskup (laki-laki maupun perempuan) di dalam keuskupan yang dipimpinnya. Sinode keuskupan terdiri atas rohaniwan dan umat awam yang terpilih.

Sinode dekanat diselenggarakan oleh Dekan Pedesaan (atau Dekan Wilayah). Sinode dekanat terdiri atas semua rohaniwan yang memiliki izin kerja di paroki-paroki dalam wilayah dekanat yang bersangkutan, ditambah umat awam yang terpilih.

Gereja Lutheran

sunting

Dalam tradisi gereja Lutheran, sinode dapat merupakan suatu wilayah administratif setempat yang serupa dengan sebuah diosis, seperti misalnya Sinode Daerah Minneapolis dari Evangelical Lutheran Church in America (Gereja Lutheran Injili di Amerika), atau menunjuk kepada keseluruhan tubuh gereja, seperti misalnya Lutheran Church - Missouri Synod (Gereja Lutheran - Sinode Missouri, sebuah denominasi Lutheran yang konservatif). Kadang-kadang kata ini juga digunakan untuk pertemuan para pendeta dari sebuah diosis. Dalam hal ini, kata tersebut tidak mengandung makna administratif.

Gereja Presbiterian

sunting

Dalam sistem pemerintahan Gereja Presbyterian kata sinode adalah tingkat administrasi antara klasis setempat dan General Assembly (Sidang Raya), sebagai lembaga tertinggi pemerintahannya. Beberapa denominasi menggunakan kata sinode, seperti misalnya Presbyterian Church in Canada (Gereja Presbyterian di Kanada), Uniting Church in Australia (Gereja Bersatu di Australia), dan Presbyterian Church (USA) (Gereja Presbyterian di AS). Namun, sebagian gereja lainnya tidak menggunakan kata sinode sama sekali, dan Gereja Skotlandia membubarkan sinodenya pada tahun 1980-an, lihat Daftar Sinode dan klasis Gereja Skotlandia.

Gereja Kalvinis

sunting

Dalam gereja-gereja Kalvinis di Swiss dan Jerman Selatan, tempat gereja-gereja Kalvinis ditata sebagai gereja-gereja mandiri yang dinamai menurut wilayahnya (mis. Gereja Reformasi Injili Zürich, Gereja Reformasi Berne), sinode mempunyai kedudukan sejajar dengan Persidangan Umum dari Gereja-gereja Presbyterian. Di Belanda, Gereja-gereja Reformasi (dan di kalangan Gereja-gereja Reformasi orang-orang Belanda di Amerika Utara), "sinode" adalah persidangan denominasi yang dihadiri oleh wakil-wakil dari masing-masing klasis setempat.

Gereja Kristus di Kongo

sunting

Di Republik Demokratik Kongo, sebagian besar denominasi Protestan telah bergabung menjadi satu lembaga keagamaan yang diberi nama Gereja Kristus di Kongo (GKK). Di dalam negara Kongo sendiri, GKK hanya disebut sebagai "gereja Protestan". Dalam struktur GKK, sinode nasional merupakan sidang raya yang diikuti oleh semua gereja anggota GKK. Dari Sinode ini dibentuk sebuah Panitia Eksekutif, dan sekretariat. Ada pula sinode-sinode GKK di setiap provinsi dalam wilayah negara Kongo. Sinode-sinode tingkat daerah ini disebut "sinode provinsi". GKK terdiri atas 62 denominasi Protestan.

Sinode-sinode terkenal

sunting

Lihat pula

sunting

Rujukan

sunting
  1. ^ arti kata "sinode" dalam KBBI daring.
  2. ^ a b c Arti kata sobor dalam Encyclopedia of Ukraine daring
  3. ^ "Sinode Para Uskup" adalah padanan bahasa Indonesia yang digunakan oleh Konferensi Waligereja Indonesia untuk istilah-istilah asing seperti "eo:Sinodo de la Episkopoj", "es:Sínodo de los obispos", "fr:Synode des évêques", "it:Sinodo dei vescovi"
  4. ^ Motu proprio Apostolica sollicitudo, I
  5. ^ Synodal Information
  6. ^ Code of Canon Law, canon 343
  7. ^ MacMullen, Ramsay. Voting About God in Early Church Councils, Yale University Press, New Haven, Connecticut, 2006. ISBN 978-0-300-11596-3
  8. ^ Robinson, I. S. (1990). The Papacy 1073–1198: Continuity and Innovation. Cambridge, UK: Cambridge University Press. hlm. 150. ISBN 0-521-31922-6. 

Pranala luar

sunting