Lingkup Pilatus adalah sekumpulan karya sastra Kristen purba yang mendaku ditulis Pontius Pilatus, atau yang secara saksama menjabarkan kiprah Pontius Pilatus dan kisah Sengsara Yesus. Berbeda dari keempat injil, karya-karya sastra Lingkup Pilatus baru ditulis belakangan serta tidak dijadikan bagian dari Kitab Suci Perjanjian Baru, dan oleh karena itu tergolong apokrip. Asal-usul beberapa karya sastra Lingkup Pilatus agak kabur, mengingat hanya segelintir rujukan tekstualnya yang diketahui saat ini. Karya-karya sastra berasal-usul kabur tersebut hanya sintas secara kebetulan, dan mungkin saja tidak pernah menjadi karya tulis yang tersebar luas di kalangan pembaca Kristen pada zaman Kekaisaran Romawi maupun Abad Pertengahan. Karya-karya sastra Lingkup Pilatus selebihnya cukup populer. Yang paling terkenal adalah Injil Nikodemus atau Kisah Pilatus, yang ternyata cukup populer dan berpengaruh di dalam agama Kristen pada Abad Pertengahan dan Renaisans.

Naskah Injil Nikodemus dari abad ke-9 atau ke-10, yang juga disebut "Kisah Pilatus"

"Lingkup Pilatus" adalah sebutan yang diberikan sejumlah sarjana kepada ragam karya sastra ini, bukan sebutan yang berasal dari umat Kristen purba, yang banyak di antaranya mungkin saja pernah berpeluang mengakses setidaknya satu atau dua karya sastra Lingkup Pilatus. "Lingkup Pilatus" lebih merupakan sebutan umum yang baru belakangan dipakai untuk keperluan pengelompokan karya-karya tulis yang dinisbatkan kepada Pilatus. Tidak satu pun di antaranya yang pada zaman modern dipercaya sebagai buah pena Pilatus atau orang-orang sezamannya.

Latar belakang

sunting

Pontius Pilatus adalah praefectus (wali negeri) Yudea jajahan Romawi, yang menjabat kira-kira dari tahun 26 sampai 36 M. Ia adalah orang yang menjatuhkan pidana mati terhadap Yesus, agaknya atas dakwaan bahwa Yesus mendaku diri sebagai "Raja orang Yahudi", yang disangka Pilatus sebagai tindakan menghasut rakyat untuk memberontak melawan rezim wangsa Herodes demi mewujudkan "Kerajaan Allah". Kiprah Pilatus dijabarkan di dalam injil-injil kanonik. Injil-injil yang sudah umum diakui sebagai karya sastra dari kurun waktu antara tahun 70 sampai 110 M tersebut menyajikan cuplikan dari khazanah pengetahuan tentang Pilatus yang diwarisi umat Kristen selama beberapa dasawarsa sesudah Yesus wafat.[1]

Berabad-abad kemudian, umat Kristen menginginkan lebih banyak informasi daripada yang tersaji di dalam injil-injil. Jika injil-injil Tufuliyah mengembangkan kisah-kisah masa kecil Yesus, maka injil-injil Sengsara mengembangkan kisah-kisah tentang Pilatus, sidang pengadilan yang memeriksa Yesus, dan pelaksanaan hukuman mati terhadap dirinya. Injil-injil Sengsara lahir dari ikhtiar untuk memuaskan rasa ingin tahu yang alami maupun gairah untuk tahu lebih banyak lagi tentang seluk-beluk kematian Yesus dan kesudahannya.[2] Selain mengembangkan riwayat yang sudah termaktub di dalam injil, banyak injil Sengsara tampaknya juga mengandung motif apologetis. Karya-karya sastra ini ditulis dengan tujuan untuk meyakinkan umat Kristen bahwa suatu perkara yang menakjubkan benar-benar pernah terjadi di Yudea semasa hidup Yesus, dan saksinya adalah pihak-pihak netral seperti Pilatus.[3]

Sikap terhadap Pilatus bervariasi, dan mempengaruhi gaya penulisan karya sastra yang bersangkutan. Kalangan Kristen Timur boleh dibilang menunjukkan sikap hormat terhadap Pilatus, misalnya tradisi Kristen Suryani, Kubti, dan Habasi. Tradisi Kristen Kubti bahkan menganggap Pilatus sebagai orang suci.[4] Salah satu versi dari sikap semacam ini sudah tercermin di dalam Injil Yohanes, yang mencitrakan Pilatus secara lebih positif ketimbang injil-injil sinoptis.[1] Di lain pihak, kalangan Kristen Barat justru menunjukkan sikap skeptis terhadap Pilatus. Pada masa-masa aniaya besar-besaran yang dilancarkan pemerintah Kekaisaran Romawi, Pilatus dipandang sebagai sosok penganiaya utama. Sikap skeptis ini belakangan diperlunak demi menunjukkan bahwa Kekristenan tidak perlu ditakuti, dan bahwasanya orang Romawi baik-baik seperti Pilatus pun mafhum kalau Yesus bukanlah ancaman terhadap kedaulatan Romawi, dan akar masalah yang sesungguhnya adalah orang Yahudi. Sesudah Kekristenan menjadi agama negara Kekaisaran Romawi, dan sesudah Kekaisaran Romawi Barat runtuh, kalangan Kristen Barat kembali menunjukkan sikap memusuhi Pilatus, karena tidak perlu lagi mencitrakan umat Kristen di mata penguasa pagan sebagai golongan yang tidak berbahaya dan bukan penjahat.[4]

Karya-karya sastra Lingkup Pilatus pertama kali dihimpun dan disajikan secara ilmiah oleh Constantin von Tischendorf di dalam terbitan satu seri kumpulan apokrifa menurut versi tertua yang diketahui, teristimewa Evangelia Apocrypha yang terbit tahun 1853. Banyak karya sastra lain dalam Lingkup Pilatus ditemukan sesudah penerbitan edisi kristis yang dihasilkan Von Tischendorf, tetapi edisi perintis tersebut telah melahirkan banyak istilah dan asumsi dasar yang kemudian hari digunakan dalam penyusunan edisi-edisi kritis Lingkup Pilatus. Sarjana-sarjana lebih mutakhir yang menerbitkan kumpulan dan terjemahan karya-karya sastra Lingkup Pilatus antara lain adalah James Keith Elliott, Bart Ehrman, dan Zlatko Pleše.[5][6]

Kisah Pilatus

sunting

Kisah Pilatus (bahasa Latin: Acta Pilati) adalah karya tulis Kristen yang menyajikan uraian tentang proses peradilan, pelaksanaan hukuman mati, dan kebangkitan Yesus, serta mengembangkan riwayat dari injil-injil. Kisah Pilatus sejauh ini adalah apokrifa bertema Pilatus yang paling populer, karena pada abad ke-9 digabung dengan Injil Nicodemus (Evangelium Nicodemi), sebuah karya sastra yang populer di kalangan umat Kristen Eropa pada Abad Pertengahan. Ada dua versi utama Kisah Pilatus, biasanya disebut "versi A" dan "versi B". Waktu penulisan versi yang mirip dengan kedua versi sintas tersebut tidak diketahui secara pasti. Yustinus Martir sudah menyinggung keberadaan Kisah Pilatus seawal-awalnya pada tahun 160, kendati versi yang ia kenal mungkin saja jauh berbeda dengan versi-versi terkemudian, atu mungkin saja Yustinus sekadar berasumsi bahwa beberapa karya tulis semacam itu semestinya ada.[7] Para sarjana memperkirakan bahwa versi-versi yang sintas tuntas ditulis selambat-lambatnya pada abad ke-5 atau ke-6, kendati mungkin pula tuntas ditulis pada abad ke-2 atau ke-4. Sehubungan dengan waktu penulisan, pendapat bahwa Kisah Pilatus pertama kali ditulis pada awal abad ke-4 sebagai sanggahan terhadap Kisah Pilatus pagan merupakan suatu hipotesis yang sukar dibantah.[7] Kisah Pilatus pertama kali dikarang dalam bahasa Yunani, kendati Kisah Pilatus sendiri mendaku sebagai terjemahan dari karangan asli berbahasa Ibrani. Penulis Kisah Pilatus tampaknya mengenal baik injil-injil kanonis, dan menyadur sejumlah materi dari tiap-tiap injil kanonis. Meskipun banyak karya tulis lain di dalam Lingkup Pilatus hanya sintas dalam segelintir catatan peninggalan Abad Kuno, Kisah Pilatus justru sangat Populer. Lebih dari 500 naskah kuno Kisah Pilatus sintas dalam beragam bahasa dan versi, mengindikasikan bahwa Kisah Pilatus sudah berulang kali diterjemahkan, disalin, dan dimodifikasi sepanjang sejarah Dunia Kristen. Kisah Pilatus terbukti sangat populer di kalangan Kristen Barat, mengingat banyak salinan terjemahan Latinnya yang sintas.[8][2]

Versi-versi yang mendaku diri sebagai Injil Nikodemus diawali dengan manggala yang menerangkan bahwa penulisnya adalah Ananias, salah seorang pengawal pribadi Pilatus, yang mengaku menerjemahkan sebuah karya tulis berbahasa Ibrani buah pena Nikodemus. Bagian pokok Kisah Pilatus selanjutnya menguraikan proses peradilan atas diri Yesus. Di dalam uraian tersebut, Pilatus dicitrakan secara positif sebagai orang yang mafhum bahwa Yesus memiliki wewenang yang lebih besar selaku raja. Para pemuka Yahudi menuduh Yesus sebagai seorang tukang sihir. Yesus dibawa masuk ke ruang sidang untuk dimintai keterangan, dan pataka-pataka pasukan Romawi (aquila) bersujud menyembahnya. Pilatus tidak mendapatkan bukti-bukti kejahatan yang dituduhkan kepada Yesus. Banyak saksi sidang menyampaikan kesaksian mereka tentang mukjizat kesembuhan yang diperbuat Yesus. Pilatus memaklumkan bahwa Yesus tidak bersalah atas dakwaan, sementara orang-orang Yahudi mengucapkan kalimat yang menurut Injil Matius diucapkan mereka, yakni "biarlah darahnya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami," yang di dalam Kisah Pilatus diucapkan tiga kali. Saat Yesus dihukum mati, hari mendadak berganti malam, tetapi disepelekan orang Yahudi sebagai gerhana matahari belaka. Peristiwa kebangkitan Yesus dijabarkan mirip dengan uraian yang berusaha menyelaraskan seluruh versi riwayat kebangkitan Yesus di dalam injil-injil. Nikodemus mencari-cari Yesus yang sudah bangkit, tetapi hanya mendapati Yusuf dari Arimatea. Yusuf dan seorang rabi bernama Lewi, berikut saksi-saksi lain mewartakan kesaksian mereka tentang kebangkitan dan kodrat ilahi Yesus.[9]

Versi B memuat berbagai uraian yang tidak berkaitan langsung dengan Pilatus. Versi B berisi uraian peristiwa Geger Neraka, yakni kejadian-kejadian pada selang waktu antara wafat dan kebangkitan Yesus. Di dalam uraian tersebut, arwah Yohanes Pembaptis berkhotbah di alam Hades kepada arwah tokoh-tokoh Alkitab Yahudi, antara lain Adam dan Set, bapa-bapa leluhur bangsa Israel, serta para nabi, dan mengumumkan kedatangan Yesus. Lantaran keliru menyangka Yesus hanya seorang manusia biasa, Setan menghasut Dewa Hades untuk mengurungnya. Yesus justru mendobrak pintu alam Hades dengan kewenangannya, dan dengan demikian melepaskan serta menyelamatkan arwah-arwah. Satan dibelenggu para malaikat dan diserahkan kepada Hades dalam kematian, menunggu kedatangan Yesus kali kedua.[8][2]

Anaphora Pilati

sunting

Anaphora Pilati atau Laporan Pontius Pilatus adalah laporan yang konon ditulis Pilatus untuk disampaikan kepada Kaisar Tiberius, berisi uraian pelaksanaan hukuman mati terhadap Yesus dan kesudahannya. Waktu penulisannya tidak diketahui. Tertulianus menyinggung keberadaan sebuah laporan tertulis dari Pilatus kepada Kaisar Tiberius di dalam Apologeticus, risalah yang ia tulis sekitar tahun 197. Meskipun demikian, Tertulianus tidak menyertakan keterangan apa-apa mengenai laporan tersebut, jadi mungkin saja yang ia maksud adalah laporan lain. Anaphora Pilati diperkirakan berasal dari akhir abad ke-4 atau abad ke-5.[10][11] Versi-versi Anaphora Pilati tertua yang sintas adalah versi-versi Yunani dari abad ke-6, serta versi-versi Arab dan Karsyuni (bahasa Arab beraksara Suryani) dari abad ke-10 dan ke-13.[12]

Anaphora Pilati adalah karya sastra yang agak anti-Yahudi. Di mata Pilatus, mukjizat-mukjizat Yesus jelas-jelas tampak lebih dahsyat ketimbang mukjizat-mukjizat dewa-dewi Romawi, tetapi orang-orang Yahudi tetap saja membabi buta menolak Yesus dan menuntut supaya ia dihukum mati, sekalipun tidak mampu membuktikan satu kejahatan pun pada dirinya. Pilatus terpaksa mengizinkan pelaksanaan hukuman mati atas diri Yesus demi mencegah timbulnya pemberontakan. Sesudah Yesus wafat, pancaran sinar adikodrati menerangi Yerusalem pada dini hari. Gempa membelah gunung-gunung, dan orang-orang mati berbondong-bondong keluar dari Hades.[keterangan 1] Orang-orang Yahudi yang sudah lancang menentang Yesus akhirnya binasa ditelan bumi yang merekah akibat gempa, hilang lenyap tanpa meninggalkan jasad. Semua sinagoga di Yerusalem luluh lantak kecuali satu.[13]

Surat Herodes kepada Pilatus

sunting

Surat Herodes kepada Pilatus adalah sepucuk surat yang konon ditulis Herodes Antipas, Raja Galilea, dan dialamatkan kepada Pilatus. Ada versi Yunani maupun versi Suryani dari surat ini, kendati bahasa Yunanilah yang dianggap sebagai bahasa aslinya. Versi tertua Surat Herodes Kepada Pilatus yang ada saat ini adalah sebuah dokumen Suryani dari abad ke-5 atau ke-6, kendati mungkin sekali ditulis pada abad ke-4.[14] Surat ini bukan balasan maupun dibalas dengan Surat Pilatus kepada Herodes. Masing-masing adalah karya sastra yang berdiri sendiri, kendati keduanya disajikan bersama di dalam naskah-naskah. Patut dicermati bahwa uraian nasib Longinus di dalam Surat Herodes kepada Pilatus sama sekali berbeda dengan uraian nasib Longinus di dalam Surat Pilatus kepada Herodes.[15][14][16]

Di dalam Surat Herodes kepada Pilatus, Herodes menyesali kejahatannya (misalnya memancung kepala Yohanes Pembaptis) kendati sudah terlambat, dan menjabarkan hukuman setimpal yang diganjarkan ke atas dirinya dan orang-orang Yahudi. Herodia, putrinya, tewas dengan kepala terpisah dari tubuh akibat kecelakaan saat mandi di sungai. Lesbonaks, putranya, tewas akibat penyakit yang membuat badannya kurus kering. Istrinya menjadi buta, sementara badannya sendiri digerogoti cacing-cacing.[keterangan 2] Herodes menandaskan bahwa Allah sudah menyerahkan daulat ke tangan orang-orang non-Yahudi seperti Pilatus, bahwasanya maut datang merenggut nyawa imam-imam Yahudi, dan bahwasanya orang-orang Yahudi seperti dirinya sudah gagal menaati hukum Allah. Ia mohon agar Pilatus mengubur jenazahnya bersama-sama jenazah anak istrinya jika nanti mereka wafat, alih-alih bersama imam-imam Yahudi yang sudah dilaknat itu. Herodes menambahkan bahwa Longinus, prajurit yang mencucukkan tombak ke lambung Yesus, juga sudah menerima ganjaran atas perbuatannya. Setiap malam singa datang menerkamnya, dan setiap pagi badannya kembali utuh seperti sediakala. Badannya kekal menjadi umpan singa sampai Kristus datang untuk kedua kalinya (mirip hukuman yang ditanggung Prometeus). Surat diakhiri dengan keterangan bahwa Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea sudah membuat salinan dari surat tersebut untuk disimpan.[14][16]

Surat Pilatus kepada Klaudius

sunting

Surat Pilatus kepada Klaudius adalah sepucuk surat yang konon ditulis Pilatus dalam bahasa Yunani, dan ditujukan kepada Kaisar Klaudius. Karya sastra ini digadang-gadang sebagai salah satu karya sastra Lingkup Pilatus yang paling tua, dengan perkiraan rentang waktu penulisan antara akhir abad ke-2 sampai abad ke-5.[17] Surat ini digabungkan dengan Kisah Petrus dan Paulus, sebuah karya sastra dari abad ke-5. Surat Pilatus kepada Klaudius menyiratkan sikap positif terhadap Pilatus.[17]

Uraiannya bertolak belakang dengan hipotesis jasad dicuri yang mengatakan bahwa jenazah Yesus sesungguhnya dicuri dari kubur, alih-alih bangkit. Pertama-tama Pilatus membenarkan bahwa Yesus melakukan mukjizat-mukjizat yang menakjubkan semasa ia menjabat sebagai wali negeri. Pilatus bersedia Yesus kepada orang Yahudi karena imam-imam kepala menyebutnya seorang pengamal ilmu sihir, dan dengan demikian menyalahi syariat Yahudi. Penulis selanjutnya memperlihatkan pengetahuan mendalam akan isi Injil Matius dengan mengulangi riwayat-riwayat di dalam injil itu, bahwasanya Pilatus mengerahkan prajurit-prajurit untuk menjaga makam, Yesus bangkit dari maut disaksikan prajurit-prajurit penjaga makam, dan imam-imam kepala memberi uang tutup mulut kepada prajurit-prajurit tersebut sebagai bagian dari usaha mereka untuk menyebarluaskan berita dusta bahwa murid-murid Yesus telah mencuri jenazah Yesus dari kubur. Di dalam Surat Pilatus kepada Klaudius, Pilatus bersaksi bahwa prajurit-prajurit tersebut justru melaporkan tindakan penyuapan tersebut kepadanya, demikian pula dengan kejadian yang sesungguhnya mereka alami saat bertugas, bahwasanya Yesus benar-benar bangkit. Pilatus kemudian memutuskan untuk menuliskan laporan ini supaya Kaisar Klaudius tidak teperdaya dusta orang Yahudi.[17]

Sebagai surat yang ditujukan kepada Klaudius, karya sastra ini tampak ganjil jika ditilik dari sudut pandang sejarah, karena Klaudius baru naik takhta pada tahun 41, bertahun-tahun sesudah Yesus wafat dan masa jabatan Pilatus berakhir. Salah satu penjelasan keganjilan ini adalah bahwasanya penulis karya sastra ini, yang baru menulis karya sastra tersebut berabad-abad kemudian, mendapatkan informasi yang keliru tentang masa jabatan kaisar-kaisar Romawi. Menurut penjelasan lain, surat itu sesungguhnya ditujukan kepada Tiberius, tetapi lantaran digabung dengan Kisah Petrus dan Paulus, pihak penerima surat sengaja dimutakhirkan agar selaras dengan karya sastra tersebut. Di dalam Kisah Petrus dan Paulus, Rasul Simon Petrus dan Simon Magus si penyemu diceritakan bersama-sama menghadap Kaisar Nero. Saat mendengar nama Kristus disebut, Nero bertanya bagaimana caranya supaya ia boleh tahu lebih banyak lagi tentang Kristus. Petrus menganjurkan supaya kaisar membaca surat Pilatus yang ditujukan kepada kaisar sebelumnya (Klaudius), dan surat itu pun dibacakan dengan lantang.[18][17]

Surat Pilatus kepada Klaudius tidak begitu anti-Yahudi apabila dibandingkan dengan beberapa karya sastra ternisbat kepada Pilatus yang mencitrakannya secara positif. Di dalam Surat Pilatus kepada Klaudius, "segenap bangsa Yahudi menyebutnya [Yesus] Anak Allah", dan yang jahat sebenarnya adalah imam-imam kepala, yang berusaha mencemarkan nama baik Yesus lantaran iri hati.[19][20]

Surat Pilatus kepada Herodes

sunting

Surat Pilatus kepada Herodes adalah karya sastra yang konon ditulis Pontius Pilatus, dan ditujukan kepada Herodes Antipas, Raja Galilea. Karya tulis ini sintas dalam versi Yunani maupun Suryani, kendati bahasa Yunani diyakini sebagai bahasa aslinya. Versi tertua yang masih lestari saat ini adalah sebuah dokumen Suryani dari abad ke-5 atau ke-6, kendati tampaknya tidak lengkap. Karya sastra ini dihipotesiskan pertama kali ditulis pada abad ke-3 atau ke-4.[21] Isinya mengandung sejumlah kemiripan dengan Paradosis Pilati, yang paling menonjol adalah perihal pertobatan Pilatus dan istrinya. Berbeda dari Paradosis Pilati, pesan-pesan yang terkandung di dalam karya sastra ini tidak terang-terangan anti-Yahudi.[22] Surat Pilatus kepada Herodes bukanlah balasan atau dibalas dengan Surat Herodes Kepada Pilatus, masing-masing adalah karya sastra tersendiri, kendari kemudian hari disajikan bersama-sama dalam naskah-naskah.[15][21][23]

Di dalam Surat Pilatus kepada Herodes, Pilatus meluahkan penyesalannya terkait hukuman mati atas diri Yesus. Juru-juru warta yang ia utus ke Galilea berjumpa dengan Yesus yang sudah bangkit dan mengakui kuasa ilahinya. Pilatus beserta istrinya, Prokla, dan hulubalang Longinus akhirnya memeluk agama Kristen dan meneguhkan ajaran-ajaran Kristen. Pilatus mengaku diberkati Yesus secara pribadi dalam suatu penglihatan.[21][23]

Surat Pilatus kepada Tiberius

sunting

Surat Pilatus kepada Tiberius adalah sepucuk surat pendek yang konon ditulis Pilatus dan dialamatkan kepada Kaisar Tiberius. Dibanding karya sastra Lingkup Pilatus lainnya, karya sastra ini muncul lebih kemudian, selambat-lambatnya pada zaman Renaisans,[24] dan aslinya ditulis dalam bahasa Latin.[24]

Pilatus dicitrakan cukup positif. Di dalam suratnya, Pilatus menyifatkan Yesus sebagai pribadi tersaleh yang pernah ada, dan mengungkapkan bahwa ia terpaksa menghukum mati Yesus hanya lantaran khawatir bangsa Yahudi akan memberontak melawan Roma jika kemauan mereka tidak ia turuti.[24]

Surat Tiberius kepada Pilatus

sunting

Surat Tiberius kepada Pilatus adalah teks Yunani yang konon dialamatkan Kaisar Tiberius kepada Pilatus. Waktu penulisannya tidak diketahui. Surat Tiberius kepada Pilatus dihipotesiskan baru muncul belakangan pada Abad Pertengahan, seawal-awalnya pada abad ke-11. Sekalipun ditulis dalam bahasa Yunani, isi Surat Tiberius kepada Pilatus jelas-jelas mencerminkan sikap kalangan Kristen Barat terhadap Pilatus, yakni menganggapnya sebagai seorang penjahat.[4] Penulisnya mungkin saja mengenal baik Kisah Pilatus. Isinya menyinggung tentang sebuah surat lain yang sebelumnya dikirim Pilatus kepada Tiberius, tetapi agaknya yang dimaksud bukanlah Anaphora Pilati, Surat Pilatus kepada Tiberius yang dikarang pada zaman Renaisans, maupun karya sasta serupa lainnya. Tidak diketahui apakah surat lain tersebut hanya sebuah ungkapan retoris belaka, atau sebuah karya sastra yang sudah hilang.[25][26]

Menurut isinya, surat ini dikirim Kaisar Tiberius, diantar seorang kurir bernama Rahab, dikawal 2.000 prajurit Romawi. Tiberius memurkai hukuman tidak adil yang dijatuhkan Pilatus ke atas Yesus, tokoh bermukjizat yang sudah berjasa menyembuhkan banyak orang menurut laporan-laporan ia terima. Pilatus, Herodes Arkelaus, Filipus, Hanas, Kayafas, dan para pemuka masyarakat Yahudi harus ditangkap dan diseret ke Roma. Para prajurit yang mengawal pengantaran surat itu juga harus membantai semua laki-laki Yahudi atas kejahatan menghukum mati Yesus dan merusak kesucian perempuan-perempuan Yahudi. Isi surat selanjutnya menguraikan nasib mereka pada akhirnya. Para pemimpin Yahudi menemui ajal secara mengenaskan. Ada yang dipancung, ada yang disula, ada pula yang disalib, dan ada yang ditindih sampai mati. Pilatus sendiri tewas di tangan kaisar, bukan karena kesengajaan melainkan karena sudah menjadi ketentuan ilahi. Saat sedang berburu, Tiberius berusaha memanah seekor rusa betina, tetapi anak panahnya melesat melewati celah jendela penjara Pilatus dan menewaskannya.[4]

Mors Pilati

sunting
 
Legenda Cura sanitatis Tiberii muncul di dalam berbagai karya sastra yang berkaitan dengan Pilatus. Santa Veronika dengan kain bergambar wajah Yesus menyembuhkan Kaisar Tiberius. Lukisan karya Hans Memling, sekitar tahun 1470.

Mors Pilati atau Kematian Pilatus yang Menghukum Mati Yesus adalah karya sastra Abad Pertengahan yang dikarang dalam bahasa Latin. Seperti Surat Tiberius kepada Pilatus, karya sastra ini juga mencerminkan sikap memusuhi Pilatus. Mors Pilati tergolong karya sastra anonim yang tidak mengungkap jati diri pengarangnya. Meskipun bentuk modernnya berasal dari abad ke-14, salah satu versinya muncul di dalam Legenda Kencana dari dasawarsa 1250-an. Mors Pilati terinspirasi petikan keterangan dari sebuah karya sastra yang disebut Historia Apocrypha yang diperkirakan ditulis pada abad ke-11 atau ke-12. Historia Apocrypha sendiri mungkin saja terinspirasi dari Vindicta Salvatoris yang diperkirakan ditulis pada abad ke-8 atau ke-9.[27][28]

Di dalam Mors Pilati, Kaisar Tiberius diceritakan jatuh sakit. Volusianus, dutanya, ia tugaskan mencari tabib tersohor bernama Yesus orang Nazaret. Volusianus datang terlambat., Yesus yang dicari-carinya sudah dihukum mati Pilatus. Volusianus justru berjumpa dengan Santa Veronika, lalu membawa Veronika maupun Pilatus ke Roma. Veronika menggunakan sehelai selampai bergambar wajah Yesus untuk menyembuhkan Tiberius. Tiberius memerintahkan agar Pilatus dihadapkan kepadanya untuk dihakimi. Pilatus menghadap sambil mengenakan satu bagian dari jubah luar Yesus yang dipotong menjadi beberapa bagian pada hari penyalibannya. Tiberius tidak dapat menghakiminya karena merasa segan bertindak keras terhadap orang yang mengenakan pakaian Yesus. Sesudah seorang Kristen menanggalkan jubah suci jarahan itu dari badan Pilatus, Tiberius memerintahkan agar Pilatus dihukum mati. Begitu mengetahui keputusan kaisar, Pilatus bunuh diri dengan cara menghujamkan sebilah belati ke tubuhnya. Jenazahnya berulang kali dipindahkan lantaran roh-roh jahat kegirangan dan merusuh setiap kali jenazahnya dimakamkan. Karena ketakutan, warga sekitar makam menyingkirkan jenazahnya supaya guruh, hujan es, angin ribut, dan sebagainya berlalu dari lingkungan tempat tinggal mereka. Jenazah Pilatus akhirnya dapat beristirahat dengan tenang di dalam sebuah danau dekat Losania (Lausanne) di pegunungan Alpen (diperkirakan Danau Luzern atau Danau Lemanus). Tempat itu cukup terpencil, sehingga tidak banyak orang yang terusik ketenteramannya .[29]

Penuturan Yusuf dari Arimatea

sunting

Penuturan Yusuf dari Arimatea adalah sebuah legenda Abad Pertengahan yang dikarang dalam bahasa Yunani, konon oleh Yusuf dari Arimatea, orang yang meminta jenazah Yesus untuk dimakamkan. Karya sastra ini menceritakan secara kronologis kisah sengsara Yesus dan sejumlah kegiatan Yesus bersama Yusuf dari Arimatea sesudah kebangkitannya. Kendati Pilatus bukan tokoh utamanya, karya tulis ini lazim disekelompokkan dengan karya-karya sastra Lingkup Pilatus karena menonjolkan sidang pengadilan dan hukuman mati terhadap Yesus. Waktu penulisannya tidak diketahui, dan naskah-naskah tertuanya berasal dari abad ke-12. Tampaknya si penulis mengenal baik Surat Herodes kepada Pilatus dan Kisah Pilatus (Injil Nikodemus), oleh karena itu kemungkinan besar karya sastra ini ditulis pada rentang waktu mulai sesudah waktu penulisan Kisah Pilatus ditulis (kira-kira pada abad ke-5) sampai abad ke-12.[30] Karya sastra ini bermuatan agenda anti-Yahudi dan memperlihatkan ketidaktahuan yang sangat besar akan adat-istiadat bangsa Yahudi yang dikecamnya.[31] Yusuf dari Arimatea dikisahkan menyumpahi "orang-orang Yahudi haus darah yang memaklumkan perang melawan Allah". Nikodemus, satu-satunya orang Yahudi yang baik, dikatakan lebih teguh berpegang kepada kebenaran dibanding sekian banyak orang Yahudi lainnya. Pada bagian penutup, Nikodemus secara langsung mengungkapkan harapannya agar "semua orang ... [nanti] tidak lagi tunduk kepada syariat Musa."[32]

Karya tulis ini memuat uraian terperinci mengenai para penyamun yang disalibkan bersama-sama Yesus. Gestas si penyamun durjana adalah seorang pembunuh bergangguan kejiwaan sekaligus perampok yang gemar menenggak darah bayi. Demas si penyamun budiman adalah seorang pengusaha penginapan dan semacam pendahulu Robin Hood. Ia mencuri harta orang kaya dan menyantuni fakir miskin. Demas merampok Bait Allah dan mencuri syariat agama Yahudi itu sendiri. Dalam aksinya itu, ia berhasil menggondol harta peninggalan Salomo dan mempermalukan Sarah, anak perempuan Imam Besar Kayafas, dengan mencuri pakaiannya. Hilangnya syariat membuat orang-orang Yahudi kalang-kabut. Yudas disuap orang Yahudi dengan tiga puluh keping emas (alih-alih perak) untuk mendapatkan bukti dan mendakwa Yesus atas kejahatan yang diperbuat Demas. Yesus ditangkap atas dakwaan mencuri syariat. Yesus tidak menanggapi dakwaan itu karena tidak bersalah. Orang-orang Yahudi menjadi rusuh dan ingin membakar Sarah hidup-hidup, karena mereka mustahil merayakan Paskah tanpa syariat. Sarah malah menganjurkan mereka untuk bersama-sama menghancurkan Yesus demi menemukan kembali syariat. Sesudah dikhianati Yudas dengan kecupan, Yesus kembali ditangkap dan diserahkan kepada Kayafas dan imam-imam kepala.[32]

Saat disalibkan, Yesus bercakap-cakap dengan kedua penyamun yang disalibkan bersama-sama dengannya. Gestas mengatakan bahwa andaikata dulu dia sudah tahu bahwa Yesus adalah seorang raja, sudah barang tentu dia akan membunuh Yesus. Gestas melontarkan hinaan dengan menyebut Yesus sebagai seekor binatang liar. Demas justru dapat merasakan kuasa Yesus dan mohon ampunan. Dari atas salib, Yesus menyurati para malaikat bahwa Demas harus masuk ke firdaus. Ia juga menitahkan agar anak-anak Abraham, Ishak, Yakub, dan Musa (maksudnya bangsa Yahudi) dilemparkan ke dalam neraka. Yusuf dari Arimatea meminta jenazah Yesus dan menguburkannya, tetapi kemudian dipenjarakan orang-orang Yahudi yang menyalahi syariat agama mereka sendiri dengan memenjarakannya pada hari Sabat. Yesus yang sudah bangkit menampakkan diri bersama-sama Demas di penjara dan meluluhlantakkan penjara itu dengan cahaya yang sangat menyilaukan sehingga Yusuf bebas dari kungkungan. Ketiganya berangkat ke Galilea dan berjumpa dengan Rasul Yohanes, yang takjub melihat penampilan surgawi Demas yang tidak sanggup ia ungkapkan dengan kata-kata.[32][30]

Paradosis Pilati

sunting

Paradosis Pilati atau Penyerahan Pilatus adalah riwayat pemberangkatan Pilatus ke Roma untuk dihakimi Kaisar Tiberius atas dakwaan menghukum mati Yesus. Karya sastra ini dikarang dalam bahasa Yunani. Naskah-naskah tertuanya yang sintas berasal dari abad ke-12, tetapi karya sastra ini dihipotesiskan dikarang pada abad ke-4 atau abad ke-5, seperti Anaphora Pilati. Karya sastra ini mungkin saja merupakan salah satu riwayat tertua yang menyebutkan bahwa istri Pontius Pilatus bernama "Prokla". Diceritakan pula bahwa Prokla lebih dahulu masuk Kristen daripada Pilatus. Karena mencitrakan Pilatus sebagai tokoh baik, Paradosis Pilati diduga berasal dari lingkungan Kristen Timur.[33]

Kemungkinan besar Kisah Pilatus yang lebih terkenal itu dipengaruhi oleh Paradosis Pilati atau tradisi-tradisi yang menginspirasi penulisan Paradosis Pilati.[33][34] Beberapa sarjana menduga bahwa Paradosis Pilati mungkin saja adalah semacam sekuel dari Anaphora Pilati, dengan menyajikan balasan Tiberius. Meskipun demikian, karena Paradosis Pilati tidak mengungkap jati diri penulisnya, sarjana-sarjana lain seperti Ehrman dan Plese menolak dugaan tersebut, kendati berpendapat bahwa penulis Paradosis Pilati mungkin saja mengenal baik Anaphora Pilati.[35][36]

Di dalam Paradosis Pilati, Tiberius memerintahkan agar Pilatus ditahan dan dihadapkan kepadanya, lantaran berfirasat bahwa Pilatus adalah biang keladi kegelapan yang menyelubungi dunia pada waktu Yesus disalibkan. Saat dihakimi kaisar, Pilatus berkelit dan menuding para pemimpin Yahudi maupun "segenap khalayak ramai Yahudi" sebagai biang keladi yang sesungguhnya. Tiberius mengatakan bahwa seharusnya Pilatus mengungsikan Yesus demi keamanannya. Saat kaisar mengucapkan nama Yesus, semua lambang dan arca dewa-dewi Romawi hancur menjadi debu. Sesudah sekali lagi didesak, Pilatus kembali mengambinghitamkan orang-orang Yahudi. Tiberius menerbitkan maklumat berisi perintah kepada wali negeri Yudea untuk memperbudak dan mencerai-beraikan penduduk Yudea, dan membinasakan bangsa Yahudi. Likianus, wali negeri Yudea, bertindak sesuai perintah.[note 1] Lantaran masih menyesalkan kematian Yesus, kaisar memerintahkan agar Pilatus dihukum pancung. Pilatus berdoa dan kembali menyalahkan orang Yahudi. Doa Pilatus dibalas suara dari surga yang mengatakan bahwa segala bangsa dan kaum keluarga dari bangsa-bangsa bukan Yahudi akan memuliakan Pilatus karena nubuat-nubuat purbakala mengenai yesus tergenapi pada masa pemerintahannya. Pilatus kelak tampil menjadi saksi pada saat Yesus datang untuk kedua kalinya, manakala orang-orang yang tidak beriman dihakimi. Sesudah Pilatus dihukum pancung, sesosok malaikat datang mengambil kepalanya untuk dibawa ke surga. Istrinya wafat dengan sukacita melihat pahala yang diterima Pilatus. Jenazah Pilatus dan istrinya dikuburkan bersama-sama.[35][36]

Vindicta Salvatoris

sunting

Vindicta Salvatoris atau Pembalasan Juru Selamat adalah sebuah legenda Abad Pertengahan yang dikarang dalam bahasa Latin. Karangan ini tergolong karya sastra anonim yang tidak menyebut nama penulisnya. Teks tertuanya terdapat di dalam naskah Saint-Omer dari abad ke-9, kendati para sarjana memperkirakan bahwa teks tersebut berasal dari abad ke-8.[37] Ada pula sebuah versi Angli-Saksennya (bahasa Inggris Lama) dari abad ke-11 yang sempat dijadikan sumber kuno sebelum versi Saint-Omer ditemukan. Bahasa Latin masih diyakini sebagai bahasa yang dipakai dalam penyusunan karya sastra aslinya, sementara versi Angli-Saksen hanyalah versi terjemahannya. Meskipun Pilatus bukan tokoh utamanya, karya sastra ini lazimnya disekelompokkan dengan karya-karya sastra Lingkup Pilatus karena memuat legenda tentang Veronika dan Tiberius yang kerap muncul di dalam karya-karya sastra Lingkup Pilatus.[38][37][39]

Karya sastra ini sangat anti-Yahudi, dan merupakan hasil khayalan balas dendam yang mengangankan orang-orang Yahudi menanggung derita teramat pedih sebagai ganjaran atas kejahatan kolektif mereka membunuh Sang Mesias. Pilatus dicitrakan secara negatif sebagaimana lazimnya di dalam tradisi Kristen Barat, dan juga mengalami nasib mengenaskan sebagai ganjaran atas perbuatannya. Penulisnya tidak paham geografi daerah Yudea maupun geografi wilayah Kekaisaran Romawi pada masa hidup Pilatus. Sebagai contoh, Titus disebut sebagai penguasa "Libiae" antek Romawi (alih-alih sebagai Kaisar Romawi yang memerintah beberapa dasawarsa kemudian); Herodes Agung, Tiberius, Titus, dan Vespasianus dibuat seolah-olah hidup pada masa yang sama (padahal masa hidup maupun masa pemerintahan mereka terpisah beberapa dasawarsa lamanya); serta keliru menyangka Auster sebagai angin utara (padahal Auster adalah angin selatan). "Libiae" dapat berarti Libya (Afrika Utara jajahan Romawi) maupun Albi (kota di Provinsi Galia Akitania), kedua-keduanya tidak dapat dikatakan terletak di sebelah utara dari Yudea. Semua kekeliruan tersebut menyiratkan bahwa karya sastra ini baru belakangan ditulis di tempat yang jauh letaknya dari kawasan timur Laut Tengah. Karya sastra ini juga merupakan hasil pengembangan legenda Cura sanitatis Tiberii dari abad ke-6 dan ke-7, yakni cerita Santa Veronika menyembuhkan Kaisar Tiberius. Kemungkinan besar karya sastra ini dikarang berdasarkan tradisi-tradisi dari daerah Akitania, karena menyebut Titus sebagai penguasa Burdigala (nama Bourdeaux pada zaman penjajahan Romawi), yang mungkin dimaksudkan untuk menjadikan sidang pembaca sebagai bagian dari cerita.[37][39]

Di dalam Pembalasan Juru Selamat, tokoh bernama Natan, dari Bani Ismael (bangsa Arab) dikisahkan berangkat dari Yudea, dan berkeliling dari daerah ke daerah di wilayah Kekaisaran Romawi dalam rangka mengumpulkan upeti untuk Kaisar Tiberius. Tiupan angin kencang memaksanya menyimpang ke utara sehingga sampai ke kota Burdigala. Tirus, penguasa Burdigala, mengidap penyakit kanker, dan bentuk mukanya sudah rusak tidak keruan. Kepada Tirus, Natan menceritakan mukjizat-mukjizat yang diperbuat Yesus, sidang pengadilan dan hukuman mati yang ditanggungnya demi menyelamatkan umat manusia dari neraka, dan juga kebangkitannya. Tirus serta-merta memeluk agama Kristen. Ia bersumpah, andaikata dulu sudah tahu semua itu, ia pasti akan bertaruh nyawa menuntut balas kematian Yesus, membunuh musuh-musuh Yesus, dan menggantung jenazah mereka pada sebatang pohon mati. Sesudah mengikrarkan sumpahnya, sekonyong-konyong ia sembuh dari sakitnya, dan rupa wajahnya pulih seperti sediakala. Natan kemudian membaptis Tirus, dan Tirus berganti nama menjadi Titus. Titus bersama Vespasianus berangkat meninggalkan Burdigala, membawa angkatan perang yang nantinya dikerahkan mengepung Yerusalem selama tujuh tahun. Dibelit bencana kelaparan akibat pengepungan berlarut-larut, Raja Herodes Agung bunuh diri. Banyak orang Yahudi mengikuti jejaknya dan beramai-ramai bunuh diri. Orang-orang Yahudi mengakui bahwa mereka bukan lagi yang empunya Tanah Suci, karena hak kepemilikan sudah dicabut Kristus dari mereka dan diserahkan ke tangan orang-orang Romawi. Sesudah Yerusalem takluk, orang-orang Yahudi yang tersisa menerima berbagai macam ganjaran mengerikan. Beberapa orang mati tercabik menjadi empat bagian (seperti yang terjadi pada pakaian Yesus), beberapa orang mati ditombak, beberapa orang mati dirajam, dan beberapa orang lagi mati digantung. Selebihnya dijadikan budak belian dan dijual dengan harga sekeping perak untuk 30 budak sekaligus, merujuk kepada tiga puluh keping perak yang dibayarkan kepada Yudas.[37]

Sesudah itu, Volosianus, duta kaisar, datang ke Yerusalem untuk menginvestigasi cerita-cerita tentang Yesus. Ia menginterogasi Yusuf dari Arimatea, Nikodemus, Simeon, dan Pontius Pilatus. Volosianus benar-benar murka setelah mengetahui duduk perkara yang sesungguhnya. Pilatus ia jebloskan ke dalam sebuah kerangkeng besi lantaran bersalah membunuh insan kamil, dan ia perintahkan dihukum mati sekeji-kejinya. Arkelaus, putra Herodes, tewas dihukum rajam. Volosianus juga menemui Santa Veronika, mengambil kain bergambar wajah Yesus darinya untuk diserahkan kepada Tiberius. Veronika bersikeras ikut berangkat bersamanya lantaran tidak rela berpisah dari kain itu. Di hadapan sidang istana kaisar, Volosianus memaparkan bagaimana orang-orang Yahudi yang bersalah sudah dihukum, juga betapa orang-orang Yahudi harus dibantai dan dihapus namanya dari muka bumi. Kain Veronika menyembuhkan penyakit kusta yang diderita Kaisar Tiberius, dan Tiberius berikut seisi rumahnya dibaptis menjadi pemeluk agama Kristen.[37][39]

Karya sastra apokrip lain yang cukup banyak bermuatan Pilatus

sunting

Injil Petrus adalah injil apokrip yang tidak dijadikan bagian dari Kitab Suci oleh Gereja purba lantaran ditengarai menganjurkan bidat dokesis. Bukti keberadaannya berwujud serpihan satu-satunya naskah salinan sintas yang ditemukan di Mesir pada tahun 1886. Salah satu unsur menonjol dari injil ini adalah pencitraan Raja Herodes Antipas sebagai pihak yang bertanggung jawab menghukum mati Yesus. Pilatus cuci tangan dari perkara ini, tetapi Herodes dan hakim-hakim Yahudi menolak mengambil langkah serupa. Pencitraan tersebut mirip dengan cara-cara yang digunakan berbagai karya sastra Lingkup Pilatus untuk mengalihkan beban tanggung jawab atas kematian Yesus dari Pilatus kepada orang Yahudi.[40]

"Injil Gamaliel" adalah sebuah karya sastra hipotetis yang dispekulasikan pernah ada oleh beberapa sarjana. Spekulasi tersebut pertama kali dikemukakan oleh Paulin Ladeuze dan Carl Anton Baumstark pada tahun 1906, kendati tidak satu pun sumber kuno menyinggung keberadaan injil semacam itu. Para sarjana yang meyakini keberadaannya telah merekonstruksi isinya dari risalah Laha Maryam (Ratapan Maria), khotbah tertulis seorang uskup bernama Kiriakos. Mereka yakin bahwa Laha Maryam memuat banyak sekali ayat kutipan dari Injil Gamaliel. Perkataan "aku, Gamaliel", yang mengawali salah satu bagian Laha Maryam telah memicu timbulnya spekulasi bahwa bagian tersebut sesungguhnya adalah kutipan dari sebuah injil yang dulu pernah ada. Sarjana-sarjana lain justru yakin bahwa penarikan kesimpulan semacam itu tidaklah berdasar, dan bagian tersebut hanyalah pernyataan Kiriakos sendiri dengan menggunakan perspektif Gamaliel. Naskah-naskah Laha Maryam yang lumayan utuh tersedia dalam versi Habasi maupun Karsyuni (bahasa Arab). Terlepas dari benar tidaknya Laha Maryam memuat ayat kutipan dari sebuah injil yang sudah hilang, atau sekadar disusun berlandaskan legenda-legenda yang masih ada ketika itu, khotbah tersebut selaras dengan tradisi Kristen Kubti dan Kristen Habasi yang mencitrakan Pilatus dengan sangat positif. Injil spekulatif tersebut berisi uraian peristiwa pada hari Jumat Agung berikut kesudahannya, dan diduga sebagai buah pena Gamaliel, rabi yang disebut-sebut di dalam Kisah Para Rasul maupun Misnah. Pilatus percaya kepada Yesus, menanyai para prajurit penjaga makam Yesus sehingga berhasil mengungkap kebenaran, menyaksikan mukjizat kesembuhan pembukti kebertuahan bekas kafan Yesus yang tertinggal di dalam makam kosong, dan bersurat-suratan dengan Raja Herodes mengenai hal itu.[41][42]

Karya sastra yang hilang

sunting

Kisah Pilatus versi pagan

sunting

Di dalam risalah Sejarah Gereja, Esebius menyinggung tentang Kisah Pilatus versi pagan yang mengemuka pada masa pemerintahan Kaisar Maksiminus Daza (tahun 310-313 M), tetapi sekarang dianggap sebagai salah satu karya sastra yang sudah hilang. Sebagai bagian dari usaha pemerintah memberantas agama Kristen, Kisah Pilatus pagan dibagi-bagikan ke kota-kota kecil maupun kota-kota besar untuk dibaca masyarakat. Menurut Esebius, Kisah Pilatus pagan adalah sebuah karya sastra gadungan, lantaran ada ketidaksesuaian kronologis antara karya sastra tersebut dengan lini masa yang terjabar di dalam sastra sejarah Yosefus. Waktu penulisan yang didaku Kisah Pilatus pagan adalah waktu sebelum Pilatus diangkat menjadi wali negeri Yudea. Menurut Esebius, karya sastra tersebut "penuh dengan segala macam hujat terhadap Kristus".[43] Diduga Kisah Pilatus pagan mencitrakan Yesus sebagai seorang penjahat biasa, tanpa wibawa maupun kekuatan istimewa.[2] Sebagai bagian dari usaha propaganda pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat luas, agaknya Kisah Pilatus pagan adalah karya tulis yang ringkas dan sederhana. Mungkin hanya berisi daftar dakwaan terhadap Yesus ditambah uraian sidang pengadilannya.[44]

Kemungkinan besar Kisah Pilatus versi Kristen ditulis sebagai sanggahan terhadap Kisah Pilatus versi pagan ini. Agaknya lantaran rasa kesal terhadap karya tulis gadungan hasil rekayasa kaum pagan ini, seorang pujangga Kristen memutuskan untuk membukukan riwayat kejadian "yang sesungguhnya", dan akhirnya menghasilkan sebuah Kisah Pilatus tandingan.[45]

Lihat pula

sunting
  • Cura sanitatis Tiberii, karya sastra Latin, berisi cerita tentang Santa Veronika menyembuhkan Kaisar Tiberius yang kerap mengemuka di dalam karya-karya sastra Lingkup Pilatus

Keterangan

sunting
  1. ^ Diduga merujuk kepada Matius 27:52.
  2. ^ Mungkin merujuk kepada Kisah Para Rasul 12 yang meriwayatkan bahwa Herodes Agrippa, saudara Antipas, mati dimakan cacing-cacing.[16]

Rujukan

sunting
  1. ^ a b Ehrman, Bart (2016). Jesus Before the Gospels. HarperCollins. hlm. 80–85. ISBN 9780062285232. 
  2. ^ a b c d Ehrman & Pleše 2013, hlm. 231–234.
  3. ^ Ehrman 2012, hlm. 495–497.
  4. ^ a b c d Elliott 1993, hlm. 224–225.
  5. ^ Ehrman & Pleše 2011, hlm. viii.
  6. ^ Elliott 1993, hlm. 205–225.
  7. ^ a b Scheidweiler 1963, hlm. 444–449.
  8. ^ a b Ehrman & Pleše 2011, hlm. 419–422; 465–466.
  9. ^ Scheidweiler 1963, hlm. 449–483.
  10. ^ Ehrman & Pleše 2011, hlm. 491–492.
  11. ^ Ehrman & Pleše 2013, hlm. 267–271.
  12. ^ Monferrer Sala, Juan Pedro (2009). "The "Anaphora Pilati" according to the "Sinaitic Arabic 445": a new edition, with translation and a first analysis". The Journal of Eastern Christian Studies. 61 (3/4). doi:10.2143/JECS.61.3.2046972. 
  13. ^ Elliot t1993, hlm. 211–212.
  14. ^ a b c Ehrman & Pleše 2011, hlm. 523–527.
  15. ^ a b Elliott 1993, hlm. 222–224.
  16. ^ a b c Ehrman & Pleše 2013, hlm. 279–281.
  17. ^ a b c d Elliott 1993, hlm. 205–206.
  18. ^ Ehrman 2012, hlm. 371–373.
  19. ^ Ehrman & Pleše 2011, hlm. 511–515.
  20. ^ Ehrman & Pleše 2013, hlm. 276–278.
  21. ^ a b c Ehrman & Pleše 2011, hlm. 517–521.
  22. ^ Ehrman 2012, hlm. 374–375.
  23. ^ a b Ehrman & Pleše 2013, hlm. 282–284.
  24. ^ a b c Elliott 1993, hlm. 206–207.
  25. ^ Ehrman & Pleše 2011, hlm. 529–535.
  26. ^ Ehrman & Pleše 2013, hlm. 285–288.
  27. ^ Ehrman & Pleše 2011, hlm. 559–567.
  28. ^ Ehrman & Pleše 2013, hlm. 300–304.
  29. ^ Elliott 1993, hlm. 216–217.
  30. ^ a b Ehrman & Pleše 2013, hlm. 305–312.
  31. ^ Elliott 1993, hlm. 217–218.
  32. ^ a b c Ehrman & Pleše 2011, hlm. 569–585.
  33. ^ a b Elliott 1993, hlm. 208–209.
  34. ^ Scheidweiler 1963, hlm. 481–484.
  35. ^ a b Ehrman & Pleše 2011, hlm. 501–509.
  36. ^ a b Ehrman & Pleše 2013, hlm. 272–275.
  37. ^ a b c d e Ehrman & Pleše 2011, hlm. 537–555.
  38. ^ Elliott 1993, hlm. 213–215.
  39. ^ a b c Ehrman & Pleše 2013, hlm. 289–299.
  40. ^ Ehrman 2012, hlm. 337–341.
  41. ^ M.-A. van den Oudenrijn in Schneemelcher's 1963 New Testament Apocrypha, hlmn. 508–510. Mengutip M.-A. van den Oudenrijn, Gamaliel: Athiopische Texte zur Pilatusliteratur (Freiburg, 1959).
  42. ^ Suciu, Alin (2012). "A British Library Fragment from a Homily on the Lament of Mary and the So-Called Gospel of Gamaliel". Aethiopica. 15: 53–71. doi:10.15460/aethiopica.15.1.659. ISSN 2194-4024. 
  43. ^ Esebius, Sejarah Gereja (versi daring). Untuk diskusi mengenai ketidaksesuaiannya dengan lini masa Yosefus, baca Buku I, Bab IX. Untuk dakwaan bahwa Maksiminus Daza menyebarluaskan karya sastra tersebut kepada masyarakat, baca Buku IX, Bab V.
  44. ^ Izydorczyk, Zbigniew S. (1997). The Medieval Gospel of Nicodemus: Texts, intertexts, and contexts in Western Europe. Tempe: Medieval & Renaissance Texts & Studies. hlm. 24. ISBN 0866981985. 
  45. ^ Ehrman 2012, hlm. 363–367; 497–498.

Kepustakaan

sunting

Pranala luar

sunting


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "note", tapi tidak ditemukan tag <references group="note"/> yang berkaitan