Keuskupan Tanjungkarang

wilayah administratif gereja di Indonesia

Keuskupan Tanjungkarang adalah salah satu keuskupan yang berada di Indonesia, serta merupakan keuskupan sufragan dalam provinsi gerejawi yang juga berada dalam kesatuan dengan Keuskupan Agung Palembang dan Keuskupan Pangkalpinang. Keuskupan ini berpusat di Kota Bandar Lampung dan mencakup seluruh wilayah Provinsi Lampung.

Keuskupan Tanjungkarang

Dioecesis Tangiungkarangana
Katolik
Kantor Keuskupan Tanjungkarang
Lokasi
NegaraIndonesia
WilayahLampung
Palembang
Kantor pusat
Jl. Way Lubuk No. 4, Kel. Pahoman, Kec. Enggal, Kota Bandar Lampung 35213
Koordinat5°24′33″S 105°15′30″E / 5.409044°S 105.258365°E / -5.409044; 105.258365
Statistik
Luas35.377 km2 (13.659 sq mi)[1]
Populasi
- Total
- Katolik
(per 2021)
9.081.792
74.409 (0,8%)
Paroki24
Imam74 (48 imam diosesan, 1 diakon diosesan)
Informasi
DenominasiGereja Katolik
Gereja sui iuris
Gereja Latin
RitusRitus Roma
Pendirian19 Juni 1952; 72 tahun lalu (1952-06-19)
KatedralKristus Raja, Bandar Lampung
BahasaBahasa Indonesia
Kepemimpinan kini
PausFransiskus
UskupVinsensius Setiawan Triatmojo
Uskup agung
Yohanes Harun Yuwono
Vikaris jenderal
Rm. Adrianus Satu Manggo, S.C.J.
Vikaris yudisial
R.D. Krisantus Ian Bagas Brahmanthio
Sekretaris jenderal
R.D. Nicolaus Heru Andrianto
EkonomR.D. Antonius Untoro
Peta
Situs web
keuskupantanjungkarang.org

Sejarah

sunting

Garis waktu

sunting
  • Didirikan sebagai Prefektur Apostolik Tandjung–Karang pada tanggal 19 Juni 1952, memisahkan diri dari Vikariat Apostolik Palembang
  • Ditingkatkan menjadi Keuskupan Tandjung–Karang pada tanggal 3 Januari 1961
  • Berganti nama menjadi Keuskupan Tanjungkarang pada tanggal 22 Agustus 1973
  • Perpindahan metropolit dari Keuskupan Agung Medan ke Keuskupan Agung Palembang pada tanggal 1 Juli 2003

Waligereja

sunting
Lambang
Foto diri

Ordinaris

sunting
Prefek Apostolik Tandjung–Karang
Uskup Tandjung–Karang
  • Albert Hermelink Gentiaras, S.C.J. (3 Januari 1961 s.d. 18 April 1979, pensiun)
Uskup Tanjungkarang

Prelat tituler

sunting
Uskup Auksilier Tandjung–Karang
  • Andreas Soewijata Henrisoesanta, S.C.J. (29 Agustus 1975 s.d. 18 April 1979, ganti jabatan)
Administrator Apostolik Keuskupan Tanjungkarang

Sejarah

sunting

Prapembentukan

sunting

Sebelum terbentuk Prefektur Apostolik Tandjung-Karang sebenarnya dimulai pada 16 Desember 1928, Pastor H.J.D van Oort, SCJ tiba di Tanjungkarang dan mulai tinggal di sana. Sedangkan perkembangan Gereja Katolik sebelum 1928 tidak begitu jelas. Tetapi ada fakta bahwa ada beberapa keluarga Katolik yang tinggal di daerah Lampung.

Sebagaimana diketahui bahwa Provinsi Lampung terletak di daratan Pulau Sumatra paling selatan dengan pusat kotanya, Tanjungkarang (Sekarang: Bandar Lampung). Tanjungkarang jaraknya kurang lebih 5 km dari Teluk Betung, di mana dulu digunakan oleh Pemerintah Belanda sebagai tempat tinggal dengan sejumlah pekerja orang-orang Katolik.

Sejak pastor H.J.D van Oort, SCJ tinggal di Tanjungkarang, saat itu Misi Katolik di mulai. Sebelumnya, Tanjungkarang dilayani langsung dari Palembang. Ini merupakan satu dari tiga stasi yang didirikan. Tahun 1926, Pastor van Oort membeli tanah dekat pasar untuk membangun gereja di Lampung. Dalam waktu dekat kemudian sebuah gereja dan paroki baru didirikan untuk pastor yang akan tinggal di sana. Gereja itu saat ini adalah “Kristus Raja”.

Pada tahun 1929, Pastor van Oort, SCJ memikirkan apa yang dibutuhkan orang-orang Indonesia dan kemudian dibangunlah sebuah sekolah di Teluk Betung, di sebuah tempat pelabuhan dan ibu kota kekuasaan orang Belanda. Ketika Suster-suster Hati Kudus datang di Teluk Betung, Pastor van Oort, SCJ menyerahkan sekolah tersebut kepada mereka pada Oktober 1931.

Pastor H.J.D. van Oort, SCJ memandang ke masa yang akan datang, menghabiskan waktu dan memusatkan perhatian pada wilayah transmigrasi. Dia juga tertarik untuk melayani di tengah-tengah pendatang baru dari Jawa.

Setelah ia memberikan perhatian kepada para transmigran Gedongtataan, ia bergerak ke Pringsewu – yakni stasi misi pertama yang dibuka di luar Tanjungkarang. Pada awalnya pada tahun 1932, Pastor A. Hermelink, SCJ yang dipilih sebagai misionaris untuk membantu misi di Lampung mulai membangun gereja paroki dan pastoran di Pringsewu. Sejak 24 Mei 1932 dia tinggal di paroki baru itu. Sebulan kemudian Pastor Neilen, SCJ datang menemani tinggal dan bekerja di paroki itu.

Di pertengahan tahun, 4 Juni 1932, empat Suster Fransiskan dari St. George Martir dari Thuine kemudian datang di Pringsewu untuk membantu misi di sana. Mereka membuka sekolah pada 11 Juli 1932. Ini merupakan karya pertama mereka di bidang pendidikan. Sebuah karya yang mendapat tanggapan baik di antara para transmigran Jawa dan para orang Cina di Teluk Betung.

Pada tanggal 1 Februari 1937, stasi misi kedua yang dibuka di luar Tanjungkarang adalah Metro. Tempat ini pertamakali disebut ‘Metropolis’ dan diharapkan menjadi sebuah pusat kota bagi para transmigran pada tahun 1934. Misi pertama ditangani oleh Pastor M. Neilen, SCJ; dia adalah imam pertama yang tinggal di Metro. Setahun setelah itu Suster-suster Fransiskan membuka sebuah rumah sakit dengan nama ‘St. Elisabeth’.

Gisting merupakan stasi misi yang ketiga. Di sana ada 80-an orang Katolik sejak 1928 tetapi tidak berkembang disebabkan karena beberapa kesulitan dari orang-orang yang tidak percaya akan Tuhan. Lalu, stasi berikutnya adalah Pasuruan (Kalianda). Pastor Kuypers, SCJ pertamakali melayaninya dilaju dari Tanjungkarang; sejak 1938, Pastor F. Hofstad, SCJ menetap di sana bersama Br. Gerlachus Timmermans, SCJ.

Selama Perang Dunia Kedua, Gereja Lampung dalam keadaan kacau. Pada tanggal 20 Februari 1942, Jepang menguasai Lampung. Kemudian pada bulan April pada tahun yang sama semua imam dan suster ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Menghadapi kesulitan dan situasi kacau ini orang-orang Katolik baru bertekun dalam iman. Mereka tidak takut untuk berdoa bersama di rumah-rumah, sebab gereja-gereja ditutup oleh penguasa Jepang. Maka secara praktis sebenarnya tidak ada gembala sama sekali di Lampung pada waktu itu. Rumah Sakit Katolik di Metro diambil alih oleh Jepang dan gereja digunakan sebagai barak-barak!

Setelah perang, sejak Nopember 1946 umat Katolik Lampung mendapat pelayanan pastoral dari imam-imam pribumi Indonesia dari Jawa. Satu dari mereka adalah Pastor J. Wahyosudibyo, OFM. Walaupun dia tinggal hanya satu bulan, dia melakukan banyak hal untuk perkembangan misi Katolik di Lampung. Pada tahun 1947 dia ke Jakarta dan Pastor J.H. Padmoseputro yang diutus oleh Mgr. Sugiyopranoto – Uskup Semarang (Jawa Tengah) - menggantikan misinya di Lampung. Dia mendirikan seminari persiapan dengan lima murid (satu di antara mereka adalah Henrisoesanta – yang sekarang menjadi uskup Tanjungkang).

Tahun 1949, beberapa rumah sakit, paroki dan sekolah dibakar. Pastor paroki bersama dengan semua suster (para postulan dan novis), para seminaris dan anak-anak panti asuhan dievakuasi ke Padang Bulan, Pringsewu. Alasannya: Tentara Belanda datang dan mencoba menguasai wilayah Indonesia. Ketika situasi kembali normal, Pastor Padmoseputro kembali ke Jawa.

Setelah Indonesia merdeka, beberapa misionaris mulai memfokuskan aktivitas mereka untuk umat Katolik di luar Teluk Betung dan Tanjungkarang. Pada Juni 1952, gereja Lampung menjadi Prefektur Apostolik dan Pastor A. Hermelink, SCJ dipilih menjadi Prefek. Pertambahan stasi-stasi baru terus berlanjut yakni Gisting (1955), Kotabumi (1963) Kalirejo dan Panutan (1965), Kotagajah (1967) dan Sidomulyo (1977).

Pembentukan keuskupan

sunting

Peristiwa yang sangat penting bagi Gereja di Lampung adalah berdirinya Hierarki di Indonesia pada tahun 1961. Prefektur Apostolik Tanjungkarang dipisahkan dari Palembang dan menjadi sebuah keuskupan. Pastor A. Hermelink, SCJ diangkat menjadi Uskup pada tanggal 19 Juli 1961. Ia ditahbiskan sebagai Uskup pertama di Keuskupan Tanjungkarang dan tinggal di Pringsewu. Dari sanalah ia memimpin aktivitas pastoral di seluruh keuskupan Tanjungkarang.

Lalu pada tanggal 11 Februari 1976, seorang imam pribumi dari Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ), berasal dari Metro, yakni Dr. A. Henrisoesanta, SCJ ditahbiskan menjadi Uskup Auxilier bagi Mgr. A. Hermelink, SCJ. Jabatan Uskup Auxilier ini berlangsung selama tiga tahun dan kemudian Bapa Suci mengangkatnya menjadi Uskup Diosesan pada 21 Desember 1978. Ia mulai berkantor pada tanggal 13 Mei 1979 dan sejak itu kemudian Kuria dan Rumah Uskup dipindahkan dan berlokasi di Tanjungkarang hingga saat ini.

Pergantian uskup

sunting

Pada tanggal 6 Juli 2012, Paus Benediktus XVI menerima pengunduran diri Mgr. Henrisoesanta yang mengundurkan diri setelah menjabat sebagai Uskup Tanjungkarang selama 36 tahun sehingga keuskupan memasuki masa sede vacante (kekosongan tahta) dan tugas keuskupan dijalani oleh Uskup Agung Palembang Mgr. Aloysius Sudarso, S.C.J. selaku Administrator Apostolik.

Pada tanggal 19 Juli 2013, Vatikan mengumumkan bahwa Paus Fransiskus memberi uskup baru bagi Keuskupan Tanjungkarang yaitu Rm. Yohanes Harun Yuwono dan Mgr. Harun ditahbiskan menjadi Uskup Tanjungkarang pada Kamis, 10 Oktober 2013 di Sekolah SMP Xaverius 2-SMA Xaverius, Pahoman, Bandar Lampung. Ia mengambil moto tahbisan "Non Est Personarum Acceptor Deus" (Tuhan tidak membeda-bedakan orang).

Pada tanggal 17 Desember 2022, Vatikan mengumumkan bahwa Paus Fransiskus telah memberi uskup baru bagi Keuskupan Tanjungkarang yaitu Rm. Vinsensius Setiawan Triatmojo. Mgr. Avien ditahbiskan menjadi Uskup Tanjungkarang pada Senin, 1 Mei 2023 di Gereja Paroki Ratu Damai, Teluk Betung, Bandar Lampung. Sebagai uskup baru, Ia mengambil moto tahbisan "In Verbo Tuo Laxabo Rete " (Tapi karena Sabda-Mu, kutebarkan jala juga).

Daftar

sunting

Berikut merupakan daftar Uskup Tanjungkarang lengkap:

No. Nama Foto Lambang Moto Tahbisan imam Tahbisan uskup Masa jabatan
1 Albertus Hermelink Gentiaras     In Te Speravi Non Confudar
(Kepada-Mu aku berharap, aku tak akan dipermalukan)
19 Juli 1925[2] 29 Oktober 1961

oleh Kardinal Grégoire-Pierre Agagianian

29 Oktober 1961 s.d. 18 April 1979
2 Andreas Henrisusanta     Eritis mihi testes
(Kamu akan menjadi saksi-Ku)
2 Juli 1961 11 Februari 1976

oleh Mgr. Justinus Darmojuwono

18 April 1979 s.d. 6 Juli 2012
Aloysius Sudarso     Tuus servus sum ego
(Aku ini hamba-Mu)[3]
14 Desember 1972 20 Mei 1997

oleh Mgr. Joseph Hubertus Soudant, S.C.I. sebagai Uskup Agung Keuskupan Agung Palembang

6 Juli 2012 s.d. 19 Juli 2013

(sebagai administrator apostolik dikarenakan Paus Benediktus XVI belum menentukan uskup baru)

3 Yohanes Harun Yuwono     Non Est Personarum Acceptor Deus
(Tuhan tidak membeda-bedakan orang)
8 Desember 1992 10 Oktober 2013

oleh Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ

19 Juli 2013 s.d. 3 Juli 2021.
  Deus Caritas Est
(Allah itu Murah Hati)
3 Juli 2021 3 Juli 2021 s.d. 17 Desember 2022 (sebagai administrator apostolik dikarenakan Paus Fransiskus belum menentukan Uskup Baru)
4 Vinsensius Setiawan Triatmojo     In Verbo Tuo Laxabe Rete
(Tapi karena sabda-Mu, kutebarkan jala juga)
25 Januari 2000 1 Mei 2023

oleh Mgr. Yohanes Harun Yuwono

17 Desember 2022 s.d. sekarang

Paroki

sunting
Kota Bandar Lampung
Kota Metro
Kabupaten Lampung Selatan
Kabupaten Lampung Tengah
Kabupaten Lampung Timur
Kabupaten Lampung Barat
Kabupaten Lampung Utara
Kabupaten Pringsewu
Kabupaten Way Kanan
Kabupaten Tanggamus
Kabupaten Mesuji
Kabupaten Tulang Bawang
Kabupaten Tulang Bawang Barat

Referensi

sunting
  1. ^ "Diocese of Tanjungkarang, Indonesia". GCatholic. Diakses tanggal 2023-11-20. 
  2. ^ "Catholic Hierarchy". Diakses tanggal 11 Januari 2013. 
  3. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-10-12. Diakses tanggal 2015-04-07. 

Pranala luar

sunting