Galaksi

ruang angkasa

Galaksi (serapan dari bahasa Yunani γαλαξίας, artinya "semacam susu", merujuk kepada Bimasakti) adalah sebuah sistem masif yang terikat gaya gravitasi yang terdiri atas bintang (dengan segala bentuk manifestasinya, antara lain bintang neutron dan lubang hitam), gas dan debu medium antarbintang, dan materi gelap–komponen yang penting namun belum begitu dimengerti.[1][2]

Galaksi berbentuk spiral, NGC 4535. Letaknya berada di konstelasi Virgo dan jaraknya sekitar 54 juta tahun cahaya dari bumi

Galaksi yang ada berkisar dari galaksi katai dengan hanya sepuluh juta (107) bintang[3] hingga galaksi raksasa dengan seratus triliun (1014) bintang,[4] yang semuanya mengorbit pada pusat massa galaksi masing-masing. Matahari adalah salah satu bintang dalam galaksi Bima Sakti; tata surya termasuk bumi dan semua benda yang mengorbit Matahari.

Tiap galaksi memiliki jumlah sistem bintang dan gugus bintang yang beragam, demikian juga jenis awan antarbintangnya. Di antara galaksi-galaksi ini tersebar medium antarbintang berupa gas, debu, dan sinar kosmis. Lubang hitam supermasif terdapat di pusat sebagian besar galaksi. Diperkirakan lubang hitam supermasif inilah penyebab utama inti galaksi aktif yang ditemukan pada sebagian galaksi. Galaksi Bima Sakti diketahui memiliki setidaknya satu lubang hitam supermasif.[5]

Secara historis galaksi dikelompokkan berdasarkan bentuk terlihatnya atau biasa disebut morfologi visualnya. Bentuk yang umum adalah galaksi eliptis,[6] yang memiliki profil cahaya berbentuk elips. Galaksi spiral adalah galaksi berbentuk cakram dengan lengan galaksi yang melengkunng dan berisi debu. Galaksi dengan bentuk yang tak beraturan atau tidak biasa disebut galaksi tak beraturan dan biasanya disebabkan karena gangguan oleh tarikan gravitasi galaksi tetangga. Interaksi yang demikian antara galaksi-galaksi yang berdekatan dapat menyebabkan penggabungan, yang terkadang meningkatkan jumlah pembentukan bintang hingga menghasilkan galaksi dengan pembentukan bintang yang cepat.[7]

Kemungkinan terdapat lebih dari 170 miliar (1,7 × 1011) galaksi dalam alam semesta teramati.[8] Sebagian besar berdiameter 1000 hingga 100.000 parsec[9] dan biasanya dipisahkan oleh jarak beberapa juta parsec (atau megaparsec).[10] Ruang antargalaksi diisi oleh gas tipis dengan kerapatan massa kurang dari satu atom per meter kubik. Sebagian besar galaksi diorganisasikan ke dalam sebuah hierarki himpunan yang disebut kelompok dan gugus, yang pada gilirannya membentuk himpunan yang lebih besar yang disebut gugus raksasa. Dalam skala terbesar himpunan-himpunan ini umumnya tersusun dalam lapisan dan untaian yang dikelilingi oleh kehampaan yang sangat luas.[11]

Meskipun belum dipahami secara menyeluruh, materi gelap kemungkinan menyusun sekitar 90% dari massa sebagian besar galaksi.[butuh rujukan] Data pengamatan menunjukkan lubang hitam supermasif kemungkinan ada di pusat dari banyak (kalau tidak semua) galaksi.

Etimologi sunting

Kata galaksi berasal dari istilah bahasa Yunani untuk menyebut galaksi kita, galaxias (γαλαξίας) atau kyklos galaktikos (κύκλος γαλακτικός). Masing-masing berarti "sesuatu yang menyerupai susu" dan "lingkaran susu",[12] sesuai dengan penampakannya di angkasa berupa pita putih samar. Dalam mitologi Yunani, Zeus menempatkan anak laki-lakinya yang dilahirkan oleh manusia biasa, bayi Heracles, pada payudara Hera ketika Hera sedang tidur sehingga bayi tersebut meminum susunya dan karena itu menjadi manusia abadi. Hera terbangun ketika sedang menyusui dan kemudian menyadari ia sedang menyusui bayi yang tak dikenalnya: ia mendorong bayi tersebut dan air susunya menyembur mewarnai langit malam, menghasilkan pita cahaya tipis yang dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Milky Way (jalan susu).[13][14]

Ketika William Herschel menyusun "katalog nebula" miliknya pada tahun 1786, dia menggunakan istilah "nebula spiral" untuk objek-objek tertentu seperti objek M31. Di kemudian waktu akan disadari bahwa objek tersebut sebenarnya merupakan kumpulan dari banyak bintang, dan dipakailah istilah "island universe" ("alam semesta pulau") untuk merujuk pada objek yang demikian. Namun, kemudian disadari bahwa kata "universe" (alam semesta) berarti keseluruhan jagad raya, sehingga istilah ini tidak dipakai lagi dan objek yang demikian kemudian dikenal sebagai galaksi.[15]

Sejarah pengamatan sunting

Pengetahuan bahwa kita hidup di dalam sebuah galaksi dan bahwa terdapat banyak galaksi lainnya, diperoleh seiring dengan penemuan-penemuan kita tentang Bima Sakti dan nebula-nebula lainnya di langit malam.

Bima Sakti sunting

 
Pusat galaksi Bima Sakti

Filsuf Yunani Democritus (450–370 SM) mengemukakan bahwa pita kabut putih di langit malam hari yang dikenal sebagai Bima Sakti kemungkinan terdiri dari bintang-bintang yang sangat jauh jaraknya.[16] Namun Aristoteles (384–322 SM), memercayai bahwa pita tersebut disebabkan oleh "kobaran hembusan napas yang menyala-nyala dari banyak bintang besar yang berjarak dekat satu sama lain" dan bahwa "kobaran ini terjadi di bagian atas atmosfer, yaitu di wilayah dunia yang selalu diisi dengan gerakan surgawi."[17] Filsuf neoplatonis Olympiodorus Junior (± 495–570) kritis terhadap pandangan ini secara ilmiah, beralasan bahwa jika memang benar Bima Sakti berada di wilayah sublunar (terletak antara bumi dan bulan), maka harusnya ia terlihat berbeda pada waktu dan tempat yang berbeda di bumi, dan ia seharusnya memiliki paralaks, yang ternyata tidak. Dalam pandangannya, Bima Sakti terletak jauh di angkasa. Pendapat ini akan sangat berpengaruh nantinya di dalam dunia Islam.[18]

Menurut Mohani Muhammad, astronom Arab Ibnu Haitham (965–1037) adalah orang yang melakukan usaha-usaha pertama dalam mengamati dan mengukur paralaks Bima Sakti,[19] dan ia menjadi "berkeyakinan kuat bahwa karena Bima Sakti tidak memiliki paralaks, pastilah jaraknya sangat jauh dari bumi dan bukannya berada dalam atmosfer."[20] Astronom Persia Al-Biruni (973–1048) mengemukakan bahwa Bima Sakti merupakan "kumpulan yang tak terhitung jumlahnya dari bagian-bagian yang bersifat seperti bintang nebula."[21][22] Astronom Andalusia Ibnu Bajjah (dikenal di barat dengan nama latin "Avempace", meninggal 1138) mengemukakan bahwa Bima Sakti dibentuk oleh banyak bintang yang saling hampir bersentuhan satu dengan yang lain sehingga tampak menjadi seperti gambar sinambung akibat pengaruh pembiasan dari material sublunar,[17][23] mengutip hasil pengamatannya terhadap konjungsi antara Jupiter dan Mars sebagai bukti bahwa hal tersebut dapat terjadi jika dua objek saling berdekatan.[17] Pada abad ke-14, ilmuwan kelahiran Suriah Ibnu Qayyim, mengemukakan bahwa Bima Sakti merupakan "bintang-bintang kecil yang tak terhitung jumlahnya saling berdesakan dalam alam bintang-bintang tetap".[24]

Bukti nyata bahwa Bima Sakti terdiri atas banyak bintang, datang pada tahun 1610 ketika astronom Italia Galileo Galilei menggunakan sebuah teleskop untuk mempelajari Bima Sakti dan menemukan bahwa Bima Sakti tersusun atas bintang-bintang redup dalam jumlah yang luar biasa banyaknya.[25] Pada tahun 1750 astronom Inggris Thomas Wright, dalam bukunya An original theory or new hypothesis of the Universe (Teori asli atau hipotesis baru tentang Alam Semesta), berspekulasi (namun benar) bahwa Bima Sakti kemungkinan adalah sebuah badan berputar dari bintang-bintang dalam jumlah besar yang diikat oleh gaya gravitasi, serupa dengan tata surya namun dalam skala yang jauh lebih besar. Piringan bintang yang dihasilkan dapat terlihat sebagai pita di langit dari sudut pandang kita dalam piringan tersebut.[26] Dalam risalah pada tahun 1755, Immanuel Kant mengembangkan ide Wright tentang struktur Bima Sakti.

 
Bentuk Bima Sakti yang disimpulkan dari hitungan bintang oleh William Herscel pada tahun 1785; tata surya dianggap berada di dekat pusat galaksi.

Usaha pertama untuk menggambarkan bentuk Bima Sakti dan letak matahari di dalamnya dilakukan oleh William Herschel pada tahun 1785 dengan cara menghitung secara hati-hati jumlah bintang yang ada di berbagai wilayah langit yang beda. Dia menghasilkan sebuah diagram bentuk Bima Sakti dengan tata surya terletak dekat dengan pusatnya.[27] Menggunakan pendekatan yang lebih baik, Jacobus Kapteyn pada tahun 1920 sampai pada kesimpulan berupa sebuah gambar galaksi elipsoid kecil (dengan garis tengah kira-kira 15 kiloparsec) dengan matahari terletak dekat dengan pusat galaksi. Metode yang berbeda oleh Harlow Shapley berdasarkan pengatalogan gugus bola menghasilkan gambar yang sangat jauh berbeda: sebuah piringan pipih dengan garis tengah kira-kira 70 kiloparsec dan matahari terletak jauh dari pusat galaksi.[26] Kedua analisis tersebut gagal memperhitungkan penyerapan cahaya oleh debu antarbintang yang ada di bidang galaksi, namun setelah Robert Julius Trumpler menghitung efek ini pada tahun 1930 dengan mempelajari gugus terbuka, gambaran terkini galaksi tuan rumah kita, Bima Sakti, terlahir.[28]

Pembedaan dari nebula lainnya sunting

 
Sketsa Messier 51 oleh Lord Rosse pada tahun 1845, yang kemudian dikenal sebagai Galaksi Pusaran

Pada abad ke-10, astronom Persia As-Sufi membuat pengamatan yang tercatat paling awal terhadap galaksi Andromeda, menggambarkannya sebagai "awan kecil".[29] As-Sufi yang menerbitkan temuannya dalam Kitab Bintang-Bintang Tetap pada tahun 964, juga mengenali Awan Magellan Besar yang dapat dilihat dari Yaman, walau bukan dari Isfahan; dan galaksi ini tidak akan dilihat oleh orang Eropa hingga perjalanan Magellan pada abad ke-16.[30][31] Galaksi Andromeda ditemukan kembali secara terpisah oleh Simon Marius pada tahun 1612.[29] Hanya kedua galaksi inilah galaksi di luar Bima Sakti yang mudah dilihat dengan mata telanjang, menjadikan keduanya sebagai galaksi-galaksi pertama yang diamati dari bumi. Pada tahun 1750 Thomas Wright dalam bukunya An original theory or new hypothesis of the Universe (Teori asli atau hipotesis baru tentang Alam Semesta), berspekulasi (namun benar) bahwa Bima Sakti adalah sebuah badan berputar dari bintang-bintang, dan bahwa beberapa nebula yang tampak di malam hari bisa jadi merupakan Bima Sakti yang lain.[26][32]

Menuju akhir abad ke-18, Charles Messier menghimpun sebuah katalog yang berisi 109 nebula (objek angkasa dengan tampilan berkabut) yang paling terang, yang kemudian diikuti dengan sebuah katalog yang lebih besar yang berisi 5.000 nebula disusun oleh William Herschel.[26] Pada tahun 1845, Lord Rosse membangun sebuah teleskop baru yang mampu membedakan nebula elips dan spiral. Dia juga berhasil membedakan titik-titik sumber cahaya tunggal di beberapa nebula ini.[33]

Pada tahun 1912 Vesto Slipher membuat penelitian dengan spektrografi terhadap nebula-nebula spiral paling terang untuk menentukan apakah mereka terbuat dari bahan-bahan kimia yang diharapkan ada dalam sebuah sistem planet. Namun Slipher menemukan bahwa nebula spiral memiliki geseran merah yang tinggi, menunjukkan bahwa mereka sedang bergerak menjauh dengan kecepatan yang lebih tinggi dari kecepatan lepas Bima Sakti. Karena itu disimpulkan bahwa galaksi-galaksi tersebut tidak terikat secara gravitasi pada Bima Sakti dan kecil kemungkinannya merupakan bagian dari Bima Sakti.[34][35]

Pada tahun 1917, Heber Curtis mengamati bahwa terdapat sebuah bintang baru, S Andromedae, dalam "Nebula Andromeda Besar" (sebagaimana Galaksi Andromeda, Objek Messier M31 dikenal saat itu). Dengan mencari rekaman foto, dia menemukan 11 bintang baru lainnya. Curtis memperhatikan bahwa bintang-bintang baru ini rata-rata 10 magnitudo lebih redup dibandingkan dengan bintang-bintang baru yang muncul di galaksi kita. Sebagai hasilnya dia dapat menghitung perkiraan jaraknya adalah 150,000 parsec. Dia menjadi pendukung hipotesis yang disebut "island universes" yang beranggapan bahwa nebula spiral sebenarnya adalah galaksi tersendiri.[36]

 
Foto "Nebula Andromeda Besar" dari tahun 1899, yang kemudian dikenal sebagai Galaksi Andromeda

Pada tahun 1920, apa yang disebut "Debat Besar" terjadi antara Harlow Shapley and Heber Curtis mengenai sifat Bima Sakti, nebula spiral dan dimensi alam semesta. Untuk mendukung klaimnya yang menyatakan Nebula Andromeda Besar merupakan sebuah galaksi luar, Curtis menunjukkan bukti berupa munculnya jalur-jalur gelap menyerupai awan debu yang terdapat pada Bima Sakti dan juga pergeseran Doppler yang cukup besar.[37]

Permasalahan tersebut terselesaikan dengan pasti pada tahun 1922 ketika astronom Estonia Ernst Öpik memberikan penentuan jarak yang mendukung teori bahwa Nebula Andromeda adalah benar merupakan sebuah objek luar galaksi yang jauh.[38] Dengan menggunakan teleskop 100 inci baru milik Observatorium Gunung Wilson, Edwin Hubble berhasil menentukan bahwa bagian luar sebagian nebula spiral merupakan kumpulan dari bintang-bintang tunggal dan mengidentifikasi beberapa Bintang variabel Chepeid, yang memungkinkannya memperkirakan jarak nebula-nebula tersebut: mereka terlalu sangat jauh untuk dapat menjadi bagian dari Bima Sakti.[39] Pada tahun 1936 Hubble menciptakan sebuah sistem klasifikasi untuk galaksi yang masih dipergunakan hingga saat ini yakni urutan Hubble.[40]

Penelitian modern sunting

 
Kurva rotasi galaksi spiral biasa: perkirakan berdasarkan materi terlihat (A) dan kecepatan teramati (B). Sumbu vertikal mewakili kecepatan rotasi dan sumbu horizontal mewakili jarak objek dari pusat galaksi.
 
Galaksi terjauh saat ini: GN-z11

Pada tahun 1944, Hendrik van de Hulst memperkirakan akan adanya radiasi gelombang mikro dengan panjang gelombang 21 cm yang berasal dari gas antarbintang yang berisi atom hidrogen;[41] radiasi ini diamati pada tahun 1951. Radiasi ini memungkinkan penelitian yang jauh lebih baik terhadap galaksi Bima Sakti, karena radiasi tersebut tidak terpengaruh penyerapan oleh debu antarbintang, dan pergeseran Doppler-nya dapat digunakan untuk memetakan pergerakan gas tersebut di dalam galaksi. Pengamatan ini mendorong terciptanya postulat tentang struktur batang yang berputar pada pusat galaksi.[42] Dengan teleskop radio yang ditingkatkan, gas hidrogen dapat juga dilacak pada galaksi-galaksi lain.

Pada tahun 1970, berdasarkan penelitian Vera Rubin terhadap kecepatan rotasi gas dalam galaksi, ditemukan bahwa total massa terlihat (bintang dan gas) tidak sesuai dengan kecepatan berputar gas tersebut. Masalah perputaran galaksi ini dikira dapat dijelaskan dengan adanya sejumlah besar materi gelap yang tak terlihat.[43][44]

Sejak tahun 1990-an, Teleskop Angkasa Hubble menghasilkan pengamatan yang lebih baik. Di antaranya, hasil pengamatan dengan Teleskop Hubble membuktikan bahwa materi gelap yang hilang dalam galaksi kita tidak mungkin pada dasarnya hanya terdiri dari bintang-bintang redup atau kecil.[45] Hubble Deep Field, sebuah foto dengan eksposur yang sangat panjang wilayah langit yang relatif kosong, memberikan bukti bahwa terdapat kira-kira 125 miliar (1,25×1011) galaksi di alam semesta.[46] Peningkatan dalam teknologi pendeteksian spektrum-spektrum tak kasatmata (teleskop radio, kamera inframerah, dan teleskop sinar x) memungkinkan pendeteksian galaksi-galaksi lain yang tidak terdeteksi sebelumnya oleh teleskop Hubble. Secara khusus, survei galaksi dalam zona langka galaksi (wilayah langit yang terhalang oleh Bima Sakti) berhasil menunjukkan sejumlah galaksi baru.[47]

Jenis dan bentuk sunting

 
Jenis-jenis galaksi berdasarkan sistem klasifikasi Hubble. E merupakan tipe galaksi eliptis, S merupakan galaksi spiral, dan SB merupakan galaksi spiral berbatang.[note 1]

Galaksi dapat dikelompokkan dalam tiga jenis utama: eliptis, spiral dan tak beraturan. Gambaran yang lebih lengkap mengenai jenis galaksi berdasarkan bentuknya bisa didapatkan dalam sistem klasifikasi Hubble. Karena sistem klasifikasi Hubble hanya berdasarkan pada pengamatan visual, klasifikasi ini mungkin melewatkan beberapa karakteristik penting dari galaksi, seperti laju pembentukan bintang (di galaksi starburst) dan aktivitas inti galaksi (di galaksi aktif).[7]

Eliptis sunting

 
Galaksi eliptis raksasa Messier 87.

Sistem klasifikasi Hubble membedakan galaksi eliptis berdasarkan tingkat keelipsannya, dari E0 yang hampir berupa lingkaran, hingga E7 yang sangat lonjong. Galaksi dalam kategori ini memiliki bentuk dasar elipsoid, sehingga tampak elips dari berbagai sudut pandang. Galaksi tipe ini tampak memiliki sedikit struktur dan sedikit materi antarbintang, sehingga galaksi demikian memiliki sedikit gugus terbuka dan laju pembentukan bintang yang lambat. Galaksi tipe ini didominasi oleh bintang tua yang beredar mengelilingi pusat gravitasi dengan arah yang acak. Bintang-bintang dalam galaksi ini memiliki sedikit unsur-unsur berat karena pembentukan bintang sudah berhenti setelah lonjakan awalnya. Dalam hal tersebut, galaksi tipe ini mirip dengan gugus bola.[48]

Galaksi-galaksi terbesar di alam semesta berbentuk galaksi eliptis raksasa. Kebanyakan galaksi eliptis dipercayai terbentuk akibat interaksi antar galaksi yang menyebabkan tabrakan atau penggabungan.[49] Galaksi starburst merupakan akibat dari tabrakan yang demikian dan dapat menyebabkan pembentukan galaksi eliptis.

Spiral sunting

 
Galaksi Pusaran (kiri), sebuah galaksi spiral tanpa batang.

Galaksi spiral terdiri dari sebuah piringan bintang-bintang yang berotasi, materi antarbintang, serta sebuah tonjolan pusat yang terdiri dari bintang-bintang tua. Selain itu, terdapat lengan-lengan spiral terang yang menjulur dari tonjolan pusat. Dalam sistem klasifikasi Hubble, galaksi spiral digolongkan sebagai tipe S, diikuti sebuah huruf (a, b, atau c) yang menunjukkan tingkat kerapatan dari lengan spiral dan ukuran dari tonjolan pusat. Galaksi Sa memiliki lengan spiral yang samar dan bergulung rapat, serta tonjolan pusat yang relatif besar. Sedangkan galaksi Sc memiliki lengan spiral yang jelas dan melebar serta tonjolan pusat yang relatif kecil.[50] Galaksi spiral dengan lengan yang tidak jelas terkadang disebut galaksi spiral flocculent. Sedang galaksi dengan lengan yang jelas dan menonjol disebut galaksi spiral grand design.

Dalam galaksi spiral, lengannya membentuk pola seperti spiral logaritmis, pola yang secara teoretis terbentuk karena adanya gangguan terhadap massa bintang yang berputar seragam. Dalam teori gelombang kepadatan lengan spiral ini diperkirakan berisi materi berkepadatan tinggi.[51] Saat bintang melewati salah satu lengan galaksi kecepatannya dipengaruhi oleh gaya gravitasi daerah yang kepadatan materinya lebih tinggi, dan kembali normal saat bintang sudah melewatinya. Efek ini mirip dengan "gelombang" pelambatan mobil di jalan raya yang penuh mobil. Lengan galaksi terlihat jelas karena kepadatan materi yang tinggi memungkinkan pembentukan bintang sehingga terdapat banyak bintang muda dan terang di sana.[52]

 
NGC 1300, contoh galaksi spiral berbatang.

Sebagian besar galaksi spiral memiliki kumpulan bintang berbentuk batang lurus yang memanjang keluar dari sisi daerah inti dan kemudian bergabung dengan struktur lengan spiral.[53] Dalam sistem klasifikasi Hubble, galaksi ini dikategorikan sebagai SB, dan diikuti huruf (a, b atau c) yang mengindikasikan bentuk lengan spiralnya (serupa dengan penggolongan galaksi spiral biasa). Batang galaksi diperkirakan merupakan struktur sementara yang disebabkan oleh gelombang materi berkepadatan tinggi dari inti galaksi, atau karena interaksi pasang surut dengan galaksi lain.[54] Banyak galaksi spiral berbatang yang berinti aktif, kemungkinan karena adanya gas yang menuju ke inti melalui lengan spiral.[55]

Galaksi Bima Sakti merupakan galaksi spiral berbatang ukuran besar[56] dengan diameter sekitar 30 kiloparsec dan ketebalan sekitar satu kiloparsec. Bima Sakti memiliki sekitar 200 miliar (2×1011)[57] bintang dengan massa total sekitar 600 miliar (6×1011) kali massa Matahari.[58]

Bentuk lain sunting

 
Objek Hoag, merupakan galaksi cincin.

Galaksi ganjil (peculiar galaxy) merupakan galaksi yang memiliki sifat-sifat yang tidak biasa karena interaksi pasang surut dengan galaksi lain. Contohnya adalah galaksi cincin, yang memiliki struktur mirip cincin berisi bintang dan materi antarbintang yang mengelilingi inti kosong. Galaksi cincin diperkirakan terbentuk saat galaksi kecil melewati inti galaksi yang lebih besar.[59] Kejadian tersebut mungkin pernah dialami galaksi Andromeda yang memiliki beberapa struktur mirip cincin jika diamati pada spektrum inframerah.[60]

 
NGC 5866, merupakan galaksi lentikular. NASA/ESA

Galaksi lentikular merupakan bentuk pertengahan yang memiliki sifat baik dari galaksi eliptis maupun galaksi spiral, dan dikategorikan sebagai tipe S0 dan memiliki lengan spiral yang samar-samar serta halo berisi bintang yang berbentuk eliptis.[61] (Galaksi lentikular berbatang masuk dalam klasifikasi Hubble SB0).

Selain yang disebutkan dalam klasifikasi di atas, terdapat beberapa galaksi yang tidak dapat langsung digolongkan ke dalam bentuk eliptis atau spiral. Kelompok ini digolongkan sebagai galaksi tak beraturan. Galaksi tak beraturan tipe Irr-I memiliki semacam struktur, namun tidak jelas masuk dalam salah satu klasifikasi Hubble. Galaksi tak beraturan tipe Irr-II tidak memiliki struktur apapun yang mirip klasifikasi Hubble, dan kemungkinan pernah terganggu oleh galaksi lain.[62] Contoh terdekat galaksi (katai) iregular adalah Awan Magellan.

Katai sunting

Meski galaksi eliptis dan spiral terlihat sangat menonjol, namun sepertinya sebagian besar galaksi di alam semesta merupakan galaksi katai. Galaksi katai tampak relatif kecil jika dibandingkan dengan galaksi lain, kira-kira hanya seperseratus dari ukuran Bima Sakti dan hanya berisi beberapa miliar bintang. Bahkan beberapa galaksi katai ultra-kompak baru-baru ini ditemukan yang hanya berukuran 100 parsec panjangnya.[63]

Beberapa galaksi katai dapat mengitari sebuah galaksi tunggal yang lebih besar; Bima Sakti sendiri memiliki sedikitnya selusin satelit yang demikian, dengan perkiran 300–500 lagi belum ditemukan.[64] Galaksi katai dapat juga diklasifikasikan lagi menjadi eliptis, spiral, atau tak beraturan. Karena galaksi katai eliptis kecil hanya memiliki sedikit kemiripan dengan galaksi eliptis besar, maka mereka lebih sering disebut galaksi sferoid katai.

Sebuah penelitian terhadap 27 galaksi tetangga Bima Sakti, menemukan bahwa setiap galaksi katai memiliki massa pusat kurang lebih 10 juta massa matahari terlepas dari apakah galaksi tersebut memiliki seribu atau sejuta bintang. Hal ini mendorong pada kesimpulan bahwa galaksi sebagian besarnya terdiri dari materi gelap, dan bahwa ukuran minimumnya mungkin menunjukkan keberadaan semacam materi gelap hangat, yang tak mampu melakukan peleburan gravitasi dalam skala kecil.[65]

Dinamika dan aktivitas luar biasa sunting

Interaksi sunting

Jarak antar galaksi jika dibandingkan dengan ukurannya, tidaklah terlalu besar. Jarak rata-rata antar galaksi dalam sebuah gugus hanyalah beberapa puluh kali diameternya; bandingkan dengan jarak antar bintang dalam galaksi yang bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan kali ukurannya.[66] Karena itu interaksi antar galaksi cukup sering terjadi dan memainkan peranan penting dalam evolusinya. Galaksi-galaksi yang berpapasan namun tidak benar-benar bersinggungan, akan menyebabkan terganggunya bentuk galaksi yang terlibat akibat tarik menarik gravitasinya, dan dapat menyebabkan pertukaran gas dan debu.[67][68]

 
Galaksi Antena sedang mengalami tabrakan yang akhirnya akan menyebabkan penggabungan kedua galaksi.

Tabrakan terjadi jika dua galaksi saling menembus tubuh masing-masing, namun masih memiliki momentum relatif yang cukup untuk tidak menyebabkan keduanya menyatu. Bintang-bintang dalam kedua galaksi ini biasanya bergerak lolos tanpa bertabrakan. Namun gas dan debu dari kedua galaksi akan berinteraksi. Hal ini dapat memicu lonjakan pembentukan bintang-bintang baru ketika medium antarbintang terganggu dan terpampatkan. Tabrakan dapat mengubah secara radikal bentuk salah satu atau kedua galaksi, dan menciptakan struktur-struktur baru seperti batang, cincin atau ekor galaksi.[67][68]

Interaksi antar galaksi yang paling ekstrem adalah penggabungan galaksi. Dalam kasus ini, momentum relatif kedua galaksi tidak cukup untuk kedua galaksi dapat saling menembus. Yang terjadi malah, kedua galaksi tersebut perlahan bergabung membentuk galaksi tunggal yang lebih besar. Penggabungan dapat menyebabkan perubahan luar biasa terhadap bentuk galaksi jika dibandingkan dengan bentuk kedua galaksi asal. Namun, jika salah satu galaksi jauh lebih besar dari yang lainnya, penggabungan demikian disebut kanibalisme. Dalam kasus ini, galaksi yang lebih besar akan tetap relatif tak terganggu akibat penggabungan tersebut, sementara galaksi yang lebih kecil tercabik-cabik. Galaksi Bima Sakti saat ini sedang dalam proses penganibalan Galaksi Eliptis Katai Sagitarius dan Galaksi Katai Canis Major.[67][68]

Starburst sunting

 
M82, contoh utama galaksi starburst, mengalami peningkatan 10 kali lipat[69] dalam laju pembentukan bintang dibandingkan dengan galaksi yang "normal".

Bintang diciptakan dalam galaksi dari cadangan gas dingin yang berbentuk awan molekul raksasa. Galaksi-galaksi yang membentuk bintang dengan laju yang luar biasa dikenal sebagai galaksi starburst. Namun galaksi-galaksi yang demikian akan memakan habis cadangan gasnya dalam rentang waktu yang jauh lebih pendek dari umur galaksi itu sendiri. Karena itu, aktivitas pembentukan bintang biasanya hanya berlangsung selama sekitar 10 juta tahun; sebuah jangka waktu yang relatif pendek dalam sejarah hidup sebuah galaksi. Galaksi starburst lebih sering dijumpai dalam masa-masa awal alam semesta,[70] dan saat ini masih menyumbang sebesar sekitar 15% dari total laju pembentukan bintang.[71]

Galaksi starburst ditandai oleh adanya konsentrasi gas penuh debu dan kemunculan bintang-bintang yang baru dibentuk, termasuk bintang-bintang masif yang mengionisasi awan-awan molekul di sekitarnya dan membentuk wilayah-wilayah H II.[72] Bintang-bintang masif ini menghasilkan ledakan supernova, yang mengakibatkan menyebarnya sisa-sisa supernova dan berinteraksi dengan kuat dengan gas-gas di sekitarnya. Hal ini memicu reaksi berantai pembentukan bintang yang menyebar ke seluruh wilayah galaksi yang berisi gas. Hanya ketika gas yang tersedia sudah hampir habis atau menyebar, maka aktivitas pembentukan bintang berhenti.[70]

Galaksi starburst sering diasosiasikan dengan galaksi-galaksi yang sedang bergabung atau berinteraksi. Contoh dasar dari interaksi yang menghasilkan galaksi starburst adalah M82, yang tadinya berpapasan dengan galaksi M81 yang lebih besar. Galaksi tak beraturan sering kali memiliki titik-titik aktivitas pembentukan bintang yang tersebar.[73]

Inti aktif sunting

Sebagian dari galaksi yang dapat kita amati tergolong aktif. Maksudnya, di dalam galaksi tersebut terdapat sebuah sumber tunggal selain bintang, debu atau medium antarbintang yang memancarkan energi dalam jumlah yang signifikan dari keseluruhan energi keluarannya.

Model standar inti aktif galaksi terdiri atas sebuah lubang hitam supermasif pada wilayah inti galaksi, dan piringan akresi yang mengelilingi lubang hitam tersebut. Radiasi dari inti aktif galaksi diakibatkan oleh energi gravitasi materi yang terjatuh dari piringan akresi ke dalam lubang hitam.[74] Kira-kira 10% inti aktif galaksi menghasilkan sepasang semburan berenergi tinggi dengan arah yang berlawanan, yang melontarkan partikel-partikel dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Mekanisme penghasilan semburan ini masih belum dimengerti dengan baik.[75]

 
Sebuah semburan partikel-partikel sedang dipancarkan dari inti sebuah galaksi radio eliptis M87.

Galaksi-galaksi aktif yang memancarkan radiasi tinggi energi dalam bentuk sinar x diklasifikasikan sebagai Galaksi Seyfert atau kuasar, tergantung kecemerlangannya. Dapat juga berupa Blazar yang dipercaya merupakan galaksi aktif yang salah satu semburan relativistis-nya mengarah ke bumi. Ada juga galaksi radio yang memancarkan frekuensi radio dari semburan relativistis. Sebuah model terpadu dari jenis-jenis galaksi aktif ini menjelaskan bahwa perbedaan tiap jenis didasarkan pada sudut pandang pengamat.[75]

Daerah garis-emisi inti rendah-ionisasi (LINER) kemungkinan ada hubungannya dengan inti aktif galaksi (dan juga daerah starburst). Emisi dari galaksi tipe LINER didominasi oleh unsur-unsur yang terionisasi dengan lemah.[76] Sekitar sepertiga dari galaksi yang ada di sekitar kita tergolong memiliki inti LINER.[74][76][77]

Pembentukan dan evolusi sunting

Studi tentang pembentukan dan evolusi galaksi berusaha untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana galaksi terbentuk dan jalur evolusi yang ditempuhnya sepanjang sejarah alam semesta. Beberapa teori di bidang ini telah dapat diterima secara luas, tetapi bidang ini masih merupakan bidang yang aktif berkembang dalam astrofisika.

Pembentukan sunting

 
Gambaran seniman tentang sebuah galaksi muda sedang menarik bahan pembentuknya. Kredit ESO/L. Calçada

Model kosmologi yang ada saat ini mengenai alam semesta awal didasarkan pada teori Dentuman Besar. Sekitar 300.000 tahun setelah peristiwa Dentuman Besar, atom-atom hidrogen dan helium mulai terbentuk, dalam sebuah peristiwa yang disebut rekombinasi. Hampir semua hidrogen adalah netral (tidak terionisasi) dan dengan mudah menyerap cahaya, serta belum ada bintang yang terbentuk. Akibatnya periode ini disebut "Zaman Kegelapan". Dari fluktuasi kepadatan (atau ketidakseragaman anisotropi) dalam materi purba inilah struktur-struktur yang lebih besar mulai muncul. Hasilnya, massa materi barionik mulai memadat dalam cincin cahaya materi gelap dingin.[78][79] Struktur-struktur primordial inilah yang akhirnya menjadi galaksi yang kita lihat hari ini.

Bukti tentang kemunculan awal galaksi ditemukan pada tahun 2006, ketika diketahui bahwa galaksi IOK-1 memiliki geseran merah yang luar biasa tinggi sebesar 6,96, setara dengan jangka waktu hanya 750 juta tahun setelah Dentuman Besar. Hal ini menjadikannya sebagai galaksi terjauh dan paling purba yang pernah dilihat.[80] Meskipun beberapa ilmuwan mengklaim objek lainlah (misalnya galaksi Abell 1835 IR1916) yang memiliki geseran merah lebih tinggi (dan karena itu sudah ada pada tahap yang lebih awal dalam evolusi alam semesta), namun usia dan komposisi IOK-1 ditentukan dengan cara yang lebih dapat diandalkan. Adanya protogalaksi yang seawal itu kemunculannya menunjukkan bahwa protogalaksi tersebut pastilah berkembang dalam apa yang disebut "Zaman Kegelapan".[78] Namun, pada bulan Desember 2012 para astronom melaporkan bahwa galaksi UDFj-39546284 adalah galaksi terjauh yang diketahui dengan nilai geseran merah 11,9. Galaksi tersebut diperkirakan sudah ada sejak sekitar "380 juta tahun"[81] setelah Dentuman Besar (setara dengan sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu),[82] dan berjarak kira-kira 13,42 miliar tahun cahaya.

Bagaimana proses rinci terbentuknya galaksi seawal itu berlangsung masih merupakan sebuah pertanyaan pokok yang belum terjawab dalam astronomi. Teori yang ada dapat dibagi dalam dua kategori: dari atas ke bawah (top down) atau dari bawah ke atas (bottom-up). Dalam teori top-down (seperti model Eggen-Lynden-Bell-Sandage [ELS]), protogalaksi terbentuk dalam sebuah runtuhan serentak berskala besar yang berlangsung selama kira-kira seratus juta tahun.[83] Dalam teori bottom-up (seperti model Searle-Zinn [SZ]), struktur kecil seperti gugus bola terbentuk dahulu, lalu kemudian sejumlah struktur tersebut bergabung untuk membentuk galaksi yang lebih besar.[84]

Begitu protogalaksi mulai terbentuk dan mengerut, bintang-bintang halo pertama pun (disebut bintang Populasi III) muncul di dalamnya. Bintang-bintang ini tersusun hampir seluruhnya oleh hidrogen dan helium dan kemungkinan berukuran masif. Jika memang benar demikian, maka bintang-bintang yang sangat besar ini akan menghabiskan pasokan bahan bakarnya dengan cepat dan menjadi supernova, melepaskan unsur-unsur berat ke medium antarbintang.[85] Bintang-bintang generasi pertama ini mengionisasi ulang hidrogen netral sekitarnya, menciptakan gelembung ruang yang mengembang yang bisa dengan mudah dilalui cahaya.[86]

Evolusi sunting

Dalam masa satu miliar tahun pembentukan galaksi, struktur-struktur kunci mulai muncul: gugus-gugus bola, lubang hitam supermasif pusat, dan sebuah tonjolan galaksi yang terdiri dari bintang Populasi II yang miskin logam sudah terbentuk. Terciptanya sebuah lubang hitam supermasif tampaknya memainkan peranan penting dalam mengatur pertumbuhan galaksi secara aktif, dengan membatasi jumlah materi tambahan yang ditambahkan.[87] Sepanjang epos awal ini, galaksi mengalami lonjakan besar pembentukan bintang.[88]

Selama dua miliar tahun berikutnya, akumulasi materi mengendap menjadi piringan galaksi.[89] Sepanjang hidupnya sebuah galaksi akan terus menyerap materi yang tertarik dari awan kecepatan tinggi dan galaksi katai.[90] Materi tersebut kebanyakan adalah hidrogen dan helium. Siklus kelahiran dan kematian bintang perlahan-lahan meningkatkan kelimpahan unsur-unsur berat yang akhirnya memungkinkan pembentukan planet.[91]

Evolusi galaksi dapat secara signifikan dipengaruhi oleh interaksi dan tabrakan. Penggabungan galaksi merupakan hal yang biasa terjadi selama epos awal, dan kebanyakan galaksi dalam masa ini memiliki bentuk yang aneh.[92] Mengingat jarak antara bintang-bintang yang berjauhan, sebagian besar sistem bintang pada galaksi yang bertabrakan tidak akan terpengaruh. Namun, pelucutan gravitasional yang dialami gas dan debu antarbintang pada lengan spiral galaksi akan menghasilkan deretan panjang bintang-bintang yang dikenal sebagai ekor tidal. Contoh formasi ini dapat dilihat pada NGC 4676[93] atau Galaksi Antena.[94]

Sebagai contoh untuk interaksi yang demikian adalah galaksi Bima Sakti dan galaksi Andromeda di dekatnya. Keduanya saling bergerak menuju satu sama lain dengan kecepatan kira-kira 130 km/s, dan tergantung pada pergerakan menyisinya, keduanya dapat bertabrakan dalam waktu sekitar lima sampai enam juta tahun. Meskipun Bima Sakti tidak pernah bertabrakan dengan galaksi sebesar Andromeda sebelumnya, bukti akan tabrakan Bima Sakti dengan galaksi katai yang lebih kecil pada masa lalu semakin banyak.[95]

Interaksi skala besar semacam itu jarang terjadi. Seiring dengan berjalannya waktu, penggabungan dari dua sistem yang berukuran sama menjadi semakin jarang terjadi. Kebanyakan galaksi terang secara fundamental tetap tidak berubah selama beberapa miliar tahun terakhir, dan laju bersih pembentukan bintang mungkin mencapai puncaknya juga pada kira-kira sepuluh miliar tahun yang lalu.[96]

Kecenderungan pada masa depan sunting

Saat ini kebanyakan pembentukan bintang terjadi pada galaksi yang lebih kecil, di mana gas dingin belum begitu terkuras.[92] Galaksi spiral seperti Bima Sakti, hanya memproduksi bintang-bintang generasi baru selama mereka masih memiliki awan molekul padat, berisi hidrogen antarbintang, di lengan spiralnya.[97] Galaksi-galaksi eliptis hampir tidak memiliki gas ini lagi, sehingga tidak membentuk bintang baru lagi.[98] Persediaan bahan pembentuk bintang di alam semesta terbatas. Begitu bintang-bintang selesai mengubah persediaan yang ada dari hidrogen menjadi unsur yang lebih berat, pembentukan bintang baru akan berakhir.[99]

Era pembentukan bintang yang sedang berlangsung saat ini diperkirakan akan terus berlanjut sampai 100 miliar tahun ke depan. Kemudian "zaman bintang" akan berangsur-angsur memudar setelah sekitar 10–100 triliun tahun (1013–1014 tahun), saat bintang terkecil dan terlama hidup, katai merah kecil, mulai meredup. Pada akhir zaman bintang, galaksi hanya akan terdiri dari objek-objek kompak: katai coklat, katai putih yang sedang mendingin atau yang sudah dingin ("katai hitam"), bintang neutron, dan lubang hitam. Akhirnya, sebagai hasil dari relaksasi gravitasi, semua bintang akan terjatuh ke pusat lubang hitam supermasif atau dapat terlempar ke ruang antargalaksi sebagai akibat dari tabrakan.[99][100]

Struktur skala besar sunting

Survei terhadap langit jauh menunjukkan bahwa galaksi sering kali ditemukan relatif berdekatan dengan galaksi lain. Galaksi terasing yang selama satu miliar tahun terakhir tidak berinteraksi secara signifikan dengan galaksi lain yang bermassa sebanding, relatif langka. Hanya sekitar 5% dari galaksi yang disurvei ditemukan benar-benar terpencil. Namun, formasi terpencil ini mungkin pernah berinteraksi atau bahkan bergabung dengan galaksi lain pada masa lalu, dan mungkin masih diedari oleh beberapa galaksi satelit yang lebih kecil. Galaksi terpencil[note 2] bisa menghasilkan bintang dengan laju yang jauh di atas normal, karena gas dalam galaksi yang demikian tidak terlucuti oleh gravitasi galaksi lain.[101]

Sekstet Seyfert contoh dari kelompok kompak galaksi

Dalam skala terbesar, alam semesta ini terus mengembang, mengakibatkan jarak antara tiap galaksi rata-rata bertambah (lihat hukum Hubble). Hubungan antar galaksi dapat menghambat pengembangan ini dalam skala lokal melalui tarikan gravitasi timbal balik mereka. Hubungan ini terbentuk di awal alam semesta, saat gumpalan materi gelap tiap galaksi menarik galaksinya masing-masing untuk saling mendekat. Kelompok-kelompok galaksi yang berdekatan kemudian bergabung untuk membentuk gugus-gugus berskala lebih besar. Proses penggabungan yang berlangsung (serta aliran gas yang tertarik) memanaskan gas antar galaksi dalam gugus galaksi ke suhu yang sangat tinggi, mencapai 30–100 juta derajat celsius.[102] Sekitar 70–80% massa sebuah gugus galaksi berada dalam bentuk materi gelap, sedang 10–30% terdiri dari gas panas ini dan beberapa persen sisanya dalam bentuk galaksi.[103]

Kebanyakan galaksi di alam semesta terikat secara gravitasi ke sejumlah galaksi lain. Hal ini menciptakan sebuah hierarki yang berbentuk seperti fraktal dari struktur-struktur alam semesta, dengan gabungan terkecil dinamakan kelompok galaksi. Kelompok galaksi adalah jenis kumpulan galaksi yang paling umum, serta kelompok-kelompok tersebut mengandung sebagian besar galaksi (serta sebagian besar massa barionik) di Alam Semesta.[104][105] Untuk tetap terikat secara gravitasi dalam kelompok yang seperti itu, masing-masing galaksi anggota harus memiliki kecepatan yang cukup rendah untuk mencegahnya terlepas (lihat teorema Virial). Namun, jika energi kinetik tidak mencukupi, sebuah kelompok galaksi dapat berubah menjadi kelompok dengan jumlah galaksi lebih sedikit dengan penggabungan galaksi.[106]

Struktur yang lebih besar, berisi ribuan galaksi yang berkumpul dalam suatu daerah yang panjangnya beberapa megaparsec, disebut gugus galaksi. Gugus galaksi sering kali didominasi oleh sebuah galaksi eliptis berukuran raksasa, yang dapat dikenali sebagai galaksi paling terang dalam gugus tersebut. Galaksi ini dari waktu ke waktu dengan gaya pasang surut gravitasi akan menghancurkan galaksi-galaksi satelitnya dan menyerap mereka ke dalam dirinya sendiri.[107]

Gugus raksasa (supercluster) berisi puluhan ribu galaksi, yang dapat berupa gugus galaksi, kelompok galaksi atau kadang-kadang galaksi tersendiri. Dalam skala gugus raksasa, galaksi tersusun dalam lapisan-lapisan dan untaian-untaian yang mengelilingi sebuah kehampaan yang luas.[108] Di atas skala ini, alam semesta tampak sama di semua arah (isotropis dan homogen).[109]

Galaksi Bimasakti sendiri merupakan anggota kelompok galaksi yang disebut Kelompok Lokal (Local Group); sebuah kelompok galaksi yang relatif kecil dan memiliki diameter sekitar satu megaparsec. Galaksi Bima Sakti dan Andromeda adalah dua galaksi paling terang dalam kelompok ini; kebanyakan galaksi anggota lainnya merupakan galaksi katai satelit dari kedua galaksi.[110] Kelompok Lokal sendiri merupakan bagian dari sebuah struktur seperti awan yang berada dalam gugus raksasa Virgo (Virgo supercluster), sebuah struktur luas berukuran besar dari kelompok-kelompok dan gugus-gugus galaksi yang terpusat pada gugus Virgo.[111]

Pengamatan dalam berbagai panjang gelombang sunting

 
Gambar ultraungu Galaksi Andromeda ini menunjukkan wilayah berwarna biru yang memuat bintang-bintang masif muda.

Setelah diketahui bahwa terdapat galaksi-galaksi di luar Bima Sakti, pengamatan-pengamatan awal yang dilakukan kebanyakan menggunakan cahaya kasatmata. Radiasi puncak kebanyakan bintang memang berada dalam spektrum ini, sehingga pengetahuan yang berhubungan dengan pengamatan terhadap bintang-bintang pembentuk galaksi merupakan bagian penting dari bidang astronomi optik. Spektrum ini juga cocok digunakan untuk mengamati wilayah-wilayah H II yang terionisasi, dan untuk memeriksa distribusi lengan debu galaksi.

Debu yang ada dalam medium antarbintang sulit ditembus oleh cahaya kasatmata, namun lebih transparan terhadap cahaya inframerah-jauh. Sebab itu cahaya inframerah-jauh dapat digunakan untuk mengamati dengan rinci daerah dalam awan molekul raksasa dan daerah inti galaksi.[112] Inframerah juga digunakan untuk mengamati galaksi jauh yang mengalami geseran merah, yang terbentuk pada masa awal alam semesta. Uap air dan karbon dioksida menyerap sebagian dari spektrum inframerah yang dapat dimanfaatkan, sehingga teleskop yang terletak di dataran tinggi atau di ruang angkasa digunakan untuk astronomi inframerah.

Penelitian pertama terhadap galaksi dalam spektrum cahaya tak kasatmata, khususnya galaksi aktif, dilakukan menggunakan frekuensi radio. Atmosfer bumi hampir transparan terhadap gelombang antara 5 MHz sampai 30 GHz. (Ionosfer menghalangi sinyal di bawah rentang ini).[113] Interferometer radio berukuran besar digunakan untuk memetakan semburan-semburan aktif yang dipancarkan dari inti galaksi aktif. Teleskop radio dapat juga digunakan untuk mengamati atom-atom hidrogen netral di luar angkasa (lewat radiasi gelombang 21 cm), kemungkinan termasuk materi tak terionisasi di alam semesta awal, yang kemudian runtuh membentuk galaksi.[114]

Sinar ultraungu dan teleskop sinar x dapat digunakan untuk mengamati fenomena tinggi energi galaksi. Sebuah suar ultraungu teramati ketika sebuah bintang di galaksi yang jauh tercabik-cabik akibat gaya pasang surut gravitasi sebuah lubang hitam.[115] Distribusi gas panas dalam gugus galaksi dapat dipetakan dengan menggunakan sinar x. Keberadaan lubang hitam supermasif pada inti galaksi juga dibuktikan dengan astronomi sinar x.[116]

Galaksi dalam fiksi ilmiah sunting

 
Peta galaksi Star Wars.

Pada abad ke-20, seiring dengan perkembangan ilmu astronomi dan pengetahuan bahwa alam semesta sebenarnya berisi jutaan galaksi,[117] bidang fiksi ilmiah juga mengalami semacam perkembangan paralel. Penemuan-penemuan baru merangsang khayalan para penulis dan sutradara, yang kemudian menciptakan galaksi-galaksi fiktif tempat berlangsungnya berbagai cerita kepahlawanan, perang galaksi dan peradaban makhluk asing.[118]

Galaksi fiktif yang paling terkenal adalah galaksi Star Wars. Galaksi Star Wars kira-kira berbentuk spiral, atau paling tidak berbentuk antara spiral dan eliptis;[119] diisi oleh banyak peradaban dengan bahasanya masing-masing dan juga suatu bahasa pemersatu, Basic Galactic. Beberapa daerah dalam galaksi ini belum tereksplorasi, baik karena sulit dijangkau atau karena anomali magnetis yang kuat, sementara lengan luar galaksi dan daerah berjarak menengah dari inti galaksi sudah dikenal dengan baik dan berpenduduk.[119]

Dalam film Stargate, sebuah galaksi yang terletak di daerah terpencil alam semesta, bernama Galaksi Kalium, memiliki sebuah planet yang dapat dicapai melalui sebuah alat spesial berbentuk seperti cincin raksasa, bernama Stargate (gerbang bintang). Di planet ini terdapat sebuah peradaban manusia yang mirip dengan Mesir kuno, dan memuja dewa yang merupakan seorang makhluk asing bernama Ra.[120]

Dalam serial televisi Stargate setelah itu, ditemukan beberapa sistem koordinat lainnya untuk Stargate, yang menuju ke dunia-dunia lain berjarak jauh.[121] Dalam serial Stargate Atlantis, terdapat koordinat spesial kedelapan (bukannya tujuh seperti dalam serial sebelumnya) yang memungkinkan penggunanya mencapai sebuah galaksi jauh yang terletak di rasi bintang Pegasus. Di situ terdapat kota hilang Atlantis, sebuah kota besar berteknologi ultra tinggi yang ditinggalkan sebuah peradaban kuno yang disebut "The Ancients".[121][122] Terdapat perbedaan dalam cerita latar belakang antara film dan serial televisinya. Dalam serial televisinya, Planet Ra "berada" dalam galaksi kita, dan untuk mendapat akses ke galaksi luar, kepada penonton dinyatakan bahwa stargate memiliki delapan simbol, bukannya tujuh.[123]

Dalam permainan video Spore, menu utamanya berupa sebuah galaksi spiral dengan lima lengan, dan permainan yang tersimpan diindikasikan dengan lingkaran, yang mana bila lingkarannya berwarna kuning berarti tidak terdapat permainan yang tersimpan dan biru berisi permainan yang tersimpan. Lingkaran tersebut juga menunjukkan posisi bintang di dalam galaksi tersebut di mana terdapat planet awal yang bisa dipilih pemain.

Galeri foto sunting

Lihat pula sunting

Catatan sunting

  1. ^ Galaksi pada sisi kiri skema klasifikasi Hubble sering disebut sebagai tipe awal, sedangkan pada sisi kanan sebagai tipe akhir.
  2. ^ Istilah "galaksi medan" (field galaxy) terkadang digunakan untuk merujuk pada galaksi terpencil, meskipun istilah tersebut juga digunakan untuk menggambarkan galaksi yang tidak termasuk dalam gugus galaksi tapi merupakan anggota dari sebuah kelompok galaksi.

Referensi sunting

  1. ^ Sparke & Gallagher III 2000, hlm. i
  2. ^ Hupp, E.; Roy, S.; Watzke, M. (12 Agustus 2006). "NASA Finds Direct Proof of Dark Matter". NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-03-28. Diakses tanggal 17 April 2007. 
  3. ^ "Unveiling the Secret of a Virgo Dwarf Galaxy". ESO. 3 Mei 2000. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-01-09. Diakses tanggal 3 Januari 2007. 
  4. ^ Uson, J. M.; Boughn, S. P.; Kuhn, J. R. (1990). "The central galaxy in Abell 2029 – An old supergiant". Science. 250 (4980): 539–540. Bibcode:1990Sci...250..539U. doi:10.1126/science.250.4980.539. 
  5. ^ Finley, D.; Aguilar, D. (2 Nopember 2005). "Astronomers Get Closest Look Yet At Milky Way's Mysterious Core". National Radio Astronomy Observatory. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-12-20. Diakses tanggal 10 Agustus 2006. 
  6. ^ Hoover, A. (16 Juni 2003). "UF Astronomers: Universe Slightly Simpler Than Expected". Hubble News Desk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-20. Diakses tanggal 4 Maret 2011.  Didasarkan pada:
  7. ^ a b Jarrett, T. H. "Near-Infrared Galaxy Morphology Atlas". California Institute of Technology. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-08-02. Diakses tanggal 9 Januari 2007. 
  8. ^ Deutsch, David (2011). The Fabric of Reality. Penguin Books Limited. hlm. 234–. ISBN 978-0-14-196961-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-28. Diakses tanggal 2013-09-21. 
  9. ^ "Hubble's Largest Galaxy Portrait Offers a New High-Definition View". NASA. 28 Februari 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-08-04. Diakses tanggal 3 Januari 2007. 
  10. ^ Gilman, D. "The Galaxies: Islands of Stars". NASA WMAP. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-08-02. Diakses tanggal 10 Agustus 2006. 
  11. ^ "Galaxy Clusters and Large-Scale Structure". University of Cambridge. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-24. Diakses tanggal 15 Januari 2007. 
  12. ^ Harper, D. "galaxy". Online Etymology Dictionary. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-27. Diakses tanggal 11 Nopember 2011. 
  13. ^ Waller & Hodge 2003, hlm. 91
  14. ^ Koneãn˘, Lubomír. "Emblematics, Agriculture, and Mythography in The Origin of the Milky Way" (PDF). Academy of Sciences of the Czech Republic. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2006-07-20. Diakses tanggal 5 Januari 2007. 
  15. ^ Rao, J. (2 September 2005). "Explore the Archer's Realm". Space.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-10-31. Diakses tanggal 3 Januari 2007. 
  16. ^ Plutarch (2006). The Complete Works Volume 3: Essays and Miscellanies. Chapter 3: Echo Library. hlm. 66. ISBN 978-1-4068-3224-2. 
  17. ^ a b c Montada, J. P. (28 September 2007). "Ibn Bajja". Stanford Encyclopedia of Philosophy. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-28. Diakses tanggal 11 Juli 2008. 
  18. ^ Heidarzadeh 2008, hlm. 23–25
  19. ^ Mohamed 2000, hlm. 49–50
  20. ^ Bouali, H.-E.; Zghal, M.; Lakhdar, Z. B. (2005). "Popularisation of Optical Phenomena: Establishing the First Ibn Al-Haytham Workshop on Photography" (PDF). The Education and Training in Optics and Photonics Conference. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2011-05-24. Diakses tanggal 8 Juli 2008. 
  21. ^ John J. O'Connor and Edmund F. Robertson. Abu Rayhan Muhammad ibn Ahmad al-Biruni di MacTutor archive.
  22. ^ Al-Biruni 2004, hlm. 87
  23. ^ Heidarzadeh 2008, hlm. 25, Table 2.1
  24. ^ Livingston, J. W. (1971). "Ibn Qayyim al-Jawziyyah: A Fourteenth Century Defense against Astrological Divination and Alchemical Transmutation". Journal of the American Oriental Society. 91 (1): 96–103 [99]. doi:10.2307/600445. JSTOR 600445. 
  25. ^ O'Connor, J. J.; Robertson, E. F. (November 2002). "Galileo Galilei". University of St. Andrews. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-30. Diakses tanggal 8 Januari 2007. 
  26. ^ a b c d Evans, J. C. (1998-11-24). "Our Galaxy". George Mason University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-14. Diakses tanggal 2007-01-04. 
  27. ^ Paul 1993, hlm. 16–18
  28. ^ Trimble, V. (1999). "Robert Trumpler and the (Non)transparency of Space". Bulletin of the American Astronomical Society. 31 (31): 1479. Bibcode:1999AAS...195.7409T. 
  29. ^ a b Kepple & Sanner 1998, hlm. 18
  30. ^ "Abd-al-Rahman Al Sufi (December 7, 903 – May 25, 986 A.D.)". Observatoire de Paris. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-04-16. Diakses tanggal 2007-04-19. 
  31. ^ "The Large Magellanic Cloud, LMC". Observatoire de Paris. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-06-22. Diakses tanggal 2007-04-19. 
  32. ^ Lihat teks quoted from Wright's An original theory or new hypothesis of the Universe in Dyson, F. (1979). Disturbing the Universe. Pan Books. hlm. 245. ISBN 0-330-26324-2. 
  33. ^ Abbey, L. "The Earl of Rosse and the Leviathan of Parsontown". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-04. Diakses tanggal 2007-01-04. 
  34. ^ Slipher, V. M. (1913). "The radial velocity of the Andromeda Nebula". Lowell Observatory Bulletin. 1: 56–57. Bibcode:1913LowOB...2...56S. 
  35. ^ Slipher, V. M. (1915). "Spectrographic Observations of Nebulae". Popular Astronomy. 23: 21–24. Bibcode:1915PA.....23...21S. 
  36. ^ Curtis, H. D. (1988). "Novae in Spiral Nebulae and the Island Universe Theory". Publications of the Astronomical Society of the Pacific. 100: 6. Bibcode:1988PASP..100....6C. doi:10.1086/132128. 
  37. ^ Weaver, H. F. "Robert Julius Trumpler". US National Academy of Sciences. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-24. Diakses tanggal 2007-01-05. 
  38. ^ Öpik, E. (1922). "An estimate of the distance of the Andromeda Nebula". Astrophysical Journal. 55: 406. Bibcode:1922ApJ....55..406O. doi:10.1086/142680. 
  39. ^ Hubble, E. P. (1929). "A spiral nebula as a stellar system, Messier 31". Astrophysical Journal. 69: 103–158. Bibcode:1929ApJ....69..103H. doi:10.1086/143167. 
  40. ^ Sandage, A. (1989). "Edwin Hubble, 1889–1953". Journal of the Royal Astronomical Society of Canada. 83 (6): 351–362. Bibcode:1989JRASC..83..351S. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-30. Diakses tanggal 2007-01-08. 
  41. ^ Tenn, J. "Hendrik Christoffel van de Hulst". Sonoma State University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-29. Diakses tanggal 2007-01-05. 
  42. ^ López-Corredoira, M. (2001). "Searching for the in-plane Galactic bar and ring in DENIS". Astronomy and Astrophysics. 373 (1): 139–152. arXiv:astro-ph/0104307 . Bibcode:2001A&A...373..139L. doi:10.1051/0004-6361:20010560. 
  43. ^ Rubin, V. C. (1983). "Dark matter in spiral galaxies". Scientific American. 248 (6): 96–106. Bibcode:1983SciAm.248...96R. doi:10.1038/scientificamerican0683-96. 
  44. ^ Rubin, V. C. (2000). "One Hundred Years of Rotating Galaxies". Publications of the Astronomical Society of the Pacific. 112 (772): 747–750. Bibcode:2000PASP..112..747R. doi:10.1086/316573. 
  45. ^ "Hubble Rules Out a Leading Explanation for Dark Matter". Hubble News Desk. 17 Oktober 1994. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-08-01. Diakses tanggal 8 Januari 2007. 
  46. ^ "How many galaxies are there?". NASA. 2002-11-27. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-11. Diakses tanggal 2007-01-08. 
  47. ^ Kraan-Korteweg, R. C.; Juraszek, S. (2000). "Mapping the hidden Universe: The galaxy distribution in the Zone of Avoidance". Publications of the Astronomical Society of Australia. 17 (1): 6–12. arXiv:astro-ph/9910572 . Bibcode:1999astro.ph.10572K. doi:10.1071/AS00006. 
  48. ^ Barstow, M. A. (2005). "Elliptical Galaxies". Leicester University Physics Department. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-29. Diakses tanggal 8 Juni 2006. 
  49. ^ "Galaxies". Cornell University. 20 Oktober 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-06-29. Diakses tanggal 10 Agustus 2006. 
  50. ^ Smith, G. (6 Mei 2000). "Galaxies — The Spiral Nebulae". University of California, San Diego Center for Astrophysics & Space Sciences. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-10. Diakses tanggal 30 Nopember 2006. 
  51. ^ Bertin & Lin 1996, hlm. 65–85
  52. ^ Belkora 2003, hlm. 355
  53. ^ Eskridge, P. B.; Frogel, J. A. (1999). "What is the True Fraction of Barred Spiral Galaxies?". Astrophysics and Space Science. 269/270: 427–430. Bibcode:1999Ap&SS.269..427E. doi:10.1023/A:1017025820201. 
  54. ^ Bournaud, F.; Combes, F. (2002). "Gas accretion on spiral galaxies: Bar formation and renewal". Astronomy and Astrophysics. 392 (1): 83–102. arXiv:astro-ph/0206273 . Bibcode:2002A&A...392...83B. doi:10.1051/0004-6361:20020920. 
  55. ^ Knapen, J. H.; Pérez-Ramírez, D.; Laine, S. (2002). "Circumnuclear regions in barred spiral galaxies — II. Relations to host galaxies". Monthly Notices of the Royal Astronomical Society. 337 (3): 808–828. arXiv:astro-ph/0207258 . Bibcode:2002MNRAS.337..808K. doi:10.1046/j.1365-8711.2002.05840.x. 
  56. ^ Alard, C. (2001). "Another bar in the Bulge". Astronomy and Astrophysics Letters. 379 (2): L44–L47. arXiv:astro-ph/0110491 . Bibcode:2001A&A...379L..44A. doi:10.1051/0004-6361:20011487. 
  57. ^ Sanders, R. (2006-01-09). "Milky Way galaxy is warped and vibrating like a drum". UCBerkeley News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-18. Diakses tanggal 24 Mei 2006. 
  58. ^ Bell, G. R.; Levine, S. E. (1997). "Mass of the Milky Way and Dwarf Spheroidal Stream Membership". Bulletin of the American Astronomical Society. 29 (2): 1384. Bibcode:1997AAS...19110806B. 
  59. ^ Gerber, R. A.; Lamb, S. A.; Balsara, D. S. (1994). "Ring Galaxy Evolution as a Function of "Intruder" Mass". Bulletin of the American Astronomical Society. 26: 911. Bibcode:1994AAS...184.3204G. 
  60. ^ "ISO unveils the hidden rings of Andromeda" (Siaran pers). European Space Agency. 14 Oktober 1998. Diakses tanggal 24 Mei 2006.  "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 1999-08-28. Diakses tanggal 2011-09-30. 
  61. ^ "Spitzer Reveals What Edwin Hubble Missed". Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics. 31 Mei 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-07. Diakses tanggal 6 Desember 2006. 
  62. ^ Barstow, M. A. (2005). "Irregular Galaxies". University of Leicester. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-27. Diakses tanggal 2006-12-05. 
  63. ^ Phillipps, S.; Drinkwater, M. J.; Gregg, M. D.; Jones, J. B. (2001). "Ultracompact Dwarf Galaxies in the Fornax Cluster". Astrophysical Journal. 560 (1): 201–206. arXiv:astro-ph/0106377 . Bibcode:2001ApJ...560..201P. doi:10.1086/322517. 
  64. ^ Groshong, K. (24 April 2006). "Strange satellite galaxies revealed around Milky Way". New Scientist. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-11-15. Diakses tanggal 10 Januari 2007. 
  65. ^ Schirber, M. (27 Agustus 2008). "No Slimming Down for Dwarf Galaxies". ScienceNOW. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-13. Diakses tanggal 27 Agustus 2008. 
  66. ^ Strobel, Nick. "Galaxy Collisions and Mergers". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-11. Diakses tanggal 2013-09-15. 
  67. ^ a b c "Galaxy Interactions". University of Maryland Department of Astronomy. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-05-09. Diakses tanggal 2006-12-19. 
  68. ^ a b c "Interacting Galaxies". Swinburne University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-07. Diakses tanggal 2006-12-19. 
  69. ^ "Happy Sweet Sixteen, Hubble Telescope!". NASA. 24 April 2006. Diakses tanggal 10 Agustus 2006. 
  70. ^ a b "Starburst Galaxies". Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics. 29 Agustus 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-16. Diakses tanggal 10 Agustus 2006. 
  71. ^ Kennicutt Jr., R. C. (2005). "Demographics and Host Galaxies of Starbursts". Starbursts: From 30 Doradus to Lyman Break Galaxies. Springer. hlm. 187. Bibcode:2005sdlb.proc..187K. 
  72. ^ Smith, G. (13 Juli 2006). "Starbursts & Colliding Galaxies". University of California, San Diego Center for Astrophysics & Space Sciences. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-07. Diakses tanggal 10 Agustus 2006. 
  73. ^ Keel, B. (2006). "Starburst Galaxies". University of Alabama. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-04. Diakses tanggal 11 Desember 2006. 
  74. ^ a b Keel, W. C. (2000). "Introducing Active Galactic Nuclei". University of Alabama. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-27. Diakses tanggal 6 Desember 2006. 
  75. ^ a b Lochner, J.; Gibb, M. "A Monster in the Middle". NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-10. Diakses tanggal 20 Desember 2006. 
  76. ^ a b Heckman, T. M. (1980). "An optical and radio survey of the nuclei of bright galaxies — Activity in normal galactic nuclei". Astronomy and Astrophysics. 87: 152–164. Bibcode:1980A&A....87..152H. 
  77. ^ Ho, L. C.; Filippenko, A. V.; Sargent, W. L. W. (1997). "A Search for "Dwarf" Seyfert Nuclei. V. Demographics of Nuclear Activity in Nearby Galaxies". Astrophysical Journal. 487 (2): 568–578. arXiv:astro-ph/9704108 . Bibcode:1997ApJ...487..568H. doi:10.1086/304638. 
  78. ^ a b "Search for Submillimeter Protogalaxies". Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics. 18 Nopember 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-25. Diakses tanggal 10 Januari 2007. 
  79. ^ Firmani, C.; Avila-Reese, V. (2003). "Physical processes behind the morphological Hubble sequence". Revista Mexicana de Astronomía y Astrofísica. 17: 107–120. arXiv:astro-ph/0303543 . Bibcode:2003RMxAC..17..107F. 
  80. ^ McMahon, R. (2006). "Journey to the birth of the Universe". Nature. 443 (7108): 151–2. Bibcode:2006Natur.443..151M. doi:10.1038/443151a. PMID 16971933. 
  81. ^ Wall, Mike (12 Desember 2012). "Ancient Galaxy May Be Most Distant Ever Seen". Space.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-04. Diakses tanggal 12 Desember 2012. 
  82. ^ "Cosmic Detectives". The European Space Agency (ESA). 2 April 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-02-11. Diakses tanggal 15 April 2013. 
  83. ^ Eggen, O. J.; Lynden-Bell, D.; Sandage, A. R. (1962). "Evidence from the motions of old stars that the Galaxy collapsed". Reports on Progress in Physics. 136: 748. Bibcode:1962ApJ...136..748E. doi:10.1086/147433. 
  84. ^ Searle, L.; Zinn, R. (1978). "Compositions of halo clusters and the formation of the galactic halo". Astrophysical Journal. 225 (1): 357–379. Bibcode:1978ApJ...225..357S. doi:10.1086/156499. 
  85. ^ Heger, A.; Woosley, S. E. (2002). "The Nucleosynthetic Signature of Population III". Astrophysical Journal. 567 (1): 532–543. arXiv:astro-ph/0107037 . Bibcode:2002ApJ...567..532H. doi:10.1086/338487. 
  86. ^ Barkana, R.; Loeb, A. (1999). "In the beginning: the first sources of light and the reionization of the Universe". Physics Reports. 349 (2): 125–238. arXiv:astro-ph/0010468 . Bibcode:2001PhR...349..125B. doi:10.1016/S0370-1573(01)00019-9. 
  87. ^ "Simulations Show How Growing Black Holes Regulate Galaxy Formation". Carnegie Mellon University. 9 Februari 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-04. Diakses tanggal 7 Januari 2007. 
  88. ^ Massey, R. (21 April 2007). "Caught in the act; forming galaxies captured in the young Universe". Royal Astronomical Society. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-16. Diakses tanggal 20 April 2007. 
  89. ^ Noguchi, M. (1999). "Early Evolution of Disk Galaxies: Formation of Bulges in Clumpy Young Galactic Disks". Astrophysical Journal. 514 (1): 77–95. arXiv:astro-ph/9806355 . Bibcode:1999ApJ...514...77N. doi:10.1086/306932. 
  90. ^ Baugh, C.; Frenk, C. (Mei 1999). "How are galaxies made?". PhysicsWeb. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-04-26. Diakses tanggal 16 Januari 2007. 
  91. ^ Gonzalez, G. (1998). "The Stellar Metallicity — Planet Connection". Proceedings of a workshop on brown dwarfs and extrasolar planets. hlm. 431. Bibcode:1998bdep.conf..431G. 
  92. ^ a b Conselice, C. J. (2007). "The Universe's Invisible Hand". Scientific American. 296 (2): 35–41. doi:10.1038/scientificamerican0207-34. 
  93. ^ Ford, H. (30 April 2002). "Hubble's New Camera Delivers Breathtaking Views of the Universe". Hubble News Desk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-09-07. Diakses tanggal 8 Mei 2007. 
  94. ^ Struck, C. (1999). "Galaxy Collisions". Physics Reports. 321: 1. arXiv:astro-ph/9908269 . Bibcode:1999PhR...321....1S. doi:10.1016/S0370-1573(99)00030-7. 
  95. ^ Wong, J. (14 April 2000). "Astrophysicist maps out our own galaxy's end". University of Toronto. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-01-08. Diakses tanggal 11 Januari 2007. 
  96. ^ Panter, B.; Jimenez, R.; Heavens, A. F.; Charlot, S. (2007). "The star formation histories of galaxies in the Sloan Digital Sky Survey". Monthly Notices of the Royal Astronomical Society. 378 (4): 1550–1564. arXiv:astro-ph/0608531 . Bibcode:2007MNRAS.378.1550P. doi:10.1111/j.1365-2966.2007.11909.x. 
  97. ^ Kennicutt Jr., R. C.; Tamblyn, P.; Congdon, C. E. (1994). "Past and future star formation in disk galaxies". Astrophysical Journal. 435 (1): 22–36. Bibcode:1994ApJ...435...22K. doi:10.1086/174790. 
  98. ^ Knapp, G. R. (1999). Star Formation in Early Type Galaxies. Astronomical Society of the Pacific. Bibcode:1998astro.ph..8266K. ISBN 1-886733-84-8. OCLC 41302839. 
  99. ^ a b Adams, Fred; Laughlin, Greg (13 Juli 2006). "The Great Cosmic Battle". Astronomical Society of the Pacific. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-31. Diakses tanggal 16 Januari 2007. 
  100. ^ Pobojewski, S. (21 Januari 1997). "Physics offers glimpse into the dark side of the Universe". University of Michigan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-04. Diakses tanggal 13 Januari 2007. 
  101. ^ McKee, M. (7 Juni 2005). "Galactic loners produce more stars". New Scientist. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-09-11. Diakses tanggal 15 Januari 2007. 
  102. ^ "Groups & Clusters of Galaxies". NASA/Chandra. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-07. Diakses tanggal 15 Januari 2007. 
  103. ^ Ricker, P. "When Galaxy Clusters Collide". San Diego Supercomputer Center. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-08-05. Diakses tanggal 27 Agustus 2008. 
  104. ^ Dahlem, M. (24 Nopember 2006). "Optical and radio survey of Southern Compact Groups of galaxies". University of Birmingham Astrophysics and Space Research Group. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-06-13. Diakses tanggal 15 Januari 2007. 
  105. ^ Ponman, T. (25 Februari 2005). "Galaxy Systems: Groups". University of Birmingham Astrophysics and Space Research Group. Archived from the original on 2009-02-15. Diakses tanggal 15 Januari 2007. 
  106. ^ Girardi, M.; Giuricin, G. (2000). "The Observational Mass Function of Loose Galaxy Groups". The Astrophysical Journal. 540 (1): 45–56. arXiv:astro-ph/0004149 . Bibcode:2000ApJ...540...45G. doi:10.1086/309314. 
  107. ^ Dubinski, J. (1998). "The Origin of the Brightest Cluster Galaxies". Astrophysical Journal. 502 (2): 141–149. arXiv:astro-ph/9709102 . Bibcode:1998ApJ...502..141D. doi:10.1086/305901. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-05-14. Diakses tanggal 2013-09-17. 
  108. ^ Bahcall, N. A. (1988). "Large-scale structure in the Universe indicated by galaxy clusters". Annual Review of Astronomy and Astrophysics. 26 (1): 631–686. Bibcode:1988ARA&A..26..631B. doi:10.1146/annurev.aa.26.090188.003215. 
  109. ^ Mandolesi, N. (1986). "Large-scale homogeneity of the Universe measured by the microwave background". Letters to Nature. 319 (6056): 751–753. Bibcode:1986Natur.319..751M. doi:10.1038/319751a0. 
  110. ^ van den Bergh, S. (2000). "Updated Information on the Local Group". Publications of the Astronomical Society of the Pacific. 112 (770): 529–536. arXiv:astro-ph/0001040 . Bibcode:2000PASP..112..529V. doi:10.1086/316548. 
  111. ^ Tully, R. B. (1982). "The Local Supercluster". Astrophysical Journal. 257: 389–422. Bibcode:1982ApJ...257..389T. doi:10.1086/159999. 
  112. ^ "Near, Mid & Far Infrared". IPAC/NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-12-30. Diakses tanggal 2 Januari 2007. 
  113. ^ "The Effects of Earth's Upper Atmosphere on Radio Signals". NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-29. Diakses tanggal 10 Agustus 2006. 
  114. ^ "Giant Radio Telescope Imaging Could Make Dark Matter Visible". ScienceDaily. 14 Desember 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-29. Diakses tanggal 2 Januari 2007. 
  115. ^ "NASA Telescope Sees Black Hole Munch on a Star". NASA. 5 Desember 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-04. Diakses tanggal 2 Januari 2007. 
  116. ^ Dunn, R. "An Introduction to X-ray Astronomy". Institute of Astronomy X-Ray Group. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-17. Diakses tanggal 2 Januari 2007. 
  117. ^ Glen, Mackie (1 Februari 2002). "To see the Universe in a Grain of Taranaki Sand". Swinburne University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-30. Diakses tanggal 20 Desember 2006. 
  118. ^ Sterling, Bruce (2008). "Science fiction". Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal 26 Juni 2008. 
  119. ^ a b "The Star Wars Nav Computer". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-12. Diakses tanggal 22 Juni 2008. 
  120. ^ "THE STARGATE OMNIPEDIA". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-09-15. Diakses tanggal 22 Juni 2008. 
  121. ^ a b "Stargate Seasons". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-09-26. Diakses tanggal 22 Juni 2008. 
  122. ^ Sharon Gosling (2005). Titan Books, ed. Stargate Atlantis: The Official Companion Season 1. London. hlm. 10-19. ISBN 1-84576-116-2. 
  123. ^ "GateWorld - THE STARGATE FAQ: What differences are there between the movie and the TV series?], FAQ at GateWorld". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-07-20. Diakses tanggal 2013-09-22. 

Daftar pustaka sunting

Pranala luar sunting