Bambu ater
Bambu Ater | |
---|---|
Bambu jåwå, Gigantochloa atter dari Sumber Gangging, Sidomulyo, Sidorejo, Magetan | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
Ordo: | |
Famili: | |
Subfamili: | |
Tribus: | |
Genus: | |
Spesies: | G. atter
|
Nama binomial | |
Gigantochloa atter | |
Sinonim | |
Sumber: The Plant List[5] |
Bambu ater[6] atau buluh jawa (Gigantochloa atter) merupakan jenis bambu yang tersebar luas di Indonesia dan Asia Tenggara. Bambu ini banyak dipakai sebagai bahan bangunan dan peralatan rumah tangga. Nama-nama lokalnya antara lain, awi ater, awi temen (Sd.); pring legi, pring jåwå, dĕling jawi (Jw.); perrèng kèles (Md.); au loto (Gal.); tabadiku tui (Ternate); buluh jawa (umumnya di Indonesia timur), dan buluh dabuk (di Palembang).[7][8][9] Dalam bahasa Inggris ia disebut giant atter atau sweet bamboo,[10] sementara dalam bahasa Tagalog dikenal sebagai kayali.[8]
Pengenalan
suntingBambu yang merumpun, padat dan tegak. Rebungnya hijau hingga keunguan, tertutup oleh bulu-bulu miang berwarna hitam. Buluhnya lurus, mencapai tinggi 22(-25) m; garis tengahnya 5-10 cm dan ruas-ruasnya sepanjang 40–50 cm, tebal dinding buluh lk. 8 mm; hijau, hijau tua hingga hijau kebiruan, dengan lampang berupa cincin berwarna pucat pada buku-bukunya; buku-buku dekat tanah dengan sedikit akar udara. Percabangan muncul tinggi, lk. 2–3 m di atas tanah.[8][9]
Pelepah buluh mudah rontok, kecuali mungkin yang terbawah; menyegitiga sempit dengan ujung terpangkas, panjang lk. 21–36 cm, berbulu miang berwarna hitam pada sisi luarnya. Daun pelepah buluh bentuk lanset atau menyegitiga dengan pangkal menyempit, lk. 10 × 3 cm, terkeluk balik. Kuping pelepah membulat hingga membulat dengan ujung sedikit melengkung keluar, lebar 6–9 mm dan tinggi 3–7 mm, dengan bulu kejur 4–6 mm; ligula (lidah-lidah) menggerigi, tinggi 3–6 mm, lokos.[8][9]
Daun pada ranting bentuk lanset lonjong, 20-49 × 3–9 cm, lokos; kuping pelepah kecil, 2 × 1 mm, lokos; ligula rata, tinggi lk. 2–4 mm, lokos.[8]
Perbungaan berupa malai pada ranting yang berdaun, dengan kelompok-kelompok hingga 35 spikelet pada masing masing bukunya. Spikelet bentuk lanset bulat telur, 9-12 × 3–4 mm, berisi 4 floret yang sempurna dan satu floret ujung yang tak sempurna.[8]
Agihan dan ekologi
suntingBambu ater menyebar luas di wilayah Asia tropis: Indocina, kawasan Malesia dan Papuasia,[11] namun asal-usulnya tidak diketahui dengan pasti.[8] Bambu ini banyak ditanam orang di wilayah perdesaan Jawa, tetapi di luar Jawa kebanyakan tumbuh liar. Bambu ater dibudidayakan di Filipina (Davao) dan Brunei, dan mungkin pula di Sarawak.[8]
Bambu ini terutama hidup di wilayah tropis yang lembap, dari ketinggian muka laut hingga 1.400 m dpl. Ia terutama tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan di atas 2.500 mm pertahun, akan tetapi tak sebagaimana jenis-jenis Gigantochloa lainnya, bambu ater sanggup tumbuh di tempat-tempat yang lebih kering dengan curah hujan sekitar 1.000 mm pertahun. Bambu ater menyukai tanah latosol, tetapi dapat pula ditanam di atas tanah-tanah aluvial, berkapur, dan tanah lempung berpasir.[8]
Manfaat
suntingBambu ater terutama dimanfaatkan sebagai bahan bangunan: rangka rumah, dinding, pagar; dan juga untuk membuat perlengkapan rumah tangga seperti balai-balai, furnitur, serta alat-alat masak.[8] Bambu ini baik pula untuk membuat alat-alat musik tradisional seperti calung dan angklung.[9] Penggunaan lainnya adalah sebagai galah penjemur, tangkai sapu,[7] dan juga penopang tandan pisang.[8] Buluhnya juga dimanfaatkan sebagai bahan anyaman (untuk keranjang dll.), serta untuk membuat sumpit, tusuk sate, tusuk gigi, dan sebagainya.[8]
Rebungnya disukai sebagai sayuran, dan dikatakan bahwa rasanya tidak kalah dengan rebung bambu betung (Dendrocalamus asper).[7][8]
Kerabat dekat
suntingSebelumnya Gigantochloa atter tergabung ke dalam satu jenis besar G. verticillata Willd., bersama-sama dengan G. atroviolacea Widjaja (bambu hitam), G. pseudoarundinacea (Steudel) Widjaja (bambu gombong), dan G. robusta Kurz (bambu mayan). Kini masing-masing jenis itu dianggap sebagai spesies yang tersendiri.[8]
Referensi
sunting- ^ Kurz, S. 1864. "Korte schets der vegetatie van het eiland Bangka." Natuurkundig tijdschrift voor Nederlandsch Indië Deel 27: 226. Batavia :Lange [1851-...]
- ^ Colonel Munro. 1868. "A monograph of the Bambusaceae, including descriptions of all of the species." Transactions of the Linnean Society of London vol. 26: 125. London :[The Society], 1791-1875.
- ^ Ohrnberger, D. 1999. The Bamboos of the World: Annotated Nomenclature and Literature of the Species and the Higher and Lower Taxa: 297-8 Amsterdam :Elsevier.
- ^ Hasskarl, J.K. 1848. Plantae javanicae rariores, adjectis nonnullis exoticis, in Javae hortis cultis descriptae: 41. Berolini :Sumptibus A. Foerstner.
- ^ The Plant List: Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz
- ^ KBBI daring: bambu
- ^ a b c Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I: 338-41. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta. (versi berbahasa Belanda -1922- I: 281-4.)
- ^ a b c d e f g h i j k l m n Rifai, M.A. 1995. "Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz" Diarsipkan 2016-08-18 di Wayback Machine. in Soejatmi Dransfield & E.A. Widjaja (Eds). Plant Resources of South-East Asia No. 7 Bamboos: 100-2. Bogor:PROSEA (Plant Resources of South-East Asia) Foundation. [Internet] Record from Proseabase. Accessed 20-Apr-2016
- ^ a b c d Widjaja, E.A. 2001. Identikit jenis-jenis bambu di Jawa: 50-53. Gb. 17 dan L.f. 17. Bogor: Puslitbang Biologi LIPI.
- ^ Guadua Bamboo: Gigantochloa atter Diarsipkan 2016-04-28 di Wayback Machine.
- ^ GrassBase: Gigantochloa atter
Pranala luar
sunting- Plantamor: Gigantochloa atter
- Useful Trop. Plants: Gigantochloa atter