Victoria dari Britania Raya

Penguasa monarki Britania Raya

Victoria (Alexandrina Victoria; 24 Mei 1819 – 22 Januari 1901) adalah Ratu Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia dari 20 Juni 1837 hingga kematiannya pada tahun 1901. Masa pemerintahannya yang berlangsung selama 63 tahun dan 216 hari, lebih lama dari raja atau ratu pendahulunya, dijuluki dengan era Victoria. Era ini adalah periode terjadinya perubahan industri, politik, sains, dan militer di Britania Raya, serta ditandai dengan perluasan besar-besaran Imperium Britania. Pada tahun 1876, Parlemen Britania Raya memberikan gelar tambahan kepadanya sebagai Maharani India.

Victoria
Victoria wearing a lace cap and diamond jewellery
Foto oleh Alexander Bassano, 1882
Ratu Britania Raya dan Irlandia
Berkuasa20 Juni 1837 – 22 Januari 1901
Penobatan28 Juni 1838
PendahuluWilliam IV
PenerusEdward VII
Maharani India
Berkuasa1 Mei 1876 – 22 Januari 1901
Durbar Imperial1 Januari 1877
PendahuluJabatan baru
PenerusEdward VII
Informasi pribadi
KelahiranPutri Alexandrina Victoria dari Kent
(1819-05-24)24 Mei 1819
Istana Kensington, London, Inggris
Kematian22 Januari 1901(1901-01-22) (umur 81)
Osborne House, Pulau Wight, Inggris
Pemakaman4 Februari 1901
WangsaHanover
AyahPangeran Edward, Adipati Kent dan Strathearn
IbuPutri Victoria dari Saxe-Coburg-Saalfeld
Pasangan
(m. 1840; meninggal 1861)
Anak
AgamaProtestan[a]
Tanda tanganCursive signature of Queen Victoria

Victoria adalah putri dari Pangeran Edward, Adipati Kent dan Strathearn (putra keempat Raja George III), dengan Putri Victoria dari Saxe-Coburg-Saalfeld. Setelah ayah dan kakeknya tutup usia pada tahun 1820, ia dibesarkan dan dididik secara cermat oleh ibu dan nadirnya, John Conroy. Ia menjadi pewaris takhta pada usia 18 tahun setelah tiga kakak lelaki ayahnya meninggal tanpa memiliki keturunan sah. Victoria, sebagai seorang ratu konstitusional, berupaya memengaruhi kebijakan pemerintah dan menunjuk perdana menteri secara pribadi. Di mata publik, ia menjadi ikon nasional yang dikenal dengan standar moral personal yang tinggi.

Pada tahun 1840, Victoria menikah dengan sepupu pertamanya, Pangeran Albert dari Saxe-Coburg dan Gotha. Kesembilan anaknya menikah dengan keluarga kerajaan dan bangsawan di seluruh penjuru Eropa, sehingga Victoria dijuluki sebagai "nenek Eropa". Setelah kematian Albert pada tahun 1861, Victoria dilanda duka yang mendalam dan menghindari tampil di depan publik. Akibatnya, Republikanisme di Britania Raya menguat, tetapi ia kembali disukai publik pada paruh kedua pemerintahannya. Yubelium Emas dan Yubelium Berlian Victoria dirayakan secara meriah. Victoria meninggal dunia di Osborne House, Pulau Wight pada usia 81 tahun. Ia adalah penguasa Britania terakhir dari Wangsa Hanover, yang digantikan oleh putranya, Edward VII, dari Wangsa Saxe-Coburg dan Gotha.

Masa kecil

sunting

Kelahiran dan silsilah

sunting
Victoria kecil bersama ibunya, karya William Beechey
Lukisan karya Stephen Poyntz Denning, 1823

Ayah Victoria adalah Pangeran Edward, Adipati Kent dan Strathearn, putra keempat Raja George III dengan Ratu Charlotte. Hingga tahun 1817, satu-satunya cucu sah Raja George adalah keponakan Edward, Putri Charlotte dari Wales, putri tunggal George, Pangeran Regen (kelak menjadi George IV). Kematian Putri Charlotte pada tahun 1817 memicu krisis takhta yang akhirnya memaksa Pangeran Edward dan para saudaranya yang masih lajang untuk segera menikah dan memiliki keturunan. Pada tahun 1818, Adipati Kent menikahi Putri Victoria dari Saxe-Coburg-Saalfeld, seorang putri bangsawan Jerman yang menjanda. Ia sebelumnya menikah dengan Emich Carl, Pangeran Leiningen ke-2 dan memiliki dua anak, yakni Carl (1804–1856) dan Feodora (1807–1872). Adik Putri Victoria, Leopold, adalah suami mendiang Putri Charlotte dan kemudian menjadi raja Belgia pertama. Victoria adalah anak tunggal Adipati dan Adipatni Kent, yang lahir pada pukul 4.15 pagi hari Senin tanggal 24 Mei 1819 di Istana Kensington, London.[1]

Victoria dibaptis secara privat oleh Uskup Agung Canterbury, Charles Manners-Sutton, pada tanggal 24 Juni 1819 di Ruang Kubah Istana Kensington.[b] Ia dibaptis dengan nama Alexandrina, sesuai dengan nama salah seorang wali baptisnya, Tsar Alexander I dari Rusia, dan Victoria, sesuai nama ibunya. Nama-nama lain juga diusulkan oleh orang tuanya, di antaranya Georgina (atau Georgiana), Charlotte, dan Augusta, tetapi dihapus atas perintah Pangeran Regen.[2]

Saat kelahirannya, Victoria berada pada urutan kelima dalam garis pewaris takhta setelah empat putra tertua George III, yakni: George, Pangeran Regen (kelak George IV); Frederick, Adipati York; William, Adipati Clarence (kemudian William IV); dan ayah Victoria, Edward, Adipati Kent.[3] Pangeran George tidak memiliki keturunan yang masih hidup, dan Pangeran Frederick tidak memiliki keturunan. Keduanya juga tinggal terpisah dari para istrinya, yang saat itu sudah melewati usia subur, sehingga kecil kemungkinan bagi mereka berdua untuk memiliki keturunan sah. Putra ketiga Raja George, William, menikah pada tahun 1818, berbarengan dengan adiknya Edward, tetapi kedua putri sah William meninggal ketika bayi. Anak pertamanya adalah Putri Charlotte, yang lahir dan meninggal pada tanggal 27 Maret 1819, dua bulan sebelum Victoria lahir. Ayah Victoria meninggal pada bulan Januari 1820, ketika Victoria masih berusia kurang dari satu tahun. Seminggu kemudian, kakeknya juga berpulang dan digantikan oleh putra tertuanya, George IV. Pada saat itu, Victoria berada di urutan ketiga dalam garis pewaris takhta setelah Frederick dan William. Ia lalu berada di urutan keempat ketika putri kedua William, Putri Elizabeth, lahir pada tanggal 10 Desember 1820. Putri Elizabeth meninggal dua bulan kemudian, sehingga Victoria kembali berada di urutan ketiga.[4]

Pewaris takhta

sunting

Pangeran Frederick tutup usia pada tahun 1827, disusul oleh Raja George IV pada tahun 1830. Pewaris sah berikutnya yang masih hidup adalah William, yang naik takhta dengan nama William IV, dan Victoria menjadi pewaris selanjutnya. Kedudukannya sebagai pewaris masih bisa tergeser jika William kelak memiliki anak. Undang-Undang Regensi 1830 memberikan ketentuan khusus agar ibunda Victoria bertindak sebagai walinya jika William mangkat ketika Victoria masih di bawah umur.[5] Raja William tidak memercayai kecakapan ibunda Victoria untuk menjadi wali, dan pada tahun 1836 William menyatakan bahwa ia akan hidup sampai Victoria berulang tahun ke-18 agar perwalian bisa dihindari.[6]

 
Lukisan Victoria bersama anjing Dash spanielnya karya George Hayter, 1833

Victoria mengungkapkan bahwa kehidupan masa kecilnya "cukup melankolis."[7] Ibunya, Adipatni Kent dan Strathearn, sangat protektif, dan Victoria dibesarkan jauh dari anak-anak lain dengan cara yang disebutnya "Sistem Kensington", yang mencakup serangkaian aturan dan protokol rumit yang dibuat oleh ibunya dan pengawasnya yang ambisius dan dominan, Sir John Conroy, yang dikabarkan sebagai kekasih ibu Victoria.[8] Sistem ini mencegah sang putri bertemu dengan orang-orang yang tidak diinginkan oleh ibunya dan Conroy (termasuk keluarga ayahnya), dan dirancang untuk membuat Victoria lemah dan bergantung pada mereka.[9] Adipatni tidak berkenan datang ke istana karena ia tidak menyukai anak-anak tidak sah Raja William.[10] Victoria tidur sekamar dengan ibunya setiap malam, belajar sesuai jadwal dengan bimbingan tutor pribadi secara teratur, dan menghabiskan waktu bermainnya bersama boneka-bonekanya dan anjing King Charles Spaniel-nya yang bernama Dash.[11] Pelajaran yang diikutinya meliputi bahasa Prancis, Jerman, Italia, dan Latin,[12] meskipun ia hanya menuturkan bahasa Inggris di rumah.[13]

Pada tahun 1830, Adipatni dan Conroy membawa Victoria bepergian ke penjuru Inggris tengah untuk mengunjungi Malvern Hills, singgah di berbagai kota dan rumah-rumah bangsawan di sepanjang perjalanannya.[14] Perjalanan serupa ke bagian lain Inggris dan Wales dilakukan pada tahun 1832, 1833, 1834, dan 1835. Victoria disambut dengan antusias di setiap perhentian, yang membuat raja marah.[15] William membandingkan perjalanan tersebut dengan perjalanan kerajaan dan khawatir bahwa rakyat Inggris akan menganggap Victoria sebagai pesaingnya, bukannya pewaris sementara.[16] Victoria tidak menyukai perjalanan tersebut, banyaknya unjuk penampilan di depan publik membuatnya lelah dan sakit, dan hampir tidak ada waktu baginya untuk beristirahat.[17] Ia tidak keberatan dengan ketidaksetujuan Raja, tetapi ibunya menolak keluhannya dan memaksa Victoria untuk terus melanjutkan tur.[18] Pada bulan Oktober 1835, Victoria terkena demam parah di Ramsgate, yang awalnya dianggap oleh Conroy hanyalah kepura-puraan anak kecil.[19] Saat Victoria sakit, Conroy dan Adipatni mendesaknya untuk menjadikan Conroy sebagai sekretaris pribadinya, tetapi tidak berhasil.[20] Menginjak remaja, Victoria mulai menolak upaya ibunya untuk menjadikan Conroy sebagai stafnya.[21] Setelah menjadi ratu, ia melarang Conroy berada di istana, meskipun Conroy masih tinggal di rumah ibunya.[22]

 
Lukisan diri, 1835

Pada tahun 1836, paman dari pihak ibu Victoria, Leopold, yang menjadi Raja Belgia sejak 1831, ingin menikahkannya dengan Pangeran Albert,[23] putra dari kakaknya, Ernest I, Adipati Saxe-Coburg dan Gotha. Leopold mengatur agar ibu Victoria mengundang kerabat Coburgnya untuk berkunjung ke rumahnya pada bulan Mei 1836, dengan tujuan memperkenalkan Victoria kepada Albert.[24] Namun, William IV tidak menyetujui pernikahan tersebut, dan lebih mendukung Pangeran Alexander dari Belanda, putra kedua Pangeran Oranye, untuk menjadi suami Victoria.[25] Victoria mewaspadai berbagai rencana perjodohan dan dengan kritis menilai para pangeran yang memenuhi syarat.[26] Menurut tulisan di buku hariannya, ia menikmati kebersamaannya dengan Albert sejak awal. Setelah kunjungan keluarga Coburg, Victoria menulis, "Albert sangat tampan, rambutnya hampir sewarna dengan rambutku, matanya besar dan biru, dan ia memiliki hidung yang indah dan mulut yang sangat elok dengan gigi yang bagus, tetapi pesona wajahnya terletak pada ekspresinya yang sangat menarik."[27] Sedangkan Alexander menurutnya "sangat biasa."[28]

Victoria menulis surat kepada Raja Leopold, yang dianggapnya sebagai "penasihat yang paling baik dan menyenangkan,"[29] untuk berterima kasih kepadanya "atas prospek kebahagiaan besar yang telah Paman berikan kepada saya, dalam diri Albert yang terkasih... Ia memiliki semua kualitas yang diinginkan untuk membuat saya berbahagia. Ia sangat bijaksana, sangat sopan, dan sangat baik, dan juga sangat ramah. Selain itu, ia punya perawakan yang paling menyenangkan dan menarik yang bisa Paman lihat."[30] Namun, pada usia 17 tahun, meskipun Victoria tertarik pada Albert, ia belum siap untuk menikah. Kedua belah pihak tidak menggelar pertunangan resmi, tetapi menganggap bahwa pernikahan keduanya akan terjadi bila sudah tiba waktunya.[31]

Naik takhta dan awal pemerintahan

sunting
 
Victoria menerima kabar tentang naik takhtanya dari Lord Conyngham (membungkuk) dan Uskup Agung Howley (kanan). Lukisan oleh Henry Tanworth Wells, 1887.

Victoria berusia 18 tahun pada tanggal 24 Mei 1837, dengan demikian perwalian bisa dihindari. Kurang dari sebulan kemudian, pada tanggal 20 Juni 1837, William IV wafat pada usia 71 tahun, dan Victoria menjadi Ratu Britania Raya.[c] Dalam buku hariannya, ia menulis, "Aku dibangunkan pada pukul 6 oleh Ibu, yang memberitahuku bahwa Uskup Agung Canterbury dan Lord Conyngham ada di sini dan ingin bertemu denganku. Aku beranjak dari tempat tidur dan pergi ke ruang duduk (hanya mengenakan gaun tidur) sendirian, dan menemui mereka. Lord Conyngham kemudian memberitahuku bahwa Pamanku yang malang, sang Raja, telah tiada, dan berpulang pada pukul 2 lewat 12 menit pagi ini, dan dengan demikian aku menjadi Ratu."[32] Dokumen resmi yang disiapkan pada hari pertama pemerintahannya menyebutnya dengan nama Alexandrina Victoria, tetapi nama pertama lalu dihapus atas keinginan Victoria sendiri dan tidak digunakan lagi.[33]

Sejak tahun 1714, Britania Raya memiliki raja yang sama dengan Hanover di Jerman, tetapi sesuai ketentuan hukum Sali, perempuan tidak diperkenankan mewarisi takhta Hanover. Manakala Victoria mewarisi takhta Britania, adik laki-laki ayahnya, Ernest Augustus, Adipati Cumberland, menjadi Raja Hanover. Ernest adalah pewaris berikutnya setelah Victoria sampai ia memiliki keturunan.[34]

 
Lukisan penahbisan Victoria karya George Hayter

Pada saat Victoria naik takhta, pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri Whig, Lord Melbourne. Ia dengan cepat menjadi pengaruh kuat bagi ratu yang sama sekali belum berpengalaman secara politik, yang mengandalkan Melborne untuk memberinya arahan.[35] Charles Greville berpendapat bahwa Melbourne yang sudah menduda dan tidak memiliki anak "sangat menyayangi Victoria selayaknya anaknya sendiri," dan Victoria mungkin juga melihatnya sebagai sosok ayah.[36] Penobatannya berlangsung pada tanggal 28 Juni 1838 di Westminster Abbey. Lebih dari 400.000 pengunjung datang ke London untuk merayakan penobatannya.[37] Victoria menjadi penguasa monarki pertama yang tinggal di Istana Buckingham[38] dan mewarisi pendapatan dari lahan kerajaan di Lancaster dan Cornwall serta mendapatkan tunjangan negara sebesar £385.000 per tahun. Secara bijaksana, ia melunasi utang ayahnya.[39]

Pada awal pemerintahannya, Victoria cukup termasyhur,[40] tetapi reputasinya menurun akibat intrik kerajaan pada tahun 1839 ketika salah seorang dayang ibunya, Lady Flora Hastings, mengalami pembengkakan perut yang kemudian dirumorkan dihamili oleh Sir John Conroy.[41] Victoria memercayai rumor tersebut.[42] Ia membenci Conroy, dan memandang rendah "Lady Flora yang menjijikkan,"[43] karena ia ikut bersekongkol dengan Conroy dan ibunya dalam penerapan Sistem Kensington.[44] Pada awalnya, Lady Flora menolak untuk menjalani pemeriksaan medis, sampai akhirnya pada pertengahan Februari ia setuju untuk diperiksa, dan diketahui bahwa ia masih perawan.[45] Conroy, keluarga Hastings, dan lawan politik Tory melancarkan propaganda media yang menuduh bahwa Ratu telah menyebarkan rumor palsu mengenai Lady Flora.[46] Ketika Lady Flora meninggal pada bulan Juli, hasil autopsi mengungkapkan bahwa ia memiliki tumor besar di hati yang menyebabkan perutnya mengalami pembengkakan.[47] Dalam penampilan publiknya, Victoria dicemooh dan dihina dengan julukan "Nyonya Melbourne."[48]

Pada tahun 1839, Melbourne mengundurkan diri setelah pihak Radikal dan Tory (keduanya dibenci oleh Victoria) menentang pengesahan RUU penangguhan konstitusi Jamaika. RUU tersebut menghapuskan kekuasaan politik pemilik perkebunan yang giat menentang penghapusan perbudakan.[49] Ratu Victoria kemudian menunjuk seorang tokoh Tory, Robert Peel, untuk membentuk pemerintahan baru. Pada masa itu, sudah menjadi kebiasaan bagi perdana menteri untuk menunjuk anggota Rumah Tangga Kerajaan, yang biasanya adalah para sekutu politik dan pasangannya. Kebanyakan dayang dan perwara Ratu adalah istri para politikus Whig, dan Peel hendak menggantikan mereka dengan istri politikus Tory. Dalam pergolakan yang dikenal dengan "krisis kamar tidur," Victoria, atas saran Melbourne, menolak penggantian tersebut. Peel menolak memerintah dengan adanya batasan-batasan yang diberlakukan oleh Ratu. Ia akhirnya mundur sebagai perdana menteri, sehingga Melbourne kembali berkuasa.[50]

Pernikahan

sunting
 
Pernikahan Victoria and Albert, dilukis oleh George Hayter

Meskipun Victoria telah menjadi ratu, sebagai perempuan muda yang belum menikah, ia diharuskan untuk tinggal bersama ibunya sesuai aturan norma tak tertulis pada masa itu. Oleh sebab itu, Victoria terpaksa tinggal seatap dengan ibunya meskipun ia membenci ibunya karena didikan ala Kensington dan ketergantungan ibunya pada Conroy.[51] Ibunya lalu dipindahkan ke sebuah rumah terpencil di komplek Istana Buckingham, dan Victoria sering kali menolak untuk menemuinya.[52] Ketika Victoria mengeluh kepada Melbourne mengenai perlakuan ibunya kepadanya selama bertahun-tahun, Melbourne bersimpati dan mengungkapkan bahwa hal tersebut bisa dihindari jika Victoria menikah, yang disebutnya sebagai "solusi yang mengejutkan".[53] Victoria mulai mencari tahu latar belakang pendidikan Albert demi peran yang harus ia emban sebagai suaminya di masa depan, tetapi ia tidak bersedia mempercepat pernikahannya.[54]

Victoria terus memuji Albert setelah ia berkunjung untuk kedua kalinya pada bulan Oktober 1839. Mereka berdua saling mencintai dan Victoria melamar Albert pada tanggal 15 Oktober 1839, lima hari setelah Albert tiba di Windsor.[55] Mereka menikah pada tanggal 10 Februari 1840 di Kapel Kerajaan, Istana St James, London. Victoria dimabuk cinta dan menghabiskan malam pernikahannya dengan berbaring di tempat tidur akibat sakit kepala, tetapi ia menulis dengan penuh semangat di buku hariannya:

AKU TIDAK PERNAH, TIDAK PERNAH menghabiskan malam seperti ini!!! ALBERTKU TERCINTA, TERKASIH... kasih sayang dan cintanya memberiku perasaan cinta & kebahagiaan surgawi yang tidak pernah ku harapkan sebelumnya! Dia memelukku, & kami saling mencium lagi & lagi! Kerupawanannya, kelembutannya & kehangatannya—sungguh, bagaimana aku bisa bersyukur bisa memiliki Suami seperti itu!... dipanggil dengan panggilan yang penuh kasih sayang, yang belum pernah aku dengar diucapkan untukku sebelumnya—adalah kebahagiaan yang tak terbayangkan! Oh! Ini adalah hari paling bahagia dalam hidupku![56]

Albert menjadi penasihat politik penting sekaligus pendamping Ratu, menggantikan Melbourne sebagai sosok yang paling berpengaruh baginya.[57] Ibu Victoria diusir dari istana dan diizinkan tinggal di Ingestre House di Belgrave Square. Setelah kematian bibi Victoria, Putri Augusta, pada tahun 1840, ibu Victoria diberi Clarence House dan Frogmore House.[58] Berkat mediasi Albert, hubungan antara ibu dan anak tersebut perlahan membaik.[59]

Paruh pemerintahan

sunting
 
Gambar kontemporer upaya Edward Oxford membunuh Victoria, 1840

Sewaktu kehamilan pertama Victoria pada bulan-bulan awal pernikahannya tahun 1840, Edward Oxford yang berusia 18 tahun mencoba membunuhnya saat ia tengah berada di dalam kereta bersama Pangeran Albert dalam perjalanan mengunjungi ibunya. Oxford menembakkan pistol dua kali, tetapi kedua pelurunya meleset atau, seperti yang kelak diakuinya, pistolnya sama sekali tidak berisi peluru.[60] Oxford diadili atas tuduhan makar, kemudian dinyatakan tidak bersalah atas alasan kegilaan. Ia dikirim ke rumah sakit jiwa tanpa batas waktu, dan akhirnya dibuang ke Australia.[61] Setelah penyerangan tersebut, kemasyhuran Victoria melambung pesat, meredakan ketidakpuasan publik atas skandal Hastings dan krisis kamar tidur.[62] Putrinya, yang juga diberi nama Victoria, lahir pada 21 November 1840. Ratu Victoria membenci kehamilan,[63] ia merasa risi saat menyusui,[64] dan menganggap bayi yang baru lahir jelek.[65] Meskipun demikian, dalam tujuh belas tahun berikutnya, ia dan Albert dikaruniai delapan anak lagi, yakni Albert Edward, Alice, Alfred, Helena, Louise, Arthur, Leopold, dan Beatrice.[66]

Urusan rumah tangganya kebanyakan dikelola oleh pengasuh masa kecil Victoria, Baroness Louise Lehzen dari Hanover. Lehzen adalah sosok yang berpengaruh dalam membentuk kepribadian Victoria[67] dan turut mendukungnya dalam melawan Sistem Kensington.[68] Namun, Albert menganggap Lehzen tidak kompeten dan ketidakcakapannya mengancam kesehatan putrinya, Victoria. Setelah bertengkar sengit dengan Victoria mengenai masalah ini, Lehzen dipensiunkan pada tahun 1842, dan hubungan dekatnya dengan Victoria berakhir.[69]

Pada tanggal 29 Mei 1842, Victoria sedang menaiki kereta di sepanjang The Mall, London, ketika John Francis mengarahkan pistol padanya, tetapi pistol tersebut tidak meletus. Sang penyerang melarikan diri. Esoknya, Victoria sengaja mengambil rute yang sama, meskipun bergerak lebih cepat dan dengan pengawalan yang lebih ketat, dalam upaya memancing Francis untuk menembak lagi dan menangkapnya saat beraksi. Seperti yang diharapkan, Francis hendak menembaknya, tetapi ia ditangkap oleh polisi berpakaian preman dan dihukum atas tuduhan makar. Pada tanggal 3 Juli, dua hari setelah hukuman mati Francis diubah menjadi dibuang seumur hidup, John William Bean juga berupaya menembakkan pistol ke arah Victoria, tetapi pistol tersebut hanya berisi kertas dan tembakau dan tiada peluru.[70] Edward Oxford menduga bahwa upaya-upaya tersebut dipicu oleh pembebasannya pada tahun 1840.[71] Bean dijatuhi hukuman 18 bulan penjara.[71] Dalam serangan serupa pada tahun 1849, seorang warga Irlandia pengangguran bernama William Hamilton menembakkan pistol berisi mesiu ke arah kereta Victoria saat ia melintasi Constitution Hill, London.[72] Pada tahun 1850, Victoria mengalami cedera ketika ia diserang oleh Robert Pate, seorang mantan tentara yang diduga gila. Saat Victoria tengah berada di dalam kereta, Pate memukulnya dengan tongkatnya, merusak topi bonnetnya dan mememarkan dahinya. Hamilton dan Pate sama-sama dijatuhi hukuman buang selama tujuh tahun.[73]

 
Lukisan oleh Franz Xaver Winterhalter, 1843

Dukungan Melbourne di Dewan Rakyat melemah semasa tahun-tahun awal pemerintahan Victoria, dan dalam pemilihan umum 1841, Whig dikalahkan. Peel menjadi perdana menteri, dan para perwara Victoria yang terpaut dengan Whig diganti.[74]

 
Foto paling awal Ratu Victoria yang diketahui, bersama putri sulungnya, Putri Victoria, kira-kira tahun 1845.[75]

Pada tahun 1845, Irlandia dilanda hawar kentang.[76] Dalam kurun empat tahun, lebih dari satu juta rakyat Irlandia tewas dan satu juta lainnya beremigrasi, musibah ini dikenal dengan Kelaparan Besar.[77] Di Irlandia, Victoria dijuluki "Ratu Kelaparan".[78][79] Pada bulan Januari 1847, Victoria menyumbangkan kekayaan pribadinya sebanyak £2.000 (kira-kira setara dengan £230.000 dan £8,5 juta pada tahun 2022)[80] kepada British Relief Association, lebih banyak daripada sumbangan kelaparan yang diberikan oleh individu lainnya,[81] dan mendukung pemberian Hibah Maynooth untuk seminari Katolik Roma di Irlandia, meskipun muncul penentangan dari Protestan Inggris.[82] Kabar bahwa ia hanya menyumbang sebesar £5 untuk membantu Irlandia dan menyumbang dengan jumlah yang sama kepada Penampungan Kucing dan Anjing Battersea hanyalah mitos yang disebarkan menjelang akhir abad ke-19.[83]

Pada tahun 1846, pemerintahan Peel menghadapi krisis setelah dicabutnya Undang-Undang Jagung. Kebanyakan politikus Tory, yang saat itu juga dikenal dengan golongan Konservatif, menentang pencabutan undang-undang tersebut, tetapi Peel, sejumlah politikus Tory (kaum konservatif liberal yang berorientasi pada perdagangan bebas), sebagian besar politikus Whig, dan Ratu Victoria, mendukung pencabutan undang-undang tersebut. Peel mundur pada tahun 1846, setelah pencabutannya disetujui dengan selisih suara tipis, dan digantikan oleh Lord John Russell.[84]

Perdana menteri Britania Raya era Victoria
Tahun Perdana Menteri (partai)
1835 Viscount Melbourne (Whig)
1841 Sir Robert Peel (Konservatif)
1846 Lord John Russell (Whig)
1852 (Februari) Earl Derby (Konservatif)
1852 (Desember) Earl Aberdeen (Peelite)
1855 Viscount Palmerston (Liberal)
1858 Earl Derby (Konservatif)
1859 Viscount Palmerston (Liberal)
1865 Earl Russell, Lord John Russell (Liberal)
1866 Earl Derby (Konservatif)
1868 (Februari) Benjamin Disraeli (Konservatif)
1868 (Desember) William Gladstone (Liberal)
1874 Benjamin Disraeli, Lord Beaconsfield (Konservatif)
1880 William Gladstone (Liberal)
1885 Marquess Salisbury (Konservatif)
1886 (Februari) William Gladstone (Liberal)
1886 (Juli) Marquess Salisbury (Konservatif)
1892 William Gladstone (Liberal)
1894 Earl Rosebery (Liberal)
1895 Marquess Salisbury (Konservatif)
Lihat Daftar perdana menteri Ratu Victoria
untuk rincian perdana menteri Britania dan luar negeri.

Dalam dunia internasional, Victoria sangat menaruh minat pada perbaikan hubungan antara Prancis dan Britania Raya.[85] Ia menjadi tuan rumah sejumlah kunjungan antara keluarga kerajaan Britania dan Wangsa Orleans, yang saling berkerabat melalui pernikahan dengan keluarga Coburgs. Pada tahun 1843 dan 1845, ia dan Albert menginap bersama Raja Louis Philippe I di Château d'Eu, Normandia. Ia adalah penguasa Inggris atau Britania pertama yang mengunjungi penguasa Prancis sejak pertemuan Henry VIII dari Inggris dan Francis I dari Prancis dalam Field of the Cloth of Gold pada tahun 1520.[86] Kala Louis Philippe melakukan kunjungan balik pada tahun 1844, ia menjadi penguasa Prancis pertama yang mengunjungi penguasa Britania Raya.[87] Louis Philippe digulingkan dalam revolusi 1848 dan melarikan diri ke Inggris.[88] Di puncak ketakutan akan terjadinya revolusi di Britania Raya pada bulan April 1848, Victoria dan keluarganya pindah dari London untuk alasan keamanan ke Osborne House,[89] kediaman pribadi di Pulau Wight yang mereka beli pada tahun 1845 dan dikembangkan kembali.[90] Aksi demonstrasi oleh kaum Chartis dan nasionalis Irlandia gagal menarik dukungan rakyat, dan ketakutan itu mereda tanpa adanya insiden besar.[91] Kunjungan pertama Victoria ke Irlandia pada tahun 1849 terbilang sukses, tetapi tidak memiliki dampak atau pengaruh yang bertahan lama terhadap pertumbuhan nasionalisme Irlandia.[92]

Meskipun pemerintahan Russell dikuasai partai Whig, Victoria tidak menyukainya.[93] Ia merasa sangat tersinggung ketika Menteri Luar Negeri, Lord Palmerston, sering bertindak tanpa berkonsultasi dengan Kabinet, Perdana Menteri, atau Ratu.[94] Victoria mengeluh kepada Russell bahwa Palmerston mengirimkan surat resmi kepada para pemimpin asing tanpa sepengetahuannya. Meski demikian, Palmerston tetap menjabat dan terus bertindak atas kemauannya sendiri, walaupun sudah ditegur berulang kali. Barulah pada tahun 1851 Palmerston dicopot sebagai menteri setelah ia mengumumkan persetujuan Britania atas kudeta Presiden Louis-Napoleon Bonaparte di Prancis tanpa berkonsultasi dengan Perdana Menteri.[95] Setahun kemudian, Presiden Bonaparte ditahbiskan sebagai Kaisar Napoleon III, dan pada saat itu pemerintahan Russell telah digantikan oleh pemerintahan minoritas berumur pendek yang dipimpin oleh Lord Derby.[96]

 
Albert, Victoria dan kesembilan anak mereka, 1857. Dari kiri ke kanan: Alice, Arthur, Pangeran Albert, Albert Edward, Leopold, Louise, Ratu Victoria dan Beatrice, Alfred, Victoria, dan Helena

Pada tahun 1853, Victoria melahirkan anak kedelapannya, Leopold, dengan bantuan obat anestesia baru, kloroform. Ia sangat terkesan akan khasiatnya yang mampu meniadakan rasa sakit persalinan, sehingga ia kembali menggunakannya pada tahun 1857 saat melahirkan anak kesembilan dan terakhirnya, Beatrice, meski ada penolakan dari para klerus, yang menganggapnya bertentangan dengan Alkitabiah, serta ketidaksetujuan dari golongan medis, yang menganggapnya berbahaya.[97] Victoria diduga mengalami depresi pascapersalinan setelah melalui banyak kehamilan.[66] Surat-surat dari Albert kepada istrinya sesekali mengeluhkan mengenai hilangnya kontrol diri Victoria. Misalnya, kira-kira sebulan setelah kelahiran Leopold, Albert mengeluh dalam sebuah surat kepada Victoria soal dirinya yang "terus-menerus histeris" atas "masalah sepele yang tak penting".[98]

Pada awal 1855, pemerintahan Lord Aberdeen, yang menggantikan Derby, dikecam karena dituduh mengorganisir pasukan Britania dalam Perang Krimea secara buruk. Victoria membujuk Derby dan Russell untuk menduduki kursi perdana menteri, tetapi tidak memiliki cukup dukungan, sehingga akhirnya Victoria terpaksa menunjuk Palmerston sebagai perdana menteri.[99]

Napoleon III, sekutu terdekat Britania Raya semasa Perang Krimea,[66] mengunjungi London pada bulan April 1855, dan dari tanggal 17 sampai 28 Agustus pada tahun yang sama, Victoria dan Albert balik mengunjunginya di Prancis.[100] Napoleon III menemui pasangan tersebut di Boulogne dan menemani mereka ke Paris.[101] Di Paris, mereka mengunjungi Exposition Universelle (penerus pameran besar Albert 1851) dan makam Napoleon I di Les Invalides (jasadnya baru saja dikembalikan pada tahun 1840), dan menjadi tamu kehormatan di pesta dansa yang dihadiri 1.200 tamu di Istana Versailles.[102] Ini adalah pertama kalinya seorang penguasa Britania mengunjungi Paris dalam 400 tahun terakhir.[103]

 
Lukisan karya Winterhalter, 1859

Pada tanggal 14 Januari 1858, seorang pengungsi Italia dari Inggris bernama Felice Orsini berupaya membunuh Napoleon III dengan sebuah bom yang dibuat di Inggris.[104] Krisis diplomatik yang terjadi mengguncang pemerintahan, dan Palmerston mengundurkan diri. Derby diangkat kembali sebagai perdana menteri.[105] Victoria dan Albert menghadiri pembukaan basin baru di pelabuhan militer Prancis di Cherbourg pada tanggal 5 Agustus 1858, sebagai bagian dari upaya Napoleon III untuk meyakinkan Britania bahwa persiapan militernya diarahkan ke wilayah lain. Sekembalinya ke London, Victoria menegur Derby karena kondisi Angkatan Laut Kerajaan kurang maju dibandingkan dengan Angkatan Laut Prancis.[106] Pemerintahan Derby tidak bertahan lama, dan pada bulan Juni 1859, Victoria kembali memanggil Palmerston ke Westminster.[107]

Sebelas hari setelah upaya pembunuhan Napoleon III oleh Orsini di Prancis, putri sulung Victoria dipersunting oleh Pangeran Frederick William dari Prusia di London. Keduanya telah bertunangan sejak bulan September 1855 ketika Putri Victoria berusia 14 tahun. Pernikahan mereka ditunda oleh Ratu dan Pangeran Albert sampai pengantin perempuan berusia 17 tahun.[108] Victoria dan Albert berharap putri dan menantunya akan membawa pengaruh liberal di negara Prusia yang semakin berkembang.[109] Ratu Victoria merasa pilu melihat putrinya bertolak dari Inggris ke Jerman, "benar-benar membuatku bergidik," tulisnya kepada Putri Victoria dalam salah satu dari sekian banyak suratnya, "ketika aku melihat sekeliling pada semua adik-adik perempuanmu yang manis, bahagia, polos, dan berpikir suatu saat aku harus merelakan mereka juga, satu per satu."[110] Nyaris setahun kemudian, Putri Victoria melahirkan cucu pertama Ratu, Wilhelm, yang kelak menjadi kaisar Jerman terakhir.[66]


Menjanda dan pengucilan

sunting
 
Foto oleh J. J. E. Mayall, 1860

Pada bulan Maret 1861, ibunda Victoria meninggal dunia, didampingi oleh Victoria di sisinya. Setelah membaca surat-surat ibunya, Victoria mengetahui bahwa ibunya amat mencintainya.[111] Victoria merasa sangat terpukul, ia menyalahkan Conroy dan Lehzen atas buruknya hubungan antara dirinya dengan ibunya.[112] Untuk meringankan kekhawatiran dan kedukaan istrinya,[113] Albert mengambil alih sebagian besar tugas Victoria, meskipun ia sendiri tengah mengidap penyakit lambung kronis.[114] Pada bulan Agustus, Victoria dan Albert mengunjungi putra mereka, Albert Edward, Pangeran Wales, yang sedang mengikuti pelatihan militer di Dublin, dan menghabiskan waktu berlibur beberapa hari di Killarney, Irlandia. Pada bulan November, Albert mengetahui desas-desus bahwa putranya telah tidur dengan seorang aktris Irlandia.[115] Albert terguncang atas kabar tersebut, dan ia berangkat ke Cambridge, tempat putranya sedang menempuh pendidikan, untuk menginterogasinya.[116]

Pada awal Desember, kondisi kesehatan Albert memburuk. Ia didiagnosis mengidap demam tifoid oleh William Jenner, dan tutup usia pada tanggal 14 Desember 1861.[117] Victoria hancur.[118] Ia menyalahkan skandal tercela Pangeran Wales sebagai penyebab kematian suaminya. Albert "dibunuh oleh perkara mengerikan itu," ujarnya.[119] Victoria menjalani masa perkabungan dan mengenakan pakaian hitam di sepanjang sisa hidupnya. Ia menghindari tampil di depan umum dan jarang mengunjungi London bertahun-tahun setelahnya.[120] Pengucilan diri ini membuatnya dijuluki "janda Windsor".[121] Berat badannya naik karena makan berlebihan, yang makin memperkuat alasannya untuk tidak tampil di depan khalayak.[122]

Pengucilan diri Victoria dari muka umum mengurangi kemasyhuran monarki dan mendorong pertumbuhan gerakan republikan.[123] Ia tetap menunaikan tugas-tugas resmi kenegaraan, tetapi memilih untuk terus mengucilkan diri di sejumlah kediaman kerajaan, di antaranya Kastel Windsor, Osborne House, dan kediaman pribadinya di Skotlandia yang dibelinya bersama Albert pada tahun 1847, Kastel Balmoral. Pada bulan Maret 1864, seorang pengunjuk rasa menempelkan pemberitahuan di pagar Istana Buckingham, yang mengumumkan "rumah besar ini disewakan atau dijual karena bisnis mantan penghuninya memburuk."[124] Paman Victoria, Leopold, menulis surat padanya untuk menasihatinya agar muncul di muka umum. Victoria setuju untuk mengunjungi taman Royal Horticultural Society di Kensington dan berangkat ke London dengan kereta kencana terbuka.[125]

 
Bersama John Brown di Balmoral, 1863. Foto oleh G. W. Wilson

Sepanjang tahun 1860-an, Victoria menjalin kedekatan dengan seorang pelayan laki-laki asal Skotlandia bernama John Brown.[126] Kabar burung mengenai hubungan asmara bahkan pernikahan rahasia diberitakan oleh media, dan beberapa di antaranya menyebut Ratu dengan panggilan "Mrs. Brown".[127] Kisah hubungan mereka menjadi tema film tahun 1997 berjudul Mrs. Brown. Sebuah lukisan karya Sir Edwin Henry Landseer yang menggambarkan Ratu Victoria dengan Brown dipamerkan di Royal Academy, dan Victoria menulis sebuah buku berjudul Leaves from the Journal of Our Life in the Highlands, yang menampilkan karakter Brown secara menonjol dan sangat dipuja oleh Ratu.[128]

Palmerston wafat pada tahun 1865, dan setelah Russell membentuk sebuah pemerintahan berumur singkat, Derby kembali berkuasa. Pada 1866, Victoria menghadiri Upacara Pembukaan Parlemen untuk pertama kalinya sejak kematian Albert.[129] Setahun kemudian, ia mendukung disahkannya Undang-Undang Reformasi 1867 yang menggandakan pemilih tetap dengan memperluas hak pilih bagi para pekerja perkotaan,[130] meskipun ia tidak menyetujui pemberian hak pilih bagi perempuan.[131] Derby mengundurkan diri pada tahun 1868 dan digantikan oleh Benjamin Disraeli, yang cukup disukai oleh Victoria. "Semua orang menyukai pujian," kata Disraeli, "dan ketika Anda berurusan dengan kerajaan, Anda harus memberikan [pujian]nya dengan sekop."[132][133] Masa jabatan Disraeli hanya berlangsung beberapa bulan, dan pada akhir tahun, saingan Liberalnya, William Ewart Gladstone, diangkat menjadi perdana menteri. Victoria tidak menyukai perilaku Gladstone; Gladstone berbicara padanya, ia pikir ia harus mengeluh, seolah-olah ia sedang berada di rapat umum.[134]

Pada tahun 1870, sentimen republikan di Britania Raya meningkat setelah pendirian Republik Prancis Ketiga, yang makin diperkuat oleh pengucilan diri Ratu Vitoria.[135] Unjuk rasa republikan di Alun-Alun Trafalgar menuntut penggulingan Victoria, dan Anggota Parlemen Radikal berpidato menentang dirinya.[136] Pada bulan Agustus dan September 1871, Victoria sakit parah dan sekujur lengannya ditumbuhi bisul. Joseph Lister berhasil mengobatinya dengan semprotan antiseptik asam karbolat yang baru ditemukannya.[137] Pada akhir November 1871, saat pergolakan republikan makin meningkat, Pangeran Wales terserang demam tifoid, penyakit yang diduga telah menewaskan ayahnya, dan Victoria ketakutan bahwa putranya akan tiada.[138] Di kala peringatan sepuluh tahun kematian suaminya makin dekat, kondisi putranya tidak kunjung membaik, dan kecemasan Victoria terus berlanjut.[139] Ketakutan Victoria sirna ketika Pangeran Wales akhirnya pulih.[140] Ibu dan anak tersebut menghadiri arak-arakan umum di London dan memanjatkan ibadah syukur di Katedral St. Paul pada tanggal 27 Februari 1872, dan semangat republikan perlahan mereda.[141]

Pada akhir Februari 1872, dua hari setelah ibadah pengucapan syukur, Arthur O'Connor yang berusia 17 tahun, keponakan jauh Anggota Parlemen Irlandia, Feargus O'Connor, melambaikan pistol kosong ke kereta terbuka yang ditumpangi Victoria tak lama setelah ia tiba di Istana Buckingham. Brown, yang sedang mendampingi Ratu, berhasil menangkap O'Connor. Ia kemudian dihukum penjara selama 12 bulan dan dicambuk.[142][143] Akibat insiden tersebut, kemasyhuran Victoria makin membaik.[144]

Anak dan Keturunan

sunting
 
Ratu Victoria dengan kesembilan anaknya, keenam menantunya, dan kedua puluh tiga cucunya, 1877

Gambaran Ikhtisar

sunting

Ratu Victoria dan Pangeran Albert memiliki 9 orang anak (4 orang laki-laki & 5 orang perempuan), 9 orang menantu (5 orang laki-laki & 4 orang perempuan), 42 orang cucu (20 orang laki-laki & 22 orang perempuan), dan 87 orang cicit.

Ratu Victoria hidup cukup lama untuk melihat semua cucunya dan bahkan banyak dari ke-87 cicitnya lahir. Sedangkan Pangeran Albert hanya sempat melihat dua orang cucunya selama hidupnya.

Anak pertama Ratu Victoria dan Pangeran Albert adalah Maharani Victoria dari Jerman yang lahir pada tahun 1840 saat mereka berdua berusia 21 tahun. Anak terakhir mereka adalah Putri Beatrice dari Britania Raya yang lahir pada tahun 1857 saat mereka berdua berusia 39 tahun. Pangeran Albert mendahului istri dan anak-anaknya dengan meninggal pada tahun 1861 saat Ratu Victoria masih berusia 42 tahun dan baru mempunyai dua orang cucu.

Ratu Victoria didahului oleh tiga orang anaknya dan tiga orang menantunya melalui kematian:

  • Anak Ratu Victoria yang meninggal pertama kali adalah Putri Alice, Istri Adipati Agung Hesse yang meninggal pada tahun 1878 di usia 35 tahun saat Ratu Victoria berusia 59 tahun.
  • Anak kedua Ratu Victoria yang meninggal sebelumnya adalah Pangeran Leopold, Adipati Albany yang meninggal pada tahun 1884 di usia 30 tahun saat Ratu Victoria berusia 65 tahun.
  • Dan anak Ratu Victoria yang terakhir kali mendahuluinya adalah Pangeran Alfred, Adipati Saxe-Coburg dan Gotha yang meninggal pada tahun 1900 di usia 55 tahun saat Ratu Victoria sudah berusia 81 tahun.
  • Menantu pertama Ratu Victoria yang mendahuluinya adalah Kaisar Frederik III dari Jerman yang meninggal pada tahun 1888 di usia 56 tahun saat Ratu Victoria berusia 69 tahun.
  • Menantu keduanya yang mendahuluinya adalah Louis IV, Adipati Agung Hesse yang meninggal pada tahun 1892 di usia 54 tahun saat Ratu Victoria berusia 73 tahun.
  • Menantu terakhir Ratu Victoria yang mendahuluinya adalah Pangeran Henry dari Battenberg yang meninggal pada tahun 1896 di usia 37 tahun saat Ratu Victoria berusia 77 tahun.

Anak dan Cucu Ratu Victoria

sunting
Nama Kelahiran Kematian Usia Pasangan Anak
Maharani Victoria dari Jerman, Putri Royal "Vicky" 21 November 1840 5 Agustus 1901 60 tahun Kaisar Frederick III dari Jerman (1831 – 1888) Kaisar Wilhelm II dari Jerman "Willy" (1859 – 1941),
Putri Charlotte, Istri Adipati Sachsen-Meiningen (1860 – 1919),
Pangeran Henry dari Prusia (1862 – 1929),
Pangeran Sigismund dari Prusia "Sigi" (1864 – 1866),
Putri Viktoria, Putri Adolf dari Schaumburg-Lippe "Moretta" (1866 – 1929),
Pangeran Waldemar dari Prusia (1868 – 1879),
Ratu Sophie dari Yunani "Sossy" (1870 – 1932),
Ratu Margarete dari Finlandia "Mossy" (1872 – 1954)
Raja Edward VII dari Britania Raya "Bertie" 9 November 1841 6 Mei 1910 68 tahun Ratu Alexandra dari Britania Raya "Alix" (1844 – 1925) Pangeran Albert Victor, Adipati Clarence dan Avondale "Eddy" (1864 – 1892),
Raja George V dari Britania Raya "Georgie" (1865 – 1936),
Putri Louise, Putri Royal dan Istri Adipati Fife (1867 – 1931),
Putri Victoria dari Wales "Toria" (1868 – 1935),
Ratu Maud dari Norwegia "Harry" (1869 – 1938),
Pangeran Alexander John dari Wales (1871 – 1871)
Putri Alice, Istri Adipati Agung dari Hesse dan oleh Rhine 25 April 1843 14 Desember 1878 35 tahun Louis IV, Adipati Agung dari Hesse dan oleh Rhine (1837 – 1892) Putri Victoria, Istri Bangsawan Milford Haven (1863 – 1950),
Istri Adipati Agung Elisabeth Fyodorovna dari Rusia "Ella" (1864 – 1918),
Putri Irene, Putri Henry dari Prusia (1866 – 1953),
Ernest Louis, Adipati Agung dari Hesse dan oleh Rhine "Ernie" (1868 – 1937),
Pangeran Friedrich dari Hesse dan oleh Rhine "Frittie" (1870 – 1873),
Maharani Aleksandra Fyodorovna dari Seluruh Rusia "Alicky" atau "Sunny" (1872 – 1918),
Putri Marie dari Hesse dan oleh Rhine "May" (1874 – 1878)
Pangeran Alfred, Adipati Edinburgh dan Adipati Saxe-Coburg dan Gotha "Affie" 6 Agustus 1844 31 Juli 1900 55 tahun Adipati Wanita Agung Maria Aleksandrovna dari Rusia (1853 – 1920) Pangeran Alfred, Pangeran Turun-Temurun dari Saxe-Coburg dan Gotha "Affie Muda" (1874 – 1899),
Ratu Marie dari Rumania "Missy" (1875 – 1938),
Istri Adipati Agung Victoria Fyodorovna dari Rusia "Ducky" (1876 – 1936),
Putri Alexandra, Putri dari Hohenlohe-Langenburg "Sandra" (1878 – 1942),
NN (lahir mati 1879),
Infanta Beatrice, Istri Adipati Galliera "Baby Bee" (1884 – 1966)
Putri Helena, Putri Christian dari Schleswig-Holstein "Lenchen" 25 Mei 1846 9 Juni 1923 77 tahun Pangeran Christian dari Schleswig-Holstein (1831 – 1917) Pangeran Christian Victor dari Schleswig-Holstein "Christle" (1867 – 1900),
Pangeran Albert, Adipati Schleswig-Holstein (1869 – 1931),
Putri Helena Victoria dari Schleswig-Holstein "Thora" (1870 – 1948),
Putri Marie Louise, Putri Aribert dari Anhalt "Louie" (1872 – 1956),
Pangeran Harald dari Schleswig-Holstein (1876 – 1876),
NN (lahir mati 1877)
Putri Louise, Istri Adipati Argyll 18 Maret 1848 3 Desember 1939 91 tahun John Campbell, Adipati Argyll ke-9 (1845 – 1914) -
Pangeran Arthur, Adipati Connaught dan Strathearn 1 Mei 1850 16 Januari 1942 91 tahun Putri Louise Margaret dari Prusia (1860 – 1917) Putri Mahkota Margaret dari Swedia "Daisy" (1882 – 1920),
Pangeran Arthur dari Connaught, Gubernur Jenderal dari Kesatuan Afrika Selatan (1883 – 1938),
Putri Patricia, Nyonya Patricia Ramsay "Patsy" (1886 – 1974)
Pangeran Leopold, Adipati Albany 7 April 1853 28 Maret 1884 30 tahun Putri Helena dari Waldeck dan Pyrmont (1861 – 1922) Putri Alice, Putri dari Athlone (1883 – 1981),
Pangeran Charles Edward, Adipati Albany dan Adipati Saxe-Coburg dan Gotha (1884 – 1954)
Putri Beatrice, Putri Henry dari Battenberg "Baby" 14 April 1857 26 Oktober 1944 87 tahun Pangeran Henry dari Battenberg (1858 – 1896) Pangeran Alexander Mountbatten, Bangsawan Carisbrooke ke-1 "Drino" (1886 – 1960),
Ratu Ena dari Spanyol "Ena" (1887 – 1969),
Pangeran Leopold, Tuan Leopold Mountbatten (1889 – 1922),
Pangeran Maurice dari Battenberg (1891 – 1914)

Pemerintahan

sunting

Victoria diangkat menjadi Ratu Britania Raya dan Irlandia Utara pada tanggal 20 Juni 1837 dan menjadi Maharani India pada tanggal 1 Januari 1877. Era Ratu Victoria adalah era yang menyebabkan perubahan yang begitu drastis di Inggris terutama dalam bidang teknologi.

Ratu Victoria selalu didampingi oleh Albert, Pangeran Pendamping dalam menjalankan tugas kerajaannya. Victoria menjadi ratu yang berbahagia selama masa pernikahannya masih berlangsung. Namun, pada tahun 1861 Ratu Victoria ditinggal mati oleh Pangeran Albert. Dan sejak saat itu, Ratu Victoria menjalankan pemerintahannya dengan kelam.

Selain menjalankan aktivitas kerajaan, Ratu Victoria juga menghabiskan waktu dengan merawat cucu-cucunya. Ratu Victoria juga memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria.

Sang ratu hidup cukup lama untuk bisa merayakan Yubileum Emas pemerintahannya pada tahun 1887 dan Yubileum Berlian pemerintahannya pada tahun 1897.

  • 24 Mei 1819–20 Juni 1837: Her Royal Highness Putri Victoria dari Kent
  • 20 Juni 1837–1876: Her Majesty Ratu Britania Raya
  • 1876–22 Januari 1901: Her Most Gracious Majesty Ratu Britania Raya dan Maharani India

Pada akhir pemerintahannya, gaya pemerintahan ratu sepenuhnya adalah: " Yang Mulia Victoria yang dirahmati Tuhan dari Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Ratu Irlandia, Pembela Keimanan, Kaisar India."

Penghargaan

sunting
  • Penemu dan Yang Berdaulat atas "Bintang Penghargaan India" – 1861
  • Penemu dan Yang Berdaulat atas "Lencana Penghargaan Kerajaan Victoria dan Albert" – 1861
  • Penemu dan Yang Berdaulat atas "Lencana Penghargaan Mahkota India" – 1878
  • Penemu dan Yang Berdaulat atas "Lencana Pengabdian Terhormat" – 1886
  • Penemu dan Yang Berdaulat atas "Lencana Penghargaan Kerajaan Era Victoria/Victorian" – 1896

Lambang kebesaran

sunting
 
Lambang Kebesaran (di luar Skotlandia dan di dalam)

Sebagai Penguasa, Victoria menggunakan lambang kebesaran Kerajaan Bersatu atau United Kingdom. Sebelum kenaikannya, dia tidak mendapatkan pengakuan lambang kebesaran, dikarenakan ketidakberhasilannya dalam bertakhta atas Hanover, lambang kebesarannya tidak menyertai simbol klan Hanover yang biasanya digunakan oleh pendahulunya. Tetapi lambang kebesarannya dipakai, ditanggung dan diteruskan oleh penerus takhtanya.

Di luar Skotlandia, Tanda di bilah perisai—juga digunakan pada standard kerajaan—yakni: Per kuartal: I dan IV, berlatar Merah, tiga singa penjaga berwarna kucam/putih pucat (untuk Inggris); II, atau, Seekor singa yang berdiri dengan kaki belakang di antara garis ganda orle berbunga—dan arah sebaliknya—Berbunga Merah (untuk Skotlandia); III, Berlatar Biru, Sebuah Harpa atau Harpa bersenar berwarna perak (untuk Irlandia). Di Skotlandia, pada kuartal pertama dan keempat, dipakai oleh singa Skotlandia, dan kedua oleh Singa Inggris. Jambul, Semboyan, dan para pendukung juga berbeda di dalam dan di luar Skotlandia.

Kematian

sunting

Sudah menjadi kebiasaan bagi Ratu Victoria sebagai seorang janda untuk menghabiskan malam Natal di Rumah Osborne, Isle of Wight pada tahun ini 1900.

Pada awal Januari 1901, Ratu Victoria merasa bahwa kondisinya "lemah dan tidak baik". Dan pada pertengahan bulan Januari, sang Ratu hilang kesadaran. Sampai pada tanggal 22 Januari 1901 pada pukul setengah tujuh malam, Ratu Victoria meninggal pada usia 81 tahun dengan sang munsyi Abdul Karim (sang munsyi) anak laki-laki tertuanya, Albert Edward, Pangeran Wales dan cucu tertuanya, Kaisar Wilhelm II dari Jerman di sisi tempat tidurnya.

Lihat pula

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Sebagai ratu, Victoria adalah Gubernur Agung Gereja Inggris. Ia juga terhubung dengan Gereja Skotlandia.
  2. ^ Wali baptisnya adalah Tsar Alexander I dari Rusia (diwakili oleh pamannya Frederick, Adipati York), pamannya George, Pangeran Regen, bibinya Ratu Charlotte dari Württemberg (diwakili oleh bibi Victoria Putri Augusta) dan nenek Victoria dari pihak ibu, Countess Augusta Reuss dari Ebersdorf (diwakili oleh bibinya, Putri Mary, Adipatni Gloucester dan Edinburgh).
  3. ^ Under section 2 of the Regency Act 1830, the Accession Council's proclamation declared Victoria as the King's successor "saving the rights of any issue of His late Majesty King William the Fourth which may be borne of his late Majesty's Consort". "No. 19509", The London Gazette, 20 June 1837, hlm. 1581 

Referensi

sunting
  1. ^ Hibbert, hlm. 3–12; Strachey, hlm. 1–17; Woodham-Smith, hlm. 15–29
  2. ^ Hibbert, hlm. 12–13; Longford, hlm. 23; Woodham-Smith, hlm. 34–35
  3. ^ Longford, hlm. 24
  4. ^ Worsley, hlm. 41.
  5. ^ Hibbert, hlm. 31; St Aubyn, hlm. 26; Woodham-Smith, hlm. 81
  6. ^ Hibbert, hlm. 46; Longford, hlm. 54; St Aubyn, hlm. 50; Waller, hlm. 344; Woodham-Smith, hlm. 126
  7. ^ Hibbert, hlm. 19; Marshall, hlm. 25
  8. ^ Hibbert, hlm. 27; Longford, hlm. 35–38, 118–119; St Aubyn, hlm. 21–22; Woodham-Smith, hlm. 70–72. Rumor tersebut tidak benar menurut pendapat penulis biografi ini.
  9. ^ Hibbert, hlm. 27–28; Waller, hlm. 341–342; Woodham-Smith, hlm. 63–65
  10. ^ Hibbert, hlm. 32–33; Longford, hlm. 38–39, 55; Marshall, hlm. 19
  11. ^ Waller, hlm. 338–341; Woodham-Smith, hlm. 68–69, 91
  12. ^ Hibbert, hlm. 18; Longford, hlm. 31; Woodham-Smith, hlm. 74–75
  13. ^ Longford, hlm. 31; Woodham-Smith, hlm. 75
  14. ^ Hibbert, hlm. 34–35
  15. ^ Hibbert, hlm. 35–39; Woodham-Smith, hlm. 88–89, 102
  16. ^ Hibbert, hlm. 36; Woodham-Smith, hlm. 89–90
  17. ^ Hibbert, hlm. 35–40; Woodham-Smith, hlm. 92, 102
  18. ^ Hibbert, hlm. 38–39; Longford, hlm. 47; Woodham-Smith, hlm. 101–102
  19. ^ Hibbert, hlm. 42; Woodham-Smith, hlm. 105
  20. ^ Hibbert, hlm. 42; Longford, hlm. 47–48; Marshall, hlm. 21
  21. ^ Hibbert, hlm. 42, 50; Woodham-Smith, hlm. 135
  22. ^ Marshall, hlm. 46; St Aubyn, hlm. 67; Waller, hlm. 353
  23. ^ Longford, hlm. 29, 51; Waller, hlm. 363; Weintraub, hlm. 43–49
  24. ^ Longford, hlm. 51; Weintraub, hlm. 43–49
  25. ^ Longford, hlm. 51–52; St Aubyn, hlm. 43; Weintraub, hlm. 43–49; Woodham-Smith, hlm. 117
  26. ^ Weintraub, hlm. 43–49
  27. ^ Victoria quoted in Marshall, hlm. 27 and Weintraub, hlm. 49
  28. ^ Victoria quoted in Hibbert, hlm. 99; St Aubyn, hlm. 43; Weintraub, hlm. 49 and Woodham-Smith, hlm. 119
  29. ^ Victoria's journal, October 1835, quoted in St Aubyn, hlm. 36 and Woodham-Smith, hlm. 104
  30. ^ Hibbert, hlm. 102; Marshall, hlm. 60; Waller, hlm. 363; Weintraub, hlm. 51; Woodham-Smith, hlm. 122
  31. ^ Waller, hlm. 363–364; Weintraub, hlm. 53, 58, 64, and 65
  32. ^ St Aubyn, pp. 55–57; Woodham-Smith, p. 138
  33. ^ Woodham-Smith, p. 140
  34. ^ Packard, pp. 14–15
  35. ^ Hibbert, pp. 66–69; St Aubyn, p. 76; Woodham-Smith, pp. 143–147
  36. ^ Greville quoted in Hibbert, p. 67; Longford, p. 70 and Woodham-Smith, pp. 143–144
  37. ^ Queen Victoria's Coronation 1838, The British Monarchy, diarsipkan dari versi asli tanggal 3 February 2016, diakses tanggal 28 January 2016 
  38. ^ St Aubyn, p. 69; Waller, p. 353
  39. ^ Hibbert, p. 58; Longford, pp. 73–74; Woodham-Smith, p. 152
  40. ^ Marshall, p. 42; St Aubyn, pp. 63, 96
  41. ^ Marshall, p. 47; Waller, p. 356; Woodham-Smith, pp. 164–166
  42. ^ Hibbert, pp. 77–78; Longford, p. 97; St Aubyn, p. 97; Waller, p. 357; Woodham-Smith, p. 164
  43. ^ Victoria's journal, 25 April 1838, quoted in Woodham-Smith, p. 162
  44. ^ St Aubyn, p. 96; Woodham-Smith, pp. 162, 165
  45. ^ Hibbert, p. 79; Longford, p. 98; St Aubyn, p. 99; Woodham-Smith, p. 167
  46. ^ Hibbert, pp. 80–81; Longford, pp. 102–103; St Aubyn, pp. 101–102
  47. ^ Longford, p. 122; Marshall, p. 57; St Aubyn, p. 104; Woodham-Smith, p. 180
  48. ^ Hibbert, p. 83; Longford, pp. 120–121; Marshall, p. 57; St Aubyn, p. 105; Waller, p. 358
  49. ^ St Aubyn, p. 107; Woodham-Smith, p. 169
  50. ^ Hibbert, pp. 94–96; Marshall, pp. 53–57; St Aubyn, pp. 109–112; Waller, pp. 359–361; Woodham-Smith, pp. 170–174
  51. ^ Longford, p. 84; Marshall, p. 52
  52. ^ Longford, p. 72; Waller, p. 353
  53. ^ Woodham-Smith, p. 175
  54. ^ Hibbert, pp. 103–104; Marshall, pp. 60–66; Weintraub, p. 62
  55. ^ Hibbert, pp. 107–110; St Aubyn, pp. 129–132; Weintraub, pp. 77–81; Woodham-Smith, pp. 182–184, 187
  56. ^ Hibbert, p. 123; Longford, p. 143; Woodham-Smith, p. 205
  57. ^ St Aubyn, p. 151
  58. ^ Hibbert, p. 265, Woodham-Smith, p. 256
  59. ^ Marshall, p. 152; St Aubyn, pp. 174–175; Woodham-Smith, p. 412
  60. ^ Charles, p. 23
  61. ^ Hibbert, pp. 421–422; St Aubyn, pp. 160–161
  62. ^ Woodham-Smith, p. 213
  63. ^ Hibbert, p. 130; Longford, p. 154; Marshall, p. 122; St Aubyn, p. 159; Woodham-Smith, p. 220
  64. ^ Hibbert, p. 149; St Aubyn, p. 169
  65. ^ Hibbert, p. 149; Longford, p. 154; Marshall, p. 123; Waller, p. 377
  66. ^ a b c d Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama odnb
  67. ^ Woodham-Smith, p. 100
  68. ^ Longford, p. 56; St Aubyn, p. 29
  69. ^ Hibbert, pp. 150–156; Marshall, p. 87; St Aubyn, pp. 171–173; Woodham-Smith, pp. 230–232
  70. ^ Charles, p. 51; Hibbert, pp. 422–423; St Aubyn, pp. 162–163
  71. ^ a b Hibbert, p. 423; St Aubyn, p. 163
  72. ^ Longford, p. 192
  73. ^ St Aubyn, p. 164
  74. ^ Marshall, pp. 95–101; St Aubyn, pp. 153–155; Woodham-Smith, pp. 221–222
  75. ^ Queen Victoria and the Princess Royal, Royal Collection, diarsipkan dari versi asli tanggal 17 January 2016, diakses tanggal 29 March 2013 
  76. ^ Woodham-Smith, p. 281
  77. ^ Longford, p. 359
  78. ^ Judul artikel Maud Gonne tahun 1900 setelah kunjungan Ratu Victoria ke Irlandia
  79. ^ Harrison, Shane (15 April 2003), "Famine Queen row in Irish port", BBC News, diarsipkan dari versi asli tanggal 19 September 2019, diakses tanggal 29 March 2013 
  80. ^ Officer, Lawrence H.; Williamson, Samuel H. (2024), Five Ways to Compute the Relative Value of a UK Pound Amount, 1270 to Present, MeasuringWorth, diakses tanggal 8 June 2024 
  81. ^ Kinealy, Christine, Private Responses to the Famine, University College Cork, diarsipkan dari versi asli tanggal 6 April 2013, diakses tanggal 29 March 2013 
  82. ^ Longford, p. 181
  83. ^ Kenny, Mary (2009), Crown and Shamrock: Love and Hate Between Ireland and the British Monarchy, Dublin: New Island, ISBN 978-1-905494-98-9 
  84. ^ St Aubyn, p. 215
  85. ^ St Aubyn, p. 238
  86. ^ Longford, pp. 175, 187; St Aubyn, pp. 238, 241; Woodham-Smith, pp. 242, 250
  87. ^ Woodham-Smith, p. 248
  88. ^ Hibbert, p. 198; Longford, p. 194; St Aubyn, p. 243; Woodham-Smith, pp. 282–284
  89. ^ Hibbert, pp. 201–202; Marshall, p. 139; St Aubyn, pp. 222–223; Woodham-Smith, pp. 287–290
  90. ^ Hibbert, pp. 161–164; Marshall, p. 129; St Aubyn, pp. 186–190; Woodham-Smith, pp. 274–276
  91. ^ Longford, pp. 196–197; St Aubyn, p. 223; Woodham-Smith, pp. 287–290
  92. ^ Longford, p. 191; Woodham-Smith, p. 297
  93. ^ St Aubyn, p. 216
  94. ^ Hibbert, pp. 196–198; St Aubyn, p. 244; Woodham-Smith, pp. 298–307
  95. ^ Hibbert, pp. 204–209; Marshall, pp. 108–109; St Aubyn, pp. 244–254; Woodham-Smith, pp. 298–307
  96. ^ St Aubyn, pp. 255, 298
  97. ^ Hibbert, pp. 216–217; St Aubyn, pp. 257–258
  98. ^ Hibbert, pp. 217–220; Woodham-Smith, pp. 328–331
  99. ^ Hibbert, pp. 227–228; Longford, pp. 245–246; St Aubyn, p. 297; Woodham-Smith, pp. 354–355
  100. ^ Woodham-Smith, pp. 357–360
  101. ^ Queen Victoria, "Saturday, 18th August 1855", Queen Victoria's Journals, 40, hlm. 93, diarsipkan dari versi asli tanggal 25 November 2021, diakses tanggal 2 June 2012 – via The Royal Archives 
  102. ^ 1855 visit of Queen Victoria, Château de Versailles, diarsipkan dari versi asli tanggal 11 January 2013, diakses tanggal 29 March 2013 
  103. ^ "Queen Victoria in Paris", Royal Collection Trust, diarsipkan dari versi asli tanggal 29 August 2022, diakses tanggal 29 August 2022 
  104. ^ Hibbert, pp. 241–242; Longford, pp. 280–281; St Aubyn, p. 304; Woodham-Smith, p. 391
  105. ^ Hibbert, p. 242; Longford, p. 281; Marshall, p. 117
  106. ^ Napoleon III Receiving Queen Victoria at Cherbourg, 5 August 1858, Royal Museums Greenwich, diarsipkan dari versi asli tanggal 3 April 2012, diakses tanggal 29 March 2013 
  107. ^ Hibbert, p. 255; Marshall, p. 117
  108. ^ Longford, pp. 259–260; Weintraub, pp. 326 ff.
  109. ^ Longford, p. 263; Weintraub, pp. 326, 330
  110. ^ Hibbert, p. 244
  111. ^ Hibbert, p. 267; Longford, pp. 118, 290; St Aubyn, p. 319; Woodham-Smith, p. 412
  112. ^ Hibbert, p. 267; Marshall, p. 152; Woodham-Smith, p. 412
  113. ^ Hibbert, pp. 265–267; St Aubyn, p. 318; Woodham-Smith, pp. 412–413
  114. ^ Waller, p. 393; Weintraub, p. 401
  115. ^ Hibbert, p. 274; Longford, p. 293; St Aubyn, p. 324; Woodham-Smith, p. 417
  116. ^ Longford, p. 293; Marshall, p. 153; Strachey, p. 214
  117. ^ Hibbert, pp. 276–279; St Aubyn, p. 325; Woodham-Smith, pp. 422–423
  118. ^ Hibbert, pp. 280–292; Marshall, p. 154
  119. ^ Hibbert, p. 299; St Aubyn, p. 346
  120. ^ St Aubyn, p. 343
  121. ^ e.g. Strachey, p. 306
  122. ^ Ridley, Jane (27 May 2017), "Queen Victoria – burdened by grief and six-course dinners", The Spectator, diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2018, diakses tanggal 28 August 2018 
  123. ^ Marshall, pp. 170–172; St Aubyn, p. 385
  124. ^ Hibbert, p. 310; Longford, p. 321; St Aubyn, pp. 343–344; Waller, p. 404
  125. ^ Hibbert, p. 310; Longford, p. 322
  126. ^ Hibbert, pp. 323–324; Marshall, pp. 168–169; St Aubyn, pp. 356–362
  127. ^ Hibbert, pp. 321–322; Longford, pp. 327–328; Marshall, p. 170
  128. ^ Hibbert, p. 329; St Aubyn, pp. 361–362
  129. ^ Hibbert, pp. 311–312; Longford, p. 347; St Aubyn, p. 369
  130. ^ St Aubyn, pp. 374–375
  131. ^ Marshall, p. 199; Strachey, p. 299
  132. ^ Hibbert, p. 318; Longford, p. 401; St Aubyn, p. 427; Strachey, p. 254
  133. ^ Buckle, George Earle; Monypenny, W. F. (1910–1920) The Life of Benjamin Disraeli, Earl of Beaconsfield, vol. 5, p. 49, quoted in Strachey, p. 243
  134. ^ Hibbert, p. 320; Strachey, pp. 246–247
  135. ^ Longford, p. 381; St Aubyn, pp. 385–386; Strachey, p. 248
  136. ^ St Aubyn, pp. 385–386; Strachey, pp. 248–250
  137. ^ Longford, p. 385
  138. ^ Hibbert, p. 343
  139. ^ Hibbert, pp. 343–344; Longford, p. 389; Marshall, p. 173
  140. ^ Hibbert, pp. 344–345
  141. ^ Hibbert, p. 345; Longford, pp. 390–391; Marshall, p. 176; St Aubyn, p. 388
  142. ^ Templat:Old Bailey
  143. ^ Charles, p. 103; Hibbert, pp. 426–427; St Aubyn, pp. 388–389
  144. ^ Hibbert, p. 427; Marshall, p. 176; St Aubyn, p. 389

Bacaan lanjutan

sunting
  • Auchincloss, Louis. Persons of Consequence: Queen Victoria and Her Circle. Random House, 1979.
  • Cecil, Algernon. Queen Victoria and Her Prime Ministers. Eyre and Spottiswode, 1953.
  • Eilers, Marlene A. Queen Victoria’s Descendants. 2d enlarged & updated ed. Falköping, Sweden: Rosvall Royall Books, 1997.
  • Farnborough, T. E. May (1st Baron). Constitutional History of England since the Accession of George the Third. 11th ed. Longmans, Green, 1896.
  • Hibbert, Christopher. Queen Victoria: A Personal History. Viking, 2000.
  • Potts, D. M. & W. T. W. Potts. Queen Victoria’s Gene: Haemophilia and the Royal Family. Alan Sutton, 1995.
  • The Royal Household. (2004). "Victoria." Official Website of the British Monarchy.
  • "Queen Victoria." Encyclopædia Britannica. 11th ed. Cambridge University Press, 1911.
  • Weintraub, Stanley. Victoria: An Intimate Biography. Dutton, 1987.
Victoria dari Britania Raya
Cabang kadet Wangsa Guelf
Lahir: 24 Mei 1819 Meninggal: 22 Januari 1901
Didahului oleh:
William IV
Ratu Britania Raya dan Irlandia
1837-1901
Diteruskan oleh:
Edward VII
Didahului oleh:
Bahadur Shah II
Kaisar Mughal Terakhir
Maharani India
1877-1901
retroaktif dari tahun 1857

Templat:Monarki Inggris