Senapati dari Mataram

pendiri dan raja pertama Mataram
(Dialihkan dari Sutawijaya)

Senapati dari Mataram (Jawa: ꦥꦤꦼꦩ꧀ꦧꦲꦤ꧀ꦱꦺ ꦤꦥꦠꦶ, translit. Panêmbahan Senapati; meninggal 1601[1]) adalah bapak dari wangsa Mataram dan merupakan panembahan (pemimpin) pertama dari Mataram, yang di masanya masih berupa kadipaten. Ia mewarisi jabatan ayahnya sebagai adipati Mataram di bawah Kesultanan Pajang. Saat kesultanan tersebut mengalami gonjang-ganjing, Senapati memerdekakan diri dan memerintah Mataram hingga menjadi kerajaan yang berdaulat. Sepeninggalnya, keturunannya menggunakan namanya sebagai gelar dinasti.

Panembahan Senapati
ꦥꦤꦼꦩ꧀ꦧꦲꦤ꧀ꦱꦺ ꦤꦥꦠꦶ
Panembahan Senapati ing Ngalaga
Sebuah lukisan menggambarkan pertemuan antara Senapati dengan Kanjeng Ratu Kidul.
Panembahan Mataram
ke-1
Bertakhta1586 ‒ 1601[1]
PenerusAnyakrawati
Informasi pribadi
Kelahirantidak diketahui
Kematian1601[1]
Kajenar[1]
Pemakaman
WangsaMataram
Nama takhta
Sampeyan Dalem Ingkang Jumeneng Kangjeng Panembahan Senapati Ingalaga Sayyidin Panatagama
Nama anumerta
Panembahan Seda ing Kajenar
AyahKi Ageng Pamanahan (Kyai Gede Mataram)
IbuNyai Ageng Pamanahan (Nyai Sabinah)
PasanganWaskita Jawi (permaisuri)
Ratna Jumilah
Rara Semangkin
Nyai Adisara
Anak
Daftar
    • Raden Rangga (Pangeran Rangga Samudra)
    • Raden Mas Kentol Kajuron (Pangeran Puger)
    • Jaka Umbaran (Pangeran Purbaya)
    • Raden Mas Bartotot (Pangeran Jayaraga)
    • Raden Mas Bagus (Panembahan Juminah)
    • Raden Mas Jolang (Pangeran Adipati Anom)
    • Raden Mas Julig (Pangeran Pringgalaya)
Bahasa Jawaꦥꦤꦼꦩ꧀ꦧꦲꦤ꧀ꦱꦺ ꦤꦥꦠꦶ
AgamaIslam

Silsilah sunting

Berdasarkan serat atau naskah babad seperti Serat Bauwarna, Serat Centhini, Babad Tanah Jawi dan beberapa naskah lainnya disebutkan bahwa Panembahan Senapati memiliki beberapa nama kecil dan julukan diantaranya; Raden Bagus Dananjaya, Raden Ngabehi Saloring Pasar, Raden Ngabehi Salering Peken, Risang Sutawijaya, dan Danang Sutawijaya, yang lebih dikenal di kemudian hari.

Panembahan Senapati adalah putra sulung dari pasangan Ki Ageng Pamanahan dan Nyai Ageng Pamanahan. Ibunya adalah adik dari Ki Juru Martani, yang menjadi patih pertama Mataram pada masa pemerintahannya. Sutawijaya juga pernah diambil sebagai anak angkat oleh Sultan Adiwijaya dari Pajang karena pernikahan Adiwijaya dan istrinya sampai saat itu belum dikaruniai anak. Sutawijaya kemudian diberi tempat tinggal di sebelah utara pasar sehingga ia dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Saloring Pasar.

Meskipun daftar raja-raja Mataram selalu menempatkan Panembahan Senapati berada dalam urutan pertama, gelar sultan baru resmi digunakan pada tahun 1641 di masa kekuasaan cucunya, Anyakrakusuma. Sutawijaya masih mempertahankan gelar lamanya, panembahan, dapat disepadankan dengan adipati atau kepala pemerintahan dalam konteks ini, gelar yang dia sandang saat masih menjadi bawahan Kesultanan Pajang.

Kehidupan awal sunting

 
Potret anumerta Panembahan Senapati

Menurut tradisi Jawa, Ki Ageng Pamanahan, ayah Senapati, memimpin penyerangan bersama Ki Panjawi dan Ki Juru Martani dari Pajang menuju Demak. Dia membantu Jaka Tingkir dari pemberontakan Arya Panangsang atas Demak.[2]

Panembahan Senapati yang juga anak angkat Sultan Adiwijaya, ikut serta membantu ayahnya, Ki Ageng Pamanahan dalam sayembara melawan Arya Panangsang. Karena Adiwijaya mengkhawatirkan putra angkatnya turut dalam melaksanakan tugas tersebut, ia memberikan bantuan pasukan Pajang untuk membantunya berperang. Perang antara pasukan Pajang melawan Arya Panangsang terjadi di dekat Bengawan Sore. Berkat siasat cerdik yang disusun Ki Juru Martani, Arya Panangsang berhasil tumpas di tangan Panembahan Senapati.[3]

Ki Ageng Pamanahan berjanji setia kepada Sultan Adiwijaya yang memberinya izin mendirikan tanah perdikan (kadipaten) di Mentaok yang saat itu merupakan wilayah selatan Pajang.[4]

Pada 1584, Panembahan Senapati menjadi adipati menggantikan ayahnya yang telah mangkat. Sementara itu, di Pajang sedang terjadi perebutan kekuasaan besar-besaran yang terjadi setelah Sultan Adiwijaya wafat pada tahun 1582. Pewaris Adiwijaya adalah Pangeran Benawa, yang digulingkan takhtanya oleh Arya Pangiri.[2] Arya Pangiri adalah menantu Sultan Adiwijaya yang menjadi adipati Demak. Ia didukung Panembahan Kudus merebut takhta Pajang pada tahun 1583 dan menyingkirkan Pangeran Benawa.

Sejak saat itu Mataram mulai melepaskan kekuasaannya dari Pajang. Di bawah Panembahan Senapati, Mataram mulai melancarkan kampanye militer melawan Pajang. Senapati memang ingin menjadikan Mataram sebagai kerajaan yang merdeka. Ia sibuk mengadakan persiapan, baik yang bersifat material ataupun spiritual. Senapati juga berani membelokkan para mantri pamajegan dari Kedu dan Bagelen yang hendak menyetor pajak ke Pajang. Para mantri itu bahkan berhasil dibujuknya sehingga berdatangan kepadanya dengan harapan dapat melemahkan Pajang. Selain itu, Pangeran Benawa kemudian bersekutu dengan Senapati, karena pemerintahan Arya Pangiri dinilai sangat merugikan rakyat Pajang. Perang antara Pajang melawan Mataram pun terjadi dengan akhir kekalahan Arya Pangiri.[5]

Pangeran Benawa akhirnya diangkat menjadi Raja Pajang. Selama periode itu tidak ada putra mahkota Pajang yang menggantikan Pangeran Benawa, ia berwasiat agar Pajang bergabung dengan Mataram. Senapati ditunjuk untuk menggantikan posisinya. Pajang sendiri kemudian menjadi bawahan Mataram, dengan Pangeran Gagak Baning sebagai adipati yang tak lain adalah adik Senapati.[5]

Maka sejak tahun 1586, Senapati menjadi raja pertama Mataram bergelar panembahan. Ia tidak memakai gelar susuhunan atau sultan karena menghormati Sultan Adiwijaya dan Pangeran Benawa. Pusat pemerintahannya terletak di Kotagede.[5]

Kemenangan militer sunting

Kampanye militer yang dilakukan Senapati setelah mangkatnya Sultan Adiwijaya adalah pendudukan daerah-daerah brang wetan yang banyak melepaskan diri dari Pajang. Persekutuan adipati brang wetan tetap dipimpin Surabaya sebagai kadipaten terkuat. Pasukan mereka berperang melawan pasukan Mataram di Mojokerto namun dapat dipisah utusan Kesunanan Giri.

Selain Pajang dan Demak yang sudah dikuasai Mataram, daerah Pati juga sudah tunduk secara damai. Pati saat itu dipimpin Adipati Pragola putra Ki Panjawi. Kakak perempuannya, Waskita Jawi menjadi permaisuri Senapati, bergelar Kanjeng Ratu Mas. Hal itu membuat Pragola menaruh harapan bahwa Mataram kelak akan dipimpin keturunan kakak perempuannya.[6]

Pada tahun 1590 gabungan pasukan Mataram, Pajang, Pati, dan Demak bergerak menyerang Madiun. Adipati Madiun adalah Rangga Jumena (putra bungsu Sultan Trenggana) yang telah mempersiapkan pasukan besar menghadang penyerangnya. Melalui siasat yang cerdik, Madiun berhasil ditundukkan. Rangga Jumena melarikan diri ke Surabaya. Rangga Jumena setelah mengalami kekalahan kemudian mengandalkan putrinya yang cantik, yaitu Ratna Jumilah untuk membuat siasat mengalahkan Panembahan Senapati.

Bujuk rayu Senapati yang berwajah tampan dan tegap dapat menaklukkan hati Ratna Jumilah, karena Senapati datang ke Madiun bukan untuk menaklukkan melainkan untuk mempersatukan darah Mataram dan darah Demak agar dapat menjadi kerajaan yang bersatu. Ratna Jumilah sebagai seorang wanita terhormat tidak mau menyerah kepada bujuk rayu Senapati, dan perlu membuktikan bahwa Senapati unggul dalam peperangan.[7]

Setelah terbukti kesaktian Senapati, akhirnya Ratna Jumilah menyerah dan dipersunting oleh Panembahan Senapati. Dari kisah Panembahan Senapati dan Ratna Jumilah itulah oleh KGPAA Mangkunagara IV diciptakan sebuah tari yang bernama Tari Bedaya Bedah Madiun.

 
Gerbang makam Panembahan Senapati di Pasarean Mataram

Pada tahun 1591 terjadi konflik suksesi di Kediri sepeninggal Pangeran Mas. Setelah Pangeran Mas wafat, Pangeran Surabaya menempatkan Ratu Jalu sebagai penguasa di Kediri. Tindakan itu ternyata menimbulkan kekecewaan keluarga Pangeran Mas. Saudara Pangeran Mas yang bergelar Senapati Kediri terusir posisinya oleh adipati baru bernama Ratu Jalu hasil pilihan Surabaya. Senapati Kediri kemudian diambil sebagai anak angkat oleh Senapati dan dibantu merebut kembali takhta Kediri.

Pada tahun 1595 adipati Pasuruan berniat tunduk secara damai pada Mataram namun dihalang-halangi panglimanya, yang bernama Rangga Kaniten. Rangga Kaniten dapat dikalahkan oleh Senapati dalam sebuah perang tanding. Ia kemudian ditumpas sendiri oleh adipati Pasuruan, yang kemudian menyatakan tunduk kepada Mataram.

Pada tahun 1600 terjadi pemberontakan Adipati Pragola dari Pati. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Ratna Jumilah putri Madiun sebagai permaisuri kedua Senapati. Perang kemudian terjadi di dekat Sungai Dengkeng di mana pasukan Mataram dipimpin langsung oleh Senapati sendiri dan berhasil meredamkan pemberontakan itu.[6]

Danang Sutawijaya alias Panembahan Senapati meninggal dunia pada tahun 1601 saat berada di desa Kajenar, kemudian diberi gelar sebagai Panembahan Seda ing Kajenar (Panembahan yang meninggal di Kajenar).[1] Ia kemudian dimakamkan di komplek Pasarean Mataram. Kelak yang menjadi penerus Senapati menjadi raja adalah Anyakrawati, putra Senapati dengan Kanjeng Ratu Mas atau Waskita Jawi, putri dari Ki Panjawi.

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e G.P.H. Hadiwidjojo (1956). Paparabipun Para Nata Surakarta wiwit Mataram. Prabuwinatan, Surakarta. Jumênêng 1586 surud 1601, seda ing Kajênar 
  2. ^ a b Soekmono. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Kanisius. 
  3. ^ Purwadi (2001). Babad Tanah Jawi: Menelusuri Jejak Konflik. Yogyakarta: Pustaka Alif. 
  4. ^ H. J. De Graaf dan Pigeaud (2003). Kerajaan Islam Pertama di Jawa, terj. Pustaka Utama Grafiti dan KITLV. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. 
  5. ^ a b c De Graaf, H.J. (1985). Awal Kebangkitan Mataram Masa Pemerintahan Senapati. terj. Grafiti Press dan KITLV. Jakarta: PT Grafiti Perss. 
  6. ^ a b Sosrosumanto, KM. & Dibyosudiro (1925). Serat Babad Pati. Yogyakarta: NV. Mardimulyo. 
  7. ^ Purwadi (2007). Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu. 

Pustaka sunting

  • De Graaf, H.J. Awal Kebangkitan Mataram Masa Pemerintahan Senapati. terj. Grafiti Press dan KITLV. Jakarta: PT Grafiti Perss, 1985.
  • Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
  • De Graaf, H.J. dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
  • M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
  • Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Senapati dari Mataram
Lahir: Tidak diketahui Meninggal: 1601
Gelar
Didahului oleh:
Pangeran Benawa
Adipati Mataram
di bawah Kesultanan Pajang

1584 – 1586
Kemerdekaan dari Pajang
Didahului oleh:
Jabatan baru
Panembahan Mataram
1586 ‒ 1601
Diteruskan oleh:
Anyakrawati