Pembagian Korea menjadi Korea Utara dan Korea Selatan bermula sejak kemenangan Blok Sekutu di dalam Perang Dunia II, mengakhiri 35 tahun Penjajahan Jepang atas Korea. Di dalam sebuah proposal yang ditolak oleh hampir seluruh bangsa Korea, Amerika Serikat dan Uni Soviet setuju untuk sementara menduduki negara Korea sebagai wilayah perwalian dengan zona pengawasan yang didemarkasi pada sepanjang 38 derajat lintang utara. Tujuan perwalian ini adalah untuk mendirikan pemerintah sementara Korea yang akan menjadi "bebas dan merdeka pada waktunya."[1] Meskipun pemilihan umum dijadwalkan, dua adidaya mendukung dari belakang para pemimpin yang berseberangan dan dua negara itu secara efektif telah didirikan, masing-masing mengakui kedaulatan atas seluruh Semenanjung Korea.

Berkas:Korea DMZd.svg
Semenanjung Korea, kali pertama dibagi menurut 38 derajat lintang utara, yang kemudian menjadi sepanjang garis demarkasi

Perang Korea (1950-1953) meninggalkan dua Korea yang dipisahkan oleh Zona Demiliterisasi Korea, yang secara teknis masih menyisakan perang melalui Perang Dingin hingga kini. Korea Utara adalah negara komunis, sering kali digambarkan sebagai Stalinis dan tertutup. Ekonominya pada awalnya menikmati pertumbuhan yang substansial namun runtuh pada tahun 1990-an, tidak seperti tetangga Komunisnya Republik Rakyat Tiongkok. Korea Selatan tumbuh, setelah beberapa dasawarsa di bawah penguasa otoriter, menjadi demokrasi liberal kapitalis, salah satu ekonomi terbesar di dunia.

Sejak 1990-an, dengan pemerintahan Korea Selatan yang liberal progresif, juga mangkatnya pendiri Korea Utara Kim Il-sung, dua pihak mangambil jalan, langkah-langkah simbolik menuju Reunifikasi Korea yang mungkin.[2]

Latar belakang sejarah sunting

Penjajahan Jepang atas Korea (1910-1945) sunting

Pada saat Perang Rusia-Jepang berakhir pada 1905, Korea menjadi protektorat nominal, dan diduduki oleh Jepang pada 1910.

Akhir Perang Dunia II (1939–1945) sunting

Pada November 1943, Franklin Roosevelt, Winston Churchill, dan Chiang Kai-shek bertemu di Konferensi Kairo untuk membahas apa yang harus terjadi pada koloni Jepang, dan setuju bahwa Jepang harus kehilangan semua wilayah taklukkannya karena dikhawatirkannya bahaya kebangkitan Jepang. Dalam pernyataan setelah konferensi ini, Korea disebutkan untuk pertama kalinya. Tiga kekuatan menyatakan bahwa "kesadaran akan perbudakan rakyat Korea ditentukan bahwa pada saatnya Korea akan menjadi bebas dan merdeka" (Konferensi Kairo). Bagi nasionalis Korea yang menginginkan kemerdekaan langsung, frasa "pada waktunya" adalah alasan kecemasan. Roosevelt mungkin telah mengusulkan kepada Stalin bahwa 3 atau 4 tahun berlalu sebelum Korea merdeka sepenuhnya; Stalin keberatan, dengan mengatakan bahwa periode waktu yang lebih singkatlah yang diinginkan. Pada kasus manapun, perbincangan Korea di antara Blok Sekutu tidak akan dilanjutkan hingga kemenangan atas Jepang semakin dekat.

Dengan berakhirnya perang yang tampak pada bulan Agustus 1945, masih belum ada mufakat mengenai nasib Korea di antara pemimpin Sekutu. Banyak orang Korea di Semenanjung Korea telah membuat rencana mereka sendiri untuk masa depan Korea, dan beberapa dari rencana ini termasuk pendudukan kembali Korea oleh kekuatan asing. Menyusul pengeboman atom di Hiroshima pada 6 Agustus 1945, tentara Uni Soviet menyerbu Manchuria, sesuai kesepakatan Joseph Stalin dengan Harry Truman selama konferensi Potsdam.[3] Namun, para pemimpin Amerika khawatir bahwa seluruh semenanjung mungkin akan diduduki oleh Uni Soviet, dan ketakutan ini mungkin juga mengarah pada pendudukan Soviet atas Jepang. Peristiwa berikutnya menunjukkan rasa takut ini menjadi tidak berdasar. Pasukan Soviet tiba di Korea sebelum tibanya pasukan Amerika, tetapi mereka hanya menduduki bagian utara semenanjung, menghentikan perjalanan mereka di 38 derajat Lintang Utara, sesuai dengan kesepakatan mereka dengan Amerika Serikat. Pada tanggal 10 Agustus 1945 dua perwira muda - Dean Rusk dan Charles Bonesteel - ditugaskan untuk menciptakan zona pendudukan Amerika. Bekerja pada pemberitahuan yang sangat pendek dan sama sekali tidak punya persiapan yang cukup untuk tugas itu, mereka menggunakan peta National Geographic untuk menentukan 38 derajat LU; mereka memilihnya karena garis itu membagi Korea kira-kira di tengah-tengah tetapi akan menjadikan ibu kota Seoul di bawah kendali Amerika. Tidak ada ahli tentang Korea yang diminta konsultasi dan kedua orang tidak menyadari bahwa empat puluh tahun sebelumnya, Jepang dan Rusia telah membahas pembagian Korea pada sepanjang garis lintang yang sama; Rusk kemudian mengatakan bahwa dia tahu, dia "hampir pasti" akan memilih garis yang berbeda.[4] Bagaimanapun, keputusan itu dituliskan secara tergesa-gesa ke dalam Orde Umum Nomor 1 untuk pengurusan Jepang pascaperang.

Jenderal Nobuyuki Abe, Gubernur-Jenderal Jepang di Korea yang terakhir, telah berhubungan dengan sejumlah orang Korea yang berpengaruh sejak awal Agustus 1945 untuk mempersiapkan peralihan kekuasaan. Pada 15 Agustus 1945, Lyuh Woon-Hyung, politisi sayap kiri yang moderat, setuju untuk mengambil alih. Dia bertugas mempersiapkan pembentukan sebuah negara baru dan bekerja keras untuk membangun struktur pemerintahan. Pada 6 September 1945, wakil-wakil kongres bersidang di Seoul. Penyusunan dasar negara Korea modern berlangsung hanya tiga minggu setelah Jepang menyerah. Pemerintah didominasi oleh sayap kiri, yang sebagiannya disebabkan oleh banyak pejuang antipenjajahan yang setuju dengan banyak pandangan komunisme mengenai imperialisme dan kolonialisme.

Setelah Perang Dunia II sunting

Di selatan sunting

Pada 7 September 1945, Jenderal MacArthur mengumumkan bahwa Letnan Jenderal John R. Hodge mengelola urusan Korea, dan Hodge mendarat di Incheon baserta pasukannya keesokan harinya. "Pemerintah Sementara Republik Korea" mengirimkan delegasi beserta tiga orang penerjemah, namun dia menolak untuk menemui mereka.

Dengan fokus mereka lebih dominan terhadap Jepang, penguasa militer Amerika menjadi kurang perhatian terhadap Korea dan tentara pada umumnya tidak ingin ditugaskan di sana. Sementara Jepang diletakkan di bawah pemerintahan sipil, Korea ditempatkan di bawah pemerintahan langsung satuan militer. Sedikit perubahan di dalam administrasi negara itu; petugas yang melakukan pelayanan di bawah otoritas Jepang tetap berada di posisi mereka masing-masing. Gubernur Jepang tidak diberhentikan sampai pertengahan September dan banyak petugas Jepang berada di kantor sampai 1946. Keputusan tersebut membuat marah sebagian besar warga Korea, karena Jepang selama ini telah membantu mengeksploitasi Korea. Kemarahan ini semakin menjadi-jadi tatkala militer Amerika memilih untuk memberikan banyak posisi pemerintahan bagi orang Korea yang dianggap telah mengkhianati negara mereka sendiri dengan bekerja sama dengan penguasa Jepang.

Penguasa pendudukan Amerika Serikat di Korea bagian selatan melihat banyak upaya pemerintah pribumi sebagai pemberontakan komunis dan menolak untuk mengakui "Pemerintahan Sementara". Namun, seorang anti-komunis bernama Syngman Rhee, yang pindah kembali ke Korea setelah puluhan tahun di pengasingan di Amerika Serikat, dianggap sebagai calon yang dapat diterima untuk memimpin negeri ini sementara waktu karena ia dianggap ramah kepada Amerika Serikat. Di bawah Rhee, pemerintah sementara Korea Selatan melakukan sejumlah kampanye militer melawan pemberontak sayap kiri yang mengangkat senjata melawan pemerintah dan menganiaya lawan-lawan politik lainnya. Selama beberapa tahun berikutnya, antara 30.000[5] dan 100.000 orang kehilangan nyawa mereka selama perang melawan pemberontak sayap kiri.[6] Pada Agustus 1948, Syngman Rhee menjadi presiden pertama Korea Selatan, dan pasukan Amerika Serikat meninggalkan semenanjung.

Di utara sunting

 
Penyambutan Tentara Merah di Pyongyang pada 14 Oktober 1945.
Komite Rakyat Sementara Korea Utara

북조선인민위원회
Pukchosǒn Inmin Wiwŏnhoe
1946–1948
Lambang
Lagu kebangsaanAegukga (1946–1947)
Aegukka (1947–1948)
 
Lokasi Korea bagian utara
Ibu kotaPyongyang
Bahasa yang umum digunakanKorea
PemerintahanPemerintahan sementara komunisme
Kepala Komite 
• 1946-48
Kim Il-sung
Kepala Partai Buruh Korea 
• 1946-49
Kim Tu-bong
Era SejarahPerang Dingin
• Tentara Soviet ditempatkan di Korea Utara
Augustus 1945
• Otoritas Sipil Soviet berakhir
Februari 1946
• Reformasi lahan
Maret 1946
9 September 1948
Mata uangWon
Didahului oleh
Digantikan oleh
  Republik Rakyat Korea
  Otoritas Sipil Soviet
Korea Utara  
 
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
 
Bantuan penggunaan templat ini

Pada bulan Agustus 1945, tentara Uni Soviet membentuk Penguasa Sipil Soviet untuk memerintah negeri ini sampai rezim dalam negeri, yang ramah kepada Uni Soviet, dapat didirikan. Komite sementara didirikan di seluruh negara, meletakkan pihak Komunis di posisi kunci. Pada Maret 1946 reformasi tanah dilembagakan karena tanah yang pernah dikuasai Jepang dan para pemilik tanah yang berkolaborasi dibagi dan diserahkan kepada petani miskin. Kim Il-sung memprakarsai program reformasi tanah pada tahun 1946. Dengan mengorganisasi banyak warga sipil miskin dan pekerja pertanian di bawah komite rakyat, sebuah kampanye massa nasional menghancurkan kendali kaum penguasa lama tanah. Tuan tanah diizinkan hanya untuk mempertahankan tanah yang sama luasnya dengan tanah kaum sipil miskin yang pernah menyewa tanah mereka, sehingga pembagian tanah lebih merata. Reformasi tanah Korea Utara dicapai dengan cara yang tidak terlalu keras daripada yang terjadi di Cina atau Vietnam. Sumber-sumber resmi Amerika menyatakan, "Dari semua catatan, mantan tetua desa dihilangkan sebagai pemaksaan politik tanpa mengarah pada pertumpahan darah, tapi tindakan yang sangat hati-hati itu diambil untuk mencegah mereka kembali berkuasa."[7] Kebijakan ini sangat menyenangkan di kalangan petani, tetapi menyebabkan banyak kolaborator dan mantan tuan tanah melarikan diri ke Korea Selatan di mana beberapa di antaranya memperoleh posisi di pemerintahan Korea Selatan yang baru. Menurut pemerintah militer Amerika Serikat, 400.000 warga Korea Utara pergi ke Korea Selatan sebagai pengungsi.[8]

Industri kunci dinasionalisasi. Situasi ekonomi di Korea Utara hampir sama sulitnya seperti di Korea Selatan, karena Jepang memusatkan pertanian di selatan dan industri berat di utara.

Pada Februari 1946 pemerintah sementara yang disebut Komite Rakyat Sementara Korea Utara dibentuk di bawah pimpinan Kim Il-sung, yang telah menghabiskan beberapa tahun terakhir untuk berlatih perang bersama pasukan Soviet di Manchuria. Konflik dan perebutan kekuasaan memanas di tingkat atas pemerintahan di Pyongyang karena pihak aspiran yang berbeda melakukan manuver untuk mendapatkan posisi kekuasaan di dalam pemerintahan baru. Di tingkat lokal, komite rakyat secara terbuka menyerang kolaborator dan beberapa tuan lahan, dengan menyita banyak tanah dan harta benda mereka. Akibatnya, banyak kolaborator dan yang lainnya hilang atau tewas. Itu terjadi di banyak provinsi, dan melalui kerjasama dengan komite rakyat yang sama inilah pada akhirnya pemimpin Korea Utara, Kim Il-sung mampu membangun sistem pendukung akar rumput yang akan mengangkatnya untuk berkuasa di atas lawan-lawan politiknya yang pernah tinggal di Pyongyang. Pasukan Soviet berangkat pada tahun 1948.

Dibentuknya dua negara Korea sunting

Dengan menguatnya ketidakpercayaan antara sekutu sebelumnya Amerika Serikat dan Uni Soviet, tidak ada persetujuan yang berhasil dicapai mengenai cara untuk mendamaikan pemerintah sementara yang saling bersaing. Amerika Serikat membawa masalah ini ke hadapan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada musim gugur 1947. Uni Soviet menentang keterlibatan PBB.

PBB meloloskan resolusi pada tanggal 14 November 1947, dengan menyatakan bahwa pemilihan umum yang bebas harus ditunda, pasukan asing harus ditarik, dan sebuah komisi PBB untuk Korea harus dibentuk. Uni Soviet, walaupun anggota dengan kekuatan hak veto, memboikot pemungutan suara dan tidak mempertimbangkan resolusi yang akan mengikat.

Pada April 1948, sebuah konferensi organisasi-organisasi dari Korea Utara dan Korea Selatan bertemu di Pyongyang. Konferensi ini tidak membuahkan hasil, dan Soviet memboikot pemilihan umum yang diawasi PBB di Korea Selatan. Tidak ada pemilihan yang diawasi PBB di utara. Pada tanggal 10 Mei Korea Selatan mengadakan pemilihan. Syngman Rhee, yang telah mengusulkan pemilihan umum parsial di Korea Selatan demi mewujudkan kekuasaannya sejak 1947, terpilih sudah, meskipun partai-partai sayap kiri memboikot pemilihan umum itu. Korupsi yang tersebar luas dilaporkan terjadi dalam pemilihan umum itu dan Republik Korea memulai hidup tanpa legitimasi yang cukup. Pada 15 Agustus, Republik Korea secara resmi mengambil alih kekuasaan dari militer AS.

Perang Korea sunting

Di Korea Utara, pembentukan Republik Rakyat Demokratik Korea telah dinyatakan pada 9 September, dengan Kim Il-sung sebagai perdana menteri. Pembagian Korea ini, setelah lebih dari satu milenium sebagai Korea yang bersatu, dipandang tidak dapat diterima dan bersifat sementara oleh masing-masing rezim. Sejak 1948 hingga awal perang saudara pada 25 Juni 1950, angkatan bersenjata dari masing-masing pihak terlibat dalam serangkaian konflik berdarah di sepanjang perbatasan. Pada tahun 1950, konflik ini memanas secara dramatis ketika pasukan Korea Utara menyerang Korea Selatan, memicu Perang Korea dan secara efektif membuat pembagian yang permanen. Sebuah gencatan senjata ditandatangani guna mengakhiri permusuhan, dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat zona penyangga selebar tiga mil di antara kedua-dua negara, di mana tak seorangpun boleh memasukinya. Daerah ini kemudian dikenal sebagai Zona Demiliterisasi.

Setelah Perang Korea (1953–kini) sunting

Korea Utara dan Korea Selatan tidak pernah menandatangani perjanjian perdamaian secara resmi dan dengan demikian mereka secara resmi masih berperang; hanya gencatan senjata yang telah dinyatakan. Pemerintah Korea Selatan menjadi didominasi oleh militernya dan keadaan yang relatif damai ini diselingi oleh pertempuran perbatasan dan beberapa upaya pembunuhan. Korea Utara gagal dalam beberapa upaya pembunuhan terhadap para pemimpin Korea Selatan, terutama pada tahun 1968, 1974 dan 1983; terowongan sering ditemukan di bawah Zona Demiliterisasi dan perang hampir pecah karena terjadinya insiden pembunuhan kapak di Panmunjeom pada 1976. Pada 1973, beberapa kontak tingkat tinggi yang sangat rahasia mulai dilakukan melalui kantor-kantor Palang Merah, tetapi berakhir setelah insiden Panmunjeom dengan sedikit kemajuan yang telah dibuat.

Pada akhir 1990-an, ketika Korea Selatan beralih ke demokrasi, keberhasilan kebijakan Nordpolitik, dan kekuasaan di Korea Utara beralih kepada Kim Jong-il putera Kim Il-sung, kedua-dua negara mulai terlibat secara terbuka untuk kali pertama, kemudian Korea Selatan memberlakukan Kebijakan Cuaca Cerah.

Baru-baru ini, di dalam upaya untuk memajukan upaya rekonsiliasi, kedua Korea telah menerima Bendera Unifikasi tidak resmi, yang mewakili Korea di acara olahraga internasional. Korea Selatan memberi Korea Utara bantuan dan usaha ekonomi kerjasama yang signifikan, dan kedua pemerintah telah bekerjasama dalam mengupayakan pertemuan anggota keluarga yang terpisah dan pariwisata terbatas di situs Korea Utara. Namun, kedua negara masih tidak mengakui satu sama lain, dan Kebijakan Cuaca Cerah tetap kontroversial di Korea Selatan.

Penyusupan dan penyerbuan sunting

Sejak pembagian Korea, terdapatt banyak kejadian penyusupan dan penyerbuan lintas perbatasan oleh agen-agen Korea Utara, meskipun pemerintah Korea Utara tidak pernah mengakui pertanggungjawaban secara langsung atas segala insiden itu. Keseluruhannya ada 3.693 agen Korea Utara bersenjata yang telah disusupkan ke dalam Korea Selatan antara 1954 sampai 1992, dengan 20% darinya muncul antara 1967 dan 1968.[9] Kejadian-kejadian itu di antaranya:

Insiden di perbatasan darat sunting

  • 17 Januari 1968: 31 pasukan komando Korea Utara melintasi perbatasan yang disamarkan sebagai tentara Korea Selatan di dalam usaha pembunuhan Presiden Park Chung Hee di Gedung Biru. Misi yang gagal mengakibatkan 29 pasukan komando tewas, seorang di antaranya memilih bunuh diri, dan sisanya tertangkap. Dua petugas kepolisian dan lima penduduk sipil Korea Selatan terbunuh oleh para komando itu. Laporan lain mengindikasi sebanyak 68 warga Korea Selatan terbunuh dan 66 luka-luka, termasuk di antaranya 24 warga sipil. Tiga warga Amerika terbunuh dan tiga lainnya terluka di dalam upaya mencegah para komando melarikan diri melalui Zona Demiliterisasi.[10]
  • Oktober 1968: 130 para komando Korea Utara memasuki wilayah Ulchin dan Samcheok di Gangwon-do. Sebenarnya 110 dari mereka terbunuh, 7 tertangkap dan 13 berhasil kabur.
  • Maret 1969: Enam penyusup Korea Utara melintasi perbatasan di dekat Chumunjin, Gangwon-do dan membunuh petugas kepolisian Korea Selatan yang tengah bertugas menjaga.
  • Oktober 1969: Penyusup dari Korea Utara berhasil membunuh empat tentara Amerika Serikat di dekat perbatasan selatan Zona Demiliterisasi Korea.
  • April 1970: Tiga penyusup dari Korea Utara terbunuh dan lima tentara Korea Selatan terluka ketika saling berhadapan di Kumchon, Gyeonggi-do.
  • November 1974: Yang pertama dari sederetan terowongan penyusupan Korea Utara di bawah Zona Demiliterisasi telah ditemukan.
  • Maret 1975: Terowongan penyusupan Korean Utara kedua ditemukan.
  • Juni 1976: Tiga penyusup dari Korea Utara dan enam tentara Korea Selatan terbunuh di dalam sektor selatan Zona Demiliterisasi. Enam tentara Korea Selatan lainnya terluka.
  • 18 Agustus 1976: Insiden Pembunuhan Kapak yang mengakibatkan terbunuhnya dua tentara Amerika Serikat juga terlukanya empat tentara Amerika Serikat dan lima tentara Korea Selatan. Insiden itu secara teknis tidak dapat dipandang sebagai "penyusupan", tetapi karena tempat kejadiannya di zona netral Daerah Aman Bersama.
  • Oktober 1978: Terowongan ketiga penyerangan ditemukan.
  • Oktober 1979: Tiga agen Korea Utara berupaya menyusupi sektor timur Zona Demiliterisasi berhasil dihadang, satu agen terbunuh.
  • Maret 1980: Tiga penyusup dari Korea Utara terbunuh ketika berupaya memasuki Korea Selatan melintasi muara Sungai Han.
  • Maret 1981: Tiga penyusup dari Korea Utara hadir di Kumhwa, Gangwon-do, seorang terbunuh.
  • Juli 1981: Tiga penyusup dari Korea Utara terbunuh di hulu Sungai Imjin.
  • Mei 1982: Dua penyusup dari Korea Utara hadir di pantai timur, seorang terbunuh.
  • Maret 1990: Terowongan penyusupan Korea Utara keempat ditemukan, yang jumlahnya kira-kira 17 terowongan.
  • Mei 1992: Tiga penyusup dari Korea Utara yang berseragam Korea Selatan terbunuh di Cheorwon, Gangwon-do. Tiga orang Korea Selatan terluka.
  • Oktober 1995: Dua penyusup dari Korea Utara berhasil dihadang di Sungai Imjin. Seorang terbunuh, yang lainnya berhasil kabur.
  • April 1996: Ratusan tentara darat Korea Utara memasuki Daerah Aman Bersama dan tempat lainnya pada tiga kesempatan yang mencederai perjanjian gencatan senjata Korea.
  • Mei 1996: Tujuh tentara Korea Utara melintasi Zona Demiliterisasi tetapi menarik diri ketika ditembaki oleh tentara Korea Selatan.
  • April 1997: Lima tentara Korea Utara melintasi garis demarkasi militer di sektor Cheorwon dan tertembak di posisi Korea Selatan.
  • Juli 1997: 14 tentara Korea Utara melintasi garis demarkasi militer, menyebabkan baku tembak senjata berat selama 23 menit.
  • Mei 2006 - Dua tentara Korea Utara memasuki Zone Demiliterisasi dan melintas ke Korea Selatan. Mereka kembali setelah tentara Korea Selatan memberikan tembakan peringatan.
  • Oktober 2006 - Tentara Korea Selatan memberikan tembakan peringatan setelah tentara Korea Utara melintas sebentar ke perbatasan di belahan mereka.

Insiden di daerah lain sunting

  • Juni 1969: Agen Korea Utara berhasil mencapai Pulau Heuksan, 15 orang terbunuh.
  • Agustus 1975: Dua penyusup dari Korea Utara berhasil dihadang di Kabupaten Gochang, Jeollabuk-do mengakibatkan terbunuhnya seorang penyusup, dua tentara Korea Selatan dan melukai dua tentara Korea Selatan lainnya.
  • November 1978: Tiga agen Korea Utara membunuh dua warga sipil Korea Selatan di Hongseong, seorang warga sipil di Gongju, Chungcheongnam-do dan warga sipil lainnya di Osan, Gyeonggi-do.
  • November 1980: Tiga penyusup dari Korea Utara dan seorang warga sipil dari Korea Selatan terbunuh di Whenggando, Jeollanam-do. Enam lainnya terluka.
  • Desember 1980: Tiga penyusup dari Korea Utara dan dua tentara Korea Selatan terbunuh di pesisir selatan Gyeongsangnam-do. Dua tentara Korea Selatan lainnya terluka.
  • September 1984: Penyusup dari Korea Utara membunuh dua warga sipil dan melukai yang lainnya di Daegu sebelum akhirnya bunuh diri.
  • Oktober 1995: Dua penyusup dari Korea Utara berhasil dihadang di Kabupaten Buyeo. Seorang terbunuh, yang lainnya tertangkap.
  • 17 September 1996: 26 anggota militer Korea Utara mendarat di pesisir timur di dekat Jeongdongjin, 20 kilometer selatan Gangneung, Gangwon-do dari sebuah kapal selam Korea Utara yang gagal beroperasi. Selain daripada ini, 11 orang terbunuh oleh para komando Korea Utara dari kapal selam, mungkin dalam upaya menyimpan sisanya. 13 orang terbunuh oleh tentara Korea Selatan karena mereka berupaya membuat jalan pulang melalui Zona Demiliterisasi 49 hari berikutnya, seorang tertangkan dan seorang melarikan diri. 13 tentara Korea Selatan dan empat warga sipil terbunuh,[11] dan lima orang lainnya terluka, termasuk tentara Korea Selatan yang telah purnatugas dicekik oleh penyusup yang tengah berupaya kabur. Korea Utara mengancam untuk membalas dendam melalui insiden itu, dan pada Oktober 1996, seorang diplomat Korea Selatan, Choi Duk Keun, ditemukan sudah diracun di Vladivostok oleh senyawa kimia yang sama dengan ditemukan di dalam kapal selam. Tetapi pada 29 Desember, Korea Utara mengeluarkan pernyataan resmi yang mengungkapkan "penyesalan mendalam," atas insiden bawah laut itu, kendati permohonan maaf tidak pernah diutarakan. Sebagai balasan, pemerintah Korea Selatan mengembalikan sisa bakaran tim penyusup ke Korea Utara melalui Panmunjom pada 30 Desember. Kapal selam yang sudah ditepikan ke pantai berada di Jeongdongjin, yang dialihfungsikan menjadi wahana pameran luar ruangan. Penyelidikan di Korea Selatan atas gangguan kepada 20 petugas Korea Selatan dan eksekusi tentara untuk "kelalaian tugas" dan pemberhentian seorang letnan jenderal dan seorang mayor jenderal. Seorang pengemudi taksi yang pertama mengantarkan penyusup dan memberikan peringatan kepada pihak berwenang telah diberikan penghargaan yang pantas.[12]

Insiden di laut sunting

  • Juni 1981: Sebuah kapal mata-mata Korea Utara tenggelam di Seosan, Chungcheong Selatan, sembilan agen tewas dan satu orang tertangkap.
  • Oktober 1985: Sebuah kapal mata-mata Korea Utara tenggelam oleh angkatan laut Korea Selatan di lepas pantai Busan.
  • Mei 1996: Lima patroli angkatan laut Korea Utara kerap memasuki perairan Korea Selatan di pantai barat dan mundur setelah empat jam konfrontasi dengan pasukan Selatan. Insiden lain pada bulan Juni 1996, tiga patroli Angkatan Laut Korea Utara kerap mengganggu selama tiga jam di wilayah yang sama.
  • Juni 1997: Tiga kapal patroli Korea Utara memasuki perairan Korea Selatan di Laut Kuning, menembaki kapal patroli Korea Selatan.
  • 22 Juni 1998: Sebuah kapal selam Korea Utara cebol ditemukan tersangkut di jaring ikan Korea Selatan di perairan Korea Selatan. Sembilan awak kapal selam ditemukan mati karena bunuh diri. Korea Utara mengecam Korea Selatan yang telah menyebabkan kematian para awak dan menuntut kembalinya tubuh dan kapal selam pada 27 Juni. Presiden Korea Selatan Kim Dae Jung meminta Korea Utara untuk "bertanggung jawab dan mengambil langkah yang tepat" sebagai jawaban.
  • Juli 1998: Seorang manusia katak Korea Utara ditemukan mati dengan perlengkapan di pantai selatan Zona Demiliterisasi.
  • November 1998: Sebuah kapal mata-mata Korea Utara memasuki perairan Korea Selatan di dekat Pulau Ganghwa tetapi lolos deteksi.
  • Desember 1998: Sebuah kapal semi-submersibel Korea Utara tenggelam di dekat Busan setelah pertukaran dengan angkatan laut Korea Selatan. Sebuah jenazah manusia katak Korea Utara ditemukan di dekat tempat kejadian perkara.
  • Juni 1999: Sembilan hari konfrontasi dipicu ketika beberapa kapal Korea Utara yang dipersengketakan mengganggu perairan di dekat Garis Batas Utara di Laut Kuning. Sebuah baku tembak meletus pada 15 Juni 1999, menenggelamkan kapal torpedo Korea Utara dan merusak lima orang lain. Dua kapal Korea Selatan rusak ringan. Korea Utara mengancam bahwa baku-tembak akan terus berlangsung jika air yang dipersengketakan selalu disusupi oleh Korea Selatan atau Amerika Serikat.
  • 9 April 2001: Kapal patroli Korea Utara memasuki perairan Korea Selatan dalam waktu sebentar di atas Garis Batas Utara namun mundur saat ditantang oleh Angkatan Laut Korea Selatan. Kejadian serupa dilaporkan pada 5 Februari, 3 Maret, dan 1 April. Total 12 intrusi maritim dilaporkan terjadi pada tahun 2001.
  • 5 Januari 2002: kapal patroli Korea Utara terus menyusup ke perairan Korea Selatan, dengan dijaga oleh kapal lain dari Pulau Yonpyong di Laut Kuning.
  • 29 Juni 2002: kapal patroli Korea Utara melintasi Garis Batas Utara dan menembaki sebuah kapal patroli Korea Selatan, memprovokasi sebuah baku tembak yang menewaskan empat personel militer Korea Selatan dan sejumlah warga Korea Utara.

Insiden di udara sunting

  • 19 Februari 2003: Sebuah jet tempur Korea Utara memasuki wilayah udara Korea Selatan melalui Laut Kuning, kejadian pertama sejak 1983. Enam pesawat tempur Korea Selatan memberikan tanggapan, dan pesawat Korea Utara membalasnya dua menit kemudian.

Lihat pula sunting

Catatan sunting

  1. ^ Perang Dunia II dan Korea Andrea Matles Savada dan William Shaw, editor. South Korea: A Country Study. Washington: GPO for the Library of Congress, 1990.
  2. ^ "Korea's slow-motion reunification". Boston Globe. June 9, 2005. Diakses tanggal 2007-08-13. 
  3. ^ J. Samuel Walker, "Prompt and Utter Destruction". The University of North Carolina Press. Chapel Hill.
  4. ^ Don Oberdorfer, The Two Koreas. Basic Books, p. 6.
  5. ^ Arthur Millet, The War for Korea, 1945-1950 (2005)
  6. ^ Jon Halliday and Bruce Cumings, Korea: The Unknown War, Viking Press, 1988, ISBN 0-670-81903-4
  7. ^ Cumings, Bruce. The Origins of the Korean War: Liberation and the Emergence of Separate Regimes, 1945-1947. Princeton University Press, 1981, 607 halaman, ISBN 0-691-09383-0
  8. ^ Allan R. Millet, The War for Korea: 1945-1950 (2005) Halaman 59
  9. ^ "North Korea: Chronology of Provocations, 1950 - 2003" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2010-12-26. Diakses tanggal 2009-11-06. 
  10. ^ "Kilasan Perang Tanpa Akhir: Konflik Berintensitas Rendah di Korea, 1966-1968" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-03-25. Diakses tanggal 2009-11-06. 
  11. ^ "Wawancara dengan orang yang selamat dari insiden mata-mata". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-13. Diakses tanggal 2009-11-06. 
  12. ^ 나오미 in korea

Referensi sunting

  • Oberdorfer, Don. The Two Koreas: A Contemporary History. Addison-Wesley, 1997, 472 halaman, ISBN 0-201-40927-5
  • Cumings, Bruce. The Origins of the Korean War: Liberation and the Emergence of Separate Regimes, 1945-1947. Princeton University Press, 1981, 607 halaman, ISBN 0-691-09383-0

Pranala luar sunting