Napan Group
Napan Group (awalnya merupakan singkatan dari PT Nawa Panduta, kemudian menjadi PT Napan Persada) merupakan sebuah kelompok bisnis (konglomerasi) di Indonesia yang dirintis oleh Henry Setiawan Pribadi (disingkat Henry Pribadi, nama lainnya Liem Oen Hauw, lahir tahun 1948 di Kudus, Jawa Tengah)[1] bersama dua saudaranya, Andry Pribadi dan Wilson Pribadi sejak Maret 1972.[2] Kelompok ini dirintis oleh Henry, awalnya dari bisnis orangtuanya di bidang perdagangan. Pada 1965, Henry yang pada saat itu tengah merencanakan untuk berkuliah di Jerman diminta oleh anggota keluarganya untuk membantu pengembangan bisnis ini. Henry, sebagai anak tertua kemudian membatalkan niat kuliahnya dan mulai membantu pengembangan usaha yang awalnya hanya perusahaan kecil menjadi cukup besar.[3]
Kelompok usaha | |
Industri | Konglomerat |
Didirikan | Maret 1972 |
Pendiri | Henry Pribadi Andry Pribadi Wilson Pribadi |
Kantor pusat | Wisma Indocement Lt.6 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 70-71, Jakarta, Indonesia |
Tokoh kunci | Henry Pribadi |
Produk | Manufaktur Hotel Komunikasi Dan lainnya |
Situs web | napanpersada |
Dalam mengembangkan bisnisnya, awalnya Henry dibantu oleh Grup Salim (dahulu PT Waringin Kentjana), mengingat Henry masih punya hubungan sepupu dengan rekan Sudono Salim di PT Waringin, yaitu Djuhar Sutanto.[4] Di PT Waringin, sejak 1966 Henry bekerja sebagai pembantu administratif dalam beberapa urusan perusahaan yang sedang berkembang ini. Kemudian, Henry juga bekerja di Indocement.[5] Namun, kemudian Henry mampu melepaskan diri dari bayang-bayang Om Liem (karena diberi kebebasan olehnya) dan membangun bisnisnya sendiri.[6] Diversifikasi bisnis Napan mulai terlihat sejak pertengahan 1980-an, dengan memiliki saham di sejumlah perusahaan, baik secara langsung oleh Napan maupun oleh keluarga Pribadi.[7] Dengan ekspansi ini, Henry dan Napan Group-nya menjadi salah satu konglomerasi terpandang pada 1990-an, dengan pendapatan pada 1996 mencapai Rp 1,165 miliar, dan posisi di nomor 39 konglomerasi terbesar di Indonesia pada 1991. Tercatat, pada akhir 1990-an Napan sudah memiliki 36 perusahaan anak.[8][9][10]
Pasca krisis ekonomi 1997-1998, Henry dan Napan Group kemudian terjerat hutang di BPPN sebagai salah satu obligor terbesar (ke-9) dengan tunggakan Rp 2,98 triliun.[11] Pendapatan Napan pun menurun menjadi hanya Rp 570 miliar. Untuk menyelesaikan masalah ini, Napan melakukan restrukturisasi dengan melepas sahamnya/kepemilikannya di berbagai perusahaan, seperti petrokimia, penyiaran, perkebunan sawit dan lain-lain. Selain itu, Henry juga berusaha bernegosiasi dengan BPPN sehingga mendapat kesepakatan yang memuaskan.[11] Hasilnya, perusahaan Napan memang mengecil, tetapi lebih baik kondisinya dalam banyak hal. Pada 2019, Henry tercatat sebagai pengusaha terkaya ke-72 di Indonesia dengan aset US$ 515 juta.[12]
Anak usaha
suntingSaat ini
suntingBeberapa bisnis Henry yang pada saat ini masih ada, di antaranya:[13]
- PT Argha Karya Prima Industry, dimiliki bersama dengan Risjadson Group dan Henry Liem. Memproduksi plastik dalam bentuk kemasan. Kepemilikan Napan disini sebesar 13,55% menjadikannya pemegang saham terbesar.[14]
- PT Sumatera Prima Fiberboard, salah satu produsen papan kayu jenis Medium Density Fiberboard di Palembang, Sumatera Selatan.
- PT Intinusa Selareksa, bergerak di bidang pengolahan batu alam
- PT Praja Puri Indah Real Estate (Pasar Pagi Mangga Dua)
- PT Omnimax, di Kawasan Industri Cibitung yang memproses karet alam untuk pembuatan ban.
- PT Lumbung Nasional Flour Mill, salah satu kilang terigu terbesar (nomor 3) di Indonesia
- PT Centralindo Panca Sakti, bergerak di bidang komunikasi seperti penyedia jasa internet (dengan merek seperti NetStar dan Central) dan jasa-jasa komunikasi lainnya. Sebelumnya, Centralindo juga pernah menjadi operator jasa telekomunikasi seperti AMPS dengan merek Metrosel dan pager dengan merek Telepage.
- Grand Candi Hotel Semarang, Jawa Tengah di bawah PT Niagatama Arsaraya, dengan modal awalnya US$ 31 miliar dan pada saat dibangun pada 1996 direncanakan bernama Hotel Holiday Inn.[15]
Selain itu, dikabarkan bahwa Henry juga mempunyai PT Citrabumi Sacna, yang bergerak di bidang pertambangan batu bara dan kontraktor, serta pernah memperoleh konsesi jalan tol Subang-Dawuan.[16][17] Rumor lain menyatakan bahwa Napan juga ikut menguasai saham salah satu perusahaan tambang batu bara terbesar nasional, PT Multi Harapan Utama (MHU), lewat putra Henry, Reza Pribadi dengan berkongsi bersama putra Ibrahim Risjad, Rizal Risjad.[18]
Bisnis lainnya
suntingSelain itu, bisnis lain yang dulu pernah/tercatat pernah ditekuni oleh Napan Group, yaitu:
- PT Surya Citra Televisi (SCTV). Henry merupakan perintis dari stasiun televisi swasta kedua di Indonesia ini bersama Sudwikatmono. Henry cukup agresif dalam mengembangkan stasiun TV ini sejak awal berdiri, bahkan pernah menjadi Direktur Utama SCTV.[19][20][21][22] Pada tahun 2005, lewat PT Citrabumi Sacna, Henry melepaskan kepemilikannya di induk SCTV, Surya Citra Media kepada keluarga Sariaatmadja (PT Abhimata Mediatama).[23][24]
- PT Branta Mulia Tbk, awalnya dimiliki oleh Henry, Risjadson dan Robby Sumampow. Pada tahun 2007, perusahaan produsen kain ban (tyre cord) ini dijual pada perusahaan Turki Kordsa (anak usaha Sabanci Holdings), dan menjadi PT Indo Kordsa Tbk.[25]
- PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia Tbk. Pada 1994, Henry, Henry Liem (sepupu Sudono Salim) dan Ibrahim Risjad membeli perusahaan ini dari pemegang saham asal Inggris, Harrisons & Crossfield senilai US$ 273 miliar. Namun, kemudian saham Risjad menghilang, dan kepemilikan Henry juga menghilang pada 2004 karena dijual ke Robert Kuok. Selain Kuok, kepemilikan sahamnya digantikan oleh Eddy Kusnadi Sariaatmadja sampai akhirnya dijual ke Salim Group pada tahun 2007.[4][26]
- PT Bank Andromeda, dimiliki secara patungan dengan Prajogo Pangestu 50%, Bambang Trihatmodjo 25% dan Henry sisanya. Pada 1 November 1997, bank ini dilikuidasi.[27]
- PT Polyprima Karyareksa, didirikan pada 1995 dan mulai memproduksi Purified terephthalic acid (PTA) sejak 1997 dengan kapasitas 350.000 ton.[28] Pasca krisis ekonomi 1997-1998, perusahaan ini terjerat kredit macet Rp 2,65 triliun sehingga harus berurusan dengan BPPN.[29][30] Perusahaan ini kemudian lepas dari pemilikan Henry dan menjadi aset milik Bank Mandiri. Sempat direncanakan dijual pada Pertamina pada 2007,[31] namun akhirnya diambil alih oleh Indorama Ventures Pcl pada 2012 dan namanya menjadi PT Indorama Petrochemicals.[32]
- PT Polypet Karyapersada, memproduksi PET resin.[33] Polypet pada 1999 terjerat hutang Rp 213 miliar.[34] Pada pertengahan 2012, perusahaan ini diakuisisi asetnya oleh Indorama Ventures Pcl.[35]
- PT Tri Polyta Indonesia, dimiliki oleh Bimantara Citra (lewat Bima Kimia Citra, 31%), Prajogo Pangestu, Napan, Ibrahim Risjad, Sudwikatmono dan beberapa pemegang saham lain. Pada 1999 Henry melepas saham minoritasnya di perusahaan ini kepada Bimantara.[10][36][37] Pada akhirnya, perusahaan ini kini menjadi milik Prajogo.
- Bisnis distributor terigu Bogasari.[38]
- 3,3% saham di Astra International, dilepaskan pada September 1997.[7]
- Sebuah perusahaan[butuh klarifikasi] di Bangkok, Thailand dengan dua orang rekanan.[5]
- Amcol Holdings, Singapura, dilepas pada 1997.[7]
- PT Bali Perkasa Sukses. Tidak diketahui kapan Henry melepas perusahaannya ini, tetapi sejak 2012 sahamnya sudah dipegang oleh Agung Podomoro Land.[39][40]
- PT Kuningan Persada, mengembangkan kawasan Kuningan, Jakarta sebesar 240.000 hektar.[41]
- Menara Imperium di bawah PT Pacific Metrorealty
- Apartemen dengan PT Sarilembah Tirtahijau, PT Dewata Persada dan Kuningan Persada
- Kawasan industri dengan kepemilikan PT Panca Puripermata Indah, PT Multi Dwimakmur dan PT Dwi Marunda Makmur[42]
- PT Astenia, menjadi agen perdagangan kimia Nalco, sahamnya dipegang bersama Sudwikatmono dan beberapa pihak.[43][44][45]
- PT Megarimba Karyatama
- PT Adhikara Nirmala[46]
Referensi
sunting- ^ "LapTahunan SCM 2002" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2004-05-07. Diakses tanggal 2004-05-07.
- ^ Company Overview
- ^ Sudwikatmono: sebuah perjalanan di antara sahabat
- ^ a b Liem Sioe Liong's Salim Group
- ^ a b Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches (4th edition)
- ^ Pergulatan 26 manajer Indonesia menuju sukses
- ^ a b c Informasi, Masalah 203-208
- ^ Forum Keadilan Majalah Rasis?
- ^ Indonesia : the uncertainties of the economic take-off , Masalah 4961, Bagian 62
- ^ a b c NAPAN GROUP; DEPRESSED, TIES WITH SUDWIKATMONO CRACK.
- ^ a b Eksekutif, Masalah 246-250
- ^ Henry Pribadi, Napan Group
- ^ Affilated Companies
- ^ PT Argha Karya Terjadi Perubahan Kepemilikan[pranala nonaktif permanen]
- ^ JP/Napan to open first hotel
- ^ Indonesia's Changing Political Economy
- ^ PT . Citrabumi Sacna
- ^ Estimasi Keuntungan Rp28 Triliun/Tahun, Dominasi Penguasaan Batu Bara oleh Konglomerat akan Berlanjut
- ^ GANTI NAMA...
- ^ Televisi Jakarta di atas Indonesia: Kisah Kegagalan Sistem Televisi Berjaringan di Indonesia
- ^ Ayo sctv, jangan bubar
- ^ Ekonomi Politik Media Penyiaran
- ^ Henry Pribadi Jual Semua Saham di SCTV ke Abhimata Mediatama
- ^ SCTV MENGECEWAKAN
- ^ Branta Mulia Berubah Jadi Indo Kordsa
- ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 16,Masalah 1-8
- ^ Eksekutif, Masalah 159-162
- ^ Indonesia Mining, Oil and Gas Industry Export-Import, Business Opportunities ...
- ^ Tempo, Volume 28,Masalah 17-18
- ^ Kredit perbankan di Indonesia
- ^ Pertamina Siap Ambil Alih Polyprima Karyareksa
- ^ PT. Indorama Petrochemicals (PTIP) Indonesia
- ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 13,Masalah 26-34
- ^ Gamma, Volume 1,Masalah 45-51
- ^ IVL Completes PT Polypet Karyapersada PET Acquisition
- ^ Indonesia Beyond Suharto
- ^ JSX Watch
- ^ International Financing Review: IFR., Masalah 1131-1134
- ^ a b Tokoh-tokoh etnis Tionghoa di Indonesia
- ^ PT AGUNG PODOMORO LAND TBK TO DEVELOP SECOND HOTEL IN BALI[pranala nonaktif permanen]
- ^ Property Crash
- ^ Informasi, Masalah 203-208
- ^ Guide to British Business in Indonesia
- ^ South East Asia Oil Directory
- ^ Eksekutif, Masalah 205-207
- ^ Dunia EKUIN dan PERBANKAN, Volume 13,Masalah 1-2