Moestopo

pahlawan nasional Indonesia
(Dialihkan dari Mustopo)

Mayor Jenderal TNI (Purn.) Prof. DR. Moestopo (13 Juni 1913 – 29 September 1986) adalah seorang dokter gigi Indonesia, pejuang kemerdekaan, dan pendidik. Dia dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional pada tanggal 9 November 2007.

Moestopo
Informasi pribadi
Lahir(1913-06-13)13 Juni 1913
Ngadiluwih, Kediri, Hindia Belanda
Meninggal29 September 1986(1986-09-29) (umur 73)
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Penghargaan sipilPahlawan Nasional Indonesia
Karier militer
PihakIndonesia
Dinas/cabang TNI Angkatan Darat
Pangkat Mayor Jenderal TNI
Pertempuran/perangPertempuran Surabaya
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Lahir di Kediri, Jawa Timur, Moestopo pindah ke Surabaya untuk menghadiri Sekolah Kedokteran Gigi di sana. Praktik dokter gigi yang dimulainya terputus pada tahun 1942 ketika Jepang menduduki Indonesia dan Moestopo ditangkap oleh Kempeitai karena terlihat mencurigakan. Setelah dibebaskan, ia sempat menjadi dokter gigi untuk orang Jepang tetapi akhirnya memutuskan untuk mengikuti pelatihan perwira tentara. Setelah lulus dengan pujian, Moestopo diberi komando pasukan PETA di Sidoarjo, ia kemudian dipromosikan menjadi komandan pasukan di Surabaya.

Sementara di Surabaya, selama Revolusi Nasional Indonesia, Moestopo menghadapi pasukan ekspedisi Inggris yang dipimpin oleh Brigadir Walter Sothern Mallaby Aubertin. Ketika hubungan rusak dan Presiden Soekarno dipanggil ke Surabaya untuk memperbaikinya, Moestopo ditawari pekerjaan sebagai penasihat tetapi tidak diterimanya. Selama perang ia menjabat beberapa posisi lainnya, termasuk memimpin satu skuadron tentara reguler, pencopet, dan pelacur untuk menyebarkan kebingungan di jajaran pasukan Belanda. Setelah perang, Moestopo meneruskan bekerja sebagai dokter gigi, dan pada tahun 1961 ia mendirikan Universitas Moestopo. Dia meninggal di Bandung pada tahun 1986.

Biografi

sunting

Kehidupan awal dan kedokteran gigi

sunting

Moestopo lahir di Ngadiluwih, Kediri, Hindia Belanda pada tanggal 13 Juli 1913. Dia adalah anak keenam dari delapan anak Raden Koesoemowinoto. Setelah sekolah dasar nya, Moestopo pergi ke Sekolah Kedokteran Gigi (STOVIT) di Surabaya. Pendidikannya awalnya dibayar oleh kakak-kakaknya, Moestopo kemudian berjualan beras untuk membiayai pendidikan universitas. Setelah mengambil pendidikan lanjutan di Surabaya dan Yogyakarta, pada tahun 1937 ia menjadi asisten dokter gigi di Surabaya. Pada tahun 1941-1942, ia menjadi asisten direktur STOVIT.

Pendudukan Jepang

sunting

Ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942 Moestopo ditangkap oleh Kempeitai karena dicurigai sebagai orang Indo (campuran Eropa dan Indonesia); kecurigaan ini didasarkan pada perawakan besar Moestopo. Namun, ia segera dibebaskan, dan setelah melayani sebagai dokter gigi militer bagi Jepang, ia menerima pelatihan militer di Bogor. Satu angkatan dengan calon jenderal Sudirman dan Gatot Soebroto, ia selesai terbaik di kelasnya. Selama pelatihan, ia menulis sebuah makalah tentang penerapan militer senjata bambu runcing yang diberi kotoran kuda, dari makalah ini Moestopo menerima nilai tinggi.

Setelah lulus, Moestopo diberi komando pasukan PETA di Sidoarjo. Segera setelah itu, ia dipromosikan menjadi komandan pasukan pribumi Gresik dan Surabaya, ia adalah salah satu dari hanya lima orang Indonesia yang menerima promosi tersebut. Saat di Surabaya, ia menanggulangi naiknya tingkat pengangguran dengan mendirikan bengkel penghasil sabun dan sikat gigi. Ia sempat dilaporkan menyuruh anak buahnya untuk memberi kotoran kuda di bambu runcing untuk menyebarkan tetanus dan juga menyuruh mereka makan kucing untuk mendapatkan penglihatan malam yang lebih baik - konon kabarnya sisa-sisa kucing yang dimakan tersebut kemudian dikubur di pemakaman pahlawan.

Revolusi Nasional

sunting

Pertempuran Surabaya

sunting

Setelah akhir Perang Dunia II, pada 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Moestopo mengendalikan kekuatan militer yang baru di Surabaya dan melucuti pasukan Jepang dengan hanya dipersenjatai bambu runcing. Pada bulan Oktober tahun itu ia menyatakan dirinya sebagai pejabat sementara Menteri Pertahanan. Pada tanggal 25 Oktober tahun itu, Brigade Infanteri India ke-49 di bawah komando Brigadir Aubertin Walter Sothern Mallaby tiba di Surabaya. Mallaby mengirim petugas intelijennya, Kapten Macdonald, untuk bertemu dengan Moestopo. Menurut laporan Macdonald, Moestopo sangat keberatan atas kedatangan pasukan Inggris di Surabaya.

Ketika pihak Inggris kemudian menemui Gubernur Jawa Timur Soerjo untuk mencari respon yang lebih positif. Para utusan Inggris, yaitu Macdonald dan seorang perwira angkatan laut, mengabarkan bahwa Moestopo menginginkan mereka ditembak saat mereka datang. Akan tetapi, Soeryo menerima deklarasi Inggris bahwa mereka datang dalam damai, ia hanya menolak menemui Mallaby di kapal HMS Waveney. Pasukan Inggris mendarat di Surabaya pada sore hari itu, kemudian Moestopo bertemu dengan Kolonel Pugh. Pugh menekankan bahwa Inggris tidak berniat untuk mengembalikan kekuasaan Belanda, dan Moestopo setuju untuk bertemu dengan Mallaby keesokan harinya.

Pada pertemuan tersebut, Moestopo dengan enggan menyetujui pelucutan pasukan Indonesia di Surabaya. Namun, suasana segera memburuk. Sore itu, Moestopo mungkin telah dipaksa Mallaby membebaskan kapten Belanda Huijer. Pada tanggal 27 Oktober, pesawat Douglas C-47 Skytrain dari ibu kota Batavia (saat ini Jakarta) menjatuhkan serangkaian pamflet yang ditandatangani oleh Jenderal Douglas Hawthorn yang menuntut pasukan Indonesia menyerahkan senjata mereka dalam waktu 48 jam atau dieksekusi. Karena ini bertentangan dengan kesepakatan dengan Mallaby, Moestopo dan sekutu-sekutunya tersinggung dengan tuntutan tersebut dan menolak untuk mengikuti permintaan Inggris.

Pertempuran di Surabaya pecah pada tanggal 28-30 Oktober setelah Moestopo mengatakan kepada pasukannya bahwa Inggris akan berusaha untuk melucuti paksa mereka, puncak pertempuran ditandai dengan kematian Jendral Mallaby. Pihak Inggris kemudian meminta Presiden Soekarno untuk menengahi. Presiden Soekarno mengangkat Moestopo sebagai penasihat dan memerintahkan pasukan Indonesia untuk menghentikan pertempuran. Moestopo yang tidak mau melepaskan kendali atas pasukannya, memilih untuk pergi ke Gresik.

Pasukan Terate

sunting

Pada Februari 1946, ketika tentara Belanda telah kembali ke Jawa, ia pergi ke Yogyakarta untuk bekerja sebagai pendidik militer, ia mengajar beberapa saat di akademi militer di sana. Pada pertengahan 1946 Moestopo dikirim ke Subang, di mana dia memimpin Pasukan Terate. Selain dari pasukan militer reguler, Pasukan Terate di bawah Moestopo juga beranggotakan legiun pencopet dan pelacur yang diberi tugas menyebarkan kebingungan dan mengadakan pasokan dari belakang garis Belanda. Moestopo juga menjabat sebagai pendidik politik bagi pasukan militer di Subang. Pada Mei 1947, setelah menjalani periode sebagai kepala Biro Perjuangan di Jakarta, ia dipindahkan ke Jawa Timur setelah terluka dalam pertempuran dengan pasukan Belanda.

Kehidupan lanjut

sunting

Setelah perang, Moestopo pindah ke Jakarta, di mana dia menjabat sebagai Kepala Bagian Bedah Rahang di Rumah Sakit Angkatan Darat (sekarang RSPAD Gatot Subroto Militer). Pada tahun 1952, Moestopo mulai melatih dokter gigi lain di rumahnya saat tidak bertugas. Ia memberikan pelatihan dasar dalam kebersihan, gizi, dan anatomi. Di saat yang sama, ia dipertimbangkan untuk menjabat posisi Menteri Pertahanan dalam Kabinet Wilopo, tetapi akhirnya ia tidak terpilih, bahkan ia memimpin serangkaian demonstrasi menentang sistem parlementer.

Moestopo melegalkan kursus kedokteran gigi rumahnya pada tahun 1957, dan pada tahun 1958 - setelah pelatihan di Amerika Serikat - ia mendirikan Dr Moestopo Dental College, yang terus dikembangkannya sampai menjadi sebuah universitas pada 15 Februari 1961. Pada tahun yang sama, ia menerima gelar doktor dari Universitas Indonesia.

Moestopo meninggal dunia pada 29 September 1986 dan dimakamkan di Pemakaman Cikutra, Bandung.

Penghargaan

sunting

Pada tanggal 9 November 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi Moestopo gelar Pahlawan Nasional Indonesia. Moestopo mendapat predikat ini bersama dengan Adnan Kapau Gani, Ida Anak Agung Gde Agung, dan Ignatius Slamet Riyadi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 66/2007 TK. Pada tahun yang sama ia dianugerahi Bintang Mahaputera Adipradana.

Data Pribadi

sunting

Pekerjaan

sunting
  • Tahun 1937-1941: Asisten Dosen Ortodonsiadan Konservasi Gigi Stovit Surabaya
  • Tahun 1941:
  1. Wakil Dekan Stovit Surabaya
  2. Kepala Bagian Klinik Gigi CBZ (Rumah Sakit Umum) Surabaya.
  • Tahun 1942:
  1. Wakil Dekan Ika Daigagu Sikabu (Sekolah Tinggi Kedokteran Gigi Surabaya pada masa penjajahan Jepang)
  2. Asisten Dosen Bagian Bedah Mulut Rumah Sakit Tentara Jepang di Surabaya.
  3. Mengikuti Latihan Kemilitiran Cudanco di Bogor yang tergabung dalam latihan PETA (Pembela Tanah Air)
  • Tahun1943-1944: Bertugas sebagai Cudanco Buduran Sidoardjo.
  • Tahun 1944-17 Agustus 1945: Daidanco (Komandan Batalyon) berkedudukan di Gresik.
  • Tanggal, 18 Agustus -18 November 1945, berpangkat Jenderal penuh dengan tugas sebagai berikut:
  1. Kepala BKR (Badan Keamanan Rakyat)Karesidenan Surabaya.
  2. Penanggungjawab Revolusi Jawa Timurdan menjabat sebagai Menteri Pertahanan Ad. Interim Republik Indonesia.
  • November 1945-1946:
  1. Penasihat Agung Militer Presiden Republik Indonesia
  2. Penasihat Jenderal Sudirman, Panglima Tinggi Angkatan Darat.
  3. Berpangkat Jenderal Mayor pada Kementrian Pertahanan Republik Indonesia.
  4. Menjabat Komandan Resimen Siliwangi bandung Utara.
  • Tahun 1947:
  1. Komandan Resimen Kratibo berkedudukan di Subang
  2. Wakil Komandan Divisi Siliwangi Utara berkedudukan di Subang dan Bandung Utara.
  3. Komandan Brigade Jakarta Raya dan Purwakarta.
  4. Menjabat Panglima Pasukan Penggempur (Stoot Divisi) merangkap Panglima Teritorial Jawa Timur dan Komandan Markas Besar Pertempuran (MBP) Jawa Timur.
  • Tahun 1948: berpangkat Kolonel (akibat rasionalisasi dengan jabatan Panglima Kesatuan Reserve Umum.
  • Tahun 1949:
  1. Inspektur Infantri MBKD (Markas Besar Komando Djawa)
  2. Kepala Staf Special Duty MBKD di dalam Perang Gerilya clash II.
  3. Komandan Kesehatan AD/MBKD.
  4. Wakil Panglima MBKD.
  • Tahun 1951: Kepala Kesehatan Gigi Angkatan Darat Merangkap sebagai Kepala Bagian Bedah Rahang RSPAD Jakarta.
  • Tahun 1957: Berpangkat Brigadir Jenderal/Wakil Ketua Front Pembebasan Irian Barat dan merangkat sebagai Deputi Special Duty (Tugas Khusus) MBAD (Markas Besar Angkatan Darat).
  • Tahun 1957–1958: Pembantu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Tahun 1961, berpangkat sebagai Mayor Jenderal dengan jabatan:
  1. Penasihat Menteri PTIP (Perguruan tinggi dan Ilmu Pengetahuan, sekarang Ditjen Pendidikan Tinggi Depdikbud)
  2. Pembantu Menteri PTIP.
  1. Pembantu Menteri P&K Letjen. Dr. Sjarief Thayeb.
  2. Pembantu Khusus Dirjen Pendidikan Tinggi M. Mashuri S.H.
  3. Pendiri dan Ketua Yayasan Universitas Prof. Dr. Moestopo dan Lembaga-Lembaga Pengabdian Ys. UPDM kepada Pemerintah RI di Jakarta.
  4. Pendiri dan Ketua Yayasan Pendidikan Prof. Dr. Moestopo di Bandung yang mengelola: Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Tehnik Gigi Menengah Atas, Akademi Perawat Gigi, Balai Kesehatan Gigi/Teknik Gigi, Balai UKGS.
  5. Guru Besar Tamu pada Osaka Dental University Jepang dan anggota kehormatan Japanese Association of Oral surgery.
  6. Guru Besar Sejarah Perjuangan Nasional dan Guru Besar Biologi Tepat Guna.
  7. Research Certificate dari OTCA (Colombo Plan)
  8. Pendiri Union of Oral Surgery of South West Pacific dengan anggota Australia, Jepang, Vietnam-Selatan dan Indonesia.
  9. Sebagai Ketua Tim Konsultasi Penganut Agama-Agama seluruh Indonesia dengan kegiatan utamanya mengadakan misi kunjungan keagamaan ke daerah-daerah dan turut mendirikan pesantren di Jember, Singo Sari Malang, Kauman Kediri, Yogyakarta, Purwokerto, Garut, Sukabumi dan Klender di Jakarta.
  10. Pendiri dan Ketua Pusat Perdamaian Dunia yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mempunyai cabang di 29 negara, meliputi penganut agama Islam, Kristen Katholik dan Protestan, Budha, Hindu dan Konfusius, advent dll. Didirikan pada Tahun 1964 dan belakangan anggotanya berkembang menjadi 57 negara.
  11. Pelindung dan Perintis Korp Wanita Berjuang dari Pejuang Wanita di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
  12. Bapak Ilmu Komunikasi / Publisistik, Ilmu Kedokteran Gigi Indonesia dan Pemimpin Reklasering.
  13. Kegiatan lain yang dilakukan olehnya ialah memberikan himbauan kepada negara-negara yang bertikai atau berperang, seperti misalnya;
    1. Turut serta menghimbau suksesnya perdamaian Camp David.
    2. Turut serta menghimbau suksesnya perjanjian SALT II antara Amerika Serikat dan Rusia.
    3. Menghimbau untuk menyatukan Negara-negara Islam di Pertemuan Rabat-Maroko yang dipimpin oleh Raja Hassan.
    4. Menghimbau kepada Iran dan Irak untuk menghentikan perangnya.

Karier dan Karyanya

sunting
  • Di Bidang Pendidikan:
  1. Ikut mendirikan “War Correspondence School”
  2. Ikut mendirikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Trisakti, USU, Fakultas Publisistik (kini Fakultas Ilmu Komunikasi) dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjajaran.
  3. Mendirikan Universitas Prof. dr. Moestopo (Beragama).
  4. Turut membina Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga yang dulunya Stovit (Sekolah Tinggi Kedokteran Gigi).
  5. Pendiri Post Graduate Study Ilmu Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta tahun 1972. Turut mendirikan dan memimpin Pendidikan Lanjutan Oral Surgery Fakultas Kedoteran Gigi Universitas Padjajaran.
  6. Pendiri dan Pembina Persatuan Dokter Gigi Indonesia.
  7. Mendirikan Akademi Perawat Gigi, Akademi Pertanian, Sekolah Tehnik Gigi Menengah, Kursus Chair Side Assistant/Teknik Gigi/Dental Higienis Ys. UPDM.
  • Di Bidang Kemiliteran.
  1. Cudanco tahun 1942
  2. Daidanco tahun 1942
  3. Turut mendirikan BKR
  4. Penaggungjawab Revolusi Jawa Timur
  5. Pemimpin Besar Revolusi Jawa Timur /Panglima Teritorial Jawa Timur /Menteri Pertahanan Ad-interin.
  6. Penasihat Agung Militer Presiden R.I., 30 September 1945.
  7. Penasihat Panglima Besar Jenderal Sudirman.
  8. Pemimpin Pertempuran Bandung Utara.
  9. Ahli Perang Gerilya.
  10. Panglima Divisi Siliwangi.
  11. Wakil Komandan Divisi Markas Besar Komando Jawa.
  12. Staf Spesial Duty dan Deputi KASAD.
  13. Wakil Ketua Front Pembebasan Irian Barat.
  14. Turut menyusun organisasi berdirinya militer modern TNI Angkatan Darat.
  15. Anggota Badan Pendiri Yayasan Pembela Tanah Air (PETA) 3 April 1982.
  • Di Bidang Pemerintahan.
  1. Menjadi Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
  2. Ketua DHN Angkatan 45 bidang Pendidikan, Kebudayaan, Agama dan Kesehatan.
  3. Pembantu Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan
  4. Turut menyusun Undang-undang No. 22 Tahun 1962 tentang Pendidikan Tinggi di Indonesia.
  • Di Bidang Sosial: Reklasering merupakan kegiatan merehabilitasi mental,mendidik dan memberikan ketrampilan kepada bekas narapidana, copet,pelacur dan penjahat lainnya. Melalui usaha reklasering ini mereka dibina, diarahkan dan diubah mental serta kepribadiannya sehingga berguna bagi kehidupan dirinya, keluarga, masyarakat, bahkan bagi negara. Usaha reklasering yang dilakukan oleh Prof.Dr.Moestopo, dimulai pada waktu menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan copet-copet, penjahat dan pelacur dibebaskan dari rumah tahanan, kemudian dibentuklah pasukan barisan Terate yang diberi tugas untuk menggempur Belanda, baik secara perang terbuka, gerilya maupun mencuri dokumen-dokumen Belanda. Setelah pengakuan kedaulatan untuk tetap membina barisan Terate, Prof.Dr.Moestopo mendirikan Akademi Reklasering di Yogyakarta dan dari 450 copet, telah berhasil menyelesaikan pendidikanya sebanyak 150 orang yang bekerja di Departemen Kehakiman, Departemen Sosial dan banyak yang telah menjadi perwira TNI. Dari pelacur-pelacur yang dibina oleh Prof. Dr. Moestopo akhirnya telah banyak yang sadar dan menunaikan ibadah haji. Setelah proklamasi kemerdekaan Prof.Dr.Moestopo tetap aktif dalam berbagai usaha kesejahteraan social terutama dibidang kesehatan. Usaha tersebut antara lain memberikan pelayanan kesehatan gigi bagi anggota dan keluarga pejuang yang dipusatkan di Gedung Juang Angkatan, 45, Jl. Menteng Raya Jakarta, serta ia juga sebagai salah satu pendiri dari Yayasan Rumah Sakit Jakarta pada tahun 1953.

Tanda-tanda Penghargaan

sunting
  • Dari Pemerintah Republik Indonesia.
  1. Pahlawan Nasional
  2. Bintang Mahaputera Utama Republik Indonesia.
  3. Bintang Gerilya
  4. Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia.
  5. Satyalancana Perang Kemerdekaan 1945 Republik Indonesia
  6. Satyalancana Prajurit Setia VII.
  7. Satyalancana Sapta Marga.
  8. Satyalancana Perang Kemerdekaan I.
  9. Satyalancana Perang Kemerdekaan II.
  10. Satyalancana Gerakan Operasi Militer (GOM) I.
  11. Satyalancana Gerakan Operasi Militer (GOM) II.
  12. Satyalancana Gerakan Operasi Militer (GOM) III
  13. Satyalancana Gerakan Operasi Militer (GOM) IV.
  14. Satyalancana Dwidya Sistha dari Menhankam RI.
  15. Satyalancana Satya dari UNPAD.
  16. Bintang Karya Bhakti dari UPDM(B)
  17. Satyalancana Badan Keamanan Rakyat.
  • Dari Luar Negeri.
  1. Dari Pemerintah Yugoslavia: Yogoslavenska Narodna Armija (Non Blok)
  2. Dari Pemerintah Jerman Barat: Um Internationale Fur Verdienste Partnershaft (Liberal).
  3. Masyarakat Internasional: Lion International (dalam bidang sosial).

Galeri

sunting

Referensi

sunting