Mohamad Hanif Wicaksono


Mohamad Hanif Wicaksono (lahir 18 Agustus 1983) adalah seorang aparatur sipil negara yang berasal dari Blitar, Jawa Timur. Dia merupakan tokoh pengembang buah lokal di derah tempat ia bekerja, Kalimantan Selatan.[1] Karena pengabdiannya, ia memperoleh penghargaan Satu Indonesia Awards.

Mohamad Hanif Wicaksono
Lahir18 Agustus 1983 (umur 40)
Blitar, Jawa Timur
KebangsaanIndonesia Indonesia
PekerjaanASN Pemkab Balangan, Kalimantan Selatan
Dikenal atasMembudidayakan tanaman buah lokal yang jarang dikenal masyarakat
memperoleh Satu Indonesia Awards

Biografi sunting

Hanif Wicaksono lahir di Blitar, Jawa Timur pada 18 Agustus 1983. Ia merupakan anak dari pasangan Fatchurohman dan Umi Saropah. Pendidikan terakhirnya adalah Jurusan Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang. Istrinya bernama Dewi Ratna Hasanah. Ia merantau dari daerah kelahirannya, dan menjadi seorang pegawai di instansi pemerintahan pada tahun 2012 di Kalimantan Selatan, pada tahun 2012.[1] Mulanya, ia adalah seorang guru SMP di Batu, Malang, pada tahun 2011. Nasibnya berubah ketika mertuanya di Kalimantan Selatan meninggal dunia. Ia menemani istrinya untuk pindah dan tinggal di sana.[2] Di Kalsel, ia berprofesi sebagai ASN, tepatnya adalah tenaga penyuluh program Keluarga Berencana di Kabupaten Balangan.[3][4]

Sejak tahun-tahun itu, ia mulai keluar masuk rimba Kalimantan Selatan guna mengungkap kekayaan buah-buahan lokal daerah yang enak, tapi terabaikan. Ia pernah melihat bahwa mayoritas mayarakat banyak yang tak mengetahui buah-buahan lokal. Hanya 20 jenis yang mereka kenali, padahal masih ada ratusan buah lokal di pedalaman hutan.[1] Selain itu, ia juga merasa miris akan keadaan lajunya deforestasi di Kalimantan, yang kalau ia terus-terusan terjadi, kekayaaan alam itu bisa saja akan punah.[4] Perjuangannya bermulia mulai dari membangun Kelompok Usaha Tunas Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dengan kegiatan utamanya konservasi tanaman buah asli Kalimantan.[5] Selain itu, guna menularkan ilmu, dan semangatnya, ia juga membuat "Program Tunas Meratus", yang mengumpulkan, mendokumentasikan, membibitkan, dan membudidayakan tanaman buah Kalimantan serta mengedukasi masyarakat akan pentingnya pelestarian sumberdaya plasma nutfah Kalimantan.[5] Dalam program yang ia rintis, ia membuiibitkan tanaman lokal yang jarang dikenal orang, dan menolong pemangku kebijakan untuk menyusun kebijakan di dalam lingkungan hidup dan mendekatkan masyarakat pada kekayaan buah nusantara.[3] Selam lebih dari 5 tahun program yang ia rintis, hanya baru sekali ia memperolah bantuan dana dari BPTP Kalsel, selanjutnya dengan menyisihkan dana sendiri.[5]

Dari 2012, ia telah menyusun buku "Potret Buah Nusantara Masa Kini". Selain itu, ia juga memiliki draf buku "Buah Hutan Kalimantan Selatan Seri 1-6" bersama mentornya dari Mekarsari, Mochammad Reza Tirtawinata.[2][5] Dalam proses identifikasinya terhadap buah-buahan Kalimantan Selatan yang lokal itu, ia telah mengidentifikasi dan mengumpulkan 160 jenis buah.[3] Selain itu, dalam proses identifikasinya, ia bertanya kepada pakar-pakar biologi, ahli taksonomi, dan membaca literatur seperti majalah Trubus yang khusus membahas buah lokal Kalimantan. Prosesnya dalam pendataan dan identifikasi begitu sederhana. Jika mendapati buah baru, ia akan menyanyakannya kepada teman seperjalanan. Jika ia sendiri, maka ia potret pohon dan buahnya. Setelah ia pulang, ia perbanyak dengan jalan vegetatif maupun generatif.[1] Setelah identifikasi, ia mencoba menyakan tentang datanya ke herbarium online internasional guna mengecek kesahihan datanya.[6] Dalam pada perjuangannya memperbanyak tanaman, ada 100 buah lokal dari 150 buah yang ia kembangkan. Sebanyak 5-7 tanaman ia koleksi, sisanya ia beri ke bidang kelingkunganan dan kehutanan, seperti kebun raya dan instansi pemerintah. Selain itu, ia juga pernah diajak orang asing seperti dari Amerika Serikat dan Srilanka untuk mengembangkan tanaman buah itu, namun ia tolak karena buah lokal adalah kekayaan Indonesia.[1]

Sejak 2012, ia telah menjelajahi hutan di enam kabupaten di Kalimantan Selatan.[2] Jarak terjauhnya ialah 100 km dari keidamannya di Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.[1] Ia punya kebiasaan rutin tiap akhir pekan: keluar masuk hutan.[2] Selama penjelajahannya, ia pernah mengalami tersesat, dan jalan keluarnya baru ditemukan di kala ia bertemu sugai. Karena dengan mengikutipatokan pemukiman di Kalimantan adalah sungai, pasti akan ditemui perkampungan.[2] Selain itu, pernah ia menjilat buah asing yang karenanya, ia pernah mati rasa selama 3 hari.[1] Dalam penjelajahannya, ia pernah pula berdinas di Marajai, Halong, Kabupaten Balangan. Tempatnya ia berdinas langsung berbatasan dengan hutan sekunder yang kaya akan tanaman buah lokal. Di desa itulah, ia pernah mendapati lahan sepetak seukuran 100 m2 yang mengandung 40 jenis tanaman yang berbeda.[6] Program edukasi diberikannya kepada masyarakat sekitar, para pemuda setempat belajar cara mengembangbiakkan tanaman kepadanya, dan ia juga berniat menjadikan desa ini sebagai desa agrowisata.[4]

Pada 28 Oktober 2018, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, ia memperoleh Penghargaan Satu Indonesia Awards dari PT Astra Internastional Tbk. di Jakarta kategori lingkungan hidup bersama Franly Aprilano Oley, dengan program pengelolaan karetnya.[5][7]

Temuan tanaman sunting

Kalimantan Selatan adalah termasuk daerah penghasil tanaman buah lokal yang berharga. Ada 30 jenis spesies tanaman durian, 40 jenis tanaman keluarga rambutan, dan puluhan jenis tanaman mangga-mangaan.[3] Selain itu, ia juga mendapati 17 jenis daripada spesies Artocarpus, namun begitu sangat disayangkan masihlah hanya nangka (Artocarpus heterphyllus) dan cempedak (Artocarpus integer) yang baru dikembangkan. Menurut Hanif, sekitar 50% jenis Artocarpus dapat dikembangkan dan memiliki cita rasa beragam.[1]

Selain itu pula, ia juga menemukan mangga kasturi (Mangifera casturi) di Kabupaten Banjar. Ada jenis kasturi panjang, kasturi palipisan, kasturi mawar, dan kasturi bangkok.[1] Ia juga menyayangkan malah tanaman ini serta beberapa jenis dari Mangifera malah telah dibudidayakan di California, Amerika Serikat. Tanaman ini, padahal adalah flora identitas Kalimantan Selatan, dam di Kalimantan sendiri, mirisnya tiada pribadi maupun kebun yang mau mengembangkan tanaman ini dari hasil alam.[5]

Contoh lain adalah lahung burung (Durio acutifolius) dari keluarga Durio. Jenis tanaman durian ini, berhabitat di perbukitan dan tepi sungai sampai tempat berktinggian 900 mdpl. Tanaman ini tumbuh tanah berpasir, tanah liat kaya humus, hingg tanah berkapur. Tanaman ini ia dapati Binuangsantang, Halong, Kabupaten Balangan.[1] Kepada BBC Indonesia, ia bercerita bahwa durian yang segenggaman ini, hanya ia dapati "nggak sampai 10 pohon saja". Nasib yang sama juga pada tanaman begurah (Durio excelsus), yang menurutnya tak lebih dari 2 pohon saja.[6]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g h i j Setyawan, Bondan (2017). "M Hanif Wicaksono: Merawat Buah Borneo". Trubus. No. 576. Depok: PT Trubus Swadaya. hlm. 90 – 93. 
  2. ^ a b c d e "Makan Buah Langka, Lidah Hanif Wicaksono Mati Rasa". Detik. 24 November 2018. Diakses tanggal 26 November 2018. 
  3. ^ a b c d "Hanif Wicaksono, Penjaga Buah Langka Kalimantan". Liputan6.com. 5 November 2018. Diakses tanggal 19 November 2018. 
  4. ^ a b c "Pembudidaya Tanaman Buah Langka". Satu Indonesia. 27 Oktober 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 November 2018. Diakses tanggal 19 November 2018. 
  5. ^ a b c d e f "Hanif Wicaksono raih SIA 2018 setelah budidayakan tanaman buah langka Kalimantan". Antara. 30 Oktober 2018. Diakses tanggal 26 November 2018. 
  6. ^ a b c "Kekayaan buah Indonesia: 'Durian segenggaman tangan' sampai 'rambutan hutan tanpa rambut'". BBC Indonesia. 12 April 2018. Diakses tanggal 26 November 2018. 
  7. ^ Kurniawan, Didi (28 Oktober 2018). Birdieni, Birny, ed. "Tujuh Anak Muda Terima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2018". Gatra. Diakses tanggal 26 November 2018. [pranala nonaktif permanen]

Pranala luar sunting