Dalam linguistik, metode perbandingan atau metode komparatif adalah sebuah teknik untuk mempelajari perkembangan bahasa-bahasa melalui perbandingan ciri demi ciri dari dua atau lebih bahasa berkerabat yang berasal dari satu bahasa leluhur yang sama. Ciri-ciri ini kemudian diekstrapolasikan ke masa lalu untuk memperoleh gambaran mengenai bahasa leluhur tersebut. Metode perbandingan dapat dikontraskan dengan metode rekonstruksi internal, yang berusaha mencari tahu mengenai perkembangan internal dari sebuah bahasa melalui analisis ciri-ciri yang terdapat dalam bahasa tersebut.[1]

Grafik linguistik yang merepresentasikan sebuah model pohon dari rumpun bahasa Roman berdasarkan metode komparatif. Di grafik ini, pohon keluarga bahasa tersebut digambarkan sebagai sebuah diagram Euler tanpa subwilayah yang tumpang tindih. Sementara, model gelombang memperbolehkan wilayah yang tumpang tindih.

Definisi

sunting

Dua bahasa "berhubungan secara genetis" jika mereka berasal dari bahasa leluhur yang sama.[2] Contohnya, bahasa Italia dan bahasa Prancis sama-sama berasal dari bahasa Latin, maka mereka merupakan bagian dari satu rumpun, yaitu rumpun bahasa Roman.[3] Banyaknya kosakata dalam sebuah bahasa yang berasal dari bahasa lain tidak lantas menjadikan keduanya berkerabat: sebagai contoh, akibat menyerap secara besar-besaran dari bahasa Arab, bahasa Persia Modern memiliki lebih banyak kosakata yang berasal dari bahasa Arab daripada bahasa leluhurnya sendiri, bahasa Proto-Indo-Iran. Namun, bahasa Persia tetap merupakan bagian dari rumpun bahasa Indo-Iran dan tidak dianggap "berkerabat" dengan bahasa Arab.[4]

Akan tetapi, hubungan antar bahasa bisa saja berbeda-beda derajatnya. Bahasa Inggris, misalnya, sama-sama berkerabat dengan bahasa Jerman dan bahasa Rusia, tetapi hubungannya dengan bahasa Jerman lebih erat dibandingkan dengan bahasa Rusia. Walaupun ketiganya berbagi leluhur yang sama, yaitu bahasa Proto-Indo-Eropa, bahasa Inggris dan bahasa Jerman juga berbagi leluhur yang lebih mutakhir, yaitu bahasa Proto-Jermanik, yang bukan merupakan leluhur bahasa Rusia. Oleh karena itu, bahasa Inggris dan bahasa Jerman dianggap sebagai bagian dari subkelompok Jermanik.[5]

Sejarah

sunting
 
Sampul depan karya Sajnovic terbitan tahun 1770.

Dalam publikasi tahun 1647 dan 1654, metodologi pertama bagi perbandingan dalam ilmu linguistik sejarah dikembangkan oleh Marcus van Boxhorn[6] yang juga mengusulkan adanya bahasa leluhur Indo-Europa (yang ia sebut "bahasa Skithia") yang tidak berkerabat dengan bahasa Ibrani, tetapi merupakan induk bagi bahasa-bahasa Jermanik, Yunani, Roman, Persia, Sanskrit, Slavik, dan Baltik. Teori bahasa Skithia kemudain dikembangkan lebih jauh lagi oleh Andreas Jäger (1686) dan William Wotton (1713), yang melakukan usaha mula-mula untuk merekonstruksi bahasa leluhur ini. Pada tahun 1710 dan 1723 Lambert ten Kate menetapkan hukum bunyi reguler untuk kali pertama, yang mengenalkan, antara lain, istilah vokal akar.[6]

Usaha sistematis lainnya untuk membuktikan kekerabatan antara dua bahasa atas dasar kesamaan tata bahasa dan leksikon dilakukan oleh János Sajnovics pada tahun 1770, ketika ia beruasaha untuk mendemonstrasikan hubungan antara bahasa Sami dan bahasa Hungaria (teori ini kemudian diperluas cakupannya menjadi rumpun bahasa Finno-Ugrik pada 1799 oleh Samuel Gyarmathi),[7] Akan tetapi, asal mula linguistik sejarah modern lebih sering dirujuk kepada Sir William Jones, seorang filolog berkebangsaan Inggris yang tinggal di India. Pada tahun 1786 ia menyampaikan observasi yang membuatnya terkenal:[8]

Bahasa Sansekerta, sekuno apapun ia, memiliki struktur yang menakjubkan; lebih sempurna daripada bahasa Yunani, lebih kaya daripada bahasa Latin, dan lebih halus daripada keduanya, tetapi pada saat yang sama juga memiliki kesamaan yang kuat dengan keduanya, baik dalam hal akar kata kerja dan dalam wujud tata bahasanya, jauh melebihi apa yang mungkin terjadi akibat kebetulan; kesmaaan yang begitu kuat, hingga tiada satu filolog pun yang mampu mempelajari ketiganya tanpa meyakini bahwa mereka berkembang dari leluhur yang sama, yang mungkin sudah tidak ada lagi. Alasan yang serupa, walaupun tidak begitu meyakinkan, dapat digunakan untuk mendukung usulan bahwa bahasa Gotik dan Keltik, walaupun berkembang dengan cara yang sangat berbeda, juga memiliki asal-usul yang sama dengan bahasa Sansekerta; bahasa Persia Kuno mungkin juga bisa ditambahkan kepada rumpun yang sama.[a]

— Sir William Jones[8]

Metode perbandingan lahir dari usaha untuk merekonstruksi protobahasa yang dimaksud oleh Jones, yang oleh para linguis kemudian disebut sebagai bahasa Proto-Indo-Eropa (PIE). Perbandingan profesional pertama antara bahasa-bahasa Indo-Eropa yang telah diketahui saat itu pertama kali dilakukan oleh linguis Jerman Franz Bopp pada 1816. Walaupun ia tidak berusaha membuat sebuah rekonstruksi, ia berhasil mendemonstrasikan bahwa bahasa Yunani, Latin dan Sansekerta memiliki struktur serta leksikon yang berakar dari leluhur yang sama.[9]

Referensi

sunting

Keterangan

sunting
  1. ^ Kutipan asli: "The Sanscrit language, whatever be its antiquity, is of a wonderful structure; more perfect than the Greek, more copious than the Latin, and more exquisitely refined than either, yet bearing to both of them a stronger affinity, both in the roots of verbs and the forms of grammar, than could possibly have been produced by accident; so strong indeed, that no philologer could examine them all three, without believing them to have sprung from some common source, which, perhaps, no longer exists. There is a similar reason, though not quite so forcible, for supposing that both the Gothick and the Celtick, though blended with a very different idiom, had the same origin with the Sanscrit; and the old Persian might be added to the same family."

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Lehmann 1993, hlm. 31 ff.
  2. ^ Lyovin 1997, hlm. 1–2.
  3. ^ Beekes 1995, hlm. 25.
  4. ^ Campbell 2000, hlm. 1341.
  5. ^ Beekes 1995, hlm. 22, 27–29.
  6. ^ a b George van Driem The genesis of polyphyletic linguistics Diarsipkan 26 July 2011 di Wayback Machine.
  7. ^ Szemerényi 1996, hlm. 6.
  8. ^ a b Jones, Sir William. Abbattista, Guido, ed. "The Third Anniversary Discourse delivered 2 February 1786 By the President [on the Hindus]". Eliohs Electronic Library of Historiography. Diakses tanggal 18 December 2009. 
  9. ^ Szemerényi 1996, hlm. 5–6.

Bibiliografi

sunting