Makkasan

salah satu subdistrik dari distrik Ratchathewi di kota Bangkok, Thailand

Makkasan (bahasa Thai: มักกะสัน) adalah nama sebuah simpang susun dan kawasan permukiman di Distrik Ratchathewi, Kota Bangkok. Makkasan juga merupakan nama salah satu subdistrik di antara 180 subdistrik yang ada di Kota Bangkok. Keseluruhan Simpang Susun Makkasan terdiri atas dua simpang susun terpisah. Salah satu dari kedua simpang susun ini merupakan titik pertemuan Jalan Raya Ratchaprarop, Jalan Raya Chaturathit, dan Jalan Raya Si Ayutthaya, termasuk Soi Ratchaprarop 10 atau Soi Mo Leng (Jalan Ratchaprarop 10 atau Lorong Mo Leng); simpang susun ini dinamakan Simpang Susun Makkasan, Simpang Susun Mo Leng, atau Simpang Susun Ratchaprarop. Simpang susun yang satunya lagi adalah titik pertemuan Jalan Raya Ratchaprarop dan Jalan Raya Nikhom Makkasan; simpang susun ini dinamakan Simpang Susun Nikhom Makkasan. Simpang Susun Makkasan dianggap sebagai salah satu jalur paling macet di Kota Bangkok, terutama pada jam-jam sibuk.[1] Makkasan terletak tidak jauh dari kawasan-kawasan perbelanjaan utama dan pusat-pusat keramaian lalu lintas Kota Bangkok, misalnya kawasan perbelanjaan Pratunam dan monumen Tugu Kemenangan.

Pemandangan Simpang Susun Makkasan di kawasan permukiman Makkasan pada malam hari

Kata "Makkasan" berasal dari nama suku bangsa Makassar, yang kini juga menjadi nama dari ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Pada masa lampau, kawasan ini merupakan daerah perkampungan orang Makkasan (suku Makassar).

Orang Makkasan adalah warga Muslim pendatang dari Pulau Sulawesi yang sudah menetap di Negeri Siam semenjak zaman Kerajaan Ayutthaya, menjelang akhir masa pemerintahan Raja Narai. Orang Siam kala itu menyebut mereka Khaek Makkasan (แขกมักกะสัน). Dalam bahasa Thai, khaek secara harfiah berarti tamu, dan digunakan sebagai sebutan bagi warga pendatang yang bukan berasal dari Dunia Barat (bahasa Thai: ฝรั่ง, farang, Peringgi) atau orang-orang non-Kristen, yakni orang-orang yang sebagian besar beragama Islam seperti orang India, orang Melayu, orang-orang asal Timur Tengah, dan sebagainya.[2]

Dari catatan Claude de Forbin, Perwira Angkatan Laut Prancis yang pernah tinggal di Kerajaan Ayodya, diketahui bahwa orang Makkasan bangkit memberontak pada 14 Juli 1686. Para penguasa Ayutthaya bersama bangsawan-bangsawan asing semisal Konstantinos Gerakis harus bersusah payah menggunakan kekerasan untuk mengakhiri pemberontakan itu. Meskipun demikian, keganasan orang Makkasan selamanya membekas dalam kenangan orang Siam yang mengumpamakan mereka sebagai para Yaksa.[3] Peristiwa ini disebut "Pemberontakan Makkasan" (กบฏมักกะสัน, ขบถมักกะสัน).[3]

Ketika Raja Buddha Yodfa Culaloka (Raja Rama I) mendirikan Kerajaan Ratnakosindra (sekarang, Kota Bangkok) pada 1782, ia mengizinkan orang Makkasan dari Ayutthaya untuk berkampung di kawasan ini. Daerah hunian orang Makkasan ini juga dinamakan "Makkasan" sampai sekarang.[3] Kata "Makkasan" juga dijadikan nama sejumlah bangunan yang berada di kawasan ini, misalnya Stasiun Makkasan (stasiun transit angkutan cepat terbesar dalam Jaringan Kereta Api Bandara Suwarnabumi), Stasiun Kereta Api Makkasan (salah satu stasiun kereta api kelas 1), Bueng Makkasan (sebuah waduk di pusat Kota Bangkok yang dibangun pada 1931 oleh Jawatan Kereta Api Thailand), Simpang Susun Makkasan (bagian dari dua jalan bebas hambatan terkendali di Kota Bangkok, yakni Jalan Raya Chaloem Maha Nakhon dan Jalan Raya Sirat), dan lain-lain.[4][5]

Tempat

sunting

Rujukan

sunting

Pranala luar

sunting

13°45′21.57″N 100°32′32.64″E / 13.7559917°N 100.5424000°E / 13.7559917; 100.5424000