Lokomotif B13

salah satu lokomotif uap di Indonesia


Lokomotif B13 merupakan lokomotif yang memiliki silinder berdimensi 380 mm X 500 mm dengan roda penggerak berdiameter 800 mm. Berat keseluruhan 27 ton. Lokomotif ini dapat melaju hingga kecepatan maksimum 60 km/jam. Lokomotif B13 menggunakan bahan bakar kayu jati atau batubara.[1]

Lokomotif B13
Lokomotif B13
Lokomotif B1304
Data teknis
Sumber tenagaUap
ProdusenHanomag Jerman
Nomor seriB13/SS99/SS74
ModelB13
Tanggal dibuat1879-1886
Jumlah dibuat11
Spesifikasi roda
Notasi Whyte2-4-0T
Susunan roda AARB
Klasifikasi UICB
Dimensi
Lebar sepur1.067 mm
Diameter roda800 mm
Berat
Berat kosong27 ton
Bahan bakar
Jenis bahan bakarKayu atau batu bara
Sistem mesin
Ukuran silinder380 X 500 mm
Kinerja
Kecepatan maksimum60 km/h
Daya mesin190 KW
Lain-lain
Karier
Perusahaan pemilikStaatsspoorwegen (SS), Djawatan Kereta Api (DKA).

Sejarah sunting

Jalan rel rute YogyakartaMaosCilacap (176 km) dibangun oleh perusahaan kereta api Staatsspoorwegen (SS) dan diresmikan pada tahun 1887. Pembangunan jalan rel tersebut dilatarbelakangi oleh adanya dua kepentingan, yaitu kepentingan ekonomi dan pertahanan militer. Kepentingan ekonomi berkaitan dengan kebutuhan pengangkutan hasil-hasil perkebunan dari kota Purworejo atau kota Yogyakarta ke pelabuhan Cilacap sebagai salah satu pintu gerbang ekspor ke Eropa. Selain itu, kereta api juga digunakan untuk kepentingan angkutan militer pemerintah Hindia Belanda yang berada di kota Cilacap. Jalan rel ini juga digunakan untuk angkutan militer (terdapat benteng pertahanan militer di kota Cilacap yang didirikan pada tahun 1879). Dengan demikian, kedudukan benteng militer ini bernilai strategis bagi pemerintah Hindia Belanda dalam mengamankan ekspor hasil perkebunan. Untuk melayani rute rute YogyakartaMaosCilacap (176 km), SS mendatangkan 11 lokomotif uap bernomor seri SS99 / SS74 atau B13 dari pabrik Hanomag (Jerman) pada tahun 1886. Kereta api berperan besar dalam perdagangan hasil pertanian dan perkebunan sehingga menjadikan pelabuhan Cilacap sebagai pelabuhan yang ramai di pulau Jawa pada tahun 1909–1930. Selain digunakan untuk menarik gerbong barang, lokomotif ini juga digunakan untuk menarik rangkaian kereta penumpang. Pada tahun 1929, SS melakukan konservasi pada lokomotif ini yaitu melakukan penggantian boiler lama dengan boiler baru. Pada tahun 1941, sebagian lokomotif ini dipindahkan operasionalnya ke jalan rel milik SS yang lain yaitu pada rute Tanah Abang–Duri–Tangerang (21 km).

Setelah Perang Dunia II berakhir, lokomotif ini tersebar di depo lokomotif Tanah Abang, Purwakarta, Cirebon dan Mojokerto. Dari 11 lokomotif B13, saat ini masih tersisa 1 lokomotif B13, yaitu B13 04. B13 04 dipajang di depan jalan masuk ke Stasiun Cirebon.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Bagus Prayogo, Yoga; Yohanes Sapto, Prabowo; Radityo, Diaz (2017). Kereta Api di Indonesia. Sejarah Lokomotif di Indonesia. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. hlm. 34. ISBN 978-602-0818-55-9.