John H. McGlynn adalah seorang penerjemah dan editor berkebangsaan Amerika yang telah tinggal di Indonesia sejak 1976.[1] Ia menggunakan nama samaran Willem Samuels.[1]

John H. McGlynn
Lahir1952
Cazenovia, Wisconsin, Amerika Serikat
KebangsaanAmerika Serikat
Warga negaraAmerika Serikat
AlmamaterUniversity of Michigan-Ann Arbor
University of Wisconsin- Madison
PekerjaanEditor dan Penerjemah

Biografi sunting

John dilahirkan pada tahun 1952 dari keluarga besar petani yang erat [2] di Cazenovia, Wisconsin, Amerika Serikat,[3] kota kecil berpenduduk 300 orang, sebagai anak keenam dari sepuluh bersaudara.[4] Cita-cita masa kecilnya bervariasi, mulai dari menjadi petugas pemadam kebakaran sampai menjadi arsitek bahkan menjadi dalang.[5] Orangtuanya sangat menghargai pendidikan dan menginginkan anak-anak mereka mendapat pendidikan yang baik.[2]

Awal mula ketertarikannya terhadap seni dan budaya Indonesia adalah melalui wayang kulit yang diperkenalkan oleh seorang guru desainnya ketika ia menuntut ilmu di Universitas Wisconsin, Madison, Amerika Serikat (jurusan seni) pada awal tahun 1970-an.[6] Pada saat itu ia mencoba merancang wayang kulit ala negara asalnya, dengan mengambil tokoh-tokoh dari Kitab Suci dan dari dongeng Barat. Tetapi bagaimana cara memainkan wayang kulit tersebut merupakan misteri baginya.[3] Setelah pertemuannya dengan seorang dalang yang mengajar di Seattle, ia memutuskan untuk mengunjungi Indonesia, negara asal wayang kulit tersebut.[3]

Untuk mengerti lebih jauh mengenai wayang [6] dan mempersiapkan diri untuk kunjungannya ke Indonesia, ia mulai belajar bahasa Indonesia dengan mengambil Studi Asia Tenggara di universitasnya [7] pada tahun 1973.[2] Dari salah seorang pengajarnya, Tunggul Siagian, ia mulai mengenal kesusastraan Indonesia.[2] Setelah lulus pada tahun 1976, ia mendapatkan beasiswa dari U.S. Department of Education dan berangkat ke Malang, Jawa Timur dan tinggal di sana selama tiga bulan,[8] lalu pindah ke Jakarta untuk belajar Bahasa dan Sastra Indonesia pada Universitas Indonesia.[2] Pada tahun 1979 ia kembali ke Amerika [3] untuk menyelesaikan gelar Master di bidang Sastra Indonesia pada Universitas Michigan, Ann Arbor[8] dan kembali lagi ke Indonesia pada tahun 1981.[3]

Melalui keterlibatannya dengan sastra dan aktivitasnya menonton pertunjukan budaya di Taman Ismail Marzuki,[7] ia mulai bergaul dengan para penulis dan seniman Indonesia seperti penyair Sapardi Djoko Damono dan penulis Goenawan Mohamad.[2] Dalam periode 1976 – 1987 ia bekerja sebagai penerjemah lepas untuk U.S. Department of State, Perusahaan Film Negara, Dewan Film Nasional, Kementerian Penerangan, survey ekonomi, dan analisis politik. Tetapi ia tetap berhasrat bekerja purna waktu untuk kesusastraan.[2]

Maka bersama dengan beberapa penulis terkenal Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, Umar Kayam, dan Subagio Sastrowardoyo, ia mendirikan Yayasan Lontar pada tanggal 28 Oktober 1987.[2] Nama Lontar dipilih karena nama ini memiliki arti istimewa dalam budaya Indonesia: daun lontar dikeringkan, dipotong, dan diawetkan untuk menjadi bahan mentah berbagai manuskrip literer.[8] Selain itu lontar juga bisa berarti melempar; dalam hal ini “melempar” atau melontarkan gagasan-gagasan kebudayaan Indonesia ke dunia luar.[3] Tanggal 28 Oktober dipilih karena makna simbolisnya sebagai Hari Sumpah Pemuda, memperingati momentum lahirnya bangsa Indonesia pada tahun 1928 dengan ikrar satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.[8] Yayasan nirlaba ini bertujuan untuk mempromosikan sastra dan kebudayaan Indonesia ke dunia luar.[3]

Ia telah menerjemahkan atau mengedit hampir 100 karya penulis Indonesia.[5] Yang paling berkesan baginya adalah terjemahan dari karya-karya Pramoedya Ananta Toer, terutama The Mute's Soliloquy, yang merupakan terjemahan dari kumpulan esai dan surat-surat Pramoedya, ditambah dengan hasil wawancaranya dengan pengarang tersebut. Karena faktor politik buku dan pengarang tersebut, John menggunakan nama samaran Willem Samuels.[1]

Sapardi Djoko Damono, salah satu pendiri Lontar dan penyair ternama Indonesia, menyatakan bahwa terjemahan bukunya, Before Dawn yang berisi karya puisinya dalam periode tahun 1961-2001 (40 tahun) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh McGlynn, adalah buku terjemahan terbaik yang pernah ia ketahui. Sapardi mengakui bahwa puisi-puisinya diterjemahkan hampir tanpa mengalami perubahan makna.[9]

Goenawan Mohamad, salah satu pendiri Lontar, penyair dan esais ternama, mengakui karya McGlynn sebagai hasil karya cinta, bahwa McGlynn sangat fokus pada cita-cita mereka untuk memperkenalkan sastra Indonesia kepada dunia.[6]

Selain sebagai Ketua Lontar,[10] ia juga menjadi editor Indonesia untuk Manoa, jurnal kesusastraan dari Universitas Hawaii, sekaligus menjadi editor tamu Words Without Borders.[1] Ia adalah anggota Komisi Internasional dari IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), PEN International-New York, dan The Association of Asian Studies.[1]

Daftar Publikasi Pilihan sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e "John H. McGlynn, Contributors:Translator" (dalam bahasa Inggris). Words Without Borders. Diakses tanggal 19 Juni 2012. 
  2. ^ a b c d e f g h Yuliandini, Tantri (Oct 28, 2002). "McGlynn has no regrets in life". The Jakarta Post. hlm. 20. 
  3. ^ a b c d e f g Haryanto, Ign. (Desember 1994). "John H. McGlynn : Melontar Budaya Indonesia ke Mancanegara". Majalah Dewi. hlm. 158–160. 
  4. ^ "John Hubert McGlynn : Wayang". Jakarta Jakarta. 19 Maret 1989. 
  5. ^ a b Emilia, Stevie (22 April 2008). "John McGlynn: Taking literature far and beyond". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). hlm. 24. Diakses tanggal 19 Juni 2012. 
  6. ^ a b c England, Vaudine (May 30, 1996). "Keeping Their Words : Translator gathers and preserves a young nation's cultural heritage". The Far Eastern Economic Review (dalam bahasa Inggris). hlm. 62. 
  7. ^ a b Figge, Katrin (February 19, 2010). "Lontar's John McGlynn Translates a Love of Literature". The Jakarta Globe (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 19 Juni 2012. 
  8. ^ a b c d "Translating Indonesia's Soul". The Kayon:The American Women's Association of Indonesia. Holiday 2011. hlm. 28–29. 
  9. ^ Darmawan, Indra (7 Agustus 2005). "Menafsir Sapardi". Tempo. 
  10. ^ "Karya Sastra Sulit Tembus Luar Negeri". Kompas. 8 Desember 2011. hlm. 12. 

Pranala luar sunting