Han Tiauw Tjong

politikus

Han Tiauw Tjong Sia (1894–1940), atau lebih dikenal sebagai Dr. Ir. Han Tiauw Tjong, dulu adalah seorang politisi, insinyur, pemimpin komunitas, dan anggota dari keluarga Han dari Lasem.[1][2][3] Ia pernah menjadi anggota dari Volksraad Hindia Belanda selama dua periode (1924 – 1929, 1938 – 1939), dan merupakan anggota pendiri dari partai politik Chung Hwa Hui.[4][2][3] Han juga pernah menjadi wali amanat dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (kini Institut Teknologi Bandung) mulai tahun 1924 hingga 1940.[4]

Biografi sunting

Latar belakang keluarga sunting

Lahir di Probolinggo, Jawa Timur pada tanggal 1 Februari 1894, Han berasal dari cabang Surabaya dari keluarga Han dari Lasem, salah satu dinasti Peranakan 'Cabang Atas' tertua di Jawa yang sejumlah anggotanya pernah menjadi pejabat publik.[1][5][6] Han adalah anak dari Han Biauw Sing, Letnan Cina Kutaraja di Aceh (menjabat mulai tanggal 21 Mei 1913 hingga 12 September 1918), yang merupakan cicit dari Han Phik Long Sia (1761–1788), salah satu anak dari Han Bwee Kong, Kapitan Cina Surabaya (1727–1778), salah satu komprador dan sekutu pertama dari VOC.[1][5] Sesuai tradisi di Hindia Belanda saat itu, sebagai anak dari seorang pejabat Cina, Han Tiauw Tjong pun menyandang gelar turunan Sia.[6]

Kehidupan awal dan Belanda sunting

Han Tiauw Tjong awalnya bersekolah di ELS Kraksaan, Probolinggo dan lalu di HBS Semarang, sebelum kemudian pergi ke Belanda pada tahun 1911 untuk berkuliah di Universitas Teknologi Delft.[2][3] Ia lalu lulus dengan gelar insinyur pada tahun 1921, dan kemudian dengan gelar doktor pada tahun 1922 setelah menyelesaikan disertasi yang diterbitkan oleh Nijhoff dengan judul De industrialisatie van China ('industrialisasi Tiongkok').[1][3][7]

Saat di Belanda, Han juga aktif di Chung Hwa Hui Nederland, sebuah perhimpunan mahasiswa Peranakan.[3][8] Ia menduduki sejumlah jabatan di perhimpunan tersebut mulai tahun 1916 hingga 1922, dan kemudian menjabat sebagai presiden dari perhimpunan tersebut mulai tahun 1919 hingga 1920.[8][3] Klaas Stutje menganggap Han sebagai ‘figur terkemuka’ dari ‘kecenderungan orientasi Tiongkok’ dari perhimpunan tersebut, mengadvokasi kewarganegaraan Tiongkok untuk Tionghoa Hindia Belanda, dan mengkritik Hukum Kewarganegaraan Belanda yang menempatkan etnis Tionghoa secara hukum berada di bawah etnis Eropa di Hindia Belanda.[8]

Politisi dan pemimpin komunitas sunting

Setelah kembali ke Hindia Belanda pada tahun 1921, pandangan Han berubah dan ia menjadi lebih loyal kepada Hindia Belanda sebagai tanah air dari etnis Tionghoa.[3][8] Pada bulan Mei 1924, ia ditunjuk menjadi anggota dari Volksraad, dan menjabat hingga bulan Juni 1929. Ia kemudian kembali menjadi anggota Volksraad mulai bulan Juli 1938 hingga Juni 1939.[4][2][3]

Pada sebuah kertas kerja tahun 1927, Han menyampaikan enam pencapaian dari anggota Volksraad yang berlatar belakang Tionghoa dalam meningkatkan posisi komunitas Tionghoa Indonesia, yakni:[9]

  1. "penunjukan dokter wanita untuk memeriksa kesehatan dari perempuan Tionghoa yang baru sampai di Hindia Belanda, karena ada keluhan mengenai malpraktek terhadap perempuan Tionghoa yang baru sampai di Hindia Belanda…;
  2. pendirian HCS untuk perempuan…;
  3. investigasi mengenai perlakuan terhadap jurnalis di penjara Glodok…;
  4. poin yang harus diamati saat melakukan pencarian rumah [untuk polisi]…;
  5. pengembangan komite film sehingga meliputi satu anggota Tionghoa…;
  6. Agaknya, jumlah HCS akan meningkat sebagai hasil dari diskusi di Volksraad…"

Fasilitas yang diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda kepada etnis Tionghoa merupakan bagian dari kampanye Han dan kolega Tionghoanya di Volksraad untuk mengupayakan kesetaraan hukum rasial di Hindia Belanda.[9][3] Bersama koleganya, H. H. Kan dan Loa Sek Hie, Han berperan penting dalam pendirian Chung Hwa Hui (CHH) pada tahun 1928 di Hindia Belanda.[3] Bersama H. H. Kan sebagai presiden, CHH menjadi wahana bagi Han dan koleganya untuk mengadvokasi kerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda guna meraih kesetaraan hukum bagi etnis Tionghoa di Hindia Belanda.[3] CHH kemudian dikritik karena dinilai pro-Belanda, konservatif, dan elitis. CHH bahkan dijuluki sebagai 'Klub Packard', karena sejumlah pimpinan CHH menggunakan mobil bermerek Packard.[9][3]

Setelah tidak lagi menjadi anggota Volksraad, Han pindah ke Semarang dan menjadi deputi dari Dewan Provinsi Jawa Tengah (Provincialen Raad van Midden-Java) hingga meninggal pada tahun 1940.[10][11] Kesibukan Han dengan pendidikan juga memungkinkannya untuk menjadi wali amanat dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (ITB) mulai tahun 1924 hingga 1940.[4] Selama kepemimpinan Han, Sukarno masih menjadi mahasiswa teknik di ITB dan sangat mengingat kontribusi Han untuk ITB.[4]

Kehidupan pribadi, rumah, dan kematian sunting

Han Tiauw Tjong menikahi Hoo Hien Nio (1895–1984), yang merupakan pewaris utama dari Hoo Tjien Siong asal Pekalongan.[12] Keduanya dianugerahi lima orang anak, yakni Han Bing Yang, Han Tjia Nio, Han Bing Hoo, Han Bing Tjoe, dan Han Bing Siong.[1][5] Han Tiauw Tjong adalah salah satu pemegang saham dari Indische Lloyd, sebuah perusahaan asuransi, dan juga memiliki sebuah pabrik es krim, yakni ‘Doro’, di Pekalongan.[11][3]

Han mempekerjakan arsitek lulusan Delft dan Paris, Liem Bwan Tjie, untuk merancang vila bergaya Art Deco miliknya di Candi, Semarang.[13] Selesai dibangun pada tahun 1932, Leo Suryadinata menyebut rumah tersebut ‘sebagai eksperimen terbesar dari Liem’.[3] Menurut Judy den Dikken, rumah tersebut mengingatkan akan arsitektur Frank Lloyd Wright, tetapi dengan gaya Hindia Belanda.[13]

Pada tanggal 25 Juni 1940, Han menjalani operasi usus di Juliana-ziekenhuis di Semarang.[10][11] Pada tanggal 27 Juni 1940, Gubernur Jawa Tengah mengumumkan kepada Dewan Provinsi bahwa operasi Han telah selesai dan Gubernur mendoakan agar Han lekas pulih.[11] Namun, kondisi kesehatan Han Tiauw Tjong kemudian memburuk, dan ia akhirnya meninggal pada tanggal 29 Juni 1940.[11]

Publikasi besar sunting

  • De industrialisatie van China (dalam bahasa Belanda) [Indonesia: 'Industrialisasi Tiongkok']. Nijhoff (1922)[7]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e Salmon, Claudine (1991). "The Han Family of East Java. Entrepreneurship and Politics (18th–19th Centuries)". Archipel. 41 (1): 53–87. doi:10.3406/arch.1991.2711. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-06. Diakses tanggal May 1, 2020. 
  2. ^ a b c d Setyautama, Sam (2008). Tokoh-tokoh etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-9101-25-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-06. Diakses tanggal May 1, 2020. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n Suryadinata, Leo (2015). Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-4th). Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 978-981-4620-50-5. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-06. Diakses tanggal May 1, 2020. 
  4. ^ a b c d e Hering, B. B. (2003). Soekarno: Founding Father of Indonesia, a Biography. 1901–1945. I (dalam bahasa Inggris). Jakarta: Hasta Mitra. ISBN 978-979-8659-30-0. Diakses tanggal May 1, 2020. 
  5. ^ a b c Bing Siong, Han (2001). "A Short Note on a Few Uncertain Links in the Han Lineage". Archipel. 62 (1): 43–52. doi:10.3406/arch.2001.3660. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-06. Diakses tanggal May 1, 2020. 
  6. ^ a b Blussé, Leonard; Chen, Menghong (2003). The Archives of the Kong Koan of Batavia (dalam bahasa Inggris). Amsterdam: BRILL. ISBN 978-90-04-13157-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-13. Diakses tanggal May 1, 2020. 
  7. ^ a b Han, Tiauw Tjong (1922). De industrialisatie van China (dalam bahasa Belanda). Leiden: Nijhoff. Diakses tanggal May 1, 2020. 
  8. ^ a b c d Stutje, Klaas (January 1, 2015). "The Complex World of the Chung Hwa Hui: International Engagements of Chinese Indonesian Peranakan Students in the Netherlands, 1918–1931". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia (dalam bahasa Inggris). 171 (4): 516–542. doi:10.1163/22134379-17104004 . ISSN 0006-2294. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-06. Diakses tanggal May 1, 2020. 
  9. ^ a b c Institute of Southeast Asian Studies (1997). Political Thinking of the Indonesian Chinese, 1900–1995: A Sourcebook (dalam bahasa Inggris). Singapore: NUS Press. ISBN 978-9971-69-201-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-08. Diakses tanggal May 1, 2020. 
  10. ^ a b "Familiebericht". Bataviaasch nieuwsblad. Kolf & Co. July 1, 1940. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-06. Diakses tanggal May 1, 2020. 
  11. ^ a b c d e "Familiebericht". Soerabaijasch handelsblad. Kolff & Co. July 3, 1940. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-06. Diakses tanggal May 1, 2020. 
  12. ^ Knight, G. Roger (2013). Commodities and Colonialism: The Story of Big Sugar in Indonesia, 1880–1942 (dalam bahasa Inggris). Leiden: BRILL. ISBN 978-90-04-25051-2. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-06. Diakses tanggal May 1, 2020. 
  13. ^ a b den Dikken, Judy (2002). Liem Bwan Tjie (1891–1966): westerse vernieuwing en oosterse traditie (dalam bahasa Belanda). Houten: Stichting Bonas. ISBN 978-90-76643-14-4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-07. Diakses tanggal May 1, 2020.