Aw Tjoei Lan, atau lebih dikenal sebagai Njonja Kapitein Lie Tjian Tjoen, dan terkadang ditulis sebagai Auw Tjoei Lan, (lahir pada tanggal 17 Februari 1889 – meninggal pada tanggal 19 Desember 1965) adalah seorang dermawan, pemimpin komunitas, dan aktivis sosial berlatar belakang Tionghoa Indonesia. Aw Tjoei Lan adalah pendiri dari organisasi amal 'Ati Soetji' (EYD: 'Hati Suci').[1][2][3][4][5] Melalui organisasi tersebut, ia melawan perdagangan manusia dan prostitusi, serta mempromosikan pendidikan untuk anak yatim piatu, terutama perempuan.[1][2]

Aw Tjoei Lan
Lahir(1889-02-17)17 Februari 1889
Meninggal19 Desember 1965(1965-12-19) (umur 76)
Djakarta
KebangsaanIndonesia
Nama lainNjonja Kapitan Lie Tjian Tjoen
PekerjaanAktivis sosial, filantropis, dan pemimpin komunitas
Tahun aktif1910-an - 1960-an
Dikenal atasAktivis hak perempuan dan pendiri dari Ati Soetji
Suami/istriLie Tjian Tjoen, Kapitan Cina (suami)
Orang tuaAw Seng Hoe, Letnan Cina (bapak)
Tan An Nio (ibu)
KerabatLie Tjoe Hong, Mayor Cina (bapak mertua)
Hok Hoei Kan (saudara ipar)
Tan Tjin Kie, Mayor-tituler Cina (sepupu)

Kehidupan awal

sunting

Aw Tjoei Lan lahir di Majalengka, Hindia Belanda pada sebuah keluarga 'Cabang Atas'.[6] Ayahnya, Aw Seng Hoe, adalah Letnan Cina Majalengka mulai tahun 1886 hingga 1904.[6] Ibunya, Tan An Nio, adalah sepupu pertama dari Tan Tjin Kie, Mayor-tituler Cina, dan berasal dari keluarga Tan dari Cirebon.[6]

Seperti banyak anak dengan latar belakang yang sama, Aw juga mendapat pendidikan Belanda. Ayahnya mengundang seorang tutor Belanda dari Batavia, ibu kota Hindia Belanda, untuk mengajar Aw dan saudara kandungnya.[4][5] Aw kemudian bersekolah di sebuah sekolah Belanda di Buitenzorg, di mana ia menumpang tinggal di rumah seorang minister Belanda, yakni Rev. van Walsum.[4][5] Aw juga mengenal filantropi sejak dini, karena ayahnya aktif melindungi kegiatan sosial di Majalengka.[4][5]

Pernikahan dan aktivisme sosial

sunting

Aw Tjoein Lan pindah ke Batavia setelah menikah pada tanggal 2 Maret 1907 dengan Lie Tjian Tjoen, Kapitan Cina, anak dari Lie Tjoe Hong, Mayor Cina ketiga Batavia dan anggota dari keluarga Lie dari Pasilian.[3][5][6] Melalui suaminya, Aw juga merupakan saudara ipar dari Hok Hoei Kan.[6]

Di Batavia, van Walsum mengenalkan Aw dengan Dr. Zigman.[7] Pada tahun 1912, bersama D. van Hindeloopen Labberton dan Soetan Temanggoeng, Dr. Zigman kemudian mengajak Aw untuk bersama-sama mendirikan dan mengelola sebuah organisasi baru yang diberi nama Ati Soetji, yang bertujuan untuk melawan perdagangan manusia dan prostitusi, serta mempromosikan pendidikan.[3][5][7] Walaupun awalnya mendapat perlawanan dari berbagai organisasi dan kepentingan, Aw tetap bertahan.[3] Aw lalu memanfaatkan hubungan keluarganya dengan sejumlah pejabat Hindia Belanda dan pejabat Cina, sehingga akhirnya Ati Soetji dapat memperoleh perlindungan dari Gubernur Jenderal, Johan Paul, Count of Limburg-Stirum dan istrinya, serta mendapat dukungan dari Khouw Kim An, Mayor Cina kelima Batavia.[4][5]

Pada tanggal 17 Oktober 1917, Ati Soetji membuka fasilitas pertamanya untuk perempuan, yakni Tehuis voor Chineesche Meisjes ('Rumah untuk Perempuan Cina'). Pada tahun 1925, Ati Soetji juga membuka fasilitas serupa untuk laki-laki.[4][5] Pada tahun 1929, Ati Soetji memindahkan kantor pusatnya ke Kampung Bali, Tanah Abang.[4][5] Pada akhir dekade 1930-an, Ati Soetji telah memiliki dua buah panti asuhan, sebuah pengungsian untuk mantan pelaku prostitusi, sebuah fasilitas untuk perempuan dari keluarga miskin, sebuah sekolah, dan sebuah sekolah tata busana.[4][5]

Pada bulan September 1935, atas rekomendasi dari Majoor Khouw Kim An, Ratu Wilhelmina dari Belanda menganugerahkan Order of Orange-Nassau kepada Aw.[3][5] Penghargaan tersebut kemudian diberikan langsung ke Aw oleh perdana menteri Belanda, Hendrikus Colijn, atas nama ratu.[5]

Pada bulan Februari 1937, mewakili Hindia Belanda, Aw berpartisipasi di prosiding dari Liga Bangsa-Bangsa di Bandung, Jawa Barat.[3][5] Pada pidatonya, Aw mengadvokasi pendidikan untuk perempuan miskin guna membantu mereka meraih independensi pribadi dan profesional agar dapat menghindari perdagangan manusia.[3][5] Aw juga mendorong rehabilitasi terhadap perempuan yang kehilangan keperawanannya.[3][5]

Pendudukan Jepang di Indonesia mulai tahun 1942 hingga 1945 selama Perang Dunia II lalu membuat Ati Soetji dan Aw sangat terpuruk.[4][5] Bersama sejumlah pejabat lain, suami Aw, Kapitan Lie Tjian Tjoen, diletakkan di sebuah kamp konsentrasi.[4][5] Rumah keluarga mereka di Jl. Kramat Raya no. 168, yang saat itu digunakan untuk menampung anak laki-laki yatim piatu, juga disita oleh Jepang.[5] Aw kemudian mengusahakan tersedianya penampungan alternatif, dan memastikan bahwa anak-anak yang ditampungnya tidak diambil oleh Jepang sebagai 'ianfu'.[4][5] Setelah perang berakhir, Aw membangun kembali Ati Soetji, sehingga memungkinkan organisasi tersebut untuk bertahan hingga saat ini.[4][5]

Aw Tjoei Lan akhirnya meninggal pada tanggal 19 September 1965 di Jakarta, Indonesia pada usia 76 tahun.[1][2] Jenazahnya disemayamkan di kantor pusat Ati Soetji sebelum kemudian dimakamkan di Petamburan.[1][2][5]

Sebuah opera tentang perjuangan Auw Tjoei Lan telah diciptakan oleh komponis Ananda Sukarlan , dengan libretto dari penyair Emi Suy , dengan tata panggung oleh Rama Soeprapto dan sutradara Chendra Effendy Panatan. Soprano Mariska Setiawan memerankan tokoh Auw Tjoei Lan di pertunjukan perdananya.

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d A. Bobby Pr (2014). Ny. Lie Tjian Tjoen: mendahului sang waktu [English: 'Ny. Lie Tjian Tjoen: ahead of her Time']. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 9789797098728. Diakses tanggal 25 May 2019. 
  2. ^ a b c d Suryadinata, Leo (2015). Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-4th). Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 9789814620505. Diakses tanggal 25 May 2019. 
  3. ^ a b c d e f g h Mukthi, M. F. (April 21, 2010). "Auw Tjoei Lan, Musuh Para Mucikari". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia (dalam bahasa Inggris). Historia. Diakses tanggal 25 May 2019. 
  4. ^ a b c d e f g h i j k l Mukthi, M. F. (April 21, 2010). "Auw Tjoei Lan, Pelindung Kebajikan". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia (dalam bahasa Inggris). Historia. Diakses tanggal 25 May 2019. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u Lie, Ravando (January 8, 2019). "Hati Suci Nyonya Lie Tjian Tjoen Selamatkan Perempuan & Anak Yatim". tirto.id. Tirto. Diakses tanggal 25 May 2019. 
  6. ^ a b c d e Haryono, Steve (2017). Perkawinan Strategis: Hubungan Keluarga Antara Opsir-opsir Tionghoa Dan 'Cabang Atas' Di Jawa Pada Abad Ke-19 Dan 20 (dalam bahasa Inggris). Utrecht: Steve Haryono. ISBN 9789090302492. Diakses tanggal 25 May 2019. 
  7. ^ a b Chambert-Loir, Henri; Ambary, Hasan Muarif (1999). Panggung sejarah: persembahan kepada Prof. Dr. Denys Lombard. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ISBN 9789794613177. Diakses tanggal 25 May 2019.